Negara: Israel

  • Gencatan Senjata, Israel Masih Tutup Akses Gaza di Perbatasan Rafah

    Gencatan Senjata, Israel Masih Tutup Akses Gaza di Perbatasan Rafah

    Jakarta

    Irsael masih menutup akses Gaza di perbatasan Rafah dengan Mesir. Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa perbatasan Rafah akan dibuka kembali hanya setelah Hamas menyerahkan jenazah semua sandera yang masih ditawan di Gaza.

    “Perdana Menteri Netanyahu telah memerintahkan agar perlintasan Rafah tetap ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut,” bunyi pernyataan tersebut dilansir AFP, Minggu (19/10/2025).

    “Pembukaan kembali perlintasan ini akan dipertimbangkan berdasarkan bagaimana Hamas memenuhi kewajibannya untuk memulangkan para sandera dan jenazah korban, serta untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang disepakati (dari gencatan senjata)”, tambah kantor tersebut.

    Sebelumnya pada Sabtu (18/10), Kedutaan Besar Palestina di Kairo mengumumkan bahwa perlintasan Rafah antara Gaza dan Mesir akan dibuka kembali pada Senin (20/10), untuk memungkinkan warga Palestina yang tinggal di Mesir kembali ke Gaza.

    Pada Kamis (16/10), otoritas Israel mengatakan bahwa ketika perlintasan dibuka kembali, hanya akan mengizinkan pergerakan orang, bukan pengiriman bantuan kemanusiaan.

    Tentara Israel mengambil alih sisi Palestina dari penyeberangan Rafah pada 7 Mei tahun lalu, mengklaim fasilitas tersebut telah “digunakan untuk tujuan teroris” dan mengungkapkan kecurigaan kuat bahwa fasilitas tersebut juga digunakan untuk menyelundupkan senjata.

    Setelah pengambilalihan tersebut, semua akses melalui penyeberangan tersebut ditangguhkan, termasuk akses bagi personel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Penyeberangan tersebut sempat dibuka kembali selama gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang berlaku efektif pada 19 Januari 2025.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)

  • Menanti Janji Trump dan Nasib Palestina

    Menanti Janji Trump dan Nasib Palestina

    Jakarta

    Awal Oktober 2025, kabar gembira ketika dunia menyaksikan pengumuman gencatan senjata pasca ketegangan antara Israel dan Hamas sejak dua tahun yang lalu, diumumkan di Sharm el-Sheikh, difasilitasi oleh Mesir. Pengumuman inisiasi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memuat rencana 20 poin menandai fase pertama penghentian permusuhan, pembebasan sandera, dan pergeseran pasukan.

    Namun, keberhasilan jangka panjang akan sangat bergantung pada niat politik yang jelas dan tindakan nyata dari negara-negara besar, terutama Amerika Serikat, serta komunitas internasional yang dapat membantu membangun kembali Gaza, yang telah hancur akibat serangan militer Israel.

    Pihaknya bersama mitranya dari Eropa dan negara-negara Arab bertemu di Paris pada Kamis (9/10/2025) membahas masa depan Gaza. Pertemuan digelar atas dasar kesepakatan kedua pihak berseteru untuk gencatan senjata, pertukaran tawanan dan sandera, serta penarikan pasukan dari sebagian wilayah di Gaza yang diusulkan Trump.

    Pertemuan di Paris dihadiri oleh para menteri luar negeri dan dipandang penting untuk membahas perihal pembentukan pasukan stabilisasi internasional, tata kelola pascaperang, dan rekonstruksi Gaza.

    Paling penting untuk menegaskan bahwa gencatan senjata dipimpin AS; sejumlah laporan menjelaskan bahwa Gedung Putih memainkan peran sentral mendesak pihak-pihak terkait persetujuan fase awal perjanjian.

    Ada dua perasaan yang bebarengan muncul. Lega karena kekerasan yang mengoyak kehidupan rakyat Palestina tersendat dan/atau skeptisisme. Pengumuman tersebut dihadapkan pada dualisme cara pandang menyoal komitmen, mengarah pada perdamaian permanen atau hanya jeda sementara sebelum spiral kekerasan berulang.

    Pasalnya, beberapa jam setelah kesepakatan damai, pesawat tempur Israel melancarkan serangan di kawasan Zeitoun dan Khan Younis.

    Suara ledakan menggema, asap tebal menjulang dari rumah yang baru saja merdeka, memupus harapan untuk merdeka menjadi perasaan hancur berkeping-keping. Harapannya, setelah diwawancarai oleh media Israel, otoritas Palestina Mahmoud Abbas akan mereformasi berbagai sektor di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan keamanan-untuk menentukan nasib sendiri bersungguh-sungguh dan membentuk struktur kenegaraan yang kredibel sesuai cita-cita rakyat Palestina.

    Gencatan Senjata: Sementara atau Selamanya?

    Perjanjian di atas mengubah lanskap politik Israel, melalui pemerintahannya mengumumkan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, membuka peluang untuk penghentian serangan di Gaza. Pasca pengumuman, pasukan Israel mulai menarik diri di Gaza secara bertahap pada Jumat (10/10/2025).

    Reuters menyebutkan bahwa warga Israel dan Palestina menyambut kabar tersebut dengan suka cita, setelah perang dua tahun yang menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina.

    Meskipun Khalil al-Hayya, pemimpin Hamas, mengklaim telah menerima jaminan dari AS dan mediator lain bahwa perang akan berakhir. Serangan udara oleh Israel di Gaza menurun drastis. Suara “Allahu Akbar” menggema setelah mendengar kabar tersebut, setelah warga Gaza diselimuti dengan kesedihan, wajah lelah, dan tubuh yang luka.

    Meskipun ada pengumuman tersebut, Netanyahu menghadapi tekanan dari internal koalisi setelah bersepakat untuk gencatan senjata dengan Hamas.

