Negara: Israel

  • Sekjen PBB Geram 7 Relawan di Gaza Tewas Akibat Ulah Israel: Tak Masuk Akal!

    Sekjen PBB Geram 7 Relawan di Gaza Tewas Akibat Ulah Israel: Tak Masuk Akal!

    Jakarta

    Sekjen PBB, Antonio Guterres, mengecam kasus tewasnya tujuh pekerja kemanusiaan akibat serangan udara Israel di Gaza. Guterres mengatakan peristiwa tersebut tidak masuk akal.

    “Insiden ini menjadikan jumlah pekerja bantuan yang tewas dalam konflik ini menjadi 196 orang, termasuk lebih dari 175 anggota staf PBB kami,” kata Guterres dalam pidatonya di Majelis Umum PBB dilansir AFP, Rabu (3/4/2024).

    Tujuh korban tewas merupakan staf dari badan amal bantuan makanan World Center Kitchen. Para korban meninggal ini merupakan pekerja bantuan berkewarganegaraan Australia, Inggris, Palestina, Polandia, dan Amerika Serikat-Kanada.

    Guterres mengatakan tewasnya para relawan di Gaza tidak masuk akal. Namun, hal itu menjadi imbas dari perang yang tidak kunjung selesai di wilayah tersebut.

    “Ini tidak masuk akal. Tapi ini adalah akibat yang tidak bisa dihindari dari cara perang dilakukan,” katanya.

    Sekjen PBB itu juga mendesak kasus tewasnya 7 relawan tersebut dijadikan alarm untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza.

    “Ini sekali lagi menunjukkan perlunya gencatan senjata kemanusiaan segera, pembebasan semua sandera tanpa syarat, dan perluasan bantuan kemanusiaan ke Gaza seperti yang diminta Dewan Keamanan dalam resolusinya,” tutur Guterres.

    “Resolusi tersebut harus dilaksanakan tanpa penundaan,” kata Guterres.

    Dalih PM Israel soal Kematian 7 Relawan di Gaza

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakui militer Israel melancarkan serangan udara di Gaza dan menyebabkan tujuh pekerja kemanusiaan meninggal dunia. Netanyahu berdalih tewasnya korban akibat ketidaksengajaan pasukannya.

    “Sayangnya, pada hari terakhir ada kasus tragis di mana pasukan kami secara tidak sengaja memukul orang-orang yang tidak bersalah di Jalur Gaza,” kata Netanyahu dilansir AFP.

    “Hal ini terjadi dalam perang, kami akan menyelidikinya sampai akhir… Kami telah melakukan kontak dengan pemerintah dan kami akan melakukan segalanya agar hal ini tidak terjadi lagi,” sambungnya.

    Ketujuh korban yang tewas itu merupakan pekerja kemanusiaan yang bekerja untuk World Central Kitchen (WCK). Mereka merupakan relawan yang bertugas mengirimkan bantuan makanan ke Gaza melalui jalur laut dari Siprus.

    Para korban tewas dalam serangan udara yang dilakukan Israel di Gaza pada Senin (1/4) waktu setempat. Tujuh korban meninggal ini merupakan warga negara Australia, Polandia, Inggris, berkewarganegaraan ganda AS dan Kanada, serta Palestina.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Kecam Serangan Militer Israel Tewaskan 7 Pekerja Kemanusiaan di Gaza

    AS Kecam Serangan Militer Israel Tewaskan 7 Pekerja Kemanusiaan di Gaza

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) mengecam aksi serangan udara Israel di Gaza hingga menyebabkan tujuh pekerja kemanusiaan tewas. Presiden AS, Joe Biden, mengatakan telah menghubungi koki World Central Kitchen, Jose Andres, usai tujuh pekerjanya tewas akibat serangan militer Israel.

    “Presiden menelepon koki Jose Andres untuk menyatakan bahwa dia sedih mendengar berita tentang serangan udara yang menewaskan tujuh pekerja bantuan dan untuk menyampaikan serta menyampaikan belasungkawa yang terdalam,” kata Sekretaris Pers Karine Jean-Pierre dilansir AFP, Rabu (3/4/2024).

