Negara: Israel

  • Hamas Usulkan Pembekuan Senjata di Gaza, Israel Bilang Gini

    Hamas Usulkan Pembekuan Senjata di Gaza, Israel Bilang Gini

    Tel Aviv

    Israel menegaskan bahwa kelompok Hamas “akan dilucuti senjatanya” sebagai bagian dari rencana perdamaian Gaza yang disponsori Amerika Serikat (AS). Penegasan itu disampaikan setelah pemimpin senior Hamas kembali menolak perlucutan senjata, tapi bersedia tidak menggunakan senjatanya alias melakukan pembekuan senjata.

    Gencatan senjata Gaza yang berlangsung sejak 10 Oktober lalu, telah menghentikan perang yang berkecamuk selama lebih dari dua tahun terakhir di daerah kantong Palestina tersebut. Namun, gencatan senjata itu tetap rapuh karena Israel dan Hamas saling menuduh setiap hari soal adanya pelanggaran.

    Pemimpin senior Hamas, Khaled Meshaal, dalam wawancara dengan media terkemuka Al Jazeera sebelumnya mengatakan kelompoknya terbuka untuk “pembekuan” senjata, tetapi menolak tuntutan perlucutan senjata total yang diatur dalam rencana perdamaian usulan Presiden AS Donald Trump untuk Jalur Gaza.

    Seorang pejabat pemerintah Israel, yang tidak disebut namanya, seperti dilansir AFP, Jumat (12/12/2025), menanggapi pernyataan terbaru Meshaal tersebut dengan menegaskan Hamas akan dilucuti senjatanya.

    “Tidak akan ada masa depan bagi Hamas di bawah rencana 20 poin tersebut. Kelompok teror itu akan dilucuti senjatanya dan Gaza akan didemiliterisasi,” tegas pejabat pemerintah Israel tersebut saat berbicara kepada AFP.

    Kesepakatan gencatan senjata Gaza terdiri atas tiga tahap, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengindikasikan bahwa gencatan senjata akan segera memasuki tahap kedua.

    Pada tahap kedua, pasukan Israel akan bergerak mundur lebih jauh dari posisi mereka saat ini di Jalur Gaza dan digantikan oleh pasukan stabilisasi internasional (ISF), sementara Hamas akan meletakkan senjatanya.

    Namun, Hamas mengindikasikan kelompoknya tidak akan setuju untuk menyerahkan persenjataannya.

    “Gagasan perlucutan senjata total tidak dapat diterima oleh perlawanan (Hamas). Yang diusulkan adalah pembekuan, atau penyimpanan (senjata)… untuk memberikan jaminan agar tidak ada eskalasi militer apa pun dari Gaza dengan pendudukan Israel,” kata Meshaal dalam wawancara dengan Al Jazeera yang ditayangkan pada Rabu (10/12) waktu setempat.

    “Ini adalah gagasan yang sedang kami diskusikan dengan para mediator, dan saya meyakini bahwa dengan pemikiran pragmatis Amerika… visi seperti itu dapat disepakati dengan pemerintahan AS,” ucapnya.

    “Perlucutan senjata bagi seorang Palestina berarti merampas jiwanya sendiri. Mari kita capai tujuan itu dengan cara lainnya,” tegas Meshaal.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Warga Palestina manfaatkan kendaraan militer Israel terbengkalai untuk pengecasan ponsel

    Warga Palestina manfaatkan kendaraan militer Israel terbengkalai untuk pengecasan ponsel

    Kamis, 4 Desember 2025 08:32 WIB

    Warga Palestina menggunakan sumber daya di dalam kendaraan militer Israel yang terbengkalai untuk pengisian daya telepon genggam di Kota Gaza, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Xinhua/Rizek Abdeljawad/nym.

    Warga Palestina menggunakan sumber daya di dalam kendaraan militer Israel yang terbengkalai untuk pengisian daya telepon genggam di Kota Gaza, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Xinhua/Rizek Abdeljawad/nym.

