Negara: Israel

  • Menlu Bantah Kabar Prabowo Bakal Kunjungi Israel Usai dari Mesir

    Menlu Bantah Kabar Prabowo Bakal Kunjungi Israel Usai dari Mesir

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Luar Negeri membantah kabar yang menyebutkan Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke Israel usai menghadiri acara resmi di Mesir. 

    Bantahan ini disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Sugiono. Dia menekankan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu akan segera kembali ke Tanah Air usai lawatannya ke Mesir.

    “Tidak benar. Sesuai rencana awal, Presiden akan kembali ke tanah air setelah acara di Mesir selesai,” katanya kepada wartawan melalui pesan teks, Senin (13/10/2025).

    Sekadar informasi, media Israel mengklaim Presiden RI Prabowo Subianto akan tiba di Israel pada Selasa (14/10/2025).

    Times of Israel memberitakan Prabowo akan tiba besok di Israel, menandai kunjungan pertama pemimpin RI ke negara tersebut.

    “Presiden Indonesia Prabowo Subianto akan tiba di Israel besok, menandai kunjungan pertama kepala negara dari Jakarta ke Israel, menurut sumber yang mengetahui rincian tersebut,” demikian laporan Times of Israel.

    Untuk diketahui, Prabowo Tiba di Bandar Udara Internasional Sharm El-Sheikh, Republik Arab Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Sharm El-Sheikh pada Senin (13/10/2025). 

    Pesawat Garuda Indonesia-1 yang membawa Kepala Negara beserta rombongan terbatas tiba sekitar pukul 07.00 waktu setempat. 

    Tampak menyambut ketibaan Kepala Negara di Sharm El-Sheikh yakni Chamberlain Kepresidenan Mesir Mohammed Mokhtar, Duta Besar RI untuk Mesir Lutfi Rauf, dan Atase Pertahanan KBRI Kairo Kolonel Laut (P) Dafris D. Syahruddin. Sebelumnya Kepala Negara beserta rombongan lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, pada pukul 00.20 WIB. 

    Selama berada di Mesir, Kepala Negara dijadwalkan menghadiri KTT Perdamaian Sharm El-Sheikh. Pada KTT ini rencananya Presiden Prabowo akan menyaksikan upacara penandatanganan perjanjian perdamaian dan penghentian perang di Gaza.

    KTT tersebut rencananya juga dihadiri oleh sejumlah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di antaranya adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Raja Yordania Abdullah II, Emir Qatar Syekh Thamim bin Hamad Al Thani, Presiden Turkiye Recep Tayip Erdogan, Presiden Prancis Emmanuel Macron, PM Arab Saudi Muhammad bin Salman Al Saud, dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

    Turut mendampingi Presiden RI dalam penerbangan dari Jakarta yakni Menteri Luar Negeri Sugiono dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

  • Netanyahu Tak Jadi Hadiri KTT Gaza di Mesir, Ini Alasannya

    Netanyahu Tak Jadi Hadiri KTT Gaza di Mesir, Ini Alasannya

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang diundang oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menghadiri pertemuan puncak perdamaian Gaza di Mesir, tidak akan menghadiri KTT tersebut. Alasannya, acara tersebut terlalu dekat dengan dimulainya hari raya Yahudi, ungkap kantor Netanyahu.

    Di KTT perdamaian Gaza tersebut, lebih dari 20 pemimpin dunia akan mempertimbangkan langkah-langkah selanjutnya dalam rencana 20 poin Trump, yang bertujuan untuk mengamankan perdamaian abadi setelah dua tahun perang Israel-Hamas di Gaza.

    “Perdana Menteri Netanyahu diundang oleh Presiden AS Donald Trump untuk menghadiri konferensi di Mesir hari ini,” demikian pernyataan kantornya.

    “Perdana Menteri berterima kasih kepada Presiden Trump atas undangannya, tetapi mengatakan ia tidak dapat hadir karena waktunya bertepatan dengan dimulainya hari raya Simhat Torah, yang dimulai Senin malam dan berlangsung hingga matahari terbenam Selasa,” kata kantor Netanyahu, dilansir kantor berita AFP, Senin (13/10/2025).

    Sebelumnya, seorang juru bicara kepresidenan Mesir mengatakan bahwa Netanyahu akan hadir di KTT tersebut.

    “Baik Presiden Palestina Mahmoud Abbas maupun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan berpartisipasi dalam pertemuan puncak perdamaian tersebut untuk memperkuat kesepakatan guna mengakhiri perang di Gaza dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kesepakatan itu,” kata juru bicara tersebut, dilansir kantor berita AFP dan Reuters, Senin (13/10/2025).

    (ita/ita)

  • Trump Bilang Hamas Dapat Izin untuk Operasi Keamanan Internal di Gaza

    Trump Bilang Hamas Dapat Izin untuk Operasi Keamanan Internal di Gaza

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa kelompok Hamas telah mendapatkan lampu hijau untuk melancarkan operasi keamanan internal di Jalur Gaza, saat gencatan senjata berlangsung beberapa hari terakhir.