    Pihak Gedung Putih mengatakan Biden segera melakukan komunikasi dengan pihak Israel. Biden disebut akan menegaskan perlindungan kepada pekerja kemanusiaan di jalur Gaza.

    “Presiden menyampaikan bahwa dia akan menjelaskan kepada Israel bahwa pekerja bantuan kemanusiaan harus dilindungi,” katanya dalam sebuah pengarahan.

    Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan negaranya tengah menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan Israel. Kirby menyebut Amerika sangat mengecam tindakan serangan Israel hingga menewaskan para relawan.

    “Kami sangat marah mengetahui serangan itu,” ujar Kirby.

    Netanyahu Berdalih Militernya Tak Sengaja

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakui militer Israel melancarkan serangan udara di Gaza dan menyebabkan tujuh pekerja kemanusiaan meninggal dunia. Netanyahu berdalih tewasnya korban akibat ketidaksengajaan.

    “Hal ini terjadi dalam perang, kami akan menyelidikinya sampai akhir… Kami telah melakukan kontak dengan pemerintah dan kami akan melakukan segalanya agar hal ini tidak terjadi lagi,” sambungnya.

    Ketujuh korban yang tewas itu merupakan pekerja kemanusiaan yang bekerja untuk World Central Kitchen (WCK). Mereka merupakan relawan yang bertugas mengirimkan bantuan makanan ke Gaza melalui jalur laut dari Siprus.

    Para korban tewas dalam serangan udara yang dilakukan Israel di Gaza pada Senin (1/4) waktu setempat. Tujuh korban meninggal ini merupakan warga negara Australia, Polandia, Inggris, berkewarganegaraan ganda AS dan Kanada, serta Palestina.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Serangan Israel di Gaza Tewaskan 7 Relawan, Netanyahu Berdalih Tak Sengaja

    Serangan Israel di Gaza Tewaskan 7 Relawan, Netanyahu Berdalih Tak Sengaja

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakui militer Israel melancarkan serangan udara di Gaza dan menyebabkan tujuh pekerja kemanusiaan meninggal dunia. Netanyahu berdalih tewasnya korban akibat ketidaksengajaan pasukannya.

    “Sayangnya, pada hari terakhir ada kasus tragis di mana pasukan kami secara tidak sengaja memukul orang-orang yang tidak bersalah di Jalur Gaza,” kata Netanyahu dilansir AFP, Rabu (3/2/2024).

    “Hal ini terjadi dalam perang, kami akan menyelidikinya sampai akhir… Kami telah melakukan kontak dengan pemerintah dan kami akan melakukan segalanya agar hal ini tidak terjadi lagi,” sambungnya.

    Ketujuh korban yang tewas itu merupakan pekerja kemanusiaan yang bekerja untuk World Central Kitchen (WCK). Mereka merupakan relawan yang bertugas mengirimkan bantuan makanan ke Gaza melalui jalur laut dari Siprus.

    Para korban tewas dalam serangan udara yang dilakukan Israel di Gaza pada Senin (1/4) waktu setempat. Tujuh korban meninggal ini merupakan warga negara Australia, Polandia, Inggris, berkewarganegaraan ganda AS dan Kanada, serta Palestina.

    Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari sebelumnya mengatakan telah berbicara dengan koki selebriti pendiri WCK Jose Andres untuk menyampaikan “belasungkawa terdalam” mereka. Dia mengatakan penyelidikan akan dilakukan oleh Mekanisme Pencarian Fakta dan Penilaian militer Israel.

    “Dan kami akan membagikan temuan kami secara transparan,” katanya.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (2/4), kematian pekerja kemanusiaan di Jalur Gaza itu diumumkan oleh pendiri organisasi World Central Kitchen, chef Jose Andres, dalam pernyataannya awal pekan ini.

    “Hari ini, World Central Kitchen telah kehilangan beberapa saudara dan saudari akibat serangan militer Israel di Gaza,” sebut Andres dalam pernyataannya.

