Negara: Israel

  • Kenapa Rusia Tak Bersikap saat Voting DK PBB Atas Resolusi Damai Gaza?

    Kenapa Rusia Tak Bersikap saat Voting DK PBB Atas Resolusi Damai Gaza?

    Jakarta

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui resolusi terkait perdamaian di Gaza yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Rusia dan China memilih untuk tidak bersikap atau abstain.

    Dilansir AFP, Selasa (18/11/2025), resolusi itu berhasil disetujui dengan 13 suara dukungan, dari total 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, dalam voting pada Senin (17/11) waktu setempat. Tidak ada veto, namun dua suara abstain diberikan oleh China dan Rusia.

    Resolusi itu, yang direvisi beberapa kali sebagai hasil negosiasi berisiko tinggi, “mendukung” rencana perdamaian usulan Trump, yang mewujudkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza sejak 10 Oktober lalu.

    Alasan Rusia Pilih Abstain

    Rusia, yang memiliki hak veto dan memilih abstain, sempat mengedarkan draf resolusi untuk menyaingi resolusi rancangan AS tersebut. Moskow beralasan bahwa resolusi yang dirancang oleh Washington tidak cukup mendukung pembentukan negara Palestina.

    Draf resolusi yang disusun Rusia, yang telah dilihat oleh AFP, meminta Dewan Keamanan PBB untuk menyatakan “komitmen teguh terhadap visi solusi dua negara”.

    Resolusi usulan Moskow itu tidak mengatur soal pembentukan Dewan Perdamaian atau pengerahan pasukan internasional untuk saat ini, melainkan meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menawarkan “sejumlah opsi” terkait isu-isu tersebut.

    “Para anggota Dewan Keamanan, dalam praktiknya, tidak diberi waktu untuk melakukan pekerjaan dengan itikad baik,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, dalam pernyataannya

    “Dokumen AS itu seperti babi dalam kantong. Intinya, Dewan memberikan restunya kepada inisiatif AS berdasarkan janji-janji Washington, dengan memberikan kendali penuh atas Jalur Gaza kepada Dewan Perdamaian,” ucap Nebenzya mengkritik resolusi rancangan AS.

    Istilah “babi dalam kantong” merujuk pada idiom yang berarti menerima sesuatu tanpa mengetahui sifat asli atau tanpa memeriksanya terlebih dahulu.

    Resolusi Dewan Keamanan PBB itu mendukung rencana perdamaian Gaza yang mengatur pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) yang akan bekerja sama dengan Israel dan Mesir, serta polisi Palestina yang baru dilatih, untuk mengamankan wilayah perbatasan dan demiliterisasi Jalur Gaza.

    Resolusi itu juga mendukung pembentukan Dewan Perdamaian, badan pemerintahan transisi untuk Gaza — yang secara teoretis akan diketuai Trump — dengan mandat yang berlaku hingga akhir tahun 2027.

    Resolusi rancangan AS itu menyebutkan kemungkinan negara Palestina di masa depan, namun dengan bahasa yang berbelit-belit.

    Disebutkan dalam resolusi itu bahwa setelah Otoritas Palestina melaksanakan reformasi yang diminta dan pembangunan kembali Gaza berlangsung, “kondisi akhirnya mungkin tersedia untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan status negara Palestina”.

    Resolusi PBB soal Gaza

    Dilansir Middle East Eye, resolusi tersebut, yang kini dijuluki DK PBB 2803, menyatakan bahwa “kondisi saat ini memungkinkan menentukan jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina” jika Otoritas Palestina (PA) menjalani reformasi, dan pembangunan kembali Gaza “telah maju”.

    Washington awalnya tidak memasukkan referensi tentang penentuan nasib sendiri Palestina, tetapi membuat perubahan tersebut untuk menenangkan negara-negara Muslim dan Arab, yang diharapkan akan menyediakan pasukan untuk “Pasukan Stabilisasi Internasional” di wilayah kantong tersebut.

    Secara resmi, baik Israel maupun AS telah mempertahankan kebijakan di atas kertas sejak awal 1990-an yang mengupayakan solusi dua negara bagi Israel dan Palestina. Namun, koalisi sayap kanan Netanyahu, serta pemerintahan sayap kanan Trump, secara efektif telah sepenuhnya menepis gagasan tersebut.

    Untuk diketahui, resolusi AS ini terdiri dari rencana 20 poin Trump untuk wilayah Gaza. Dalam resolusi itu, tertulis aturan pasukan keamanan akan melapor kepada “dewan perdamaian” mengenai kondisi Gaza. Dewan Perdamaian itu diketuai oleh Trump.

    AS juga telah mendirikan pusat koordinasi militer di Israel untuk mengawasi gencatan senjata, meskipun, kata Hamas, Israel telah melanggar gencatan senjata tersebut lebih dari 250 kali.

    Hamas Tolak Resolusi untuk Gaza

    Hamas mengatakan mereka menolak resolusi PBB. Resolusi PBB itu menyerukan pengerahan pasukan internasional di Gaza. Apa alasannya?

    Hamas menilai resolusi itu gagal menghormati “tuntutan dan hak” rakyat Palestina. Dia mengatakan resolusi itu sama sekali tidak memenuhi tuntutan dan hak rakyat Palestina.

