Negara: Israel

  • Israel Ancam Hamas Akan Lanjutkan Pertempuran di Jalur Gaza

    Israel Ancam Hamas Akan Lanjutkan Pertempuran di Jalur Gaza

    Jakarta

    Setelah penyerahan sembilan dari total 28 sandera yang tewas, pemerintah Israel mengancam Hamas akan melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan perjanjian gencatan senjata menuntut Hamas menanggalkan senjata serta menyerahkan semua sandera yang masih hidup maupun yang tewas.

    Jika Hamas menolak mematuhi kesepakatan tersebut, Israel akan melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza. Israel menyiapkan rencana menyeluruh militernya untuk menghadapi kemungkinan tersebut.

    Dua jenazah diidentifikasi

    Pada Rabu (15/10) malam Hamas menyerahkan jenazah dua sandera lainnya dan menyatakan bahwa itulah sisa jasad yang “dapat dijangkau”. Militer Israel memastikan setelah proses identifikasi bahwa kedua jenazah tersebut adalah sandera yang tewas, jasad seorang perempuan dan seorang pria.

    Dalam pernyataannya, Hamas menyebutkan: “Dibutuhkan upaya luar biasa dan peralatan khusus mengevakuasi jenazah yang tersisa,” Lebih lanjut mengatakan sedang berupaya menyelesaikan proses ini.

    Pada Senin(13/10), kelompok Islam ini menyerahkan 20 sandera yang masih hidup di Jalur Gaza kepada Israel. Bagian pertama rencana perdamaian 20 poin yang diajukan Presiden AS Donald Trump mencakup gencatan senjata di Gaza serta pembebasan dan penyerahan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang tewas, dari tangan Hamas.

    Amerika Serikat Optimis

    Menurut dua penasihat tinggi Washington, AS yakin Hamas tidak akan melanggar kewajibannya dalam perjanjian gencatan senjata. Melalui mediatornya Hamas menjamin akan melakukan segala upaya untuk menemukan jenazah yang tersisa.

    Banyak jenazah sandera mungkin terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang dibom atau di dalam terowongan. “Ini situasi yang sangat rumit,” kata seorang penasihat tinggi AS, “Kami terus memantau hingga semua (sandera) kembali.”

    Situasi kemanusiaan sangat rawan di Gaza

    “Negara Israel pada siang dan malam menghancurkan kesepakatan melalui pelanggaran-pelanggaran di lapangan,” jelas pejabat senior Hamas tersebut.

    Militer Israel tidak menanggapi langsung tuduhan tersebut, meski sebelumnya mengatakan bahwa beberapa warga Palestina telah mengabaikan peringatan untuk tidak mendekati posisi gencatan senjata. Israel dan pasukannya “menembak untuk menghindari ancaman”.

    Israel menuntut Hamas untuk menyerahkan senjatanya sebagai bagian dari perjanjian genjatan senjata, namun hingga kini hal tersebut masih ditolak oleh pihak Hamas. Hamas justru melancarkan operasi keamanan di kawasan perkotaan yang ditinggalkan oleh pasukan Israel, melakukan eksekusi publik terhadap individu yang berkolaborasi dengan Israel dan bentrokan senjata dengan klan lokal.

    Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) memperingatkan akan kemungkinan terjadinya pelanggaran gencatan senjata di Gaza. Presiden ICRC, Mirjana Spoljaric Egger, mengatakan kepada televisi Jerman bahwa situasi gencatan senjata saat ini sangat rawan. “Tingkat penderitaan dalam dua tahun terakhir melebihi apa pun yang kita lihat selama beberapa dekade terakhir,” tambah Egger. Jika perang dengan intensitas sebelumnya kembali pecah, ia merasa kecil harapan “semuanya akan kembali normal suatu saat nanti.”

    Spoljaric Egger menyebut situasi kemanusiaan di Jalur Gaza dramatis. “Gaza berada dalam reruntuhan, hampir tidak ada bangunan yang tidak hancur atau rusak. Tidak ada infrastruktur dasar, tidak ada lingkungan yang layak untuk bertahan hidup. Bantuan kemanusiaan besar dibutuhkan sebelum memikirkan pembangunannya kembali.”