    Warga Palestina di samping kendaraan militer Israel terbengkalai yang kini dimanfaatkan sebagai tempat pengecasan telepon genggam di Kota Gaza, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Xinhua/Rizek Abdeljawad/nym.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hamas Usulkan Pembekuan Senjata di Gaza, Israel Bilang Gini

    Amnesty International Tuding Hamas Lakukan Kejahatan Kemanusiaan

    Gaza

    Amnesty International menuduh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama dan setelah serangan 7 Oktober 2023 yang memicu perang Gaza. Hamas merespons laporan tersebut dan mengatakannya sebagai ‘kebohongan’.

    “Kelompok bersenjata Palestina melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama serangan mereka di Israel selatan yang dimulai pada 7 Oktober 2023,” kata lembaga pengawas hak asasi manusia itu dalam laporan setebal 173 halaman tersebut seperti dilansir AFP, Jumat (12/12/2025).

    Amnesty mengatakan pembunuhan massal warga sipil pada 7 Oktober sama dengan “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan”.

    Hamas menolak laporan tersebut, dengan mengatakan bahwa laporan itu mengandung “ketidakakuratan dan kontradiksi”.

    “Pengulangan kebohongan dan tuduhan yang dipromosikan oleh pemerintah pendudukan (Israel) mengenai pemerkosaan, kekerasan seksual, dan perlakuan buruk terhadap tawanan jelas menunjukkan bahwa tujuan laporan ini adalah untuk menghasut dan mendistorsi citra perlawanan,” kata kelompok militan itu dalam sebuah pernyataan.

    Organisasi tersebut menyerukan agar Amnesty International mencabut “laporan yang cacat dan tidak profesional” tersebut.

    Amnesty International juga menuduh Israel melakukan genosida dalam kampanye pembalasannya di Gaza. Tuduhan itu dibantah oleh Israel.

    Kelompok hak asasi manusia tersebut mengatakan bahwa Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya di Gaza “terus melakukan pelanggaran dan kejahatan berdasarkan hukum internasional dalam menahan dan memperlakukan sandera dengan buruk serta menahan jenazah yang disita”.

    “Penahanan sandera dilakukan sebagai bagian dari rencana yang dinyatakan secara eksplisit dan dijelaskan oleh pimpinan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya,” demikian pernyataan dalam laporan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (isa/isa)

  • Jika Gabung OECD, Indonesia Tak Lantas Bersahabat dengan Israel

    Jika Gabung OECD, Indonesia Tak Lantas Bersahabat dengan Israel

    Jakarta, Beritasatu.com — Proses aksesi Indonesia menuju keanggotaan penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) tidak akan mengubah posisi politik luar negeri Indonesia terkait Israel.

    Meski mekanisme OECD mensyaratkan persetujuan bulat dari seluruh negara anggota, termasuk Israel, pemerintah memastikan bahwa normalisasi hubungan tidak menjadi konsekuensi otomatis dari proses aksesi tersebut.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa satu-satunya rujukan sikap Indonesia terkait Israel tetap mengacu pada pernyataan resmi Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB mengenai solusi dua negara untuk Palestina.

    “Keanggotaannya tentu membutuhkan unanimous keputusan dari anggota yang lain. Terkait itu, Bapak Presiden sudah jelas dalam pidato di PBB,” ujar Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (11/12/2025).

    Airlangga menegaskan bahwa sikap Indonesia baru dapat berubah apabila Israel menyelesaikan persoalan politiknya dengan Palestina.

    “Apabila Israel menyelesaikan isu secara politik dengan Palestina, maka di situlah proses mengenai Indonesia. Jadi tidak ada statement lain kecuali statement Pak Presiden di dalam pidato PBB,” tegasnya.

    Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa Indonesia mendukung penuh solusi dua negara dan mewajibkan pengakuan negara Palestina sebagai syarat mutlak sebelum Indonesia dapat mempertimbangkan pengakuan terhadap Israel.