    Namun perjanjian fase awal ini masih belum menyentuh persoalan struktural-mengenai status politik Gaza, proses demiliterisasi yang kredibel, pengaturan keamanan jangka panjang, hingga mekanisme pemerintahan yang menjamin hak-hak sipil dan politik rakyat Palestina.

    Tanpa rencana politis yang komprehensif, jeda operasi militer berisiko menjadi jeda sementara dalam kengerian yang dapat kembali menyala.

    Trump menuju kawasan Timur Tengah, Minggu (12/10/2025) untuk menghadiri penandatanganan perjanjian di Mesir. Lawatan ke Timur Tengah disertai undangan dari Ketua Parlemen Israel Amir Ohana untuk berpidato di Knesset, Parlemen Israel.

    Trump berharap agar tujuannya dapat menciptakan perdamaian abadi di kawasan Timur Tengah.

    Harapnya, kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Tom Fletcher, gencatan senjata jangan sampai menjadi harapan palsu bagi masyarakat lokal Palestina dan sejumlah komunitas internasional, yang menginginkan konflik dapat berakhir dan mewujudkan perdamaian abadi.

    Rekonstruksi Gaza

    Setelah gencatan senjata yang disepakati oleh Hamas, pasukan Israel menarik diri dari sejumlah wilayah di Gaza pada Jumat (10/10/2025). Hal ini memberikan kesempatan bagi warga Gaza untuk kembali ke rumahnya, meskipun hampir keseluruhan hancur akibat perang dua tahun terakhir.

    Namun, yang lebih penting, skala kerusakan di Gaza bukan hanya membangun kembali rumah yang telah hancur, melainkan menghidupkan ekosistem tatanan sosial-ekonomi secara keseluruhan.

    Ismail Zayda (40), sebagai warga Gaza, dihadapkan situasi yang berkecamuk dan bangunan rata dengan tanah, seluruh distrik lenyap, rasa takut dan ketidakpastian masih menyelimuti. Bantuan sosial sudah masuk ke Gaza untuk membantu ratusan ribu warga sipil yang hidup di tenda-tenda.

    Penilaian kolektif Bank Dunia bersama Uni Eropa dan PBB, pada Februari 2025 melalui Interim Rapid Damage and Needs Assessment (IRDNA), memperkirakan kebutuhan rekonstruksi mencapai sekitar US$53,2 miliar untuk dekade mendatang, dengan kebutuhan mendesak sekitar US$20 miliar pada tiga tahun pertama.

    Angka tersebut memberikan gambaran bahwa kekayaan finansial dan teknologi perlu diperkuat dengan koordinasi politik dan mekanisme yang menjamin akses, transparansi, dan perlindungan hak-hak penduduk selama fase rekonstruksi.

    Komitmen finansial tanpa pengaturan politik yang aman berisiko menimbulkan masalah baru-seperti korupsi, penguatan rekonstruksi oleh aktor yang memperkuat ketidaksetaraan, atau rekonstruksi yang mengabaikan kebutuhan korban yang paling rentan. Hal Ini perlu peran komunitas internasional melalui donor negara, lembaga internasional, NGO, dan aktor regional (seperti Mesir, Qatar, dan Turki) menjadi krusial.

    Rekonstruksi idealnya harus berbasis prinsip do no harm, inklusif, dan dipimpin oleh kebutuhan lokal. Penentuan bentuk rekonstruksi, seperti perumahan, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi, listrik, serta pemulihan mata pencaharian, harus melibatkan perwakilan organisasi sipil Palestina agar kebijakan tidak menjadi alat politik untuk meraih legitimasi jangka pendek.

    Berdasarkan laporan IRDNA, menempatkan prioritas secara jelas bahwa prakarsa donor tanpa mekanisme partisipasi lokal justru berbahaya.

    Komitmen Kemanusiaan

    Hal yang lebih penting menyoal gencatan senjata atau rekonstruksi Gaza, yang tidak boleh diabaikan adalah dimensi kemanusiaan. Banyaknya korban jiwa dan luka-luka yang meluas, trauma kolektif, serta kehancuran infrastruktur publik (sekolah, rumah sakit, jaringan air dan listrik) menggores generasi mendatang.

    Data resmi yang dirilis organisasi kemanusiaan dan otoritas kesehatan di Gaza, korban jiwa mencapai puluhan ribu, dengan jumlah terus bertambah seiring verifikasi data secara statistik, menjadi alasan moral mengapa rekonstruksi harus didahului oleh jaminan keamanan dan akses kemanusiaan yang tidak dapat diintervensi secara politis.

    Komitmen Trump dan administrasi AS dalam penyelesaian konflik, apakah bersifat temporer atau permanen? Meskipun AS dalam konteks geopolitik dinilai mampu memimpin proses perdamaian besar-baik lewat tekanan diplomatik, insentif politik, maupun bantuan ekonomi-sering kali bergantung pada agenda domestik dan pergantian kepemimpinan.

    Yang berbeda kali ini adalah klaim Trump berhasil menggalang koalisi regional dan internasional untuk mendorong Israel dan Hamas menerima fase awal perjanjian. Tetapi komitmen jangka panjang membutuhkan konsistensi kebijakan, dukungan anggaran berkelanjutan, serta mekanisme pengawasan dan akuntabilitas internasional yang kuat, bukan hanya deklarasi sesaat yang kemudian terpinggirkan oleh perubahan prioritas politik domestik.

    Indonesia dan Pesan Perdamaian

    Mengenai perdamaian yang dimotori oleh AS. Terdapat nilai penting yang dapat ditawarkan Indonesia maupun jaringan masyarakat sipil: pengalaman membangun koeksistensi lintas agama, advokasi untuk solusi berbasis hak asasi manusia, dan penekanan pada keadilan transisional inklusif.

    Indonesia dapat berperan sebagai jembatan moral dan diplomatik-memfasilitasi suara masyarakat sipil Palestina di forum internasional, mendorong donor untuk menerapkan prinsip transparansi, dan menegaskan bahwa rekonstruksi harus melindungi warisan sipil serta pluralitas sosial.