    Pemimpin ICRC tersebut turut menyerukan komunitas internasional untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan untuk Gaza. “Biaya meningkat, sementara anggaran menyusut. Tanpa dana yang cukup, kami tidak bisa melanjutkan pekerjaan kami.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Israel-Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata Gaza

    Israel-Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata Gaza

    Gaza City

    Israel dan Hamas saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata di Jalur Gaza. Tel Aviv mengeluhkan Hamas yang tidak mematuhi kesepakatan soal penyerahan jenazah semua sandera,, sedangkan Hamas menuding Israel melanggar gencatan dengan melepas tembakan yang menewaskan puluhan orang.

    Pertikaian mengenai penyerahan jenazah sandera, seperti dilansir Reuters, Jumat (17/10/2025), berpotensi menggagalkan gencatan senjata Gaza dan elemen-elemen lainnya yang belum terselesaikan, termasuk perlucutan senjata Hamas dan tata kelola Gaza di masa depan.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera, yang terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup pada Senin (13/10). Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

    Juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, mengatakan bahwa Israel tetap berkomitmen pada perjanjian tersebut dan terus memenuhi kewajibannya, serta menuntut Hamas mengembalikan 19 jenazah sandera sesuai kesepakatan.

    Hamas, dalam pernyataannya, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian Gaza dan mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Hamas mengakui bahwa mereka membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

    Pada Kamis (16/10), seorang pejabat senior Hamas menuduh Israel melanggar gencatan senjata dengan menewaskan sedikitnya 24 orang dalam rentetan penembakan sejak Jumat (10/10) lalu. Pejabat Hamas itu mengatakan daftar pelanggaran oleh Tel Aviv telah diserahkan kepada mediator.

    “Negara pendudukan bekerja siang dan malam untuk melemahkan perjanjian melalui pelanggaran-pelanggaran di lapangan,” kata pejabat senior Hamas yang tidak disebut namanya tersebut.

    Militer Israel belum menanggapi tuduhan tersebut. Namun Tel Aviv sebelumnya mengklaim pasukannya “melepaskan tembakan untuk meredakan ancaman” ketika sejumlah warga Palestina mengabaikan peringatan untuk tidak melanggar garis gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kacau! Militer Serang Demonstran Pro-Palestina, Puluhan Orang Tewas

    Kacau! Militer Serang Demonstran Pro-Palestina, Puluhan Orang Tewas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Demonstrasi pro-Palestina massal di Pakistan dilaporkan telah menyebabkan puluhan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Hal ini disebabkan aksi kekerasan militer ketika para demonstran di dekat Lahore berupaya berbaris menuju ibu kota untuk memprotes peningkatan hubungan Pakistan dengan Israel. 

    Mengutip laporan Middle East Monitor, Jumat (17/10/2025), meskipun sumber resmi pemerintah Pakistan mengeklaim hanya lima korban jiwa-termasuk seorang petugas polisi-para saksi mata dan sumber-sumber lokal melaporkan bahwa jumlah korban tewas sesungguhnya jauh lebih tinggi. Beredar video yang menunjukkan mayat tergeletak di jalan-jalan, diiringi suara tembakan dan kendaraan yang terbakar.

    Beberapa penyintas bahkan mengeklaim pasukan keamanan menggunakan kekuatan mematikan tanpa pandang bulu, dengan beberapa jenazah dimuat ke truk militer pada malam hari.

    Aksi damai yang dimulai di Lahore itu bertujuan untuk mencapai Kedutaan Besar AS di Islamabad. Namun, para pengunjuk rasa dihadang oleh barikade polisi dan diserang dengan tembakan langsung ketika mereka mencoba memindahkan kontainer yang dipasang untuk menghalangi jalan. 

    Di antara mereka yang terluka dalam insiden itu adalah pemimpin partai Islamis Tehreek-e-Labbaik Pakistan (TLP), Saad Rizvi, yang ditembak saat mendesak pasukan keamanan untuk menghentikan tembakan. Keberadaan Rizvi saat ini tidak diketahui, dan polisi menyatakan pencarian sedang dilakukan untuk menangkap “buronan” yang bersembunyi di lingkungan terdekat.