    Trump, seperti dilansir Reuters, Senin (13/10/2025), mengatakan bahwa Hamas ingin “menghentikan masalah” sehingga mereka mendapatkan “persetujuan untuk periode waktu tertentu”.

    Hamas harus melucuti persenjataan dan mengakhiri kekuasaan mereka atas Jalur Gaza, berdasarkan rencana perdamaian usulan Trump untuk mengakhiri perang di daerah kantong Palestina tersebut.

    Kelompok itu telah mengerahkan pasukan keamanan internal di beberapa wilayah Jalur Gaza sejak gencatan senjata diberlakukan pada Jumat (10/10) lalu, dengan mengatakan bahwa langkah itu bertujuan untuk menghentikan tindak pelanggaran hukum dan penjarahan, serta mencegah kekosongan keamanan.

    Saat ditanya wartawan di pesawat kepresidenan AS, Air Force One, dalam penerbangan ke Israel soal laporan yang menyebut Hamas melembagakan kelompok mereka sebagai pasukan kepolisian dan menembaki rival mereka di Jalur Gaza, Trump mengisyaratkan bahwa langkah itu telah mendapatkan persetujuan.

    “Mereka memang ingin menghentikan masalah, dan mereka telah terbuka tentang hal tersebut, dan kami memberikan mereka persetujuan untuk periode waktu tertentu,” kata Trump menjawab pertanyaan wartawan.

    “Hampir 2 juta orang kembali ke gedung-gedung yang telah dihancurkan, dan banyak hal buruk bisa terjadi. Jadi kita menginginkan semuanya — kita menginginkan semuanya aman. Saya pikir semuanya akan baik-baik saya. Siapa yang tahu pasti,” ujarnya.

    Sebagian besar wilayah Jalur Gaza telah berubah menjadi tanah kosong akibat perang antara Israel dan Hamas selama dua tahun terakhir.

    Pasukan keamanan Hamas dilaporkan terlibat bentrokan dengan para anggota sebuah klan di Gaza City selama dua hari terakhir.

    Kementerian Dalam Negeri Hamas merilis pertanyaan, pada Minggu (12/10) waktu setempat, yang menawarkan pengampunan kepada orang-orang, yang disebut bergabung dengan geng-geng terlarang, yang bertanggung jawab atas pencurian bantuan kemanusiaan dan penjarahan, dengan syarat mereka tidak terlibat dalam pertumpahan darah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kisah Raja Faisal dari Arab Saudi Dibunuh Saat Ingin Peluk Keponakan

    Kisah Raja Faisal dari Arab Saudi Dibunuh Saat Ingin Peluk Keponakan

    Jakarta

    “Saya tidak akan pernah melupakan hari itu. Saya merasakan semua rasa sakit ayah saya.”

    Peristiwa penembakan Raja Faisal dari Arab Saudi pada 25 Maret 1975 itu membekas di ingatan Dr. Mai Yamani.

    Saat itu, ia berusia 18 tahun. Ia tengah duduk di apartemen ayahnya yang penuh buku.

    Tiba-tiba, ayahnya pulang dengan raut sedih dan ekspresi yang tidak biasa.

    Ayah Mai, Syekh Ahmed Zaki Yamani, yang selalu tenang serta berbicara pelan dan santun mendadak kehilangan kendali.

    “Dia langsung menuju ruang makan sambil berteriak, dan hanya bisa mengucapkan satu kata: ‘bencana!’” ujar Mai kepada BBC.

    Syekh Yamani yang duduk sebagai menteri selama 15 tahun dan setia pada raja menjadi saksi mata kejadian tersebut.

    “Bayangkan ia berdiri di samping mentornya, gurunya, temannya, dan melihatnya ditembak di sana, begitu dekat,” kata Mai.

    Meski sempat dilarikan ke rumah sakit secepat kilat dan para dokter berupaya optimal, tembakan jarak dekat yang mengenai kepalanya berakhir menewaskan sang raja.

    “Setelah itu, semuanya menjadi sunyi. Jalan-jalan di Riyadh kosong,” kenang Mai.

    Bagaimana kronologinya?

    Mai Yamani mengulang cerita ayahnya, Syekh Ahmed Zaki Yamani, yang menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral Arab Saudi kala itu.

    Menurut ayahnya, Raja Faisal dijadwalkan berjumpa dengan delegasi minyak dari Kuwait pada pukul 10.00 pagi di istana.

    Ayah Mai turut mendampingi karena berkaitan dengan posisinya sebagai Menteri Perminyakan dan dibutuhkan raja untuk memberikan informasi yang diperlukan.

    Hulton Archive via Getty ImagesKorban adalah putra Raja Ibn Saud, di sini bersama Presiden AS Franklin D. Roosevelt. Setelah berjuang selama 30 tahun, dia menyatukan dan mendirikan Arab Saudi pada 1932.