    Pengalaman historis Indonesia menjadi modal untuk berperan dalam rekonsiliasi pasca-konflik menjadi referensi relevan, tanpa menyederhanakan kompleksitas lokal Palestina.

    Namun peran moral tidak cukup; harus disertai komitmen praksis dari negara-negara donatur (termasuk AS) yang harus meliputi tiga hal konkret: (1) paket pendanaan multiyear yang terikat pada hasil konkret (recovery milestones); (2) jaminan akses aman untuk bantuan dan pekerja rekonstruksi melalui mekanisme internasional yang disepakati; serta (3) dukungan untuk rekonstruksi yang dipimpin lokal-melalui dana yang dikelola kolektif oleh lembaga internasional dan otoritas sipil Palestina untuk memastikan partisipasi dan akuntabilitas.

    Selain solusi dua negara, seringkali disebut konsep normatif dalam diplomasi internasional, dihadapkan tantangan besar: berkurangnya kepercayaan, ekspansi pemukiman di Tepi Barat, serta bahaya fragmentasi politik internal Palestina.

    Tanpa momentum politik yang jelas yang menghubungkan gencatan senjata di Gaza dan perundingan politik yang lebih luas yang menghormati hak kewarganegaraan, batas-batas yang diterima, dan jaminan keamanan-upaya perdamaian berisiko terbatas pada manajemen konflik daripada penyelesaian konflik.

    Oleh karenanya penting peranan dari non-Atlantik (negara-negara Asia, Liga Arab, dan organisasi internasional) dalam menyeimbangkan pengaruh dan menawarkan jalur diplomasi yang inklusif. Publik Indonesia dan komunitas global harus menuntut transparansi.

    Trump atau siapa pun yang mengklaim keberhasilan broker perdamaian, klaim tersebut harus diikuti dengan akses terbuka untuk pengamat independen, laporan berkala tentang implementasi, serta keterlibatan aktor kemanusiaan untuk memantau kondisi lapangan.

    Komitmen politik tanpa mekanisme evaluasi dan akuntabilitas rentan. Indonesia, bagian dari komunitas global peduli kemanusiaan dan keadilan, dapat menekan agar bantuan dan proses rekonstruksi diarahkan pada pemulihan prestasi publik-melalui pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Bukan hanya pencitraan politik.

    Aji Cahyono. Direktur Eksekutif Indonesian Coexistence, Program Master Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

    (rdp/imk)

  • Harga Minyak Jatuh Lebih dari 2%, IEA Prediksi Kelebihan Pasokan – Page 3

    Harga Minyak Jatuh Lebih dari 2%, IEA Prediksi Kelebihan Pasokan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia cenderung stabil pada penutupan perdagangan Jumat (17/10/2025), namun mencatat penurunan mingguan lebih dari 2%. Pelemahan harga minyak ini terjadi setelah Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan adanya potensi kelebihan pasokan (glut)

    Selain itu, harga minyak mentah juga turun karena adanya kabar bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk menggelar pertemuan baru membahas konflik Ukraina.

    Dikutip dari CNBC, Sabtu (18/10/2025), harga minyak mentah Brent naik tipis USD 0,23 atau 0,38% menjadi USD 61,29 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat naik USD 0,08 atau 0,14% ke USD 57,54 per barel.

    Pertemuan antara Trump dan Putin dijadwalkan berlangsung di Hongaria dalam dua pekan ke depan, menyusul tercapainya gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas di Gaza.

    Langkah ini juga bertepatan dengan kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Gedung Putih, di mana ia meminta tambahan bantuan militer, termasuk rudal jarak jauh Tomahawk buatan AS. Sementara itu, Washington menekan India dan China agar menghentikan pembelian minyak Rusia.

    Menurut Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, meredanya ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina telah mengurangi risiko geopolitik secara signifikan.

    “Kita melihat perdamaian di Timur Tengah, Iran yang kini lebih netral, dan pergeseran di Ukraina — risiko pasar berkurang secara luar biasa,” ujarnya.

     

  • Ancaman Terbaru Trump ke Hamas

    Ancaman Terbaru Trump ke Hamas

    Jakarta

    Jalan menciptakan perdamaian di Gaza masih berliku. Baru sepekan kesepakatan gencatan senjata, tensi tinggi melibatkan Israel, Amerika Serikat (AS), dan Hamas kembali terjadi.

    Ketegangan terbaru berasal dari pernyataan Presiden AS Donald Trump yang bersumpah akan menghabisi Hamas. Ancaman keras ini dilontarkan Trump menyusul tudingannya bahwa kelompok Palestina itu masih melakukan penembakan mematikan di Jalur Gaza selama gencatan senjata berlangsung.

    “Jika Hamas terus membunuh orang-orang di Gaza, yang bukan merupakan bagian kesepakatan, kita tidak memiliki pilihan selain masuk dan menghabisi mereka,” kata Trump dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025).

    Dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal maksud pernyataannya tersebut. Namun pada Rabu (15/10) waktu setempat, Trump mengatakan “kita tidak membutuhkan militer AS” untuk terlibat di Jalur Gaza.

    Pernyataan terbaru Trump itu disampaikan beberapa hari setelah dia mengatakan bahwa penembakan yang dilakukan Hamas, termasuk eksekusi mati di depan umum, “tidak terlalu mengganggu saya” dan menggambarkannya sebagai pembunuhan anggota-anggota geng.

    Sejak penarikan awal pasukan Israel di Jalur Gaza berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang didukung AS, Hamas telah memperketat cengkeramannya di kota-kota yang hancur, melancarkan penindakan keras, dan mengeksekusi orang-orang, yang dituduh menjadi kolaborator Israel, di jalanan.

    AS Mintah Hamas Hormati Kesepakatan Gencatan Senjata

    Komandan Komando Pusat AS, Laksamana Brad Cooper, yang memimpin pasukan AS di Timur Tengah, pada Rabu (15/10) menuntut Hamas agar berhenti menembaki warga sipil Palestina dan mematuhi kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Trump sebelumnya menunjukkan sikap santai terhadap praktik pembunuhan di luar hukum yang dilakukan Hamas saat gencatan senjata Gaza berlangsung.