    “Resolusi ini tidak memenuhi tuntutan dan hak politik serta kemanusiaan rakyat Palestina kami,” kata kelompok militan tersebut.

    Pernyataan tersebut juga mengecam pembentukan pasukan internasional yang “misinya mencakup pelucutan senjata” kelompok-kelompok Palestina di Gaza.

    “Resolusi tersebut memaksakan perwalian internasional di Jalur Gaza, yang ditolak oleh rakyat kami, pasukannya, dan kelompok-kelompok konstituennya,” lanjut pernyataan tersebut.

    Palestina Sambut Resolusi PBB

    Otoritas Palestina menyambut baik resolusi DK PBB yang mendukung rencana perdamaian Gaza yang diusulkan Donald Trump untuk mengakhiri perang.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina, Varsen Aghabekian Shahin, seperti dilansir Reuters, Selasa (18/11), menyebut resolusi yang didukung mayoritas anggota Dewan Keamanan PBB itu menjadi langkah awal yang penting dalam perjalanan panjang menuju perdamaian.

    “Resolusi PBB itu merupakan langkah awal dalam perjalanan panjang menuju perdamaian,” sebut Shahin saat berbicara kepada wartawan di sela-sela kunjungan ke Manila.

    “Langkah itu diperlukan karena kita tidak dapat memulai apa pun sebelum kita mencapai gencatan senjata,” ujarnya.

    Shahin mengatakan bahwa masih ada isu-isu lainnya yang perlu dibahas, termasuk penentuan nasib sendiri oleh rakyat Palestina dan kemungkinan kemerdekaan Palestina. Dia juga menyebut proses implementasi rencana perdamaian Trump harus diatur oleh hukum internasional.

    Lebih lanjut dikatakan oleh Shahin bahwa meskipun rencana Trump mengisyaratkan kemungkinan pembentukan negara Palestina, yang hanya terjadi setelah Otoritas Palestina melakukan reformasi, isu tersebut dapat dibahas kemudian.

    “Selama elemen-elemen ini ada, kami senang dengan langkah pertama ini,” katanya.

    Otoritas Palestina, yang berbasis di Ramallah, menyambut baik resolusi Dewan Keamanan PBB itu dan menyatakan kesiapan untuk berpartisipasi dalam rencana perdamaian Trump, yang tidak menguraikan peran yang jelas bagi Otoritas Palestina dan hanya merujuk secara samar-samar mengenai status negara Palestina.

    Lihat juga Video: Para Menlu OKI ke Rusia Bahas Gencatan Senjata Hamas-Israel

    Halaman 2 dari 3

    (lir/lir)

  • Putra Mahkota Saudi Pangeran MBS Terima Surat dari Presiden Iran Sehari Sebelum Berangkat ke AS

    Putra Mahkota Saudi Pangeran MBS Terima Surat dari Presiden Iran Sehari Sebelum Berangkat ke AS

    GELORA.CO –  Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menerima surat dari presiden Iran. Kantor berita pemerintah Saudi, SPA, melaporkan Pangeran MBS menerima surat dari Presiden Masoud Pezeshkian sehari sebelum kunjungan penguasa de facto Saudi tersebut ke AS. Kunjungan Pangeran MBS untuk berunding dengan Presiden Donald Trump.

    Kantor berita pemerintah tersebut tidak menjelaskan isi surat tersebut atau apakah surat tersebut terkait dengan kunjungan ke AS.

    Namun, Surat ini menunjukkan hubungan kedua negara yang intens berkomunikasi.  Surat dari Iran juga bukanlah pertama kali. Pada 2023, pemerintah Iran mengirim surat ditujukan kepada Raja Saudi Salman dan Pangeran MBS terkait kerja sama kedua negara. 

    Tidak menutup kemungkinan surat itu juga terkait dengan kunjungan Pangeran MBS ke AS.  Selama ini Iran terus mendapatkan tekanan dari Paman Sam, dari mulai sanksi ekonomi hingga persoalan nuklir. 

    Seperti dilansir laman Reuters, Pangeran MBS diyakini berbicara dengan Presiden AS Donald Trump untuk memperdalam kerja sama yang telah terjalin selama puluhan tahun di bidang minyak dan keamanan. Saudi diyakini juga ingin memperluas hubungan di bidang perdagangan, teknologi, dan, berpotensi, energi nuklir.

    Ini akan menjadi kunjungan pertama Putra Mahkota Mohammed bin Salman ke AS sejak pembunuhan kritikus Saudi, Jamal Khashoggi, oleh agen-agen Saudi pada tahun 2018, yang memicu kegemparan global. Intelijen AS menyimpulkan bahwa MBS menyetujui penangkapan atau pembunuhan Khashoggi, seorang kritikus terkemuka.

    MBS membantah telah memerintahkan operasi tersebut tetapi mengakui tanggung jawabnya sebagai penguasa de facto kerajaan.

    Bergerak maju

    Lebih dari tujuh tahun kemudian, ekonomi terbesar di dunia dan produsen minyak terbesar di dunia ingin bergerak maju. Trump berupaya menagih janji investasi Saudi senilai $600 miliar yang disampaikannya saat kunjungan Trump ke kerajaan tersebut pada bulan Mei.