    World Central Kitchen yang merupakan organisasi yang berkantor pusat di Amerika Serikat (AS), menyebut kematian sejumlah pekerja kemanusiaan itu sebagai “tragedi” dan menegaskan kembali bahwa “pekerja bantuan kemanusiaan dan warga sipil tidak boleh menjadi target”.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kedutaan Israel di Dunia Waspada Buntut Konsulat Iran Dirudal

    Kedutaan Israel di Dunia Waspada Buntut Konsulat Iran Dirudal

    Tel Aviv

    Otoritas Israel meningkatkan langkah-langkah keamanan untuk semua Kedutaan Besar (Kedubes) atau misi diplomatiknya di seluruh dunia menyusul serangan rudal yang menghantam gedung konsulat Iran di Suriah. Kedubes Israel di luar negeri diimbau semakin meningkatkan kewaspadaan.

    Sedikitnya 11 orang, termasuk komandan senior Garda Revolusi Iran, dilaporkan tewas dalam serangan rudal yang menghantam gedung konsuler di kompleks Kedutaan Besar Iran di Damaskus, Suriah, pada Senin (1/4) sore waktu setempat.

    Seperti dilansir media lokal Israel, Ynetnews, Selasa (2/4/2024), pemerintah Israel mengumumkan pihaknya akan meningkatkan keamanan di sekitar Kedutaan Besar Tel Aviv di seluruh dunia, dan meningkatkan kesiapan Angkatan Bersenjata Israel (IDF) menyusul tewasnya komandan Garda Revolusi Iran di Suriah.

    Kementerian Luar Negeri Israel memutuskan untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan bagi perwakilan diplomatiknya di seluruh dunia, dengan divisi keamanan pada kementerian tersebut merilis instruksi untuk semua diplomat Tel Aviv.

    “Kami mendesak untuk mempertahankan sikap waspada dan meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan sekitar, dengan penekanan pada pergerakan rutin,” demikian bunyi instruksi untuk para diplomat Israel di luar negeri.

    “Kami meminta Anda untuk terus mengambil tindakan pencegahan dan memberikan perhatian lebih selama operasi rutin,” imbuh instruksi tersebut.

    Israel tampaknya khawatir jika Iran berupaya menargetkan Kedutaan Besar Tel Aviv di luar negeri sebagai pembalasan atas serangan di Suriah. Sejak perang berkecamuk melawan Hamas di Jalur Gaza tahun lalu, tingkat kewaspadaan tinggi diterapkan di misi-misi diplomatik Israel di seluruh dunia.

    Sebelumnya, Duta Besar Iran untuk Suriah, Hossein Akbari, menyebut bahwa “jet-jet tempur F-35” menembakkan enam rudal yang menghantam sebuah gedung konsuler di kompleks Kedutaan Besar Iran di Damaskus pada Senin (1/4) waktu setempat.

    Syrian Observatory for Human Rights, kelompok yang memantau konflik di Suriah, melaporkan bahwa sedikitnya 11 orang, yang terdiri atas delapan warga Iran, dua warga Suriah, dan satu warga Lebanon, tewas akibat serangan udara itu.

    Disebutkan Syrian Observatory bahwa tidak ada korban sipil dalam serangan itu, karena semua yang tewas adalah petempur, termasuk beberapa personel Garda Revolusi Iran,

    Garda Revolusi Iran, dalam pernyataannya, mengakui bahwa tujuh personelnya, yang bertugas sebagai penasihat militer di Suriah, tewas dalam serangan udara Israel di Damaskus. Terdapat tiga komandan senior Garda Revolusi Iran di antara personel-personel yang tewas.

    Ada dua jenderal Iran yang tewas dalam serangan di Damaskus, yakni Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi, yang merupakan komandan senior dalam Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran, dan seorang pejabat tinggi lainnya bernama Brigadir Jenderal Mohammad Hadi Haji Rahimi.

    Sosok Zahedi disebut sebagai pemimpin Pasukan Quds untuk Palestina, Suriah dan Lebanon. Pasukan Quds merupakan pasukan elite spionase dan paramiliter asing pada Garda Revolusi Iran.