    “Sejujurnya, itu tidak terlalu mengganggu saya. Tidak apa-apa. Ini adalah beberapa geng yang sangat jahat. Sangat berbeda dengan negara lain,” kata Trump dalam rapat kabinet di Gedung Putih pada Selasa (14/10).

    Saat berkunjung ke Israel dan Mesir pada Senin (13/10), Trump bahkan mengakui telah memberikan izin kepada Hamas untuk melakukan operasi keamanan internal di Jalur Gaza. “Mereka telah terbuka tentang hal itu. Dan kami memberikan mereka izin untuk jangka waktu tertentu,” ucapnya pada saat itu.

    Israel dan Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata

    Israel dan Hamas saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata di Jalur Gaza. Tel Aviv mengeluhkan Hamas yang tidak mematuhi kesepakatan soal penyerahan jenazah semua sandera, sedangkan Hamas menuding Israel melanggar gencatan dengan melepas tembakan yang menewaskan puluhan orang.

    Pertikaian mengenai penyerahan jenazah sandera, seperti dilansir Reuters, Jumat (17/10/2025), berpotensi menggagalkan gencatan senjata Gaza dan elemen-elemen lainnya yang belum terselesaikan, termasuk perlucutan senjata Hamas dan tata kelola Gaza di masa depan.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, Hamas harus menyerahkan total 48 sandera, yang terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

    Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup pada Senin (13/10). Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

    Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

    Juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, mengatakan bahwa Israel tetap berkomitmen pada perjanjian tersebut dan terus memenuhi kewajibannya, serta menuntut Hamas mengembalikan 19 jenazah sandera sesuai kesepakatan.

    Hamas, dalam pernyataannya, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian Gaza dan mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Hamas mengakui bahwa mereka membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

    Pada Kamis (16/10), seorang pejabat senior Hamas menuduh Israel melanggar gencatan senjata dengan menewaskan sedikitnya 24 orang dalam rentetan penembakan sejak Jumat (10/10) lalu. Pejabat Hamas itu mengatakan daftar pelanggaran oleh Tel Aviv telah diserahkan kepada mediator.

    “Negara pendudukan bekerja siang dan malam untuk melemahkan perjanjian melalui pelanggaran-pelanggaran di lapangan,” kata pejabat senior Hamas yang tidak disebut namanya tersebut.

    Militer Israel belum menanggapi tuduhan tersebut. Namun Tel Aviv sebelumnya mengklaim pasukannya “melepaskan tembakan untuk meredakan ancaman” ketika sejumlah warga Palestina mengabaikan peringatan untuk tidak melanggar garis gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 3

    (ygs/ygs)

  • Gencatan Senjata Gaza Terancam, Israel Tiba-Tiba Ngamuk & Ancam Hamas

    Gencatan Senjata Gaza Terancam, Israel Tiba-Tiba Ngamuk & Ancam Hamas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang ditengahi AS berada di bawah tekanan besar. Ini terjadi setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan kembali tekadnya untuk “mengamankan pembebasan semua sandera.

    Mengutip AFP, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz memperingatkan militer akan “melanjutkan pertempuran” jika Hamas gagal memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang tewas. “Hamas melanggar ketentuan perjanjian. Kami bisa saja kembali berperang di Gaza,” ujarnya dikutip Times of Israel, dikutip Jumat (17/10/2025).

    Ancaman Israel ini muncul setelah Hamas, meskipun menyatakan komitmennya pada perjanjian, kesulitan untuk menyerahkan semua jasad sandera yang tersisa. Hamas mengatakan proses penyerahan jasad “mungkin membutuhkan waktu”.

    Kelompok itu menjelaskan bahwa beberapa jenazah korban tewas terkubur di terowongan yang hancur akibat pendudukan. Sementara yang lain berada di bawah puing-puing bangunan yang dibom dan dihancurkan.

    Di bawah perjanjian gencatan senjata yang dipelopori oleh Presiden AS Donald Trump, Hamas telah membebaskan 20 sandera yang selamat dan mengembalikan jasad sembilan sandera yang diketahui meninggal. Sebagai imbalannya, Israel membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina dari penjara dan menghentikan kampanye militer di Gaza yang dilancarkan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Sejauh ini, masih ada 19 jasad sandera yang belum ditemukan, terkubur di bawah reruntuhan di samping sejumlah besar warga Palestina. Turki telah mengerahkan puluhan spesialis bantuan bencana untuk membantu pencarian jasad, sebagai respons terhadap permintaan bantuan dari Hamas untuk menemukan jenazah sandera yang terkubur.

    Di sisi lain, keluarga sandera Israel yang tewas marah atas ketidakmampuan Hamas menyerahkan sisa-sisa jasad orang yang mereka cintai.”Kami menuntut agar Israel segera menghentikan implementasi setiap tahap perjanjian lebih lanjut selama Hamas terus secara terang-terangan melanggar kewajibannya,” ujar salah satu asosiasi keluarga sandera kepada AFP.

    Presiden Trump sendiri, yang semula menyerukan kesabaran, menyatakan frustrasinya dengan perilaku kelompok itu sejak pertempuran dihentikan. Trump sebelumnya bersikeras Hamas “benar-benar sedang menggali” untuk menemukan jasad sandera.

    Namun, ia kemudian mengeluarkan ancaman di Truth Social, merujuk pada penembakan warga sipil Palestina baru-baru ini. Ia menuding Hamas dibalik aksi itu.

    “Jika Hamas terus membunuh orang di Gaza, yang bukan merupakan Kesepakatan, kami tidak punya pilihan selain masuk dan membunuh mereka,” klaimnya. 