    Ia enggan menyinggung isu hak asasi manusia selama kunjungan tersebut.

    Sementara pemimpin Saudi tersebut mengupayakan jaminan keamanan di tengah gejolak regional dan menginginkan akses ke teknologi kecerdasan buatan serta kemajuan menuju kesepakatan program nuklir sipil.

    Berbicara kepada wartawan pada Senin, Trump mengonfirmasi bahwa ia berencana untuk menyetujui penjualan jet tempur F-35 canggih buatan AS ke Arab Saudi yang telah diupayakan oleh kerajaan tersebut. “Saya akan mengatakan bahwa kami akan melakukannya,” ujarnya menjawab pertanyaan.

    Penjualan semacam itu akan menandai perubahan kebijakan yang signifikan, yang berpotensi mengubah keseimbangan militer di Timur Tengah.

    Penjualan ini juga akan menguji definisi Washington tentang komitmen jangka panjang mempertahankan apa yang disebut AS sebagai “keunggulan militer kualitatif” Israel atas negara-negara tetangganya. AS menjadi pemasok utama F-35 Israel. 

    Fokus pada kesepakatan pertahanan

    Amerika Serikat dan Arab Saudi telah lama bersepakat agar kerajaan menjual minyak dengan harga yang menguntungkan dan agar negara adidaya tersebut menyediakan keamanan sebagai gantinya.

    Namun kekhawatiran muncul pada September, ketika Israel menyerang Doha, Qatar.

    Banyak analis, diplomat, dan pejabat regional yakin Saudi akan mengupayakan pakta pertahanan yang diratifikasi oleh Kongres AS dalam negosiasi baru-baru ini. Meski, Washington telah menetapkan syarat yakni kerajaan tersebut mesi menormalisasi hubungan dengan Israel. Saudi menolak melakukan normalisasi sampai Palestina merdeka. 

    “Trump menginginkan normalisasi (Saudi dengan Israel) dan Arab Saudi menginginkan pakta pertahanan penuh, tetapi keadaan tidak memungkinkan. Pada akhirnya, kedua belah pihak kemungkinan tidak akan mendapatkan semua yang diinginkan. Itulah diplomasi.”

    Dennis Ross, mantan negosiator Timur Tengah untuk pemerintahan Demokrat dan Republik yang kini bekerja di Washington Institute for Near East Policy, mengatakan ia memperkirakan akan ada perintah eksekutif yang akan meminta AS dan Saudi untuk segera berkonsultasi tentang apa yang harus dilakukan dalam menanggapi ancaman . Meski sepertinya konsultasi itu tanpa mewajibkan Washington untuk secara aktif membela Riyadh.

    “Hal itu bisa berupa pemberian berbagai bantuan, penggantian senjata, pengerahan baterai rudal defensif seperti THAAD atau Patriot, pengerahan pasukan angkatan laut dengan unit Marinir, hingga partisipasi aktif dalam pertempuran dengan cara ofensif, bukan hanya defensif,” ujarnya.

    Kesepakatan penting di tengah persaingan regional

    Riyadh juga telah mendesak kesepakatan di bidang energi nuklir dan kecerdasan buatan dalam rencana Visi 2030 yang ambisius untuk mendiversifikasi ekonominya dan memperkuat posisinya relatif terhadap para pesaing regional.

    Mendapatkan persetujuan untuk memperoleh chip komputer canggih akan sangat penting bagi rencana kerajaan untuk menjadi simpul pusat dalam AI global dan untuk bersaing dengan Uni Emirat Arab. Abu Dhabi pada Juni menandatangani kesepakatan pusat data senilai miliaran dolar AS yang memberinya akses ke chip kelas atas.

    MBS juga ingin mencapai kesepakatan dengan Washington mengenai pengembangan program nuklir sipil Saudi, sebagai bagian dari upayanya untuk melakukan diversifikasi dari minyak.

    Kesepakatan semacam itu akan membuka akses ke teknologi nuklir AS dan jaminan keamanan, serta membantu Arab Saudi sejajar dengan UEA, yang memiliki program nuklir sendiri, dan musuh bebuyutannya, Iran.

  • Palestina Sambut Resolusi PBB Soal Gaza: Langkah Awal Perdamaian

    Palestina Sambut Resolusi PBB Soal Gaza: Langkah Awal Perdamaian

    Ramallah

    Otoritas Palestina menyambut baik resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendukung rencana perdamaian Gaza yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri perang.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Palestina, Varsen Aghabekian Shahin, seperti dilansir Reuters, Selasa (18/11/2025), menyebut resolusi yang didukung mayoritas anggota Dewan Keamanan PBB itu menjadi langkah awal yang penting dalam perjalanan panjang menuju perdamaian.

    Dewan Keamanan PBB, pada Senin (17/11) waktu setempat, mengadopsi resolusi rancangan AS itu, yang mengatur pengerahan pasukan keamanan multinasional ke Jalur Gaza dan memberlakukan mekanisme perlindungan internasional untuk wilayah yang porak-poranda akibat perang selama dua tahun terakhir.