    “(Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu telah benar-benar kehilangan keseimbangan mental karena kekalahan berturut-turut rezim Israel di Gaza dan kegagalannya mencapai tujuan amibisius Zionis,” sebut Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian dalam komentarnya.

    Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Naser Kanaani, menegaskan bahwa Teheran memiliki hak untuk merespons serangan tersebut. Dia menegaskan bahwa tindakan yang diperlukan harus diambil terhadap agresor.

    “Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Kami berharap masyarakat internasional dan PBB mengutuk keras agresi ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan,” ucapnya.

    “Sementara Iran berhak untuk merespons kejahatan tersebut, Israel memikul tanggung jawab atas dampaknya. Teheran akan memutuskan jenis respons dan hukuman tersebut,” tegas Kanaani.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pria Bersenjata Tembaki Bus Sekolah di Tepi Barat, 3 Orang Luka-luka

    Pria Bersenjata Tembaki Bus Sekolah di Tepi Barat, 3 Orang Luka-luka

    Jakarta

    Aksi penembakan terhadap sebuah bus sekolah terjadi di dekat kota Jericho di Tepi Barat yang diduduki Israel. Petugas medis dan militer Israel mengatakan bahwa tiga orang termasuk seorang anak laki-laki terluka dalam serangan pada hari Kamis (28/3) tersebut.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (28/3/2024), militer Israel mengatakan, setelah adanya laporan bahwa seorang militan melepaskan tembakan ke arah “sejumlah kendaraan”, tentara-tentara Israel dikirim ke tempat kejadian di dekat kota Al-Auja. Militer menambahkan bahwa tentara sedang mengejar tersangka.

    Militer Israel membenarkan bahwa sebuah bus sekolah menjadi sasaran penembakan.

    Seorang pria berusia 30 tahun berada dalam kondisi serius dengan luka tembak, sementara seorang pria berusia 21 tahun mengalami luka ringan dan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun menderita luka pecahan peluru, kata layanan darurat.

    Radio publik Israel mengatakan pria bersenjata yang bertopeng itu mulai menembaki mobil-mobil Israel sekitar pukul 07.00 waktu setempat, mengenai mobil dan bus sekolah.

    Kekerasan telah meningkat di Tepi Barat sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada bulan Oktober. Perang dimulai dengan serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, yang menyebabkan sekitar 1.160 orang tewas.

    Lebih dari 440 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel atau pemukim Israel di Tepi Barat sejak perang pecah, menurut Otoritas Palestina, yang memiliki sebagian kendali administratif di Tepi Barat.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gaza Terus Dibombardir Israel Meski DK PBB Serukan Gencatan Senjata

    Gaza Terus Dibombardir Israel Meski DK PBB Serukan Gencatan Senjata

    Jakarta

    Jalur Gaza bagian selatan terus dibombardir hebat oleh militer Israel pada Rabu (27/3) waktu setempat, meskipun ada tekanan internasional lewat Dewan Keamanan (DK) PBB untuk segera melakukan gencatan senjata di wilayah Palestina tersebut.

    Dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (28/3/2024), bola api menerangi langit malam di kota Rafah, Gaza selatan, pusat kota terakhir di Gaza yang belum diserang oleh pasukan darat Israel. Sekitar 1,5 juta orang berada di wilayah tersebut saat ini.

    Suara ledakan juga terdengar dan asap terlihat membubung di Kota Gaza di utara, tempat pasukan Israel menyerang rumah sakit terbesar di kota itu selama lebih dari seminggu.

    Kementerian Kesehatan Hamas di Gaza mengatakan pada Rabu pagi waktu setempat bahwa 66 orang tewas dalam semalam, termasuk tiga orang yang tewas dalam serangan udara Israel di Rafah dan sekitarnya.

    Pertempuran terus berlanjut bahkan setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pertamanya yang menyerukan “gencatan senjata segera” dan mendesak pembebasan sekitar 130 sandera, yang menurut Israel masih berada di Gaza, termasuk 34 tawanan yang diperkirakan tewas.