    Perang telah menciptakan bencana kemanusiaan di Gaza, dengan PBB mendeklarasikan kelaparan pada Agustus. Serangan Israel menyebabkan 67.000 warga Gaza tewas.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa penyakit menular “lepas kendali” (spiralling out of control) mewabah di sana. Hanya 13 dari 36 rumah sakit di wilayah itu yang berfungsi sebagian.

    “Baik meningitis, diare, penyakit pernapasan, kita berbicara tentang pekerjaan yang sangat besar,” kata Direktur Regional WHO untuk Kesehatan PBB, Hanan Balkhy, kepada AFP di Kairo.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Amerika OTW Krisis Serius, Bom Utang hingga Perang Saudara

    Amerika OTW Krisis Serius, Bom Utang hingga Perang Saudara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri hedge fund Bridgewater Associates, Ray Dalio, memperingatkan Amerika Serikat (AS) menuju krisis serius. Dalam sebuah wawancara, Dalio mengatakan hal ini akibat kenaikan utang dan perpecahan politik.

    Seperti rekan-rekan seprofesi lainnya seperti Jamie Dimon dan Jerome Powell, Dalio khawatir akan datang saat di mana jumlah utang yang harus dijual AS melebihi minat pasar untuk membelinya. Ia secara khusus memperingatkan bahwa rasio utang-terhadap-PDB AS yang saat ini berada di sekitar 125 % berisiko memicu “bom utang” (debt bomb) jika investor kehilangan kepercayaan.

    Kondisi ini akan memaksa pembeli utang menuntut premi yang lebih tinggi untuk menjamin imbal hasil. Bahkan, keluar dari pasar sama sekali.

    “Ketika utang dan layanan utang relatif terhadap pendapatan Anda, itu seperti plak di arteri yang kemudian mulai menekan pengeluaran,” ujarnya dikutip Fortune, Jumat (17/10/2025).

    Selain ancaman ekonomi, Dalio juga sangat prihatin terhadap konflik internal di AS. Ia mencatat bahwa AS kini lebih terpecah dibandingkan masa lalu, dengan survei Gallup tahun lalu menunjukkan 80 % warga Amerika percaya negara mereka “sangat terpecah” pada isu-isu utama.

    Pendiri Bridgewater itu memperingatkan bahwa jika gesekan di AS terus berlanjut, kemampuan individu untuk “saling menyakiti” tidak pernah setinggi ini. AS bisa kembali ke masa bak “perang sipil”.

    “Kami berada dalam peperangan. Ada perang finansial, perang uang. Ada perang teknologi, ada perang geopolitik, dan ada lebih banyak perang militer,” katanya.

    “Jadi, kita memiliki semacam perang sipil yang berkembang di AS dan di tempat lain, di mana ada perbedaan yang tidak dapat didamaikan,” jelasnya.

    Bukan Hal Baru

    Kekhawatiran Dalio mengenai ketegangan geopolitik yang dapat meluas menjadi konflik global bukanlah hal baru. Kembali pada tahun 2023, Dalio telah memperingatkan bahwa kemungkinan perang dunia ketiga telah meningkat menjadi 50% setelah invasi Rusia ke Ukraina dan konflik Israel-Hamas.

    Meskipun beberapa pihak menganggap peringatan Dalio berlebihan, kehati-hatiannya terbukti di masa lalu. Terutama ketika Bridgewater mulai memperingatkan risiko besar yang tertanam “dalam sistem” sebelum krisis keuangan 2008.

    Dalam menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan ini, Dalio menekankan pentingnya sejarah.

    “Kapan pun ada hal-hal yang datang yang belum pernah saya lihat sebelumnya, saya benar-benar perlu memahami apakah hal itu terjadi dalam sejarah sehingga saya dapat memahami mekanismenya, itulah mengapa saya mempelajari sejarah,” tambahnya.

    Ia juga menawarkan prinsip pribadinya tentang kekhawatiran. Menurutnya, kekhawatiran merupakan tanda bahwa seseorang telah mengenali atau memahami sesuatu

    “Dalam sejarah kita harus menyadari bahwa semua tatanan harus berakhir, dan kemudian ada tatanan baru, dan ada tantangan. Saya punya prinsip, jika Anda khawatir, Anda tidak perlu khawatir. Dan jika Anda tidak khawatir, Anda perlu khawatir, jika Anda khawatir, maka Anda akan mengurus apa yang Anda khawatirkan dan [mencegahnya] terjadi,” tegasnya.

    (tps/șef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Ancam ‘Habisi’ Hamas Jika Pembunuhan di Gaza Berlanjut

    Trump Ancam ‘Habisi’ Hamas Jika Pembunuhan di Gaza Berlanjut

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan ancaman terhadap kelompok Hamas, yang selama gencatan senjata berlangsung, melakukan penembakan mematikan terhadap warga-warga sipil di Jalur Gaza yang dituduh berkolaborasi dengan Israel atau terlibat kejahatan.

    Trump mengancam akan “menghabisi” Hamas jika pembunuhan orang-orang di Jalur Gaza terus berlanjut.

    “Jika Hamas terus membunuh orang-orang di Gaza, yang bukan merupakan bagian kesepakatan, kita tidak memiliki pilihan selain masuk dan menghabisi mereka,” kata Trump dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025).

    Dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal maksud pernyataannya tersebut. Namun pada Rabu (15/10) waktu setempat, Trump mengatakan “kita tidak membutuhkan militer AS” untuk terlibat di Jalur Gaza.

    Pernyataan terbaru Trump itu disampaikan beberapa hari setelah dia mengatakan bahwa penembakan yang dilakukan Hamas, termasuk eksekusi mati di depan umum, “tidak terlalu mengganggu saya” dan menggambarkannya sebagai pembunuhan anggota-anggota geng.

    Sejak penarikan awal pasukan Israel di Jalur Gaza berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang didukung AS, Hamas telah memperketat cengkeramannya di kota-kota yang hancur, melancarkan penindakan keras, dan mengeksekusi orang-orang, yang dituduh menjadi kolaborator Israel, di jalanan.