    Hal itu diungkapkan Prabowo saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB sebagai bagian dari HUT ke-80 PBB, Selasa (23/9/2025) pagi WIB.

    “Indonesia mendukung solusi dua negara, karena hanya ini yang mendukung terciptanya perdamaian. Jika Israel mau mengakui kemerdekaan Palestina, Indonesia siap mengakui negara Israel dan akan mendukung keamanan untuk Israel,” ujar Prabowo.

    Namun, Airlangga mengungkapkan bahwa proses aksesi Indonesia menuju OECD terus menunjukkan kemajuan.

  • Hamas Usulkan ‘Pembekuan’ Senjata Demi Gencatan Jangka Panjang

    Hamas Usulkan ‘Pembekuan’ Senjata Demi Gencatan Jangka Panjang

    Gaza City

    Pemimpin senior Hamas, Khaled Meshaal, menegaskan penolakan kelompoknya terhadap perlucutan senjata yang diatur dalam rencana perdamaian Gaza yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Namun Meshaal juga mengatakan bahwa Hamas terbuka untuk “pembekuan” senjata para petempurnya.

    Penegasan itu, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025), disampaikan Meshall dalam wawancara dengan media terkemuka Qatar, Al Jazeera, yang ditayangkan pada Rabu (10/12) waktu setempat.

    “Gagasan perlucutan senjata total tidak dapat diterima oleh perlawanan (Hamas). Yang diusulkan adalah pembekuan, atau penyimpanan (senjata)… untuk memberikan jaminan agar tidak ada eskalasi militer apa pun dari Gaza dengan pendudukan Israel,” kata Meshaal dalam wawancara tersebut.

    “Ini adalah gagasan yang sedang kami diskusikan dengan para mediator, dan saya meyakini bahwa dengan pemikiran pragmatis Amerika… visi seperti itu dapat disepakati dengan pemerintahan AS,” ucapnya.

    Kesepakatan gencatan senjata Gaza, yang berlaku sejak 10 Oktober, menghentikan perang yang dimulai setelah serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Tetapi kesepakatan itu tetap rapuh karena Hamas dan Israel saling menuduh hampir setiap hari soal adanya pelanggaran.

    Kesepakatan itu terdiri atas tiga fase, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengindikasikan bahwa gencatan senjata akan segera memasuki fase kedua.

    Pada fase kedua, pasukan Israel akan bergerak mundur lebih jauh dari posisi mereka saat ini di Jalur Gaza dan digantikan oleh pasukan stabilisasi internasional (ISF), sementara Hamas akan meletakkan senjatanya.

    Netanyahu diperkirakan akan bertemu kembali dengan Trump dalam kunjungan ke AS pada akhir bulan ini untuk membahas langkah-langkah selanjutnya dalam gencatan senjata Gaza.

    Namun, Hamas mengindikasikan kelompoknya tidak akan setuju untuk menyerahkan persenjataannya. “Perlucutan senjata bagi seorang Palestina berarti merampas jiwanya sendiri. Mari kita capai tujuan itu dengan cara lainnya,” tegas Meshaal.

    Pada fase pertama gencatan senjata, Hamas berkomitmen membebaskan 48 sandera yang masih hidup dan yang telah meninggal. Semua sandera sejauh ini telah dibebaskan, kecuali satu jenazah sandera.

    Sebagai imbalannya, Israel telah membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina dari penjara-penjaranya dan memulangkan ratusan jenazah warga Palestina yang meninggal.

    Sementara itu, mengenai kehadiran pasukan internasional, Meshaal mengatakan Hamas terbuka untuk penempatannya di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, tetapi tidak akan menyetujuinya beroperasi di dalam wilayah Palestina, yang disebutnya sama saja sebagai “pendudukan”.