    Pasukan Israel juga mengepung dua rumah sakit di Khan Younis, di mana Kementerian Kesehatan mengatakan 12 orang, termasuk beberapa anak-anak, tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah kamp pengungsi.

    Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina telah memperingatkan bahwa ribuan orang terjebak di rumah sakit Nasser di Khan Younis dan “nyawa mereka dalam bahaya”.

    Perang Israel telah menghancurkan infrastruktur Gaza. Lembaga-lembaga bantuan mengatakan seluruh penduduk Gaza yang berjumlah 2,4 juta jiwa kini membutuhkan bantuan kemanusiaan.

    Badan dana anak-anak PBB, UNICEF, mengatakan lebih banyak bantuan harus disalurkan ke Gaza melalui jalan darat dibandingkan melalui udara atau laut untuk mencegah “kelaparan yang akan segera terjadi”.

    Juru bicara UNICEF James Elder mengatakan bantuan yang diperlukan “hanya berjarak beberapa kilometer” dengan truk-truk berisi bantuan yang menunggu di perbatasan selatan Gaza dengan Mesir.

    Bombardir terus-menerus Israel telah menewaskan sedikitnya 32.414 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Hamas.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nyatakan Israel Lakukan Genosida, Pakar HAM PBB Dapat Ancaman

    Nyatakan Israel Lakukan Genosida, Pakar HAM PBB Dapat Ancaman

    Jakarta

    Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Francesca Albanese, mendapatkan ancaman sebagai akibat dari kesimpulannya bahwa Israel melakukan genosida di Jalur Gaza. Namun Francesca tetap maju terus.

    Diberitakan AFP, Kamis (28/3/2024), pelapor khusus (special rapporteur) PBB ini menyatakan punya cukup dasar untuk menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di kawasan tepi Laut Mediterania tersebut.

    Israel bulan lalu mengumumkan larangan visa terhadap Francesca atas komentar yang menyangkal bahwa serangan Hamas pada 7 Oktober adalah tindakan “anti-Semit”. Israel meggatakan bahwa laporannya “hanya merupakan perpanjangan dari kampanye yang berupaya melemahkan pendirian Negara Yahudi”.

    Francesca yang merupakan pakar independen ditunjuk oleh Dewan HAM PBB pada 2022 itu menyatakan secara pribadi, “Telah diserang sejak awal mandat saya”.

    “Saya memang menerima ancaman,” akunya, namun mengatakan bahwa dia “tidak menerima apa pun yang sejauh ini saya anggap memerlukan tindakan pencegahan ekstra”.

    Dan tekanan tersebut hanya mendorongnya “untuk tidak mundur”, kata Albanese.

    Albanese pada hari Rabu menegaskan bahwa dia tidak “mempertanyakan eksistensi Negara Israel”, namun ingin Israel berperilaku “sesuai dengan hukum internasional”.

    Albanese, yang telah menerima dukungan dari negara-negara Arab dan Muslim sejak merilis laporannya, mengatakan bahwa ketika dia akhirnya meninggalkan jabatannya, hal itu bukan karena kritiknya.

    “Itu bukan karena mereka memfitnah atau menganiaya saya dalam wacana publik.”

    (dnu/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Warga Arab di Israel Hidup dalam Tekanan dan Harapan

    Warga Arab di Israel Hidup dalam Tekanan dan Harapan

    Jakarta

    Issa Fayed adalah pemilik sebuah bengkel mobil di Haifa, sebuah kota di pesisir Mediterania Israel. Dia merupakan warga Arab Israel, atau menurut penuturan Fayed sendiri, ia adalah warga Palestina yang tinggal di Israel.

    Setelah serangan balasan Israel ke Gaza imbas dari serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, Fayed mengunggah sebuah video di akun Instagram-nya, dengan mengatakan bahwa warga Palestina di Israel tidak memiliki kebebasan berbicara.

    “Saya mengatakan bahwa pandangan warga Palestina dan Arab juga penting, dan ini akan tetap menjadi masalah jika mereka [pihak berwenang Israel] menangkap kami,” katanya kepada DW.