    Komandan Komando Pusat AS, Laksamana Brad Cooper, yang memimpin pasukan AS di Timur Tengah, pada Rabu (15/10) menuntut Hamas agar berhenti menembaki warga sipil Palestina dan mematuhi kesepakatan gencatan senjata Gaza.

    Trump sebelumnya menunjukkan sikap santai terhadap praktik pembunuhan di luar hukum yang dilakukan Hamas saat gencatan senjata Gaza berlangsung.

    “Sejujurnya, itu tidak terlalu mengganggu saya. Tidak apa-apa. Ini adalah beberapa geng yang sangat jahat. Sangat berbeda dengan negara lain,” kata Trump dalam rapat kabinet di Gedung Putih pada Selasa (14/10).

    Saat berkunjung ke Israel dan Mesir pada Senin (13/10), Trump bahkan mengakui telah memberikan izin kepada Hamas untuk melakukan operasi keamanan internal di Jalur Gaza. “Mereka telah terbuka tentang hal itu. Dan kami memberikan mereka izin untuk jangka waktu tertentu,” ucapnya pada saat itu.

    Lihat Video ‘Trump Peringatkan Hamas Jika Langgar Perjanjian: Kami Akan Bertindak’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Iran Kutuk Serangan Israel ke Lebanon

    Iran Kutuk Serangan Israel ke Lebanon

    Jakarta

    Pemerintah Iran mengutuk serangan yang dilakukan oleh musuh bebuyutannya, Israel, di Lebanon selatan terhadap basis sekutu dekatnya, kelompok Hizbullah.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (17/10/2025), dalam sebuah pernyataan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, mengatakan serangan tersebut merupakan “pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Lebanon.

    Sebelumnya, otoritas Lebanon mengatakan pada hari Kamis (16/10) bahwa Israel telah menewaskan satu orang dan melukai tujuh orang dalam serangan di Lebanon, yang menurut militer Israel menargetkan Hizbullah dan kelompok-kelompok sekutunya.

    Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengatakan serangan tersebut telah menghantam fasilitas sipil. Dia mengecam apa yang ia sebut sebagai pelanggaran gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel yang dinegosiasikan tahun lalu.

    Teheran adalah pendukung utama Hizbullah. Namun, kelompok tersebut telah sangat dilemahkan oleh permusuhan terbarunya dengan Israel dan penggulingan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang menyediakan jalur darat menuju Iran.

    Hal ini menjadi pukulan tersendiri bagi Iran, yang juga terkena dampak serangan Israel dan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya selama perang 12 hari dengan Israel tahun ini.

    Namun demikian, Israel telah berulang kali menggempur wilayah Lebanon.

    Baqaei juga menuduh Prancis dan Amerika Serikat — yang merupakan penjamin gencatan senjata — “tidak bertindak dan bersikap lunak” terhadap Israel atas apa yang disebutnya sebagai “pelanggaran berulang” terhadap perjanjian gencatan senjata tersebut.

    Lihat juga Video ‘Detik-detik Drone Israel Hantam Mobil di Lebanon, 2 Tewas’:

    (ita/ita)

  • Seberapa Berat Tugas Membangun Kembali Gaza?

    Seberapa Berat Tugas Membangun Kembali Gaza?

    Jakarta

    Tatkala ribuan warga Gaza kembali ke lingkungan mereka masing-masing setelah gencatan senjata diumumkan, beberapa dari mereka sudah mengetahui bahwa kediamannya hanya tersisa puing-puing.

    Membangun kembali rumah, bisnis, dan seluruh infrastruktur yang menopang kehidupan di Gaza sejatinya bukan perkara mudah. PBB memperkirakan nilai kerusakan mencapai sekitar US$70 miliar.

    Menurut Andreas Krieg, pakar keamanan Timur Tengah dari King’s College London, kondisi di lapangan “lebih buruk dari sekadar memulai dari nol.”

    “Karena [pembangunan] di sini, bukan mulai dari pasir,” ujar Andreas Krieg, sembari menambahkan, “melainkan dari puing.”

    Tingkat kehancuran di Jalur Gaza kini “berada di kisaran 84%, dan di beberapa wilayah seperti Kota Gaza bahkan mencapai 92%,” lanjut Perwakilan khusus UNDP untuk Palestina, Jaco Cilliers,

    Kerusakan sebesar itu menimbulkan timbunan puing dalam jumlah yang sulit dibayangkan.

    Berdasarkan analisis citra satelit terbaru, BBC Verify memperkirakan ada lebih dari 60 juta ton reruntuhan yang menunggu dibersihkan di seluruh Gaza.

    Membersihkan Puing

    Jutaan ton puing yang kini menutupi Jalur Gaza bukan sekadar tumpukan beton retak dan besi bengkok. Di antara reruntuhan itu, masih tertimbun jenazah manusia dan bom yang belum meledak.

    “Dari sisi keamanan dan kemanusiaan, langkah pertama adalah memastikan kawasan yang hancur itu aman,” ujar mantan eksekutif JCB Philip Bouverat.

    Selanjutnya, proses panjang pun menanti: memilah, memisahkan, lalu menghancurkan puing. Bahan seperti plastik dan baja akan diambil, sementara beton yang tersisa digiling agar bisa dimanfaatkan kembali.

    Tahapan ini akan menjadi fondasi bagi pembangunan baru, tapi pelaksanaannya menuntut impor besar-besaran bahan bangunan.

    “Proyek sebesar ini tidak bisa hanya mengandalkan truk yang melintasi perbatasan,” lanjut Bouverat.

    “Langkah pertama adalah membangun pelabuhan laut dalam, supaya ribuan kontainer material bisa masuk ke Gaza.”

    Begitu area yang hancur tersebut sudah dibersihkan, barulah layanan vital seperti air bersih, sanitasi, dan listrik dapat dipulihkan.

    Air dan Sanitasi

    Air bersih menjadi kebutuhan mendesak bagi warga Gaza saat ini.