    Meskipun dokumentasi kekerasan negara tersebar luas, liputan media di dalam Pakistan tetap dibatasi dengan ketat. Saluran-saluran yang berpihak pada pemerintah menggemakan narasi resmi, menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai agresor bersenjata. Jurnalisme independen masih sangat disensor di bawah kekuasaan militer de facto Pakistan, yang terus menikmati dukungan kuat dari Washington.

    Aksi penindasan ini terjadi bersamaan dengan Perdana Menteri Shehbaz Sharif yang sedang berada di Kairo untuk menghadiri KTT gencatan senjata Gaza. Dalam pidatonya di sana, Sharif menuai kritik tajam setelah secara terbuka memuji Presiden AS Donald Trump sebagai “kandidat untuk Hadiah Nobel Perdamaian.”

    Manuver Sharif di luar negeri dan tindakan represif di dalam negeri dinilai oleh para kritikus sebagai upaya terhitung untuk mencari dukungan dari Washington sambil membungkam oposisi domestik terhadap normalisasi hubungan dengan Israel.

    Di sisi lain, Menteri Talal Chaudhry menepis protes tersebut, menyarankan para pengunjuk rasa seharusnya “merayakan perdamaian di Gaza” alih-alih menentangnya. Namun di lapangan, bagi banyak warga Pakistan, apa yang disebut pemerintah sebagai perdamaian dipandang sebagai keterlibatan atau tindakan komplisit terhadap kekejaman.

    Protes ini muncul setelah Israel melanggar gencatan senjata dan adanya pesimisme yang meningkat seputar fase kedua kesepakatan tersebut. Wartawan dan Penulis Ryan Grim menilai pembunuhan massal ini bertujuan untuk menunjukkan kepada Washington bahwa Islamabad mampu menegakkan kepatuhan di dalam negeri, seiring dengan upayanya untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan kepentingan AS dan Israel.

    “Ini sinyal bagi publik dan Washington sebagai pertunjukan kekuatan yang diperhitungkan yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islamabad mampu menegakkan kepatuhan terhadap pergeseran kebijakan luar negerinya yang pro-Israel,” tuturnya kepada Middle East Monitor.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Akankah Gencatan Senjata Pengaruhi Kasus Kejahatan Perang Israel di Gaza?

    Akankah Gencatan Senjata Pengaruhi Kasus Kejahatan Perang Israel di Gaza?

    Jakarta

    Dalam rencana berisi 20 poin yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS)Donald Trump, Jalur Gaza nantinya dikelola oleh pemerintahan teknokrat. Itu salah satu isi kesepakatan gencatan senjata yang didukung AS, yang berhasil menghentikan konflik bersenjata selama dua tahun di wilayah pesisir itu.

    Rencana itu juga menyebutkan bahwa Otoritas Palestina, yang saat ini menguasai Tepi Barat, tidak akan dilibatkan dalam pemerintahan baru di Gaza hingga mereka melakukan reformasi.

    Dalam rencana tahun 2020 tersebut, AS menyatakan hanya akan mengakui negara Palestina jika pihaknya menghentikan “perang hukum terhadap negara Israel.”

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menyinggung hal ini saat berkunjung ke Washington bulan lalu.

    Reformasi “sejati” terhadap Otoritas Palestina, kata Netanyahu, berarti “mengakhiri perang hukum terhadap Israel di ICC (Mahkamah Pidana Internasional) dan ICJ (Mahkamah Internasional),” dua lembaga hukum internasional tempat berbagai kasus terhadap Israel sedang berjalan.

    Kasus apa saja yang ada di pengadilan Internasional?

    Kedua pengadilan itu berbasis di Belanda. Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) menuntut individu yang diduga melakukan kejahatan perang, sedangkan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) menangani perkara antarnegara, biasanya terkait pelanggaran perjanjian atau konvensi.

    Pada akhir 2023, Afrika Selatan menggugat Israel di ICJ dengan tuduhan melanggar Konvensi Genosida 1948 yang disahkan PBB setelah Perang Dunia II. Keputusan kasus itu kemungkinan baru keluar paling cepat akhir 2027.

    Sementara itu, pada 2024 ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, meski tidak atas tuduhan genosida. ICC juga sempat mengeluarkan surat perintah untuk tiga pimpinan senior Hamas, tetapi dibatalkan setelah mereka tewas.

    Kemungkinan ICC juga telah menyiapkan surat perintah penangkapan untuk politisi Israel lain yang belum diumumkan secara publik. Bahkan sebelum perang terakhir, Otoritas Palestina telah meminta ICC menyelidiki situasi di wilayah Palestina yang diduduki. Permintaan seperti ini dikenal sebagai pengajuan perkara.

    Apa gencatan senjata bisa mengubah situasi?

    Jika Otoritas Palestina menarik diri dari kasus ICC, seperti yang diinginkan Netanyahu, apakah itu berarti proses hukum berakhir?

    Tidak. Otoritas Palestina menyerahkan pengajuan perkara ke ICC sejak 2018. Kasus ini telah diselidiki sejak 2021 dan mencakup dugaan pelanggaran sejak 2014, sebelum serangan Hamas pada Oktober 2023. Fokus awalnya adalah pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat.

    Pada November 2023, sejumlah negara lain seperti Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Chili, dan Meksiko ikut bergabung dalam kasus ICC tersebut, menilai situasi yang dilaporkan Otoritas Palestina memang perlu diselidiki.

    Selain itu, sejumlah organisasi HAM juga terlibat. Misalnya, hingga akhir September 2025, Reporters Without Borders telah mengajukan lima pengaduan terhadap Israel ke ICC, menuduh militer Israel sengaja menargetkan jurnalis Palestina.

    Awal bulan ini, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengungkapkan bahwa ia dan beberapa menteri lainnya juga dilaporkan ke ICC oleh kelompok advokasi Palestina atas tuduhan “terlibat dalam genosida,” karena Italia memasok senjata ke Israel.

    Artinya, terlepas dari sikap Otoritas Palestina, berbagai proses hukum internasional tetap akan berjalan karena banyak pihak lain juga menjadi penggugat.

    Apa gencatan senjata menyulitkan pembuktian genosida?

    Menurut para ahli hukum, gencatan senjata tidak akan mengubah jalannya kasus di ICC maupun ICJ. Fakta bahwa Israel kini menghentikan serangan udara di Gaza tidak membatalkan dugaan pelanggaran sebelumnya.

    “Semua proses hukum, baik di tingkat nasional maupun internasional, tidak akan terpengaruh oleh perkembangan terkini,” kata Kai Ambos, profesor hukum pidana internasional di Universitas Gttingen, Jerman.

    Rencana 20 poin itu juga menawarkan amnesti bagi militan Hamas yang menyerahkan senjata. Namun, menurut Ambos, amnesti seperti itu “tidak mengikat sistem peradilan nasional seperti di Jerman, maupun ICC.” Kesepakatan itu hanya mengikat pihak-pihak yang berkonflik.

    “Gencatan senjata tidak akan berpengaruh terhadap penuntutan atau akuntabilitas atas kejahatan masa lalu di kedua sisi,” ujar Susan Akram, Direktur Klinik HAM Internasional di Fakultas Hukum Universitas Boston.

    Dia menambahkan masalah justru mungkin muncul dari sisi pembuktian karena banyak bukti kemungkinan hilang di bawah reruntuhan di Gaza, sementara ribuan saksi, termasuk ratusan jurnalis, telah tewas.

    Namun, Akram menambahkan, banyak bukti sudah terkumpul. Komisi Penyelidikan PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina yang pada September lalu menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza, memiliki basis data sendiri yang kemungkinan akan digunakan di pengadilan.

    Dampak pada kasus di pengadilan Jerman

    Hal ini juga berlaku untuk kasus yang diajukan di Jerman. Dalam waktu dekat, gugatan yang diajukan oleh Pusat Eropa untuk Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia (European Center for Constitutional and Human Rights/ECCHR) terhadap pemerintah Jerman akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi Federal. ECCHR berpendapat Jerman seharusnya tidak mengekspor senjata atau komponen senjata ke Israel.

    “Secara non-hukum, wajar bila ada yang bertanya apakah situasi terbaru bisa berdampak pada kasus ini,” kata Alexander Schwarz, salah satu direktur program kejahatan internasional di ECCHR. “Namun secara hukum, gencatan senjata, berapa pun lamanya, tidak mengubah dasar hukum klaim kami.”

    Menurutnya, kasus ECCHR hanya menilai situasi hingga Januari 2025. Selain itu, aturan perdagangan senjata internasional mewajibkan Jerman untuk menilai apakah senjata ekspor mereka berpotensi digunakan dalam kejahatan perang.

    Pada Agustus lalu, Jerman sempat menangguhkan sebagian izin ekspor senjata ke Israel. Namun setelah gencatan senjata diumumkan, sejumlah politisi Jerman menyerukan agar pembatasan itu dicabut.

    “Setelah dua tahun pelanggaran sistematis terhadap hukum kemanusiaan oleh Israel, risiko bahwa senjata Jerman akan digunakan dalam kejahatan perang masih sangat nyata. Butuh waktu sebelum Jerman bisa kembali mengekspor senjata ke Israel secara sah,” ujar Schwarz.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Prita Kusumaputri

    Editor: Yuniman Farid

    (haf/haf)

  • Israel Gempur Hizbullah di Lebanon, 1 Orang Tewas-7 Luka

    Israel Gempur Hizbullah di Lebanon, 1 Orang Tewas-7 Luka

    Beirut

    Militer Israel mengatakan pasukannya menggempur target-target kelompok Hizbullah dan sekutunya di wilayah Lebanon pada Kamis (16/10) waktu setempat. Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan sedikitnya satu orang tewas dan tujuh orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan tersebut.

    Presiden Lebanon Joseph Aoun, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025), bersikeras mengatakan serangan Israel menargetkan “fasilitas-fasilitas sipil” di wilayahnya. Aoun mengecam apa yang disebutnya sebagai pelanggaran kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak tahun lalu.

    “Agresi Israel yang berulang kali terjadi sebagai bagian dari kebijakan sistematis yang bertujuan menghancurkan infrastruktur produktif, menghambat pemulihan ekonomi, dan merusak stabilitas nasional dengan dalih keamanan palsu,” kata Aoun dalam pernyataannya.

    Laporan Anadolu Agency menyebut militer Israel melancarkan sedikitnya 12 serangan terhadap wilayah Lebanon bagian selatan dan timur pada Kamis (16/10).

    Kantor berita Lebanon, National News Agency (NNA), melaporkan bahwa dua serangan Israel menargetkan kota Bnaafoul di Sidon, dan serangan ketiga menargetkan area Khirbet Dweir, yang terletak di antara kota Sarafand dan Baysariyeh.

    Jet-jet tempur Israel, menurut NNA, juga mengebom area di antara kota Roumine dan Houmine yang ada di distrik Nabatieh. Tidak hanya itu, NNA juga melaporkan bahwa serangan drone Israel menghantam area Bilda di distrik Marjayoun saat penduduk lokal sedang memanen zaitun.

    Rentetan serangan udara Israel lainnya, sebut NNA, juga menargetkan distrik Sidon, Marjayoun, dan Bint Jbeil di bagian selatan Lebanon, serta Baalbek di wilayah timur negara tersebut.

    Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan sedikitnya satu orang tewas dalam serangan di kota Shmistar, bagian timur Lebanon.

    Disebutkan juga bahwa enam orang mengalami luka-luka di Ansar, distrik Nabatieh, dan satu orang lainnya mengalami luka-luka di area Bnaafoul, distrik Saida.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut mereka telah “menyerang infrastruktur teroris Hizbullah… di wilayah Mazraat Sinai di Lebanon bagian selatan”.

    Militer Israel juga mengatakan pasukannya menyerang fasilitas yang digunakan oleh Green Without Borders, sebuah LSM yang berada di bawah sanksi Amerika Serikat (AS), yang oleh Tel Aviv dianggap “beroperasi di bawah kedok sipil untuk menyembunyikan keberadaan Hizbullah di area perbatasan dengan Israel”.

    Israel telah berulang kali mengebom wilayah Lebanon, meskipun ada gencatan senjata yang berlaku sejak November tahun lalu, yang mengakhiri pertempuran sengit selama setahun antara Tel Aviv dan Hizbullah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel-Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata Gaza

    Lampu Hijau Trump ke Israel Jika Hamas Tak Manut Gencatan Senjata

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Hamas memenuhi kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Pelestina. AS menyerukan Hamas untuk melucuti senjata.

    Dilansir Anadolu Agency dan Al Arabiya, Kamis (16/10/2025), seruan itu disampaikan Trump dalam wawancara via telepon dengan media terkemuka AS, CNN, pada Rabu (15/10) waktu setempat.

    Ketika ditanya oleh CNN soal apa yang akan terjadi jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Trump menjawab: “Saya akan memikirkannya.”

    Trump kemudian menambahkan: “Israel akan kembali ke jalan-jalan itu segera setelah saya mengatakan demikian. Jika Israel bisa masuk dan menghajar mereka habis-habisan, mereka akan melakukannya.”

    Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa dirinya “harus menahan mereka”, merujuk pada militer Israel dan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    “Saya sudah bersitegang dengan Bibi,” ucapnya, menggunakan nama panggilan akrab untuk Netanyahu.

    Dalam apa yang digambarkan oleh CNN sebagai wawancara singkat via telepon, Trump dikutip mengatakan: “Apa yang terjadi dengan Hamas — itu akan segera diselesaikan.”

    Trump menegaskan bahwa pembebasan 20 sandera Israel yang masih hidup merupakan hal “yang paling penting”, namun Hamas sekarang harus memenuhi komitmennya untuk menyerahkan jenazah-jenazah para sandera yang tewas di Jalur Gaza dan melucuti persenjataan mereka.

    Jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Trump sebelumnya menegaskan: “Kita yang akan melucuti senjata mereka.”

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak Jumat (10/10) lalu, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera yang diyakini masih berada di Jalur Gaza. Jumlah itu terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup kepada Israel, melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC), pada Senin (13/10) waktu setempat. Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan Palestina dari penjara-penjara mereka pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas sejauh ini baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel, melalui ICRC. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah jenazah sandera.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengancam akan melanjutkan pertempuran jika Hamas tidak menghormati ketentuan gencatan senjata untuk menghentikan perang di Gaza.

    “Jika Hamas menolak mematuhi perjanjian tersebut, Israel, berkoordinasi dengan Amerika Serikat, akan melanjutkan pertempuran dan bertindak untuk mencapai kekalahan total Hamas, mengubah realitas di Gaza, dan mencapai semua tujuan perang,” demikian pernyataan dari kantor Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dilansir AFP, Kamis (16/10).

    Sementara itu, Hamas mengatakan bahwa kedua jenazah yang dikembalikan akan menjadi yang terakhir untuk saat ini. Sebab Hamas menyebut proses evakuasi jenazah dari reruntuhan membutuhkan peralatan khusus.

    “Perlawanan telah memenuhi komitmennya terhadap perjanjian tersebut dengan menyerahkan semua tahanan Israel yang masih hidup yang berada dalam tahanannya, serta jenazah yang dapat diaksesnya,” kata Brigade Ezzedine Al-Qassam dalam sebuah pernyataan di media sosial.

    “Mengenai jenazah yang tersisa, dibutuhkan upaya ekstensif dan peralatan khusus untuk pengambilan dan ekstraksinya. Kami mengerahkan upaya besar untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.

    Israel Lepas Tembakan saat Gencatan Senjata

    Pada saat gencatan senjata ini berlangsung, Israel masih melepas tembakan pada Selasa (14/10). Militer Israel berdalih bahwa pasukannya melepas tembakan terhadap sejumlah orang di Jalur Gaza bagian utara, karena bergerak mendekati pasukannya. Militer Israel menyebut orang-orang itu sebagai “tersangka” yang memberikan ancaman.

    Otoritas kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya enam warga Palestina tewas akibat tembakan pasukan Israel tersebut.

    Dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Rabu (15/10), militer Israel mengatakan bahwa orang-orang itu telah melanggar batas wilayah untuk penarikan awal pasukan Israel, berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang disetujui pekan lalu.

    Menurut militer Israel, aksi yang dilakukan sejumlah orang itu merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut.

    Otoritas kesehatan lokal Gaza melaporkan bahwa militer Israel telah menewaskan sedikitnya enam warga Palestina dalam dua insiden terpisah di wilayah Jalur Gaza pada Selasa (14/10) waktu setempat.

    Lebih lanjut disebutkan otoritas kesehatan Gaza bahwa pasukan Israel, dengan menggunakan sejumlah drone, menewaskan sedikitnya lima orang saat mereka memeriksa rumah-rumah di pinggiran timur Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Tujuan Perang di Gaza

    Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Tujuan Perang di Gaza

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa negaranya akan mencapai semua tujuan perang Gaza. Netanyahu mengatakan bahwa Tel Aviv “bertekad” untuk mengamankan pemulangan jenazah semua sandera yang masih ada di Jalur Gaza.

    Hal tersebut ia sampaikan dalam upacara kenegaraan untuk mengenang tentara yang gugur selama konflik dua tahun dengan Hamas.

  • Hamas Kecam Israel gegara Ada Bekas Penyiksaan di Jenazah Tahanan: Kriminal!

    Hamas Kecam Israel gegara Ada Bekas Penyiksaan di Jenazah Tahanan: Kriminal!

    Jakarta

    Hamas mengecam Israel usai menemukan tanda-tanda penyiksaan terhadap jenazah warga Palestina yang ditahan Israel. Tanda-tanda tersebut ditemukan pada jenazah yang baru dikembalikan ke Jalur Gaza.

    “Pemandangan mengerikan itu dengan jelas mengungkapkan sifat kriminal dan fasis tentara pendudukan dan kebobrokan moral dan kemanusiaan yang telah dicapai oleh entitas ini,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di Telegram seperti dilansir Al Jazeera, Kamis (16/10/2025).

    Hamas menganggap dugaan penyiksaan oleh Israel tersebut merupakan kejahatan keji. Hamas juga menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    “Ini merupakan kejahatan keji yang merupakan genosida terhadap rakyat Palestina kami,” katanya.

    Kelompok tersebut mendesak lembaga-lembaga hak asasi manusia internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk membuka penyelidikan. Hamas juga mendesak agar para pemimpin Israel diadili.

    Diketahui, Israel kembali menyerahkan 45 jenazah warga Palestina kepada pihak berwenang Gaza sejak gencatan senjata disepakati. Hingga kini, total 90 jenazah sudah diserahkan pihak Israel.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (15/10), kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang telah dimulai sejak Jumat (10/10) ini didorong oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan bertujuan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 2 tahun. Dalam kesepakatan ini, Israel harus menyerahkan 15 jenazah warga Palestina untuk setiap warga Israel yang meninggal dan jasadnya telah dipulangkan.

    Hamas telah melepaskan 20 sandera yang masih hidup, dan Israel telah membebaskan sekitar 1.900 orang Palestina yang ditahan.

    Israel sendiri masih menuntut Hamas menyerahkan seluruh jenazah sandera. Sejauh ini, Hamas baru menyerahkan sembilan jenazah ke Israel.

    Dari jumlah itu, satu jenazah disebut Israel bukan sandera yang tewas. Sementara, dua lagi sudah teridentifikasi sebagai sandera yang tewas. Hamas menyatakan kesulitan untuk mengevakuasi jenazah sandera dari reruntuhan di Gaza.

    Perang di Gaza itu diklaim Israel sebagai balasan atas serangan Hamas ke wilayah mereka yang menewaskan sekitar 1.200 orang pada 7 Oktober 2023. Serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 67 ribu warga Palestina, melukai ratusan ribu orang dan menyebabkan jutaan menjadi pengungsi.

    Halaman 2 dari 2

    (fca/haf)

  • Temui Pejabat PBB, PM Palestina Jelaskan Rencana Rekonstruksi Gaza

    Temui Pejabat PBB, PM Palestina Jelaskan Rencana Rekonstruksi Gaza

    Ramallah

    Perdana Menteri (PM) Palestina, Mohammad Mustafa, bertemu dengan para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menjelaskan rencana rekonstruksi Gaza. Rencana itu dipaparkan meski ada ketidakpastian terkait peran pemerintahnya di Gaza.

    “Saya yakin bahwa 12 bulan dari sekarang, Otoritas Palestina akan beroperasi penuh di Gaza,” kata Mustafa beberapa hari setelah gencatan senjata mulai berlaku di Gaza, dilansir AFP, Kamis (16/10/2025).

    Untuk diketahui, Otoritas Palestina (PA) tidak lagi berperan dalam pemerintahan Gaza sejak rivalnya, Hamas, merebut kendali wilayah tersebut pada tahun 2007. Meski demikian, Otoritas Palestina masih menyediakan beberapa layanan di wilayah tersebut.

    Rencana perdamaian Gaza yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak mengesampingkan kemungkinan pembentukan negara Palestina. Dia juga menyarankan untuk mengizinkan peran Otoritas Palestina setelah menyelesaikan serangkaian reformasi.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk menentang pembentukan negara Palestina dan hampir menolak opsi keputusan Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah atas Gaza pascaperang.

    Mustafa mengatakan Otoritas Palestina telah menyusun rencana 5 tahun untuk Gaza yang akan berlangsung dalam tiga tahap. Rencana itu membutuhkan USD 65 miliar untuk 18 sektor berbeda seperti perumahan, pendidikan, pemerintahan, dan banyak lagi.

    “Visi kami jelas. Gaza akan dibangun kembali sebagai bagian dari Negara Palestina yang terbuka, terhubung, dan berkembang,” ujar Mustafa kepada para menteri Palestina, kepala badan PBB, dan kepala misi diplomatik dari kantornya di Ramallah, di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Dia juga mengatakan diskusi teknis sedang berlangsung dengan Uni Eropa mengenai operasi penyeberangan yang aman, sistem bea cukai, dan unit kepolisian terpadu. Uni Eropa adalah salah satu donor terbesar bagi Otoritas Palestina.

    (fas/haf)

  • Prabowo di KTT Gaza komitmen RI wujudkan perdamaian Palestina-Israel

    Prabowo di KTT Gaza komitmen RI wujudkan perdamaian Palestina-Israel

    “Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas langkah-langkah konkret Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia. Ini bukan lah hal yang mudah, tetapi atas dasar komitmen Indonesia semua ditempuh agar terwujudnya perdamaian antara Israel dan

    Jakarta (ANTARA) – Staf Khusus Menteri Agama RI Bidang Kerja Sama Luar Negeri Gugun Gumilar menilai kehadiran Presiden RI Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza di Mesir merupakan komitmen Indonesia demi terwujudnya perdamaian Palestina-Israel.

    “Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas langkah-langkah konkret Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia. Ini bukan lah hal yang mudah, tetapi atas dasar komitmen Indonesia semua ditempuh agar terwujudnya perdamaian antara Israel dan Palestina,” kata Gugun dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    KTT tersebut menjadi momentum penting dalam sejarah diplomasi global karena di tengah krisis kemanusiaan berkepanjangan di Jalur Gaza, kehadiran Presiden Prabowo membawa harapan baru, bukan hanya bagi rakyat Palestina, tetapi juga bagi masa depan perdamaian dunia.

    Gugun mengharapkan dengan adanya langkah konkret tersebut, Indonesia semakin diperhitungkan dalam kancah Internasional serta semakin memperkuat dalam hal keagamaan, pendidikan, dan umat di ranah internasional, khususnya menjadi peluang bagi Kemenag RI untuk memperluas jejaring di forum-forum global agama dan pendidikan.

    Adapun, kehadiran Presiden Prabowo di KTT tersebut menghasilkan kesepakatan damai dan penghentian perang di Gaza, Palestina.

    Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol Teddy Indra Wijaya menyebut kehadiran Presiden Prabowo dalam KTT tersebut merupakan bukti Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo bukan sekadar penonton, melainkan ikut andil mewujudkan perdamaian di Gaza.

    “Ini adalah momentum istimewa. Indonesia di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo tidak menjadi penonton, tetapi kita di sini turut serta menjadi salah satu penentu, dan salah satu pencetak sejarah dalam perdamaian di Timur Tengah, khususnya di Palestina. Kita doakan bersama, Insya Allah semuanya lancar, semuanya yang telah disepakati dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan,” kata Seskab Teddy saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/10) malam.

    Ia menjelaskan Presiden Prabowo sejak dulu, termasuk semasa menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina, yang ditunjukkan dengan peran aktif Presiden Prabowo di berbagai forum internasional, dan pengiriman bantuan serta tenaga kesehatan dari Indonesia untuk rakyat Palestina.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.