    Sesuai jadwal, menteri dan delegasi dari Kuwait datang. Kedatangannya bersama dengan keponakan Raja Faisal yaitu Pangeran Faisal bin Musaed.

    “Pangeran itu, ironisnya bernama sama dengan raja. Ia masuk bersama menteri minyak Kuwait.”

    “Ketika raja membuka tangannya untuk memeluk keponakannya itu, ia malah mengeluarkan pistol kecil dari sakunya dan menembaknya,” ujar Mai.

    “Tiga tembakan di kepala.”

    Salah satu pengawal raja dengan sigap memukul pangeran dengan pedangnya. Namun menurut laporan, Syekh Yamani memerintahkan para pengawal untuk tidak membunuh pangeran saat itu.

    Laporan lain juga menyebutkan Pangeran Faisal mengatakan pada polisi bahwa Syekh berdiri begitu dekat dengan raja sehingga ia mengira Syekh Yamani juga ikut tertembak.

    Hal itu tidak terjadi, Syekh Yamani lah yang menemani Raja Faisal yang masih bernyawa untuk segera ke rumah sakit dan menerima pertolongan secepatnya.

    Namun, tembakan di kepala cukup fatal sehingga raja tidak terselamatkan.

    Apa yang terjadi setelah pembunuhan raja?

    Pangeran Faisal bin Musaed ditangkap segera setelah menyerang pamannya.

    Penyidikan segera digelar dan pangeran ini diinterogasi.

    Menurut laporan, kondisinya tetap tenang baik sebelum maupun setelah pembunuhan.

    Hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan, dokter dan psikiater memastikan pangeran menderita “gangguan mental”.

    Meski secara resmi dinyatakan gila berdasarkan “kesepakatan yang dikeluarkan kabinet kerajaan”, Pangeran Musaed tetap dinyatakan bersalah atas pembunuhan raja dan menerima hukuman.

    Getty ImagesSyekh Ahmed Zaki Yamani, Menteri Urusan Minyak Arab Saudi, difoto selama embargo minyak Arab pada 1973.

    Sesuai dengan hukum Islam yang dianut Arab Saudi, Pangeran Musaed dipenggal di alun-alun umum Riyadh pada Juni 1975.

    “Kami tidak tahu apa alasan sebenarnya dari pembunuhan raja itu, selain fakta bahwa pembunuhnya adalah seorang pria yang mengalami gangguan jiwa,” ucap Mai.

    Meski alasan yang melandasi pembunuhan pamannya telah dibawa ke liang kubur, muncul spekulasi bahwa ia ingin membalas kematian kakak laki-lakinya, Khalid, yang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan pada 1966.

    Ada juga beberapa teori konspirasi lain yang beredar. Walakin, penyelidikan lanjutan yang sempat dibuka kemudian menunjukkan Pangeran Faisal bin Musaed bertindak sendiri.

    Usai raja mangkat karena peristiwa tragis ini, Raja Khalid, saudara kandung Raja Faisal, menggantikan posisinya atas kesepakatan keluarga kerajaan Saudi.

    Syekh Yamani pun tetap menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral Arab Saudi selama 11 tahun hingga tahun 1986.

    Bagaimana sepak terjang Raja Faisal?

    Faisal menjadi raja Arab Saudi pada 1964. Ia merupakan salah satu anak tertua dari Abdulaziz Al Saud yang merupakan raja Arab Saudi pertama.

    Setelah raja pertama mangkat, putra sulungnya yaitu Saud yang menggantikan posisinya.

    Namun karena intrik keluarga yang menimbulkan perebutan kekuasaan, Saud turun dari kursi raja dan memilih Faisal, yang merupakan adik tirinya, sebagai penggantinya.

    Sebelum menjadi raja, Faisal aktif berjuang dalam kampanye ayahnya untuk menyatukan Semenanjung Arab yang kemudian mewujud menjadi kerajaan yang dinamai, Arab Saudi, 30 tahun sebelumnya.

    Getty ImagesKrisis energi pada dekade 1970-an, yang disebabkan oleh kelangkaan minyak dan harga yang tinggi, mendorong perubahan pertama menuju teknologi hemat energi.

    Kemudian, Faisal juga menjabat sebagai perdana menteri ketika pimpinan kerajaan dipegang oleh kakak tirinya, Saud.

    Faisal menjadi raja ketiga yang memimpin negara dengan dominasi gurun seluas Eropa Barat.

    Sebagai raja, ia bertekad untuk memodernisasi salah satu negara paling terbelakang di Timur Tengah ini.

    Ia pun menjadi raja dengan reputasi sebagai politisi yang cerdas, saleh, pekerja keras, dan reformis.

    Di masa pemerintahannya pula, kekayaan minyak yang ditemukan di negaranya diolahnya untuk berbagai hal.

    Antara lain, ia mengarahkan hasil dari kekayaan minyak ini untuk dimanfaatkan bagi pengembangan pendidikan modern, kesehatan, dan sistem peradilan di Arab Saudi.

    Sebenarnya, ketertarikan terhadap pendidikan sudah terlihat ketika Faisal menjadi putra mahkota.

    Pada 1956, ia telah membuka sekolah untuk perempuan yang didirikan di bawah naungan istrinya, Iffat.

    “Ratu Iffat memulai pendidikan untuk anak perempuan di Kerajaan Arab Saudi, dan saya bangga mengatakan bahwa saya adalah salah satu dari sembilan siswa pertama di sekolahnya, yang bernama Dar Al Hanan, Sekolah Kasih Sayang,” kata Mai.

    “Raja Faisal meyakinkan kalangan agama bahwa dengan mendidik perempuan, mereka akan menjadi ibu yang lebih baik.”

    Meski memperoleh perlawanan, Faisal tetap melakukan kontribusi yang signifikan pada pendidikan perempuan dan bidang-bidang yang belum terjamah lainnya. Upaya ini makin gencar dilakukan saat telah menjabat sebagai raja.

    Tentu saja, pihak konservatif dari aliran Islam yang ketat dan dianut juga oleh keluarganya merasa gerah dengan reformasi yang dilancarkan Raja Faisal.

    Pada pertengahan 1960-an, Raja Faisal membuka stasiun televisi pertama di Arab Saudi.

    Serangan bersenjata sontak pecah menyasar gedung tersebut. Rupanya, serangan itu dipimpin oleh saudara laki-laki dari Pangeran Musaed yang membunuh Raja Faisal.

    Namun, Raja Faisal tetap melanjutkan upaya reformasinya.

    Keberanian melawan Israel dan negara pendukungnya

    Penunjukan ayah Mai Yamani, Syekh Ahmed Zaki Yamani, sebagai menteri juga di luar kelaziman.

    Sebab meskipun Syekh Yamani memiliki pendidikan tinggi dan berprofesi sebagai pengacara, ia hanya rakyat biasa yang bukan bagian dari keluarga kerajaan Saudi sehingga umumnya tidak akan bisa masuk menduduki jabatan penting di pemerintah.

    Syekh Yamani mulai bekerja untuk Raja Faisal pada 1960 hingga kemudian diangkat sebagai menteri. Faisal tertarik karena membaca beberapa artikel yang ditulis oleh Yamani.

    “Ayah saya membuka firma hukum pertama dan kemudian menulis beberapa artikel yang sangat provokatif yang menyerukan demokrasi dan pemerintahan yang baik.

    “Kemudian Faisal, yang saat itu merupakan putra mahkota dan sedang mencari penasihat hukum, berkata: Siapa pria ini?”

    Sesaat setelah naik tahta, Raja Faisal pun kemudian menunjuk Syekh Yamani, sebagai menteri perminyakannya.

    Bersama raja dan orang kepercayaan lainnya, ia ikut merumuskan kebijakan memberikan kerajaan kendali penuh atas aset minyaknya yang besar untuk pertama kali.

    Lewat kebijakan ini, Arab Saudi dan kekayaan minyaknya juga mengukuhkan diri sebagai kekuatan yang patut diperhitungkan di dunia Arab dan panggung internasional.

    Getty ImagesBanyak kepala negara menghadiri upacara pemakaman Raja Saudi Faisal. Di sini, di samping penerusnya, Raja Khalid, pemimpin PLO Yasser Arafat, dan Presiden Mesir Anwar al-Sadat.

    Setelah perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya pada 1973, Arab Saudi yang merupakan produsen minyak terbesar di dunia saat itu memimpin kampanye menggunakan minyak sebagai senjata politik untuk pertama kalinya.

    Pasokan minyak dikurangi ke negara-negara yang mendukung Israel. Hal ini menyebabkan harga minyak dunia melonjak. Syekh Yamani ditugaskan untuk menyampaikan pesan tersebut.

    “Yang kami inginkan adalah penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Arab yang diduduki. Kemudian mereka akan mendapatkan pasokan minyak pada tingkat yang sama seperti pada September 1973,” jelasnya kepada BBC saat itu.

    Kenaikan harga minyak yang drastis berarti perubahan dalam keseimbangan kekuatan global antara negara-negara berkembangseperti yang disebut saat ituprodusen, dan negara-negara industri.

    Perubahan keseimbangan kekuatan itu diakui ketika, pada 1974, setahun sebelum kematiannya, Raja Faisal dinobatkan sebagai “Man of the Year” oleh majalah Time.

    Usai bersama mendampingi Raja Faisal dengan keberaniannya, Dr. Yamani yang tidak lagi menjadi menteri pada 1986 menulis beberapa buku tentang identitas Arab dan juga menjadi konsultan untuk bank-bank seperti Goldman Sachs dan perusahaan minyak seperti Shell.

    Sementara itu, Mai Yamani menempuh pendidikan sarjana di Amerika Serikat dan menjadi wanita pertama di Arab Saudi yang memperoleh gelar doktor dari Universitas Oxford.

    * Jika Anda ingin mendengarkan episode dari seri BBC Witness History, klik di sini

    Tonton juga video “Jasad di Sungai Citarum Ternyata Karyawan Minimarket Dibunuh Bosnya” di sini:

    (ita/ita)

  • Netanyahu Bakal Hadiri KTT Perdamaian Gaza di Mesir

    Netanyahu Bakal Hadiri KTT Perdamaian Gaza di Mesir

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu akan menghadiri KTT perdamaian Gaza yang digelar di Mesir pada hari Senin (13/10). Kepastian soal kehadiran Netanyahu disampaikan oleh seorang juru bicara kepresidenan Mesir.

    “Baik Presiden Palestina Mahmoud Abbas maupun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan berpartisipasi dalam pertemuan puncak perdamaian tersebut untuk memperkuat kesepakatan guna mengakhiri perang di Gaza dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kesepakatan itu,” kata juru bicara tersebut, dilansir kantor berita AFP dan Reuters, Senin (13/10/2025).

    Juru bicara tersebut juga mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Netanyahu telah melakukan panggilan telepon dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi saat mereka berada di Israel pada hari Senin (13/10).

    Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan menghadiri KTT Gaza di Mesir pada Senin (13/10) waktu setempat. Macron menyebut kehadiran Abbas sebagai pertanda sangat baik.

    Abbas, yang memimpin Otoritas Palestina, “akan hadir di KTT ini”, kata Macron.

    “Ini pertanda sangat baik… Ini merupakan pengakuan atas peran yang harus dimainkan Otoritas Palestina sebagai entitas yang sah,” ujarnya, dilansir kantor berita AFP, Senin (13/10/2025).

    “Mengenai masalah tata kelola, kami akan memainkan peran khusus untuk mendampingi Otoritas Palestina dan memastikannya menjalankan perannya, serta melakukan reformasi untuk masa mendatang,” ujar Macron tentang Prancis.

    KTT tersebut, yang akan dipimpin Trump dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, akan dihadiri lebih dari 20 pemimpin negara untuk menandai gencatan senjata Gaza dan pembebasan para sandera Israel dengan imbalan para tahanan Palestina.

    Trump mengatakan perang di Gaza, Palestina, sudah berakhir. Dalam perjalanannya menuju Israel dengan para wartawan, Trump dengan percaya diri mengatakan bahwa “perang telah berakhir”.

    Tonton juga video “Netanyahu Jelang Pertukaran Sandera: Peristiwa Bersejarah” di sini:

  • Iran Diundang ke KTT Gaza di Mesir, Tapi Tak Akan Datang

    Iran Diundang ke KTT Gaza di Mesir, Tapi Tak Akan Datang

    Teheran

    Pemerintah Iran mengatakan tidak akan mengirimkan perwakilan untuk menghadiri pertemuan puncak (KTT) perdamaian Gaza yang digelar di Mesir, meskipun Teheran mendapatkan undangan langsung dari Kairo.

    Otoritas Iran, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (13/10/2025), menegaskan bahwa baik Presiden Masoud Pezeshkian atau Menteri Luar Negeri (Menlu) Abbas Araghchi tidak akan hadir untuk memenuhi undangan KTT tersebut.

    Kantor berita pemerintah Iran, IRNA, melaporkan bahwa Mesir telah mengundang Iran pada Minggu (12/10) malam untuk hadir dalam pertemuan yang akan diselenggarakan di resor Sharm el-Sheikh di tepi Laut Merah pada Senin (13/10) waktu setempat.

    KTT itu akan dipimpin bersama oleh Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Araghchi, dalam pernyataan pada Senin (13/10) pagi, mengumumkan bahwa Iran tidak akan hadir dalam KTT di Mesir tersebut meskipun mendapatkan undangan langsung dari Kairo.

    “Baik Presiden Pezeshkian maupun saya tidak dapat berinteraksi dengan rekan-rekan yang telah menyerang rakyat Iran dan terus mengancam, serta memberikan sanksi kepada kami,” tegas Araghchi dalam pernyataannya, merujuk pada AS.

    Washington memang sempat bergabung dengan Israel dalam serangan yang menargetkan fasilitas nuklir Iran saat perang antara Teheran dan Tel Aviv berlangsung selama 12 hari pada pertengahan Juni lalu.

    Ditambahkan Araghchi bahwa Iran tetap mendukung inisiatif apa pun “untuk mengakhiri genosida Israel di Gaza” dan untuk membela hak Palestina dalam menentukan nasib mereka sendiri.

    Iran tidak mengakui Israel secara resmi dan telah menjadikan dukungan terhadap perjuangan Palestina sebagai pilar kebijakan luar negerinya sejak Revolusi Islam tahun 1979 yang menggulingkan shah Iran yang didukung AS.

    Sementara itu, Al-Sisi sebelumnya menjelaskan bahwa pertemuan di Sharm el-Sheikh itu bertujuan untuk “mengakhiri perang di Jalur Gaza, meningkatkan upaya untuk membawa perdamaian dan stabilitas ke Timur Tengah, dan mengawali fase baru untuk keamanan dan stabilitas regional”.

    Secara garis besar, pertemuan itu akan mengkonsolidasikan gencatan senjata Gaza dan menguraikan kerangka kerja politik pascaperang.

    Para pemimpin lebih dari 20 negara diperkirakan akan hadir, namun baik Israel maupun Hamas tidak akan berpartisipasi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Macron Bilang Presiden Palestina Akan Hadiri KTT Gaza di Mesir

    Macron Bilang Presiden Palestina Akan Hadiri KTT Gaza di Mesir

    Jakarta

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan menghadiri KTT perdamaian Gaza yang akan berlangsung di Mesir pada Senin (13/10) waktu setempat. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan hal tersebut dan menyebut kehadiran Abbas sebagai pertanda sangat baik.

    KTT tersebut, yang akan dipimpin Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, akan dihadiri lebih dari 20 pemimpin negara untuk menandai gencatan senjata Gaza dan pembebasan para sandera Israel dengan imbalan para tahanan Palestina.

    Abbas adalah rival Hamas yang tidak akan ikut menghadiri KTT tersebut.

    Abbas, yang memimpin Otoritas Palestina, “akan hadir di KTT ini”, kata Macron.

    “Ini pertanda sangat baik… Ini merupakan pengakuan atas peran yang harus dimainkan Otoritas Palestina sebagai entitas yang sah,” ujarnya, dilansir kantor berita AFP, Senin (13/10/2025).

    “Mengenai masalah tata kelola, kami akan memainkan peran khusus untuk mendampingi Otoritas Palestina dan memastikannya menjalankan perannya, serta melakukan reformasi untuk masa mendatang,” ujar Macron tentang Prancis.

    Sebelumnya, Trump mengatakan perang di Gaza, Palestina, sudah berakhir. Dalam perjalanannya menuju Israel dengan para wartawan, Trump dengan percaya diri mengatakan bahwa “perang telah berakhir”.

    Trump dijadwalkan tiba di Israel usai pembebasan para tahanan. Trump akan berpidato di hadapan parlemen Israel sebelum menuju Mesir yang menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin dunia terkait perdamaian di Gaza.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim negaranya meraih kemenangan atas Hamas. “Bersama-sama kita meraih kemenangan luar biasa, kemenangan yang memukau seluruh dunia… Namun di saat yang sama, saya harus memberi tahu Anda, perjuangan belum berakhir,” ujar Netanyahu.

    Senada dengan Netanyahu, Panglima Angkatan Darat Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, juga mengklaim kemenangan. “Tekanan militer yang kami terapkan selama dua tahun terakhir, bersama dengan langkah-langkah diplomatik pelengkap, merupakan kemenangan atas Hamas,” kata Zamir.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Hamas Serahkan 13 Sandera Lagi, Total 20 Sandera Dibebaskan

    Hamas Serahkan 13 Sandera Lagi, Total 20 Sandera Dibebaskan

    Gaza City

    Kelompok Hamas menyerahkan 13 sandera lainnya dalam kelompok kedua di Jalur Gaza pada Senin (13/10) waktu setempat, sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata dengan Israel. Ini berarti total 20 sandera yang masih hidup telah diserahkan oleh Hamas kepada Israel, melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC).

    Laporan televisi publik Israel, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (13/10/2025), menyebut Hamas telah membebaskan sandera-sandera yang masih hidup itu dalam dua kelompok, yang diserahkan kepada perwakilan ICRC di Jalur Gaza yang kemudian membawa mereka ke wilayah Israel.

    Kelompok pertama yang terdiri atas tujuh sandera diserahkan lebih awal pada Senin (13/10) pagi waktu setempat. Kelompok kedua yang terdiri atas 13 sandera lainnya diserahkan kemudian, pada hari yang sama, kepada perwakilan ICRC di wilayah Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan.

    Pembebasan para sandera ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang disetujui Israel dan Hamas, dengan didorong oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyusun rencana perdamaian 20 poin untuk mengakhiri perang Gaza.

    Jenazah sebagian dari 28 sandera yang tewas, dan dua orang lainnya yang nasibnya belum diketahui, juga akan diserahkan pada Senin (13/10).

    Sebagai imbalan pembebasan sandera oleh Hamas, Israel akan membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina dan para narapidana yang ditahan di penjara-penjara mereka. Sebagian besar tahanan Palestina itu merupakan warga Gaza yang ditahan sejak awal perang berkecamuk.

    Pembebasan para sandera itu disambut sorakan dan tangisan ratusan orang yang berkumpul di Alun-alun Sandera Tel Aviv.

    “Kami telah menunggu 738 hari untuk mengatakan ini: Selamat datang kembali,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel via media sosial X.

    Kementerian Luar Negeri Israel baru merilis nama tujuh sandera yang dibebaskan Hamas, yakni Guy Gilboa Dalal, Eitan Mor, Matan Angrest, Alon Ohel, Gali, Ziv Berman and Omri Miran. Nama 13 sandera lainnya belum diumumkan oleh Tel Aviv.

    Kendaraan ICRC membawa para sandera yang diserahkan Hamas pada Senin (13/10) setelah ditahan di Gaza selama dua tahun terakhir Foto: Reuters

    Sementara itu, di Jalur Gaza, belasan pria bersenjata yang memakai penutup wajah dan berpakaian hitam, yang tampaknya anggota sayap bersenjata Hamas, tiba di Rumah Sakit Nasser di mana panggung dan kursi telah disiapkan untuk menyambut para tahanan Palestina yang akan kembali.

    Juru bicara Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, Shosh Bedrosian, sebelumnya mengatakan kepada wartawan bahwa Israel akan mulai membebaskan tahanan Palestina setelah mendapat konfirmasi soal semua sandera yang ditahan di Gaza telah tiba dengan selamat di negara tersebut.

    “Tahanan-tahanan Palestina akan dibebaskan setelah Israel mendapat konfirmasi bahwa semua sandera kami yang akan dibebaskan besok telah melintasi perbatasan perbatasan menuju Israel,” kata Bedrosian pada Minggu (12/10).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Hamas Bebaskan 7 Sandera, Gaza Masuki Gencatan Senjata

    Hamas Bebaskan 7 Sandera, Gaza Masuki Gencatan Senjata

    Jakarta

    Hamas membebaskan tujuh sandera ke dalam pengawasan Palang Merah pada Senin (13/10), menandai langkah pertama dalam pelaksanaan gencatan senjata bersejarah setelah dua tahun konflik berdarah antara Israel dan kelompok militan Palestina tersebut di Jalur Gaza yang porak poranda.

    Militer Israel mengonfirmasi bahwa Komite Internasional Palang Merah (ICRC) kini telah membawa tujuh sandera pertama yang dibebaskan Hamas. Para sandera itu akan diserahkan kepada militer Israel untuk kemudian dipindahkan ke pangkalan militer Re’im, yang terletak di luar Jalur Gaza. Di sana, mereka akan dipertemukan kembali dengan keluarga, menjalani pemeriksaan medis, dan diterbangkan ke rumah sakit jika diperlukan perawatan lebih lanjut.

    Menurut otoritas Israel, pembebasan sisa sandera berlangsung sekitar pukul 10.00 waktu setempat (13.00 WIB).

    Peristiwa ini terjadi setelah Hamas merilis daftar 20 sandera yang masih hidup dan akan dibebaskan dalam tahap pertama kesepakatan gencatan senjata, dengan imbalan hampir 2.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

    Namun, laporan juga menyebutkan bahwa jenazah hingga 28 sandera lain yang diyakini telah tewas di Gaza tidak akan dikembalikan bersamaan dengan para sandera yang masih hidup. Hamas juga merilis daftar sekitar 1.900 tahanan Palestina yang akan dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran dengan para sandera tersebut.

    Tangis haru dan luka lama keluarga sandera di Israel

    Di tengah kabar pembebasan, suasana haru dan ketegangan menyelimuti keluarga para sandera di Israel. Banyak di antara mereka mengatakan sulit mempercayai bahwa para sandera benar-benar selamat sampai mereka menyeberang ke wilayah Israel.

    “Saya tidak bisa mempercayai Hamas akan membawa mereka semua dalam keadaan hidup,” kata Gil Dickmann, yang sepupunya, Carmel Gat, tewas dalam tawanan setelah diculik dalam serangan Hamas ke kibbutz Be’eri pada 7 Oktober 2023.

    Sebuah video yang dibagikan oleh media Israel juga memperlihatkan momen menyentuh ketika Einav Zangauker, ibu dari sandera yang baru dibebaskan Matan Zangauker, berbicara dengan putranya melalui sambungan telepon. Dalam rekaman tersebut, Einav tampak duduk di dalam mobil bersama pengawalan militer Israel, suaranya bergetar menahan tangis.

    “Matan, kamu pulang! Perang sudah berakhir! Ibu mencintaimu, aku menunggumu,” katanya penuh haru. “Syukurlah, perang ini sudah berakhir!”

    Einav Zangauker dikenal sebagai salah satu figur paling vokal dalam perjuangan publik selama dua tahun terakhir untuk mendesak pemerintah Israel memulangkan para sandera. Belum diketahui secara pasti bagaimana sambungan telepon antara ibu dan anak itu bisa difasilitasi.

    Berita tentang pembebasan tujuh sandera pertama itu disambut dengan sorak-sorai di Israel. Puluhan ribu orang menyaksikan pemindahan sandera melalui layar publik di seluruh negeri, dengan acara besar digelar di Hostages Square, Tel Aviv. Ketujuh sandera itu dilaporkan dibebaskan di Kota Gaza di bagian utara Jalur Gaza.

    AS dorong rencana pascaperang

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump tiba di kawasan Timur Tengah bersama sejumlah pemimpin dunia untuk membahas rencana pascaperang dan implementasi kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan AS.

    Gelombang besar bantuan kemanusiaan juga diperkirakan akan segera mengalir ke Gaza, wilayah yang kini dilanda kelaparan dan kehancuran parah akibat perang. Ratusan ribu warga kehilangan tempat tinggal dan menghadapi kondisi hidup yang sangat sulit.

    Dalam waktu bersamaan, 1.966 tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada Senin sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran dengan Hamas telah naik ke dalam bus dari sejumlah penjara Israel, menurut seorang pejabat yang terlibat dalam operasi tersebut kepada kantor berita Reuters.

    Dari jumlah itu, 1.716 orang berasal dari Gaza dan akan dibebaskan di Rumah Sakit Nasser di wilayah selatan Jalur Gaza. Sementara 250 tahanan Palestina lainnya, yang sebelumnya menjalani hukuman seumur hidup di Israel, diperkirakan akan dibebaskan ke Tepi Barat, Yerusalem, atau negara ketiga di luar kawasan tersebut, kata pejabat itu.

    Meski masa depan Hamas dan Gaza masih menjadi tanda tanya besar, pembebasan sandera dan tahanan ini menjadi simbol harapan baru bagi perdamaian. Kesepakatan ini disebut-sebut sebagai langkah awal menuju rekonsiliasi yang lebih luas serta pembukaan kembali arus bantuan kemanusiaan yang selama ini terhambat di wilayah yang telah lama terperangkap dalam konflik.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Hamas Bebaskan Sandera, Trump Tiba di Israel

    Hamas Bebaskan Sandera, Trump Tiba di Israel

    Tel Aviv

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendarat di Israel pada Senin (13/10) waktu setempat, bertepatan ketika kelompok Hamas mulai membebaskan sandera Israel di Jalur Gaza berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan Trump.

    Pesawat kepresidenan AS Air Force One yang membawa Trump, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (13/10/2025), mendarat di Bandara Internasional Ben Gurion pada Senin (13/10) waktu setempat.

    Saat menuruni Air Force One, Trump disambut langsung oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan Presiden Isaac Herzog. Trump didampingi oleh Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan menantunya, Jared Kushner, yang turut berperan dalam merundingkan gencatan senjata Gaza.

    Putri Trump, Ivanka, juga tampak hadir mendampingi ayahnya.

    Sesaat sebelum mendarat di Tel Aviv, Air Force One mengudara di atas Alun-alun Sandera Tel Aviv, yang menjadi tempat puluhan ribu orang berkumpul menanti pembebasan para sandera.

    Kedatangan Trump itu terjadi tepat setelah tujuh sandera dalam kelompok pertama tiba di Israel setelah dibebaskan Hamas di Jalur Gaza, dengan bantuan Komite Palang Merah Internasional (ICRC).

    Kunjungan Trump ke Israel yang akan berlangsung singkat ini menjadi bentuk pesan dukungan untuk Tel Aviv, sekutu dekat Washington. Trump dijadwalkan akan berpidato di hadapan parlemen Israel, Knesset, pada Senin (13/10), dan diperkirakan akan bertemu dengan keluarga para sandera.

    Presiden Herzog sebelumnya mengumumkan bahwa dirinya akan memberikan penghargaan sipil tertinggi kepada Trump, atas perannya mengamankan pembebasan sandera dan membantu mengakhiri perang Gaza. Pemberian penghargaan ini akan dilakukan kemungkinan pada akhir tahun ini.

    Dalam penerbangan dari Washington DC ke Israel pada Minggu (12/10) waktu setempat, Trump mengatakan kepada para wartawan di dalam Air Force One bahwa: “Perang telah berakhir.”

    Dari Israel, Trump selanjutnya akan bertolak ke Mesir untuk memimpin pertemuan puncak atau KTT perdamaian Gaza, yang digelar di Sharm el-Sheikh, bersama Presiden Abdel Fattah al-Sisi.

    Hamas Serahkan 7 Sandera Difasilitasi Palang Merah Internasional

    Militer Israel mengatakan bahwa pihaknya telah menerima tujuh sandera yang dibebaskan Hamas — dari total 20 sandera yang diyakini masih hidup di Jalur Gaza. Penyerahan ketujuh sandera itu dibantu oleh ICRC yang membawa para sandera dari Jalur Gaza menuju ke wilayah Israel.

    “Kami telah menunggu 738 hari untuk mengatakan ini: Selamat datang kembali,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel via media sosial X.

    Ketujuh sandera yang dibebaskan Hamas itu diidentifikasi sebagai Guy Gilboa Dalal, Eitan Mor, Matan Angrest, Alon Ohel, Gali, Ziv Berman and Omri Miran.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)