    Akibat unggahan video tersebut, Fayed ditangkap oleh pihak berwenang Israel pada 13 Oktober atas tuduhan menghasut terorisme. Namun, tidak ada dakwaan yang dijatuhkan kepadanya, sehingga Fayed dibebaskan setelah beberapa hari. Kisah Fayed ini mencerminkan kehidupan warga Arab Israel lainnya dalam situasi serupa.

    Fayed mengatakan, sejak penangkapannya pada Oktober lalu, dia memilih untuk menyensor sendiri unggahannya di media sosial miliknya. “Sebelum perang, saya tahu bahwa kami adalah warga negara kelas dua. Kini, rasanya seperti kami hidup di bawah penjajahan,” ungkapnya.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    LSM Israel temukan ratusan kasus penangkapan serupa

    Bagi kebanyakan dari sekitar 2 juta warga Arab Israel, perang Israel-Hamas yang masih berlangsung, membuat hubungan kedua pihak yang secara historis sudah rumit dengan negara Israel, juga menjadi semakin sulit untuk dijalani.

    Setelah serangan Hamas, yang diklasifikasikan sebagai kelompok teror oleh Jerman, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, sejumlah warga negara Palestina di Israel mengatakan, mereka telah menghadapi berbagai upaya pembatasan, termasuk penangkapan dan dikeluarkan dari studi akademis mereka, sebagai tanggapan atas unggahan di media sosial tentang perang dan situasi di Gaza.

    “Adalah” sebuah LSM Israel yang mengadvokasi hak-hak hukum kaum minoritas Arab di Israel, melakukan berbagai penelusuran, terkait penyelidikan dan penangkapan yang muncul akibat “penentangan terhadap penargetan warga sipil di Gaza, ungkapan simpati terhadap rakyat Palestina di Gaza, penentangan terhadap hukuman kolektif dan kejahatan perang, serta penyebaran berita mengenai Gaza.”

    Menurut Direktur Hukum Adalah, Suhad Bishara, ratusan warga Palestina di Israel telah ditangkap akibat unggahan mereka di media sosial. Kasus ini masuk dalam kategori kebebasan berbicara dan nyaris sepenuhnya menyasar warga Arab Israel, katanya kepada DW.

    “Kami melihat adanya kemunduran yang cukup drastis dalam kebijakan pemerintah, yang didasarkan pada asumsi yang rasis dan penegakan hukum yang selektif,” ujarnya. ” Kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum.”

    Menurut Bishara, pihak berwenang dan politisi Israel menyamaratakan setiap bentuk solidaritas terhadap Gaza yang dilakukan oleh minoritas Arab Israel itu sebagai dukungan terhadap aksi terorisme.

    “Ada proses dehumanisasi terhadap seluruh warga Gaza dalam politik Israel,” katanya.

    Warga Arab Israel mengkhawatirkan masa depan dan kehidupan mereka

    Fayed sepakat dengan sentimen tersebut, dan mengatakan ada standar ganda bagi warga Arab dan Yahudi yang menyuarakan solidaritas mereka untuk warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

    “Jika Anda seorang Yahudi, Anda adalah seorang aktivis sayap kiri,” kata Fayed. “Jika Anda orang Arab, Anda adalah pendukung teroris.”

    Baru-baru ini, sebuah jajak pendapat oleh Institut Demokrasi Israel menunjukkan bahwa apa yang dirasakan Fayed juga dirasakan oleh banyak warga Arab di Israel. Survei pada Desember 2023 menunjukkan, 71% warga Arab yang tinggal di Israel khawatir untuk menyuarakan pandangan mereka di media sosial.

    “Agaknya, hal ini disebabkan oleh fakta bahwa sejak pecahnya perang, telah terjadi peningkatan dalam jumlah pengaduan yang diajukan atau pun tuntutan yang diajukan oleh lembaga penegak hukum atas pelanggaran penghasutan,” tulis survei tersebut.