    Tonton juga video “Hamas Tolak Pengerahan Pasukan Internasional di Gaza”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Israel Tahan Nyaris 100 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Israel Tahan Nyaris 100 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Militer Israel menahan nyaris 100 warga Palestina dalam operasi penggerebekan di beberapa wilayah sekaligus di Tepi Barat bagian utara pada Rabu (10/12) waktu setempat. Ini menjadi salah satu operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Tel Aviv di wilayah Tepi Barat.

    Sejumlah saksi mata, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (11/12/2025), menuturkan bahwa pasukan Israel menggerebek area Nablus, Salfit, dan beberapa kota di area Jenin, Tulkarem, dan Qalqilya, serta Jericho dan dua kota di Yerusalem Timur yang diduduki.

    Pasukan Israel, menurut seorang koresponden Anadolu di Tepi Barat, menangkap sedikitnya 50 warga Palestina di Nablus, 15 orang di Salfit, 13 orang di Jericho, dan 20 orang lainnya di Yerusalem Timur. Beberapa orang di antaranya dibebaskan setelah diinterogasi di lapangan.

    Di antara mereka yang ditahan di Jenin terdapat Nasser Al-Din Al-Shaer yang merupakan mantan Wakil Perdana Menteri (PM) Otoritas Nasional Palestina dan pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2006-2007 silam.

    Al-Shaer dibebaskan setelah ditahan selama beberapa jam dalam interogasi di lapangan.

    Militer Israel telah meningkatkan serangannya di Tepi Barat sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023 lalu.

    Sedikitnya 1.092 warga Palestina tewas dan nyaris 11.000 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangkaian serangan yang didalangi tentara dan pemukim Israel di Tepi Barat sejak Oktober 2023.

    Lebih dari 21.000 orang juga ditangkap pada periode yang sama di wilayah tersebut.

    Dalam sebuah putusan penting yang dikeluarkan pada Juli tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina merupakan tindakan ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman Yahudi di Tepi Barat juga Yerusalem Timur.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • AS Menyontek Drone Milik Iran Shahed-136

    AS Menyontek Drone Milik Iran Shahed-136

    GELORA.CO –  AS dinilai telah ‘menyontek’ model drone milik Iran.Juru bicara Angkatan Bersenjata Iran mengatakan replikasi drone Shahed-136 oleh Washington sama saja sebagai pengakuan atas superioritas Teheran dalam teknologi pesawat tanpa awak.

    “Tidak ada kehormatan yang lebih besar daripada melihat mereka yang mengklaim sebagai kekuatan global berlutut di hadapan Shahed-136 Iran dan mencoba menirunya,” kata Brigadir Jenderal Abolfazl Shekarchi, wakil bidang kebudayaan Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran, di sela-sela kunjungan ke pameran kedirgantaraan IRGC pada Selasa.

    “Angkatan bersenjata Iran – khususnya Angkatan Udara IRGC – adalah duri dalam daging sistem hegemoni global,” katanya.

    Merujuk pada perang 12 hari yang dipaksakan Israel terhadap Iran pada Juni, Shekarchi mengatakan musuh bisa dikalahkan meskipun memiliki sistem pertahanan paling canggih dan dukungan penuh dari Amerika Serikat. Pada akhirnya, mereka berupaya mengakhiri perang melalui ‘permintaan dan pesan.’

    Ia menambahkan bahwa Iran sejak itu telah mengatasi kekurangan, memperkuat kemampuannya, dan sekarang jauh lebih siap daripada pada hari pertama agresi.

    Wall Street Journal melaporkan pekan lalu bahwa Pentagon mengerahkan drone baru ke wilayah Timur Tengah yang merupakan salinan dari versi Iran.

    Industri rudal

    Sementara itu Kementerian Pertahanan Iran mengaku telah berhasil meminimalkan ketergantungan pada negara asing dalam industri rudal sehingga sanksi internasional tidak lagi berdampak signifikan terhadap kemampuan pertahanan Teheran.