    Menurut Unicef, setidaknya 70 persen dari 600 fasilitas air dan sanitasi di wilayah tersebut telah rusak atau hancur sejak 7 Oktober 2023.

    Setelah gencatan senjata diumumkan, tentara Israel sempat berpose di depan instalasi pengolahan limbah di Kota Gaza yang dibakar.

    Kerusakan itu terjadi sesaat sebelum militer Israel mundur dari pos di dekat fasilitas tersebut.

    Pengolahan limbah sangat penting untuk mencegah penumpukan kotoran dan penyebaran penyakit.

    Para dokter melaporkan meningkatnya penyakit diare yang mematikan bagi anak-anak dan risiko kolera di beberapa wilayah.

    BBCDua citra satelit menunjukkan sebuah instalasi pengolahan air limbah pada 7 dan 11 Oktober 2025. Citra satelit pada 7 Oktober memperlihatkan instalasi tersebut dengan kendaraan IDF yang terparkir di dekatnya. Citra satelit 11 Oktober menunjukkan kendaraan IDF pergi dan asap mengepul dari instalasi pengolahan air limbah.

    Citra satelit menunjukkan kerusakan pada menara biologis instalasi Sheikh Ejleen, komponen utama pengolahan limbah di Gaza.

    Menurut Wakil Direktur Coastal Municipalities Water Utility (CMWU) Maher Najjar, keseluruhan enam instalasi pengolahan limbah di Gaza kini dalam kondisi rusak.

    Upaya perbaikan pun sangat terhambat oleh serangan udara dan artileri Israel serta kekurangan peralatan. Beberapa fasilitas bahkan kembali diserang setelah diperbaiki.

    IDF menyatakan tindakannya “didasarkan pada kebutuhan militer dan sesuai dengan hukum internasional,” untuk mencegah Hamas mengancam warga Israel.

    Selain pengolahan limbah, fasilitas penyedia air bersih juga mengalami kerusakan berat.

    Citra satelit April 2024 memperlihatkan instalasi desalinasi air laut di Gaza utara masih utuh, namun pada awal Mei fasilitas itu telah hancur.

    “Kami bicara tentang sumur air rusak, jaringan serta reservoir hancur, pipa-pipa pembawa air terputus. Sulit sekali menentukan dari mana harus mulai. Untuk memulihkan sekitar 20% layanan saja kami butuh sedikitnya US$50 juta,” kata Najjar.

    “Total kerugiannya mungkin mencapai US$1 miliar atau lebih.”

    BBCDua citra satelit memperlihatkan pabrik desalinasi Gaza sebelum rusak pada 17 April 2024, dan setelah rusak pada 8 Mei 2024 di mana atapnya hilang.

    Perumahan

    Citra satelit menunjukkan pemandangan memilukan di kawasan Sheikh Radwan yang berlokasi di timur laut Kota Gaza.

    Agustus lalu, sebelum pasukan Israel menguasai wilayah yang mereka sebut sebagai “benteng terakhir Hamas”, jalan-jalan di kawasan tersebut masih terlihat utuh.

    Sebaliknya kini, seluruh blok permukiman telah rata dengan tanah setelah dijadikan markas militer Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

    Menurut data Unosat, Pusat Pemantauan Satelit PBB, sebanyak 282.904 rumah dan apartemen di seluruh Gaza telah rusak atau hancur.

    Namun, angka itu dinilai belum mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan, lantaran belum mencantumkan dampak operasi militer terbaru di Kota Gaza.

    Data menunjukkan lonjakan besar tingkat kerusakan terjadi pada pertengahan 2024, bertepatan dengan operasi besar-besaran Israel di Rafah. Gelombang kehancuran serupa diperkirakan menyusul selama pendudukan di Kota Gaza.

    Pemerintah Kota Gaza yang dikelola Hamas menyebut, 90 persen jalan di kota itu telah hancur dan rusak.

    Menurut Peneliti Senior dari Lembaga Kajian RAND Corporation, Shelly Culbertson, upaya membangun kembali rumah-rumah di Gaza dapat memakan waktu puluhan tahun.

    “Setelah pengeboman Israel pada 2014 dan 2021, rekonstruksi berjalan lambat karena Israel membatasi masuknya bahan bangunan yang dianggap bisa disalahgunakan,” ujar Shelly.

    “Andaikata pola sama diterapkan sekarang, prosesnya bisa makan waktu hingga 80 tahun. Jika ada perencanaan matang, waktunya bisa lebih singkat,” lanjut Shelly, seraya mencontohkan tindakan dengan meracang kamp pengungsian yang nantinya bisa berkembang menjadi permukiman permanen.

    Listrik

    Sebelum perang, sistem listrik Gaza sejatinya sudah rapuh. Pemadaman bergilir menjadi hal biasa dan sebagian besar warga hanya menikmati listrik beberapa jam per hari.

    Sebagian besar pasokan listrik berasal dari jaringan ke Israel dan Pembangkit Listrik Gaza berbahan bakar diesel, ditambah panel surya di atap dan fasilitas umum.

    Namun, sejak Israel memutus pasokan listrik ke Gaza pada 11 Oktober 2023, pemadaman listrik total terjadi.

    Satu-satunya pengecualian adalah jalur langsung ke instalasi desalinasi di Gaza selatan, yang beberapa kali tersambung dan terputus kembali hingga Maret 2025.

    Pembangkit listrik utama tak beroperasi karena kekurangan bahan bakar, dan banyak panel surya ikut rusak.

    Getty ImagesPanel surya menyediakan listrik bagi keluarga yang tinggal di tenda-tenda dekat Kota Gaza.

    Laporan bersama Bank Dunia, Uni Eropa, dan PBB memperkirakan lebih dari 80% aset pembangkit dan distribusi listrik hancur atau tidak berfungsi, dengan kerugian lebih dari US$494 juta.

    Perusahaan distribusi listrik Gedco menyebut 70% gedung dan fasilitasnya hancur sejak Oktober 2023.

    Bulan lalu, video yang diverifikasi menunjukkan kantor pusat Gedco terkena serangan.

    Perusahaan itu menyatakan serangan tersebut “secara langsung mengganggu kemampuan perusahaan dalam menjalankan operasional teknis dan administratif.”

    Pertanian

    Citra satelit di timur Jabalia menunjukkan sekitar 4 km persegi lahan pertanian yang diduga kebun zaitun dan jeruk, musnah selama perang.

    Di tengah lahan yang telah rata, terlihat jalan yang dibangun IDF untuk mengakses wilayah utara Kota Gaza.

    BBCDua citra satelit menunjukkan wilayah di sebelah timur Jabalia. Citra satelit pada 6 Oktober 2023 menunjukkan pepohonan hijau yang menutupi sebagian besar lokasi, sementara citra satelit pada 4 Oktober 2025 menunjukkan tanah kecokelatan yang gersang dan jalan baru milik IDF.

    Analis dari Kent State University, He Yin, mengatakan, sebanyak 82,4% tanaman tahunan dan lebih dari 97% tanaman pohon di Gaza telah rusak akibat perang.

    Kemerosotan pertanian, ditambah pembatasan bantuan, menyebabkan krisis pangan parah yang berpuncak pada deklarasi bencana kelaparan di Kota Gaza pada September.

    Menurut Unosat, penurunan ini disebabkan “aktivitas seperti perataan lahan, penggunaan kendaraan berat, pengeboman, dan dinamika perang lainnya.”

    Agar pertanian dapat kembali pulih pulih, Bouverat menyebut lahan harus segera dibersihkan dari bom, peluru, dan ranjau yang belum meledak.

    “Kalau mereka bisa menanam lagi, mereka bisa makan dari hasil sendiri. Semakin cepat itu dilakukan, semakin baik,” ujarnya.

    Pendidikan

    Sebelum perang, sekitar setengah populasi Gaza tercatat berusia di bawah 18 tahun. Alhasil, pembangunan kembali sekolah menjadi kunci agar kehidupan normal dapat pulih.

    Selama perang, bangunan sekolah menjadi tempat berlindung bagi warga yang mengungsi, tapi juga kerap menjadi sasaran IDF yang menuduh fasilitas tersebut digunakan sebagai pusat operasi Hamas.

    Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang sebelumnya mengoperasikan 288 sekolah di Gaza, melaporkan bahwa 91,8% bangunan sekolah memerlukan “rekonstruksi total atau perbaikan besar agar dapat kembali berfungsi.”

    BBCDua citra satelit, satu diabadikan pada 8 Oktober 2023, dan lainnya 14 Oktober 2025, menunjukkan bagaimana dua sekolah hancur total di Beit Lahia.

    Perguruan tinggi juga tak luput dari kehancuran.

    Pada Desember 2023, Universitas al-Azhar di selatan Kota Gaza dihancurkan pasukan Israel. Lokasinya kini menjadi bagian dari Koridor Netzarim, salah satu zona militer yang dibentuk IDF selama perang.

    Nasib serupa menimpa Universitas Israa, hanya dua kilometer dari sana, yang juga dihancurkan setelah sempat dijadikan markas sementara pasukan Israel.

    (ita/ita)

  • Turki Kirim Pakar ke Gaza Bantu Cari Jenazah Sandera Israel

    Turki Kirim Pakar ke Gaza Bantu Cari Jenazah Sandera Israel

    Ankara

    Otoritas Turki telah mengirimkan 81 pakar pemulihan bencana ke wilayah Jalur Gaza saat gencatan senjata berlangsung. Beberapa dari pakar Turki itu akan membantu mencari 19 jenazah sandera yang masih belum ditemukan.

    Pengiriman pakar pemulihan bencana ke Jalur Gaza itu, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025), diungkapkan oleh seorang sumber dari Kementerian Pertahanan Turki pada Kamis (16/10) waktu setempat. Para pakar yang dikirim itu berasal dari Otoritas Penanggulangan Bencana Turki atau AFAD.

    “Sudah ada tim yang terdiri dari 81 staf AFAD di sana,” kata sumber Kementerian Pertahanan Turki tersebut.

    “Satu tim akan bertugas mencari dan menemukan jenazah,” sebutnya.

    AFAD merupakan badan pemerintah yang fokus pada pemulihan bencana dan beroperasi di bawah Kementerian Dalam Negeri Turki.

    “Tugas-tugasnya sudah diketahui: mengirimkan bantuan kemanusiaan, mencari jenazah, dan melindungi gencatan senjata. Namun, belum ada informasi yang jelas tentang bagaimana penanganan tugas-tugas tersebut,” ucap sumber Kementerian Pertahanan Turki.

    Saat ditanya apakah pasukan militer Turki dapat juga terlibat dalam misi serupa di Jalur Gaza, sumber tersebut mengatakan hal semacam itu “lebih merupakan tugas entitas sipil seperti AFAD”. Namun, ditambahkan sumber itu, bahwa secara teori, militer dapat membantu jika diperlukan.

    Para petugas penyelamat AFAD sudah terbiasa beroperasi di medan yang sulit, dan telah merespons berbagai gempa bumi yang mengguncang Turki, termasuk gempa pada Februari 2023 lalu yang mengguncang wilayah selatan negara itu, yang menewaskan sedikitnya 53.000 orang.

    AFAD menyatakan pihaknya telah melaksanakan misi penyelamatan dan bantuan kemanusiaan di lebih dari 50 negara di lima benua dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Somalia, wilayah Palestina, Ekuador, Filipina, Nepal, Yaman, Mozamik, dan Chad.

    Sebelumnya, Israel menuduh Hamas tidak mematuhi kesepakatan soal penyerahan jenazah semua sandera selama gencatan senjata Gaza berlangsung.

    Dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas sejauh ini baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

    Hamas, dalam pernyataannya, mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Namun mereka juga mengakui membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)