    Survei ini juga menemukan fakta bahwa 84% responden khawatir akan keselamatan fisik mereka, sementara 86% khawatir akan keamanan ekonomi mereka.

    Setelah unggahan di Facebook mengenai penangkapannya, Fayed mengatakan toko miliknya mengalami vandalisme dengan grafiti, misalnya “kematian bagi orang Arab.” Tak hanya itu, pendapatan dari bisnis bengkel mobilnya juga turun 90%, karena banyak kliennya yang warga Yahudi memboikot bisnisnya.

    Harapan untuk hidup berdampingan secara damai

    Saat ini, kesenjangan antara populasi Yahudi Israel dan populasi Arab sangat lebar. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh ahli statistik Israel, Mano Geva, pada Januari menunjukkan hanya 34% populasi Yahudi Israel yang mengatakan mereka percaya kepada warga Arab di negara itu. Sementara, lebih dari 60% mengatakan, mereka tidak setuju jika partai Arab menjadi bagian dari koalisi pemerintah Israel.

    Terlepas dari situasi sulit imbas perang Israel-Hamas, beberapa kelompok masih berusaha untuk bertahan bahkan memperkuat ikatan yang rumit antara orang Yahudi dan Arab di Israel. Salah satu kelompok itu adalah “Standing Together”, sebuah inisiatif yang dilakukan oleh warga Arab dan Yahudi untuk memperjuangkan kesetaraan dalam masyarakat Israel.

    Kelompok “Standing Together” mengumpulkan banyak bahan makanan untuk warga Palestina di Gaza. Barang-barang yang disumbangkan itu diangkut masuk ke Gaza dengan konvoi mobil yang berangkat dari beberapa kota di Israel dan berkendara menuju pintu penyeberangan perbatasan Kerem Shalom di Israel selatan.

    Meskipun kelompok semacam ini sering dipandang negatif oleh sebagian besar masyarakat sayap kanan Israel, Fayed percaya bahwa tidak ada pilihan lain bagi orang Yahudi dan Arab selain bekerja sama.

    “Anda tidak dapat hidup, tanpa harapan untuk hidup bersama,” katanya.

    (kp/rs/as)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gaza Kian Memprihatinkan Sampai Anak Muda Ingin Mati Saja

    Gaza Kian Memprihatinkan Sampai Anak Muda Ingin Mati Saja

    Jakarta

    Situasi di Gaza, Palestina, yang masih dilanda perang kian memprihatinkan. Anak-anak muda di sana sudah merasa ingin mati dari pada dalam kondisi ini.

    Juru bicara anak-anak PBB, Unicef, pada Selasa (26/3), mengatakan remaja di Gaza mengatakan bahwa mereka berharap segera mati agar terhindar dari ‘mimpi buruk.’

    “Hal yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata sering dikatakan di Gaza,” kata James Elder, juru bicara UNICEF, seperti dikutip dari kantor berita AFP, Rabu (27/3/2024).

    Berbicara kepada wartawan di Jenewa, Swiss melalui pesan video dari Rafah di Gaza selatan, Elder mengatakan bahwa UNICEF pada hari Senin lalu mengadakan pertemuan dengan para remaja Gaza.

    Beberapa orang mengatakan mereka “sangat ingin mimpi buruk ini berakhir sampai-sampai mereka berharap untuk terbunuh”, katanya.

    Perang Israel dan Hamas pecah setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, yang mengakibatkan sekitar 1.160 kematian di Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.

    Kampanye pembalasan Israel terhadap Hamas telah menewaskan sedikitnya 32.333 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Hamas.

    Gaza Hadapi Kelaparan

    “Israel memiliki hak untuk mengontrol. Mereka memeriksa setiap gram, liter, kilo apa pun yang masuk ke Gaza,” kata Jens Laerke, juru bicara badan kemanusiaan PBB, kepada wartawan.

    “Tetapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa begitu bantuan itu berada di dalam, kami menyerahkannya kepada Anda. Mereka harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan kami untuk memindahkannya,” cetusnya.

    Selanjutnya: 12 orang tewas saat ambil bantuan di laut.