    Juru Bicara Kementerian Pertahanan Reza Talaei-Nik menegaskan bahwa teknologi rudal Iran kini semakin mandiri.

    “Sanksi tidak akan memengaruhi pertumbuhan teknologi kekuatan rudal Iran karena ketergantungan industri rudal pada negara asing telah diminimalkan berkat teknologi yang sepenuhnya diindigenisasi,” ujarnya seperti dikutip kantor berita Mehr awal pekan ini.

    Ia menekankan bahwa proses kemandirian tersebut dicapai melalui pengembangan teknologi lokal yang berlangsung selama bertahun-tahun, termasuk penguatan kapasitas produksi dalam negeri untuk sistem pertahanan strategis.

  • Setahun Setelah Assad, Bagaimana Situasi Suriah Kini?

    Setahun Setelah Assad, Bagaimana Situasi Suriah Kini?

    Jakarta

    Tanggal 8 Desember 2025 menandakan genap setahun sejak rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad tumbang. Selama lebih dari 50 tahun dinasti Alawi itu berkuasa, dimulai oleh Hafez al-Assad sejak 1971 dan dilanjutkan putranya, Bashar, pada tahun 2000. Kekuasaan lalim dinasti Assad berakhir perlahan, dimulai dari gerakan Musim Semi Arab pada 2011 yang kemudian berkembang menjadi perang saudara brutal hampir 14 tahun.

    Kejatuhan Assad terjadi pada 8 Desember 2024 melalui serangan kilat kelompok milisi oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang nyaris tanpa perlawanan berarti. Assad dikabarkan melarikan diri ke Moskow melalui pangkalan militer Rusia.

    Pada Januari berikutnya, pemimpin HTS Ahmad al-Sharaa, yang sempat menghuni daftar teror Amerika Serikat, ditunjuk sebagai presiden sementara Suriah. Setahun berlalu, berbagai perubahan terjadi, tetapi tantangan besar masih membayangi seisi negeri.

    Aman tapi genting

    Saat ini, tidak ada lagi serangan udara militer Rusia atau pengeboman terhadap fasilitas kesehatan, yang dulu menjadi simbol kekejaman pasukan pemerintah. Namun, laporan Dewan Keamanan PBB pada November menyebut Suriah masih menghadapi “lanskap keamanan yang terfragmentasi”.

    Ibu kota Damaskus dikabarkan relatif tenang, dan tingkat kekerasan dilaporkan menurun tajam, bahkan mencapai titik terendah pada pertengahan November. Meski demikian, bentrokan masih terjadi antara pasukan pemerintah yang baru dan kelompok lain di berbagai wilayah, termasuk kelompok Kurdi dan Druze. Sisa-sisa pendukung Assad juga masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi, sementara kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) memanfaatkan celah keamanan untuk memperluas jejaringnya.

    Badan Suaka Uni Eropa mencatat, otoritas baru Suriah belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah negeri. Insiden pelanggaran hukum, kriminalitas, dan aksi balas dendam masih sering dilaporkan.

    Jalan panjang menuju keadilan

    Kekerasan yang masih terjadi sebagian dipicu aksi balas dendam terhadap mereka yang dituduh berkolaborasi dengan rezim lama. Karena itu, keadilan transisi dinilai krusial, demi membongkar semua kejahatan dari era Assad, tulis wadah pemikir Syria Justice and Accountability Centre (SJAC) di Washington, September silam.

    Namun, SJAC menilai progres masih timpang. Ketika komisi pencari orang hilang relatif aktif, proses penyelidikan kejahatan rezim dinilai “berjalan lambat karena minim dukungan pemerintah pusat.”

    Kelompok hak asasi juga mengkritik fokus penyelidikan yang dinilai hanya menyasar kejahatan era Assad, tanpa menelaah dugaan pelanggaran oleh kelompok lain, termasuk HTS.

    Demokrasi di usia prematur

    Suriah menggelar pemilu parlemen yang relatif lebih bebas awal tahun ini, meskipun belum dilakukan secara langsung dan masih melalui mekanisme majelis pemilih. Al-Sharaa akan tetap menjabat presiden sementara hingga konstitusi baru disahkan.

    Penyusunan konstitusi tengah berlangsung disertai dialog nasional. Namun, perbedaan pandangan antara pemerintah sementara dan berbagai kelompok masyarakat masih tajam. Sejumlah pengamat juga mengkhawatirkan kuatnya konsolidasi kekuasaan di tangan al-Sharaa, dan betapa sang penguasa berlaku kian lalim.

    Analis menilai masih terlalu dini membicarakan demokrasi di negeri yang masih dipenuhi konflik tersevzt. Meski demikian, kemunculan institusi-institusi baru dipandang sebagai langkah awal bagi Suriah untuk kembali ke arena politik elektoral, dengan risiko masa depan yang masih terbuka antara demokratisasi atau kembalinya otoritarianisme.

    Diplomasi: Terbuka tapi rentan

    Perubahan paling mencolok terlihat dalam diplomasi luar negeri. Kantor-kantor perwakilan di seluruh dunia kembali dibuka, dan pejabat tinggi kembali aktif melakukan kunjungan internasional. Al-Sharaa, yang sebelumnya masuk daftar sanksi dan pernah diburu dengan hadiah jutaan dolar, kini bahkan berpidato di depan Majelis Umum PBB dan menjadi pemimpin Suriah pertama yang mengunjungi Gedung Putih sejak 1946.

    Suriah juga menjalin komunikasi dengan seluruh anggota tetap Dewan Keamanan PBB, termasuk Rusia dan Cina. Namun, operasi militer Israel di wilayah Suriah masih menjadi sumber ketegangan utama, yang menurut PBB mengancam transisi politik dan keamanan rapuh negara tersebut.

    Kepulangan menuju reruntuhan

    Sekitar 2,9 juta warga Suriah tercatat telah kembali, baik dari pengungsian di dalam negeri maupun luar negeri. Akan tetapi, kebanyakan pengungsi akan pulang ke kampung halaman yang telah hancur. Hampir semua pemukiman penduduk mengalami kerusakan infrastruktur, dengan sekolah dan rumah sakit yang tak berfungsi, atau maraknya sengketa kepemilikan lahan.

    Lebih dari separuh jaringan air dan sebagian besar jaringan listrik nasional rusak atau tidak beroperasi. Biaya rekonstruksi diperkirakan mencapai 250–400 miliar dolar AS. Meski ada tanda-tanda pemulihan, seperti renovasi ratusan sekolah dan penambahan aliran listrik di beberapa wilayah, dampaknya belum merata.

    Secara ekonomi, sekitar seperempat warga Suriah masih hidup dalam kemiskinan ekstrem. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sekitar 1 persen pada 2025, ditopang pencabutan sanksi era Assad dan investasi dari negara-negara Teluk. Namun, dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari warga dinilai masih belum terasa.

    Setahun setelah kejatuhan Assad, Suriah memang memasuki babak baru. Namun, jalan menuju stabilitas, keadilan, dan kesejahteraan masih panjang dan penuh ketidakpastian.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid


    (ita/ita)

  • Dituduh Lempar Batu, 2 Warga Palestina Dibunuh Pasukan Israel di Tepi Barat

    Dituduh Lempar Batu, 2 Warga Palestina Dibunuh Pasukan Israel di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Pasukan Israel membunuh dua warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Kedua warga Palestina tersebut dituduh melempar batu.

    Dilansir AFP, Senin (8/12/2025), Kementerian Kesehatan Palestina mengonfirmasi kejadian itu. Salah satu korban dilaporkan tewas pada Senin waktu setempat.

    Insiden itu disebut terjadi pada Minggu (7/12) malam. Pihak militer Israel mengatakan bahwa dalam operasi pada hari itu, tiga orang melemparkan batu ke arah mobil-mobil di jalan dekat kota Azzun.

    “Tentara membalas dengan tembakan ke arah mereka; satu dari mereka berhasil dilumpuhkan, dan yang lainnya dinetralisir,” kata militer dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa orang ketiga telah “ditangkap”.

    Seorang sumber keamanan Israel mengatakan kepada AFP bahwa salah satu warga Palestina, yang menurut militer Israel telah dinetralisir, meninggal karena luka-lukanya. Sementara itu orang ketiga masih ditahan.

    Lihat juga Video ‘Korban Tewas di Gaza Terus Berjatuhan, Kini Sudah Tembus 70 Ribu Orang’:

    (maa/jbr)

  • Iran Adili Pria Asal Eropa yang Dituduh Jadi Mata-mata Israel

    Iran Adili Pria Asal Eropa yang Dituduh Jadi Mata-mata Israel

    Teheran

    Otoritas kehakiman Iran mengatakan seorang pria asal Eropa, yang memiliki kewarganegaraan ganda, menjalani persidangan atas tuduhan menjadi mata-mata untuk Israel. Pria asing itu ditangkap otoritas Teheran saat perang selama 12 hari berkecamuk melawan Israel pada Juni lalu.

    Kantor berita Mizan Online, yang dikelola otoritas kehakiman Iran, seperti dilansir AFP, Senin (8/12/2025), tidak menyebutkan nama terdakwa. Hanya disebutkan bahwa terdakwa merupakan “seseorang dengan kewarganegaraan ganda yang tinggal di sebuah negara Eropa” dan ditangkap selama perang pada Juni lalu.

    Disebutkan juga bahwa pengadilan Iran telah mulai menyidangkan kasusnya, di mana dia dituduh melakukan “kerja sama intelijen dan spionase untuk kepentingan rezim Zionis”.

    Menurut laporan Mizan Online, terdakwa memasuki wilayah Iran sekitar satu bulan sebelum perang terjadi, di mana Israel melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran. Rentetan serangan Israel menghantam situs-situs militer dan nuklir Teheran, serta kawasan permukiman.

    Serangan itu memicu perang selama 12 hari, dengan Iran melancarkan serangan drone dan rudal sebagai balasan terhadap Israel, dan kemudian menyaksikan Amerika Serikat (AS) bergabung dengan Tel Aviv dalam menyerang situs nuklir Teheran.

    Mizan Online melaporkan bahwa penyelidikan menunjukkan terdakwa telah melakukan kontak dengan Mossad, badan intelijen Israel, dan telah mendapatkan pelatihan sebagai agen di “ibu kota beberapa negara Eropa dan wilayah pendudukan”.

    “Peralatan spionase dan intelijen canggih ditemukan pada saat penangkapannya dan di vila tempat dia menginap,” tambah Mizan Online dalam laporannya.

    Selama perang berkecamuk, otoritas Iran mengumumkan setidaknya tiga penangkapan warga Eropa, termasuk Lennart Monterlos, seorang pesepeda berkewarganegaraan Prancis-Jerman berusia 19 tahun, yang kemudian dibebaskan.

    Pada Oktober lalu, Iran mengesahkan undang-undang yang memperberat hukuman bagi mereka yang terbukti menjadi mata-mata untuk Israel dan AS.

    Kantor berita resmi IRNA melaporkan pada saat itu bahwa “semua bantuan yang disengaja dikutuk sebagai korupsi di muka Bumi” — salah satu tuduhan paling serius di Iran, yang memiliki ancaman hukuman mati.

    Sejak perang terjadi, Iran bersumpah untuk segera mengadili mereka yang ditangkap karena dicurigai bekerja sama dengan Israel, mengumumkan sejumlah penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai menjadi mata-mata Israel, dan mengeksekusi mati beberapa orang yang terbukti bersalah atas tuduhan itu.

    Lihat juga Video ‘Alasan Iran Masih Ogah Kerja Sama dengan AS’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)