    “Resolusi PBB itu merupakan langkah awal dalam perjalanan panjang menuju perdamaian,” sebut Shahin saat berbicara kepada wartawan di sela-sela kunjungan ke Manila.

    “Langkah itu diperlukan karena kita tidak dapat memulai apa pun sebelum kita mencapai gencatan senjata,” ujarnya.

    Shahin mengatakan bahwa masih ada isu-isu lainnya yang perlu dibahas, termasuk penentuan nasib sendiri oleh rakyat Palestina dan kemungkinan kemerdekaan Palestina. Dia juga menyebut proses implementasi rencana perdamaian Trump harus diatur oleh hukum internasional.

    Lebih lanjut dikatakan oleh Shahin bahwa meskipun rencana Trump mengisyaratkan kemungkinan pembentukan negara Palestina, yang hanya terjadi setelah Otoritas Palestina melakukan reformasi, isu tersebut dapat dibahas kemudian.

    “Selama elemen-elemen ini ada, kami senang dengan langkah pertama ini,” katanya.

    Otoritas Palestina, yang berbasis di Ramallah, menyambut baik resolusi Dewan Keamanan PBB itu dan menyatakan kesiapan untuk berpartisipasi dalam rencana perdamaian Trump, yang tidak menguraikan peran yang jelas bagi Otoritas Palestina dan hanya merujuk secara samar-samar mengenai status negara Palestina.

    Negara-negara Eropa dan Arab menyatakan bahwa Jalur Gaza harus diperintah oleh Otoritas Palestina, dan harus ada jalur yang jelas menuju kemerdekaan Palestina.

    Pemerintah Israel, yang menentang gagasan negara Palestina merdeka, menolak keterlibatan apa pun dari Otoritas Palestina.

    Lihat Video: Tok! PBB Setujui Pengerahan Pasukan Internasional di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Akan Sambut Putra Mahkota Saudi, Pertama Sejak Pembunuhan Khashoggi

    Trump Akan Sambut Putra Mahkota Saudi, Pertama Sejak Pembunuhan Khashoggi

    Washington DC

    Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), akan menerima sambutan mewah dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa (18/11) waktu setempat. Ini menjadi kunjungan pertama MBS ke AS sejak kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tahun 2018 lalu.

    Trump dan MBS diperkirakan akan menandatangani kesepakatan pertahanan dan nuklir antara kedua negara.

    Trump, seperti dilansir AFP, Selasa (18/11/2025), diperkirakan akan menggelar karpet merah untuk MBS yang disertai penerbangan jet-jet tempur AS, tembakan meriam, dan jamuan makan malam — memberikan kesempatan kepada sang Pangeran Saudi untuk menikmati jamuan makan malam kenegaraan, meskipun dia bukan kepala negara.

    Sejak kembali menjabat di Gedung Putih pada Januari lalu, Trump memprioritaskan peningkatan hubungan dengan Riyadh. Pada Senin (17/11), dia mengatakan dirinya akan menjual jet tempur siluman F-35 buatan AS kepada Saudi, meskipun ada kekhawatiran dari Israel.

    Di bidang lainnya yang pernah diperdebatkan, menurut sumber yang mengetahui negosiasi kedua negara, dia akan menandatangani kesepakatan tentang kerangka kerja sama nuklir.

    Trump juga akan mendorong MBS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, seiring dia mengupayakan kesepakatan perdamaian Timur Tengah yang lebih luas setelah perang Gaza diakhiri.

    “Kita lebih dari sekadar bertemu. Kita menghormati Arab Saudi, sang Putra Mahkota,” kata Trump kepada wartawan di dalam pesawat kepresidenan AS, Air Force One, pada Jumat (14/11) ketika ditanya tentang kunjungan tersebut.

    Di sisi lain, MBS menantikan awal baru dalam kunjungan pertamanya ke AS sejak pembunuhan Khashoggi oleh agen-agen Saudi yang memicu kemarahan global. Kasus itu sempat memperburuk hubungan antara Riyadh dan Washington, karena intelijen AS mengindikasikan MBS menyetujui operasi pembunuhan itu — sebuah tuduhan yang dibantah otoritas Saudi.

    Namun, pangeran berusia 40 tahun ini menjalin hubungan dekat dengan Trump dan keluarganya selama bertahun-tahun. Hubungan itu dipererat dengan sambutan mewah dan janji investasi US$ 600 miliar ketika Trump berkunjung ke Riyadh pada Mei lalu.

    MBS juga memiliki agenda mengupayakan jaminan keamanan AS setelah serangan Israel terhadap Qatar, sekutu dekat AS, pada September lalu mengguncang kawasan Teluk. Selain mengincar jet tempur siluman F-35, Riyadh juga berniat membeli sistem pertahanan udara dan rudal canggih AS.

    Namun, Saudi dinilai kemungkinan besar tidak akan menyetujui normalisasi dengan Israel pada tahap ini. Potensi langkah Riyadh menuju normalisasi dengan Tel Aviv, dengan imbalan jaminan keamanan dan energi tertunda setelah perang Gaza berkecamuk tahun 2023 lalu.

    Saudi tampaknya tidak ingin mengalah tanpa adanya kemajuan dalam upaya internasionalnya untuk pembentukan negara Palestina.

    Lihat juga Video: Konfrontasi Biden ke Putra Mahkota Saudi soal Pembunuhan Khashoggi

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Penerbangan Misterius ke Afsel, Warga Gaza Ngaku Bayar Rp 33 Juta

    Penerbangan Misterius ke Afsel, Warga Gaza Ngaku Bayar Rp 33 Juta

    Johannesburg

    Warga Gaza, yang tiba secara misterius di Afrika Selatan (Afsel) pekan lalu, mengatakan bahwa mereka telah membayar sebesar US$ 2.000 (Rp 33,5 juta) per kursi untuk bisa terbang ke negara tersebut, meninggalkan daerah kantong Palestina yang dilanda perang.

    Penerbangan itu diatur oleh sebuah organisasi yang menawarkan jalan keluar dari Jalur Gaza yang hancur akibat perang antara Israel dan Hamas.

    Pada Kamis (13/11) pekan lalu, pesawat carteran yang mengangkut 153 warga Gaza mendarat di Johannesburg. Warga Gaza itu sempat tertahan 12 jam di dalam pesawat, karena tidak memiliki kelengkapan dokumen resmi untuk masuk ke wilayah Afsel, sebelum diperbolehkan turun.

    Otoritas Afsel, seperti dilansir Reuters, Selasa (18/11/2025), menduga penerbangan semacam itu merupakan bagian dari upaya untuk mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza.

    Dua warga Palestina di antaranya yang diwawancarai Reuters mengatakan bahwa mereka melihat iklan online dari sebuah organisasi bernama Al-Majd Europe yang menawarkan kesempatan untuk meninggalkan Jalur Gaza. Mereka mengakui mendaftar sekitar enam bulan lalu.

    Penawaran itu hanya terbuka untuk keluarga dan mengharuskan para pemohon memiliki paspor.

    Saat mencoba menghubungi organisasi itu, Reuters tidak mendapatkan respons. Namun menurut penuturan dua warga Palestina itu, mereka menerima pesan dari Al-Majd Europe melalui WhatsApp yang memberitahu mereka bahwa izin keamanan telah diterbitkan.

    Mereka, bersama warga Palestina lainnya, meninggalkan Jalur Gaza dengan bus dengan melewati perlintasan perbatasan Kerem Shalom yang dikontrol Israel, sebelum diterbangkan keluar dari Bandara Ramon. Mereka tiba di Afsel pada 13 November lalu.

    Dari 153 warga Gaza yang mendarat di Afsel, sebanyak 130 orang di antaranya diproses untuk masuk ke negara itu dengan visa 90 hari. Sedangkan 23 orang lainnya melanjutkan penerbangan ke tujuan akhir mereka.

    Afrika Selatan Selidiki Kedatangan Misterius Warga Gaza

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Afsel, Ronald Lamola, mengatakan bahwa pemerintahannya sedang menyelidiki apa yang disebutnya sebagai keadaan yang mencurigakan dari kedatangan pesawat yang membawa banyak warga Gaza tersebut.

    “Tampaknya ini merupakan agenda yang lebih luas untuk mengusir warga Palestina dari wilayah Palestina,” sebut Lamola dalam sebuah jumpa pers.

    COGAT, badan militer Israel yang mengawasi urusan sipil di Gaza, mengatakan bahwa warga Gaza itu pergi setelah menerima persetujuan dari negara ketiga, yang tidak disebut namanya, untuk menerima mereka, dan mereka memiliki visa yang sah.

    Diklaim oleh COGAT bahwa persyaratan keberangkatan mereka mencakup “dokumen yang mengonfirmasi otorisasi untuk mendarat di Afrika Selatan”.

    Namun, Lamola mengatakan sebaliknya. “Pada tahap ini, informasi yang kami miliki adalah bahwa mereka tidak memiliki persetujuan dan izin yang diperlukan,” tegasnya.

    Lihat juga Video: Sudah 266 Warga Palestina Tewas Sejak Penerapan Gencatan Senjata

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menteri Israel Desak Netanyahu Tangkap Abbas Jika PBB Dukung Palestina

    Menteri Israel Desak Netanyahu Tangkap Abbas Jika PBB Dukung Palestina

    Tel Aviv

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang dikenal kontroversial, mendesak Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menangkap Presiden Palestina Mahmoud Abbas, jika Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendukung pembentukan negara Palestina.

    Desakan Ben-Gvir ini, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (18/11/2025), disampaikan pada hari yang sama ketika mayoritas negara anggota Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi yang diajukan Amerika Serikat (AS) untuk mendukung rencana perdamaian Gaza usulan Presiden Donald Trump.

    Tidak seperti draf resolusi sebelumnya, versi terbaru dari resolusi usulan Washington, yang didukung Dewan Keamanan PBB dalam voting pada Senin (17/11) waktu setempat itu, menyebutkan kemungkinan negara Palestina di masa depan.

    Ben-Gvir, dalam pernyataannya, tidak hanya mendesak Netanyahu menangkap Abbas, tetapi juga secara terang-terangan menyerukan pembunuhan para pejabat senior Otoritas Palestina.

    “Jika mereka mempercepat pengakuan negara yang direkayasa ini, jika PBB mengakuinya, maka Anda, Bapak Perdana Menteri, harus memerintahkan pembunuhan yang ditargetkan terhadap sejumlah pejabat senior Otoritas Palestina, yang merupakan teroris dalam segala hal, dan Anda… harus memerintahkan penangkapan Abu Mazen (Abbas-red),” kata Ben Gvir dalam konferensi pers di parlemen Israel, Knesset.

    Otoritas Palestina mengecam keras seruan Ben-Gvir tersebut.

    “Negara Palestina menegaskan bahwa penghasutan sistematis semacam itu menunjukkan mentalitas politik yang menolak perdamaian dan mengancam keamanan regional dan internasional,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat.

    Kementerian Luar Negeri Palestina mendesak negara-negara untuk mengambil “langkah-langkah konkret dan mendesak untuk menghentikan eskalasi ini, mengaktifkan mekanisme akuntabilitas, dan menolak penggunaan bahasa dan penghasutan teroris sebagai alat pemerintahan”.

    Resolusi yang disetujui Dewan Keamanan PBB itu memberikan restu untuk pembentukan pemerintahan transisi dan pengerahan pasukan keamanan internasional ke Jalur Gaza, yang menandai dimulainya tahap kedua dari kesepakatan yang dimediasi AS yang dicapai bulan lalu, yang menghentikan perang selama dua tahun.

    Resolusi rancangan AS itu juga menyebutkan kemungkinan negara Palestina di masa depan, meskipun dengan bahasa yang berbelit-belit.

    Disebutkan dalam resolusi itu bahwa setelah Otoritas Palestina melaksanakan reformasi yang diminta dan pembangunan kembali Gaza sedang berlangsung, “kondisi akhirnya mungkin tersedia untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan status negara Palestina”.

    Para pemimpin Israel telah sepakat menolak segala kemungkinan berdirinya negara Palestina.

    “Penolakan kami terhadap negara Palestina di wilayah mana pun tidak berubah,” tegas Netanyahu dalam rapat kabinet Israel pada Minggu (16/11).

    Tonton juga video “Tok! PBB Setujui Pengerahan Pasukan Internasional di Gaza”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Alasan Rusia Abstain di Voting DK PBB Atas Resolusi Damai Gaza

    Alasan Rusia Abstain di Voting DK PBB Atas Resolusi Damai Gaza

    New York

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) yang memperkuat rencana perdamaian Gaza usulan Presiden Donald Trump. Mayoritas negara anggota Dewan Keamanan PBB mendukung kecuali dua negara yang memilih abstain yakni China dan Rusia.

    Resolusi itu, seperti dilansir AFP, Selasa (18/11/2025), berhasil disetujui dengan 13 suara dukungan, dari total 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, dalam voting pada Senin (17/11) waktu setempat. Tidak ada veto, namun dua suara abstain diberikan oleh China dan Rusia.

    Resolusi itu, yang direvisi beberapa kali sebagai hasil negosiasi berisiko tinggi, “mendukung” rencana perdamaian usulan Trump, yang mewujudkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza sejak 10 Oktober lalu.

    Rusia, yang memiliki hak veto dan memilih abstain, sempat mengedarkan draf resolusi untuk menyaingi resolusi rancangan AS tersebut. Moskow beralasan bahwa resolusi yang dirancang oleh Washington tidak cukup mendukung pembentukan negara Palestina.

    Draf resolusi yang disusun Rusia, yang telah dilihat oleh AFP, meminta Dewan Keamanan PBB untuk menyatakan “komitmen teguh terhadap visi solusi dua negara”.

    Resolusi usulan Moskow itu tidak mengatur soal pembentukan Dewan Perdamaian atau pengerahan pasukan internasional untuk saat ini, melainkan meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menawarkan “sejumlah opsi” terkait isu-isu tersebut.

    “Para anggota Dewan Keamanan, dalam praktiknya, tidak diberi waktu untuk melakukan pekerjaan dengan itikad baik,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, dalam pernyataannya

    “Dokumen AS itu seperti babi dalam kantong. Intinya, Dewan memberikan restunya kepada inisiatif AS berdasarkan janji-janji Washington, dengan memberikan kendali penuh atas Jalur Gaza kepada Dewan Perdamaian,” ucap Nebenzya mengkritik resolusi rancangan AS.

    Istilah “babi dalam kantong” merujuk pada idiom yang berarti menerima sesuatu tanpa mengetahui sifat asli atau tanpa memeriksanya terlebih dahulu.

    Resolusi Dewan Keamanan PBB itu mendukung rencana perdamaian Gaza yang mengatur pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) yang akan bekerja sama dengan Israel dan Mesir, serta polisi Palestina yang baru dilatih, untuk mengamankan wilayah perbatasan dan demiliterisasi Jalur Gaza.

    Resolusi itu juga mendukung pembentukan Dewan Perdamaian, badan pemerintahan transisi untuk Gaza — yang secara teoretis akan diketuai Trump — dengan mandat yang berlaku hingga akhir tahun 2027.

    Resolusi rancangan AS itu menyebutkan kemungkinan negara Palestina di masa depan, namun dengan bahasa yang berbelit-belit.

    Disebutkan dalam resolusi itu bahwa setelah Otoritas Palestina melaksanakan reformasi yang diminta dan pembangunan kembali Gaza berlangsung, “kondisi akhirnya mungkin tersedia untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan status negara Palestina”.

    Tonton juga video “Tok! PBB Setujui Pengerahan Pasukan Internasional di Gaza”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kapan Indonesia akan Kirim 20.000 Pasukan untuk Misi Perdamaian ke Gaza?

    Kapan Indonesia akan Kirim 20.000 Pasukan untuk Misi Perdamaian ke Gaza?

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dikabarkan akan mengirimkan 20.000 prajurit TNI sebagai pasukan perdamaian di Gaza.

    Hal ini menyusul usulan Amerika Serikat (AS) terhadap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) soal resolusi perdamaian di Gaza.

    Pada Senin (17/11), DK PBB akhirnya menyetujui usulan AS yang mencakup adanya pembentukan pasukan perdamaian.

    Melansir Bloomberg, sebanyak 13 negara mendukung proposal yang dipimpin AS dalam pemungutan suara pada Senin (17/11), sementara Rusia dan China memilih abstain.

    “Resolusi hari ini merupakan langkah signifikan menuju Gaza yang stabil dan sejahtera, serta lingkungan yang memungkinkan Israel hidup dalam keamanan,” ujar Duta Besar AS untuk PBB Mike Waltz dalam sidang DK PBB.

    Waltz juga menyampaikan bahwa pasukan dari sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Indonesia dan Azerbaijan, akan tergabung dalam International Stabilization Force (ISF).

    Pasukan ini akan bekerja sama dengan Mesir dan Israel untuk menjaga ketertiban selama Israel Defense Forces (IDF) menarik pasukannya dari Gaza, sementara Board of Peace yang digagas Trump mempersiapkan pemerintahan transisi.

    Mandat pasukan tersebut berlaku hingga 31 Desember 2027 dan dapat diperpanjang oleh DK PBB.

    Kapan Indonesia Kirim 20.000 Pasukan ke Gaza?

    Meskipun sudah disetujui oleh DK PBB, namun tenggat waktu pengiriman pasukan perdamaian tersebut belum diberi arahan resmi.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono menyampaikan bahwa Indonesia saat ini masih melakukan koordinasi dengan negara-negara di sekitar Palestina, khususnya Yordania terkait dengan rencana pengiriman pasukan perdamaian ke Gaza, Palestina.

    “Kita akan terus melakukan koordinasi dengan negara-negara yang ada di sekitar Palestina, khususnya Yordania, yang kita sebut kemarin group of New York untuk menentukan nanti keputusan terakhirnya seperti apa,” ujar Sugiono usai menghadiri pertemuan bilateral dengan Raja Kerajaan Hasyimiyah Yordania Raja Abdullah II ibn Al Hussein di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (14/11) dikutip dari Antaranews.

    Sugiono mengatakan Pemerintah Indonesia akan terus melakukan koordinasi untuk mematangkan langkah diplomatik dan teknis.

    “Semuanya masih dalam koordinasi,” katanya.

    Sebelumnya, Indonesia mengaku akan mengirimkan 20.000 prajurit yang diturunkan untuk membantu resolusi perdamaian di Gaza.

    “Kita maksimalkan 20.000 prajurit kita siapkan, tetapi spesifikasinya kepada kesehatan dan juga konstruksi,” kata Menhan Sjafrie di kantor Kementerian Pertahanan, Jumat (14/11). dikutip dari Antaranews.

    Sjafrie menjelaskan, penyiapan pasukan dalam jumlah besar itu dilakukan berdasarkan perintah Presiden Prabowo Subianto.

    Nantinya, para pasukan itu akan menjalankan beberapa tugas kemanusiaan seperti memberikan layanan kesehatan kepada warga yang jadi korban perang hingga membangun infrastruktur untuk kebutuhan masyarakat setempat.

    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah mengatakan 20.000 personel TNI yang disiapkan untuk menjalankan misi perdamaian di Gaza berkompeten dan sudah berpengalaman di bidang tugas kemanusiaan.

    “Personel tersebut berasal dari satuan yang rutin menjalani pembinaan OMSP dan misi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), sehingga kemampuan dasar, interoperabilitas, kesiapsiagaan logistik, dan operasi di berbagai medan sudah terbentuk,” kata Freddy.

    Freddy menjelaskan, ke-20.000 personel yang akan dikirim terdiri dari pasukan di bidang kesehatan dan satuan Zeni untuk pembangunan konstruksi.

  • Trump Puji Resolusi PBB untuk Gaza: Persetujuan Terbesar dalam Sejarah!

    Trump Puji Resolusi PBB untuk Gaza: Persetujuan Terbesar dalam Sejarah!

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump memuji hasil voting Dewan Keamanan PBB yang mendukung rencana perdamaian Gaza usulannya. Trump mengklaim rencana tersebut akan mengarah pada “perdamaian lebih lanjut di seluruh dunia.”

    Voting tersebut “mengakui dan mendukung DEWAN PERDAMAIAN, yang akan diketuai oleh saya,” kata Trump dalam sebuah unggahan di media sosial miliknya, Truth Social.

    “Ini akan tercatat sebagai salah satu persetujuan terbesar dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa (dan) akan mengarah pada perdamaian lebih lanjut di seluruh dunia,” imbuhnya, dilansir kantor berita AFP, Selasa (18/11/2025).

    Pada Senin (17/11) waktu setempat, Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi AS yang memperkuat rencana Trump terkait pengerahan pasukan internasional di Gaza. Namun, masih ada beberapa negara yang menolak rencana tersebut.

    Terdapat 13 suara yang mendukung resolusi tersebut, sementara Rusia dan China abstain dan tidak ada veto.

    Dilansir Middle East Eye, resolusi tersebut yang dinamai DK PBB 2803, menyatakan bahwa “kondisi saat ini memungkinkan menentukan jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina” jika Otoritas Palestina (PA) menjalani reformasi, dan pembangunan kembali Gaza “telah maju”.

    Washington awalnya tidak memasukkan referensi tentang penentuan nasib sendiri Palestina, tetapi membuat perubahan tersebut untuk menenangkan negara-negara Muslim dan Arab, yang diharapkan akan menyediakan pasukan untuk “Pasukan Stabilisasi Internasional” di wilayah kantong tersebut.

    Secara resmi, baik Israel maupun AS telah mempertahankan kebijakan di atas kertas sejak awal 1990-an yang mengupayakan solusi dua negara bagi Israel dan Palestina. Namun, koalisi sayap kanan Netanyahu, serta pemerintahan sayap kanan Trump, secara efektif telah sepenuhnya menepis gagasan tersebut.

    Untuk diketahui, resolusi AS ini terdiri dari rencana 20 poin Trump untuk wilayah Gaza. Dalam resolusi itu, tertulis aturan pasukan keamanan akan melapor kepada “dewan perdamaian” mengenai kondisi Gaza. Dewan Perdamaian itu diketuai oleh Trump.

    AS juga telah mendirikan pusat koordinasi militer di Israel untuk mengawasi gencatan senjata, meskipun, kata Hamas, Israel telah melanggar gencatan senjata tersebut lebih dari 250 kali.

    Tonton juga video “Tok! PBB Setujui Pengerahan Pasukan Internasional di Gaza”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • 3 Matra TNI Mulai Seleksi Prajurit untuk Misi Perdamaian Gaza

    3 Matra TNI Mulai Seleksi Prajurit untuk Misi Perdamaian Gaza

    3 Matra TNI Mulai Seleksi Prajurit untuk Misi Perdamaian Gaza
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tiga matra Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) mulai menyeleksi prajurit yang hendak diberangkatkan untuk misi perdamaian ke Gaza, Palestina.

    TNI
    berada pada tahap kesiapsiagaan standar, untuk proses seleksi masih di tingkat matra masing-masing berupa perencanaan,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah saat dikonfirmasi, Selasa (18/11/2025).
    Dengan begitu, belum ada sejumlah nama prajurit yang masuk dalam daftar pasukan perdamaian
    Gaza
    .
    “Yang dilakukan baru sebatas pendataan kesiapan satuan di tiga Matra sesuai Protap Operasi Luar Negeri,” jelas dia.
    Sejauh ini, TNI masih menunggu mandat final dari Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan keputusan politik pemerintah.
    “Mabes TNI akan melakukan seleksi akhir jika mandat resmi dari DK PBB telah ditetapkan. Saat ini tahapannya masih sebatas kesiapsiagaan berjenjang di tiap matra,” tegas dia.
    Namun pada prinsipnya, Mabes TNI siap dalam pelaksanaan misi dan akan mengikuti keputusan resmi pemerintah serta manda internasional.
    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto berencana mengirim pasukan perdamaian ke Gaza melalui Yordania, salah satu negara yang berbatasan langsung dengan
    Palestina
    .
    Rencana ini diungkap oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin usai menerima kunjungan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Yordania, Mayor Jenderal Pilot Yousef Ahmed Al-Hunaity, di Kementerian Pertahanan, Jumat (14/11/2025).
    “Presiden Prabowo menyiapkan pasukan cukup besar karena, sebagaimana teman-teman tahu, kita sedang menyiapkan juga pembangunan kekuatan kita di Indonesia yang juga sedang kita tingkatkan,” ujar Sjafrie.
    Sjafrie mengungkapkan, sebanyak 20.000 prajurit bidang kesehatan dan konstruksi hendak diberangkatkan ke Gaza.
    “Jadi, pemikiran beliau, kita maksimalkan 20.000 prajurit yang kita siapkan, tetapi spesifikasinya kepada kesehatan dan juga konstruksi,” ucap dia.
    Pengiriman pasukan ini dilakukan setelah pemerintah melihat adanya upaya perdamaian antara Palestina dan
    Israel
    , seperti gencatan senjata dan pelucutan senjata yang telah berlangsung.
    Dengan demikian, pasukan yang dikirim nantinya bertugas menjaga situasi damai agar dapat bertahan lebih lama hingga tercapai perundingan politik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
    Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
    melalui donasi.
    Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
    akun kamu.