    12 Orang Tewas Saat Ambil Bantuan di Laut

    Otoritas kesehatan Palestina melaporkan sedikitnya 12 orang tewas tenggelam saat berusaha mengambil bantuan kemanusiaan yang dijatuhkan dari udara dengan pesawat di lepas pantai Jalur Gaza. Bantuan kemanusiaan itu terjatuh ke lautan dan warga Gaza nekat mengambilnya.

    Seperti dilansir Reuters dan AFP, Rabu (27/3/2024), pesawat-pesawat dari Yordania, Amerika Serikat (AS), dan negara-negara lainnya telah mengirimkan bantuan makanan lewat udara atau menggunakan metode airdrop ke Jalur Gaza, meskipun para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan metode itu kurang efektif dibandingkan penyaluran via jalur darat.

    Pada Selasa (26/3) waktu setempat, pesawat-pesawat dari Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab dan Jerman kembali mengirimkan bantuan kemanusiaan melalui udara. Pemandangan paket bantuan melayang di udara dengan parasut membuat warga Jalur Gaza berlari mendekati ara

    Video penyaluran bantuan via udara (airdrop) yang diperoleh Reuters menunjukkan kerumunan orang berlari menuju pantai, tepatnya di area Beit Lahia di Jalur Gaza bagian utara, saat peti-peti berisi bantuan yang diterjunkan dengan parasut dari pesawat berjatuhan dari udara.

    Video kemudian menunjukkan orang-orang berdiri di dalam air dan mayat-mayat ditarik ke atas pasir.

    Laporan otoritas kesehatan Palestina di Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas, dan laporan Euro-Med Human Rights Monitor yang berbasis di Swiss menyebut sedikitnya enam orang tewas terinjak-injak dan 12 orang lainnya tewas tenggelam di lepas pantai Mediterania.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Sita 800 Hektar Tanah di Tepi Barat, Arab Saudi Kutuk Keras!

    Israel Sita 800 Hektar Tanah di Tepi Barat, Arab Saudi Kutuk Keras!

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi mengutuk keras keputusan Israel menyita 800 hektar tanah di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    Dilansir Al Arabiya, Rabu (27/3/2024), kerajaan Arab Saudi “mengutuk keras pengumuman pendudukan Israel, dan menekankan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum internasional dan resolusi yang relevan,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan seperti dilaporkan kantor berita resmi Saudi Press Agency (SPA).

    “Tindakan Israel tersebut merusak peluang perdamaian yang adil dan berkelanjutan berdasarkan solusi dua negara,” imbuh kementerian dalam pernyataannya.

    Pemerintah Arab Saudi juga meminta komunitas internasional untuk menghentikan pelanggaran sistematis yang dilakukan para pemukim Israel dan memastikan kembalinya tanah Palestina yang disita.

    Pekan lalu, otoritas Israel mengumumkan penyitaan 800 hektar tanah di Tepi Barat yang diduduki, yang oleh para aktivis disebut sebagai tindakan penyitaan terbesar dalam beberapa dekade.

    “Meskipun ada orang-orang di Israel dan dunia yang berusaha melemahkan hak kami atas wilayah Yudea dan Samaria dan negara secara umum, kami mempromosikan permukiman melalui kerja keras dan dengan cara yang strategis di seluruh negeri,” kata Menteri Keuangan Israel Bezalel kata Smotrich, menggunakan istilah Israel untuk Tepi Barat.

    Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam perang Arab-Israel tahun 1967.

    Permukiman di wilayah Palestina adalah ilegal menurut hukum internasional.

    Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melaporkan percepatan drastis pembangunan permukiman ilegal sejak perang Israel di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, dan mengatakan hal ini berisiko menghilangkan kemungkinan terbentuknya negara Palestina yang layak.

    Pengumuman Israel ini disampaikan seiring Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba di Israel untuk melakukan pembicaraan mengenai perang Gaza. Blinken sebelumnya menyebut perluasan permukiman sebagai “kontraproduktif untuk mencapai perdamaian abadi” dengan Palestina.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini