Negara: Israel

  • Istri Erdogan Kirim Surat ke Istri Trump, Minta Bersuara soal Anak-anak Gaza

    Istri Erdogan Kirim Surat ke Istri Trump, Minta Bersuara soal Anak-anak Gaza

    Ankara

    Istri Presiden Turki, Emine Erdogan mengirimkan surat untuk istri Presiden Amerika Serikat (AS), Melania Trump. Emine meminta Melania untuk bersuara demi warga Gaza, terutama untuk anak-anak Gaza.

    Dilansir AFP, Minggu (24/8/2025), Emine meminta Melania menulis surat kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar menunjukkan belas kasihan kepada anak-anak di Gaza.

    “Saya yakin bahwa kepekaan penting yang Anda tunjukkan terhadap 648 anak Ukraina yang telah kehilangan nyawa dalam perang akan meluas ke Gaza juga, di mana, dalam kurun waktu dua tahun, 62.000 warga sipil tak berdosa, termasuk 18.000 anak-anak, telah dibunuh secara brutal,” tulis Emine kepada Melania.

    “Sebagai seorang ibu, sebagai seorang perempuan, dan sebagai manusia, saya sangat sependapat dengan perasaan yang diungkapkan dalam surat Anda, dan saya berharap Anda akan memberikan harapan yang sama kepada anak-anak Gaza, yang juga mendambakan kedamaian dan ketenangan,” tulis Emine.

    Pada hari Selasa (19/8), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata di Gaza. Ia mengatakan bahwa foto-foto yang berasal dari Gaza lebih buruk daripada “kamp Nazi”.

    (isa/isa)

  • Pertama Kalinya PBB Umumkan Bencana Kelaparan di Gaza

    Pertama Kalinya PBB Umumkan Bencana Kelaparan di Gaza

    Jakarta

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan bencana kelaparan di Gaza, Palestina. Ini merupakan pertama kalinya, bencana kelaparan dinyatakan oleh PBB di kawasan Timur Tengah.

    seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025), para pakar PBB menyebut sedikitnya 500.000 orang saat ini menghadapi “bencana besar” kelaparan.

    Kepala bantuan PBB Tom Fletcher mengatakan bencana kelaparan di Gaza sepenuhnya dapat dicegah. Dia menuturkan bahwa makanan tidak dapat sampai ke daerah kantong Palestina tersebut “karena hambatan sistematis oleh Israel”.

    Namun, Kementerian Luar Negeri Israel dengan cepat memberikan respons, dengan mengatakan: “Tidak ada bencana kelaparan di Gaza”.

    Dalam pernyataannya, Tel Aviv mengecam laporan panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang berkantor di Roma, Italia, dengan menyebut laporan itu “didasarkan pada kebohongan Hamas yang ‘dicuci’ melalui organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan pribadi”.

    Badan-badan PBB telah berbulan-bulan memperingatkan tentang memburuknya situasi kemanusiaan di wilayah Palestina.

    Dalam laporan terbarunya pada Jumat (22/8), IPC menyatakan “per 15 Agustus 2025, bencana kelaparan (IPC Fase 5) — dengan bukti yang memadai — telah terkonfirmasi di wilayah administrasi Gaza”, Kota Gaza yang mencakup sekitar 20 persen wilayah Jalur Gaza.

    Kelaparan diproyeksikan akan meluas ke wilayah administrasi Deir al-Balah dan Khan Younis pada akhir September, yang akan mencakup sekitar dua pertiga wilayah Palestina.

    “Setelah 22 bulan konflik yang tak henti-hentinya, lebih dari setengah juta orang di Jalur Gaza menghadapi kondisi bencana besar yang ditandai dengan kelaparan, kemiskinan, dan kematian,” sebut laporan IPC tersebut.

    Jumlah tersebut, berdasarkan informasi yang dikumpulkan antara 1 Juli dan 15 Agustus, diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 641.000 orang — hampir sepertiga populasi — pada akhir September.

    IPC dalam laporannya mengatakan bahwa ini merupakan kemunduran paling parah dalam situasi tersebut, sejak mereka mulai menganalisis kelaparan di Jalur Gaza.

    Diketahui, pada awal Maret, Israel sepenuhnya melarang pasokan bantuan masuk ke Gaza, sebelum mengizinkan masuknya bantuan dalam jumlah yang sangat terbatas pada akhir Mei, yang menyebabkan kekurangan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar yang parah.

    Berbicara di Jenewa, Fletcher mengatakan bahwa kelaparan ini seharusnya “menghantui kita semua”.

    “Ini adalah kelaparan yang sebenarnya bisa kita cegah jika kita diizinkan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena hambatan sistematis oleh Israel,” tegasnya saat berbicara kepada wartawan.

    FILE PHOTO: Palestinians wait to receive food from a charity kitchen, in Khan Younis, southern Gaza Strip, August 21, 2025. REUTERS/Hatem Khaled/File Photo Foto: REUTERS/Hatem Khaled

    Israel Bantah

    Israel membantah PBB yang secara resmi mengumumkan bencana kelaparan di Gaza. Tel Aviv bersikeras menyatakan bahwa tidak ada kelaparan di Gaza dan temuan PBB itu didasarkan pada “kebohongan Hamas”.

    “Tidak ada kelaparan di Gaza,” tegas Kementerian Luar Negeri Israel dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025).

    Kementerian Luar Negeri Israel juga menyebut laporan panel IPC itu “didasarkan pada kebohongan Hamas yang diproses melalui organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan pribadi”.

    “Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang bantuan besar-besaran telah membanjiri Jalur Gaza dengan bahan pangan pokok dan menyebabkan penurunan harga pangan yang tajam,” kata Kementerian Luar Negeri Israel.

    “Hasil penilaian ini juga akan dibuang ke tong sampah untuk dokumen politik yang tercela,” imbuh pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.

    An Indonesian Hercules aircraft drops humanitarian aid packages over the Gaza Strip, as seen from Israel, August 21, 2025. REUTERS/Amir Cohen TPX IMAGES OF THE DAY Foto: REUTERS/Amir Cohen

    Hamas Desak Akses Logistik Dibuka

    Hamas menyerukan diakhirinya segera perang di Gaza dan pencabutan pengepungan Israel di wilayah tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan secara daring, kelompok tersebut menyerukan “tindakan segera oleh PBB dan Dewan Keamanan untuk menghentikan perang dan mencabut pengepungan”.

    Hamas juga menuntut agar penyeberangan dibuka “tanpa batasan untuk memungkinkan masuknya makanan, obat-obatan, air, dan bahan bakar secara mendesak dan berkelanjutan”.

    Kelompok tersebut melanjutkan dengan mengatakan bahwa deklarasi PBB tersebut mengonfirmasi “bencana kemanusiaan” di Gaza dan menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai “alat perang”.

    “Kami di gerakan Hamas menekankan pentingnya deklarasi PBB ini, meskipun datangnya sudah sangat terlambat – setelah berbulan-bulan peringatan dan penderitaan yang dialami rakyat kami di bawah pengepungan dan kelaparan sistematis,” kata kelompok itu.

    “Komunitas internasional dan seluruh lembaganya memikul tanggung jawab hukum dan moral yang mendesak untuk menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan dan menyelamatkan lebih dari dua juta orang yang menghadapi genosida, kelaparan, dan penghancuran sistematis di seluruh aspek kehidupan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 3

    (aik/aik)

  • Jerman Belum Berniat Akui Negara Palestina, Ini Alasannya

    Jerman Belum Berniat Akui Negara Palestina, Ini Alasannya

    Jakarta

    Sejumlah negara besar Eropa telah mengumumkan rencana mereka untuk memberikan pengakuan resmi atas kedaulatan negara Palestina. Namun, tidak demikian halnya dengan Jerman.

    Seorang juru bicara pemerintah Jerman mengatakan pada hari Jumat (22/8) waktu setempat, bahwa Berlin saat ini tidak memiliki rencana untuk mengakui negara Palestina. Alasannya, karena hal itu akan merusak upaya apa pun untuk mencapai solusi dua negara yang dinegosiasikan dengan Israel.

    “Solusi dua negara yang dinegosiasikan tetap menjadi tujuan kami, meskipun tampaknya masih jauh hari ini. … Pengakuan Palestina kemungkinan besar akan tercapai di akhir proses tersebut dan keputusan semacam itu, untuk saat ini akan menjadi kontraproduktif,” kata juru bicara tersebut dalam konferensi pers, dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (23/8/2025).

    Negara-negara besar termasuk Inggris, Prancis, dan Kanada, dan Australia, baru-baru ini mengatakan bahwa mereka akan mengakui negara Palestina dengan syarat-syarat yang berbeda.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengecam PM Australia Anthony Albanese yang disebutnya sebagai “politikus lemah” dan menuduhnya telah mengkhianati Israel.

    Kata-kata pedas ini dilontarkan saat kedua negara bersitegang setelah Canberra mengumumkan rencananya untuk mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.

    “Sejarah akan mengingat Albanese untuk siapa dia sebenarnya: Seorang politikus lemah yang mengkhianati Israel dan menelantarkan orang-orang Yahudi di Australia,” kata Netanyahu dalam pernyataan bernada keras via akun media sosial resmi kantor PM Israel, seperti dilansir AFP.

    Albanese mengatakan bahwa keputusan untuk mengakui negara Palestina, merupakan keputusan yang didasarkan pada komitmen yang diterima Australia dari Otoritas Palestina, termasuk bahwa kelompok Hamas tidak akan memiliki keterlibatan dalam pembentukan negara mana pun di masa mendatang.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • PBB Umumkan Bencana Kelaparan di Gaza, Arab Saudi Kutuk Israel!

    PBB Umumkan Bencana Kelaparan di Gaza, Arab Saudi Kutuk Israel!

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang bencana kelaparan di Gaza. Ini merupakan pertama kalinya, bencana kelaparan dinyatakan oleh PBB di kawasan Timur Tengah.

    Para pakar PBB mengatakan sekitar 500.000 orang di wilayah kantong yang dihancurkan Israel tersebut, saat ini sedang menghadapi kelaparan parah.

    Dilansir Al Arabiya, Sabtu (23/8/2025), dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Saudi, Riyadh juga mengutuk “kejahatan genosida yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel terhadap warga sipil yang tak berdaya di Gaza”.

    Kepala Bantuan PBB Tom Fletcher mengatakan bahwa hal ini sepenuhnya dapat dicegah. Dia mengatakan bahwa makanan tidak dapat sampai ke wilayah Palestina tersebut “karena hambatan sistematis oleh Israel.”

    Kerajaan Saudi mengecam bencana kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, yang dikatakannya merupakan akibat langsung “dari ketiadaan mekanisme untuk mencegah dan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan pendudukan Israel yang berulang.”

    Arab Saudi menyatakan hal ini akan “tetap menjadi noda” bagi komunitas internasional, khususnya anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kecuali, jika dilakukan upaya untuk segera mengakhiri kelaparan dan menghentikan perang “genosida dan kejahatan” yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

    Badan-badan PBB telah berbulan-bulan memperingatkan tentang memburuknya situasi kemanusiaan di wilayah Palestina. Namun, Kementerian Luar Negeri Israel dengan cepat memberikan respons, dengan mengatakan: “Tidak ada bencana kelaparan di Gaza”.

    Dalam pernyataannya, Israel mengecam laporan panel Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang berkantor di Roma, Italia, dengan menyebut laporan itu “didasarkan pada kebohongan Hamas yang ‘dicuci’ melalui organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan pribadi”.

    Dalam laporan terbarunya pada Jumat (22/8), IPC menyatakan “per 15 Agustus 2025, bencana kelaparan (IPC Fase 5) — dengan bukti yang memadai — telah terkonfirmasi di wilayah administrasi Gaza”, Kota Gaza yang mencakup sekitar 20 persen wilayah Jalur Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Menlu Belanda Mundur dari Pemerintahan, Merasa Dikekang Sikapi Perang Israel di Gaza

    Menlu Belanda Mundur dari Pemerintahan, Merasa Dikekang Sikapi Perang Israel di Gaza

    JAKARTA — Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp ​​mengundurkan diri dari jabatan kabinetnya pada Jumat lebih cepat dari jadwal karena sikap pemerintah terhadap perang Israel di Gaza.

    Veldkamp mengatakan pemerintah Belanda tidak mendukung langkah-langkah tambahan terhadap Israel terkait Gaza dan rencana untuk Tepi Barat yang diduduki.

    “Saya merasakan adanya penolakan di kabinet untuk mengambil langkah-langkah tambahan,” ujarnya dilansir Reuters, Sabtu, 23 Agustus.

    Pemerintahan Belanda ‘runtuh’ pada 3 Juni. Pemerintahan minoritas sementara diperkirakan akan tetap berkuasa hingga pemerintahan koalisi terbentuk setelah pemilihan umum bulan Oktober, yang mungkin memakan waktu berbulan-bulan.

    Israel melancarkan serangan militer yang bertujuan untuk merebut kendali Kota Gaza, merelokasi warga sipil ke selatan, membubarkan Hamas, dan menciptakan tekanan untuk pembebasan sandera.

    Sebelumnya pada Jumat, lembaga pemantau kelaparan global menetapkan penduduk Kota Gaza dan sekitarnya secara resmi menderita kelaparan. Israel telah menepis temuan tersebut sebagai salah dan bias.

    Israel pekan ini memberikan persetujuan akhir untuk rencana pembangunan permukiman yang akan membagi dua wilayah Tepi Barat yang diduduki dan memecah wilayah yang diperjuangkan Palestina untuk negara merdeka.

  • IPC Nyatakan Gaza Resmi Dilanda Bencana Kelaparan

    IPC Nyatakan Gaza Resmi Dilanda Bencana Kelaparan

    GELORA.CO -Lembaga pemantau kelaparan global Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menyatakan Kota Gaza dan sekitarnya secara resmi mengalami kelaparan. Jumlah warga yang terdampak diperkirakan akan terus meningkat.

    Dalam laporan yang dirilis Jumat, 22 Agustus 2025, IPC menyebutkan 514.000 orang, atau hampir seperempat penduduk Gaza, sudah mengalami kelaparan. Angka ini diperkirakan naik menjadi 641.000 pada akhir September.

    Dari jumlah itu, sekitar 280.000 orang berada di wilayah utara Gaza, termasuk Kota Gaza, yang disebut paling parah terdampak setelah hampir dua tahun perang antara Israel dan Hamas.

    Ini menjadi pertama kalinya IPC menetapkan status kelaparan di luar benua Afrika. Menurut IPC, kondisi kelaparan berpotensi menyebar ke wilayah tengah dan selatan, termasuk Deir al-Balah dan Khan Younis, pada akhir bulan depan.

    “Ini adalah bencana kelaparan yang sebenarnya bisa dicegah, seandainya bantuan diizinkan masuk,” kata Tom Fletcher, Kepala Kemanusiaan PBB, dikutip Reuters, Sabtu 23 Agustus 2025.

    Fletcher menegaskan makanan menumpuk di perbatasan Gaza akibat hambatan sistematis dari Israel.

    Namun, pemerintah Israel membantah laporan IPC. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut temuan itu “kebohongan nyata” dan menuding laporan tersebut bias karena datanya banyak bersumber dari Hamas. 

    Menurut Netanyahu, Israel tidak memiliki kebijakan kelaparan dan justru sejak awal perang sudah mengizinkan 2 juta ton bantuan masuk ke Jalur Gaza, atau setara lebih dari satu ton per orang.

    Sementara itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menilai Hamas sengaja memanfaatkan isu kelaparan untuk menekan Israel secara politik. Meski begitu, AS menegaskan tetap fokus menyalurkan bantuan kepada warga Gaza.

    IPC sendiri merupakan inisiatif gabungan 21 organisasi bantuan internasional, termasuk badan PBB dan lembaga regional yang didukung pendanaan dari Uni Eropa, Jerman, Inggris, dan Kanada. Sejak berdiri, IPC baru empat kali menetapkan status kelaparan: di Somalia pada 2011, Sudan Selatan pada 2017 dan 2020, serta Sudan pada 2024.

    Menurut IPC, suatu wilayah hanya bisa dikategorikan mengalami kelaparan jika setidaknya 20 persen penduduknya mengalami kekurangan pangan ekstrem, sepertiga anak-anak menderita gizi buruk akut, dan dua dari setiap 10.000 orang meninggal setiap hari akibat kelaparan atau penyakit terkait. 

  • Update Terkini Rencana RI Tampung Warga Gaza, Ini Lokasinya

    Update Terkini Rencana RI Tampung Warga Gaza, Ini Lokasinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia tengah mengkaji rencana besar untuk memberikan perawatan medis bagi 2.000 warga Palestina dari Gaza, yang hingga kini masih dilanda perang berkepanjangan. Rencana ini dibahas serius lintas kementerian karena menyangkut logistik, aspek hukum, hingga implikasi kebijakan luar negeri.

    Langkah tersebut diumumkan awal bulan ini, dengan Pulau Galang, sebuah pulau tak berpenghuni di selatan Singapura yang pernah digunakan sebagai kamp pengungsi Vietnam dan lokasi rumah sakit darurat pandemi, muncul sebagai salah satu opsi penempatan.

    Namun pemerintah menegaskan rencana tersebut masih bersifat eksploratif. Beberapa kementerian, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Luar Negeri sudah melakukan pembahasan awal.

    “Diskusi ini fokus pada kelayakan logistik, kesiapan medis, dan kerangka hukum,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, kepada The Guardian, dikutip Jumat (22/8/2025).

    “Komisi I juga mendapat penjelasan mengenai implikasi strategis, khususnya terkait posisi politik luar negeri Indonesia dan stabilitas regional.”

    Selain Pulau Galang, pemerintah juga menimbang sejumlah alternatif lain, seperti fasilitas di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang dekat dengan rumah sakit besar serta jalur logistik utama.

    Menurut seorang pejabat senior yang mengetahui langsung pertemuan antar kementerian tersebut, opsi penggunaan rumah sakit militer besar di Jakarta serta kemungkinan kerja sama dengan Yordania, negara yang memiliki hubungan erat dengan Presiden Prabowo Subianto, juga masuk dalam pembahasan.

    Laksono memastikan bahwa semua prosedur akan dilakukan bersama lembaga internasional seperti UNRWA dan ICRC, termasuk pencatatan identitas, rekam medis, hingga protokol repatriasi.

    “Tujuan kami adalah memberikan perawatan, bukan pemukiman ulang, dan mendukung kepulangan mereka setelah kondisi di Gaza memungkinkan,” kata Laksono. “Ini adalah langkah yang sangat hati-hati, dan kami sepenuhnya menyadari sensitivitas geopolitik yang terlibat.”

    Adapun rencana ini dinilai sangat sensitif secara politik. “Isu pentingnya adalah bagaimana memastikan hak untuk kembali warga Palestina tetap dihormati, karena banyak pihak khawatir kebijakan ini bisa ditafsirkan lain,” ujar Abdul Kadir Jailani, Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika Kementerian Luar Negeri.

    Ia menegaskan belum ada keputusan final soal penggunaan Pulau Galang. “Kami harus memastikan langkah ini konsisten dengan prinsip hukum humaniter internasional, khususnya terkait penghormatan terhadap hak kembali warga Palestina,” ujarnya.

    Menurut Jailani, pelaksanaan rencana tersebut sangat kompleks baik secara politik maupun teknis.

    “Salah satu hal paling penting adalah bahwa kami tidak akan melaksanakannya tanpa persetujuan dan dukungan dari para pemangku kepentingan terkait, khususnya otoritas Palestina dan negara-negara di kawasan,” tambahnya.

    Sebelumnya, dalam saat ditemui wartawan di sela-sela Sidang Tahunan DPR/MPR, Jumat (15/8/2025), Menteri Luar Negeri Sugiono membantah pernyataan bagaimana pemerintah Israel disebut tengah melakukan perundingan dengan negara-negara tertentu terkait evakuasi warga Gaza. RI, ujarnya, tidak pernah melakukan itu.

    “Kita tidak pernah bernegosiasi,” tegasnya.

    Sementara pembahasan terus berlangsung, Indonesia juga tetap aktif memberikan bantuan ke Gaza. Dalam pekan ini, Indonesia berhasil melaksanakan operasi penerjunan bantuan udara untuk kedua kalinya dalam dua hari berturut-turut, sebuah langkah yang dimungkinkan berkat koordinasi dengan Yordania.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ramai Negara Barat Kecam Israel soal Rencana Ini, Sebut Bawa Kekacauan

    Ramai Negara Barat Kecam Israel soal Rencana Ini, Sebut Bawa Kekacauan

    Jakarta, CNBC Indonesia – 21 Negara menandatangani Pernyataan Bersama yang Mengutuk Proyek Pemukiman Israel di Tepi Barat, Kamis (21/8/2025). Ini termasuk dua negara Barat yang saat ini berencana untuk mengakui Palestina, yaitu Prancis dan Inggris.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, London dan Paris, ditambah Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Australia, Kanada, Italia, yang diikuti juga oleh lembaga multilateral Uni Eropa menyebut persetujuan Israel atas proyek pemukiman besar di Tepi Barat tidak dapat diterima dan merupakan pelanggaran hukum internasional.

    “Kami mengutuk keputusan ini dan menyerukan pembatalannya segera dengan tegas,” kata pernyataan para Menteri Luar Negeri itu

    Pernyataan tersebut mencatat bahwa rencana, yang digaungkan Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, hanya akan membuat solusi dua negara menjadi tidak mungkin dengan membagi negara Palestina dan membatasi akses Palestina ke Yerusalem.

    “Ini tidak membawa manfaat bagi rakyat Israel,” tegas 22 Menteri Luar Negeri itu. “Sebaliknya, ini berisiko merusak keamanan dan memicu kekerasan serta ketidakstabilan lebih lanjut, membawa kita semakin jauh dari perdamaian.”

    “Pemerintah Israel masih memiliki kesempatan untuk menghentikan rencana E1 agar tidak berlanjut. Kami mendorong mereka untuk segera menarik kembali rencana ini,” tambah mereka.

    Israel menyetujui rencana untuk sebidang tanah seluas sekitar 12 kilometer persegi (lima mil persegi) yang dikenal sebagai E1, tepat di sebelah timur Yerusalem, pada hari Rabu. Rencana itu bertujuan untuk membangun sekitar 3.400 rumah di lahan yang sangat sensitif tersebut, yang terletak di antara Yerusalem dan pemukiman Israel Ma’ale Adumim.

    Semua pemukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas dari apakah mereka memiliki izin perencanaan Israel.

    Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah telah mengecam langkah terbaru ini. Kecaman juga datang dari Kepala PBB Antonio Guterres dan Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini.

    “Proyek ini akan sepenuhnya memutus Tepi Barat bagian utara dan tengah dari Tepi Barat bagian selatan – yang berarti tidak akan ada lagi kesinambungan teritorial,” kata Lazzarini.

    Pada hari Kamis, Inggris memanggil duta besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, ke Kementerian Luar Negeri untuk memprotes keputusan tersebut.

    “Jika diterapkan, rencana pemukiman ini akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan akan membagi negara Palestina di masa depan menjadi dua, secara kritis merusak solusi dua negara,” kata Kantor Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ratusan Warga Palestina di Gaza Unjuk Rasa Minta Israel Hentikan Serangan

    Ratusan Warga Palestina di Gaza Unjuk Rasa Minta Israel Hentikan Serangan

    Warga Palestina di Kota Gaza turun ke jalan menuntut diakhirinya perang Israel di Jalur Gaza, setelah PM Benjamin Netanyahu menyetujui mengambil alih sepenuhnya kota Gaza.

    Dikelilingi gedung-gedung yang hancur, ratusan warga Palestina yang terjebak menuntut diakhirnya perang dan serangan Israel.

    Kota Gaza termasuk wilayah yang tersisa di Jalur Gaza yang tidak berada di bawah kendali Israel.

    Unjuk rasa dilakukan beberapa jam setelah Israel mengumumkan sudah memulai misinya untuk menduduki wilayah tersebut, dalam upayanya merebut apa yang diklaimnya sebagai salah satu benteng terakhir Hamas.

    “Protes ini merupakan ekspresi kemarahan rakyat atas kondisi tragis yang dihadapi di Jalur Gaza,” ujar Abu Al-Waleed Al-Zaq, 70 tahun, kepada ABC.

    “Kami menyerukan agar tragedi ini diakhiri, agar serangan yang dilakukan terhadap rakyat kami dihentikan.

    “Gaza telah hancur total,” tegasnya.

    “Kita semua harus bersatu dan mengatakan hentikan serangan mengerikan ini cukup, cukup, cukup.”

    Militer Israel sudah menguasai lebih dari 75 persen Jalur Gaza, tetapi belum menduduki Kota Gaza.

    Perintah untuk evakuasi diberlakukan di lebih dari 80 persen wilayah Gaza yang diserang Israel.

    Israel sudah memanggil 60.000 tentara cadangan untuk memperkuat barisan sebelum menduduki Kota Gaza, yang akan memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke Selatan Gaza.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melakukan perjalanan ke perbatasan Israel dan Gaza untuk bertemu dengan para pemimpin militer.

    Kabinet keamanan Isrel sudah menyetujui rencana militer di wilayah tersebut, sebagai bentuk formalitas.

    Warga Palestina mendesak negosiator

    Warga Palestina dari berbagai kalangan bergabung dalam protes di Kota Gaza untuk mengungkapkan kemarahan mereka, karena kemungkinan akan diusir lagi.

    “Dunia harus menyadari jika warga Palestina bukan hanya kematian dan kehancuran, mereka mempertahankan hak mereka untuk tetap tinggal dan berjuang melawan perang penggusuran yang sedang berlangsung, dan perang genosida,” ujar aktivis hak asasi manusia dan analis politik Mustafa Ibrahim, 63 tahun, kepada ABC.

    “Penting juga untuk menunjukkan jika persatuan adalah jalan menuju keselamatan, terlepas dari semua kehancuran dan pembunuhan ini,” tambahnya.

    “Ini penting untuk melawan pendudukan dan memberi tahu dunia bahwa kita akan tetap di sini.”

    “Kita masih hidup dalam kelaparan dan perang yang terus berlanjut, ini penting bagi dunia untuk menyadari bahwa Palestina tidak tinggal diam.”

    “Keteguhan dan kesabaran mereka dalam menghadapi semua kejahatan ini menentang kebijakan genosida, penggusuran, dan kelaparan yang direkayasa ini.”

    Para pengunjuk rasa membawa bendera Palestina dan spanduk-spanduk bertuliskan pesan-pesan seperti “hentikan genosida.”

    Beberapa pengunjuk rasa yang berbicara kepada ABC juga mengkritik Hamas, menuntut kelompok militan tersebut mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

    Mereka mendesak Otoritas Palestina di Tepi Barat untuk campur tangan.

    “Kami, di tengah kehancuran dan genosida Gaza, menyerukan kepada para negosiator Palestina untuk segera mengakhiri perang,” kata Mohamed Al-Aswad, 60 tahun.

    “Cukup pertumpahan darah, cukup pertumpahan darah, cukup pertumpahan darah!

    “Rakyat Palestina kami ingin hidup dalam damai dan aman.”

    “Kepada dunia bebas yang berdiri bersama rakyat kami, kepada dunia dan para pemimpin Arab, kepada Presiden Abu Mazen [Mahmoud Abbas], Anda adalah ayah kami dan Gaza adalah bagian dari Anda.”

    Ziad Al-Najjar, 55 tahun, sekretaris Serikat Pengacara, mengatakan Israel sudah bertindak melampaui jauh dari menargetkan Hamas.

    “Proyek Zionis untuk mengusir paksa rakyat Palestina ini harus diakhiri telah menjadi jelas bahwa ini adalah perang sepihak untuk membasmi orang-orang Palestina dan merebut tanah kosong,” katanya.

    “Kependudukan Israel sudah menyebabkan banyak ancaman, dan memasuki seluruh Jalur Gaza, menghancurkan sebagian besarnya, hanya menyisakan manusia yang sudah kehilangan begitu banyak, jadi kami tidak takut dengan ancaman ini, tetapi tetap menyerukan agar invasi ini dihentikan.

    “Hamas harus berupaya untuk mengakhiri perang ini, karena Hamas adalah penyebabnya, dan Hamas harus segera menghentikannya serta mengakhiri kekuasaannya di Jalur Gaza dan memberikan kekuasaan kepada Otoritas Palestina.”

    Meskipun aksi miiter Israel di Kota Gaza masih dalam tahap awal, serangan sudah dimulai di beberapa wilayah pinggiran Kota Gaza, termasuk permukiman Sabra, Zeitoun, dan Tuffah.

    Militer Israel, atau IDF, mengatakan sudah memberi tahu badan-badan kemanusiaan internasional dan otoritas medis lokal yang beroperasi di Gaza utara soal rencananya untuk menduduki wilayah tersebut pada hari Selasa, dan meminta mereka untuk mengevakuasi pasien ke wilayah selatan Jalur Gaza.

    Hal ini memicu respons keras dari otoritas kesehatan Palestina.

    “Kementerian Kesehatan menyatakan penolakannya terhadap langkah apa pun yang akan merusak sistem kesehatan yang tersisa setelah penghancuran sistematis yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel,” demikian pernyataan Kementerian Kesehatan.

    “Langkah ini akan merampas hak lebih dari 1 juta orang untuk mendapatkan perawatan dan membahayakan nyawa penduduk, pasien, dan korban luka.”

    Israel mengatakan tidak akan tinggalkan Gaza

    PM Netanyahu mengatakan ia telah mengarahkan para negosiator Israel untuk terus menuntut pembebasan semua sandera, sebagai bagian dari negosiasi gencatan senjata dengan Hamas.

    Awal pekan ini, Hamas menyetujui proposal yang disusun oleh mediator Mesir dan Qatar untuk gencatan senjata selama 60 hari, dengan separuh dari sandera yang tersisa akan dibebaskan.

    Ada 50 warga Israel yang masih ditawan di Gaza oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ), 20 di antaranya diyakini masih hidup.

    Instruksi kepada para negosiator tersebut pada dasarnya merupakan penolakan terhadap proposal tersebut, sebuah perkembangan yang tidak mengejutkan, mengingat retorika seputar perundingan sejak gencatan senjata terakhir digagalkan pada bulan Maret.

    Sebelumnya, PM Netanyahu mengatakan kepada kantor berita Sky News jika Israel “hampir mengakhiri perang ini.”

    Selama berbulan-bulan, ia bersikeras kemenangan di Gaza sudah di depan mata, atau setidaknya, pertempuran sengit akan segera berakhir. Tapi perang dengan cepat mendekati tahun kedua yang suram tanpa akhir yang jelas.

    Dalam sebuah wawancara panjang, dengan banyak merujuk pada pemimpin Inggris di masa perang, Winston Churchill, Netanyahu juga mengatakan rencana gencatan senjata dan kesepakatan sandera dengan Hamas tidak akan menghalanginya untuk terus menyerang Kota Gaza.

    “Kami akan tetap melakukannya, itu tidak pernah menjadi pertanyaan, bahwa kami tidak akan meninggalkan Hamas di sana,” katanya.

    “Saya pikir Presiden Trump mengatakannya dengan tepat, dia mengatakan Hamas harus menghilang dari Gaza.

    “Ini seperti meninggalkan SS di Jerman. Kita membersihkan sebagian besar Jerman, tetapi ap akita meninggalkan Berlin dengan SS dan korps Nazi di sana? Tentu saja tidak.”

    PM Netanyahu jarang berbicara kepada media, dan ketika berbicara, ia lebih menyukai media berita bersayap konservatif yang secara umum mendukung pemerintah Israel.

    Keluarga sandera Israel menuntut diakhirinya perang

    Ucapan PM Netanyahu yang menolak menghentikan kependudukan di Kota Gaza kemungkinan besar ditujukan kepada anggota kabinet koalisinya sendiri.

    Seperti yang sudah terjadi berulang kali, menteri keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich dilaporkan mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika PM Netanyahu menyetujui kesepakatan gencatan senjata.

    Bezalel telah membuat ancaman serupa di masa lalu tetapi gagal menindaklanjutinya, meskipun Channel 12 Israel melaporkan ia memberi tahu keluarga sandera jika ia mengeluarkan ultimatum kepada perdana menteri secara pribadi.

    Hamas menangkap 251 sandera pada 7 Oktober 2023, dalam serangan yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel, sebagian besar warga sipil.

    Lebih dari 62.000 warga Palestina tewas dalam perang udara dan darat sejak saat itu, menurut pejabat kesehatan Gaza, dengan lebih dari separuhnya adalah perempuan, dan anak-anak.

    Keluarga dan pendukung 50 sandera yang masih berada dalam tahanan Hamas menuntut agar pemerintah Netanyahu menerima kesepakatan untuk mengakhiri perang, serta menuduh perdana menteri yang lebih mengutamakan ambisi politiknya sendiri daripada memastikan kebebasan sandera.

    Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengatakan hampir setengah juta orang turun ke jalan di Tel Aviv akhir pekan lalu untuk menuntut pemerintah mengubah arah, karena khawatir penundaan kesepakatan dengan Hamas dan perluasan serangan ke Kota Gaza akan mengancam nyawa para sandera.

    Lihat Video ‘Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza Mencapai 62.192 Jiwa’:

  • Israel Ancam Hancurkan Kota Gaza: Gerbang Neraka Akan Terbuka!

    Israel Ancam Hancurkan Kota Gaza: Gerbang Neraka Akan Terbuka!

    Jakarta

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz bersumpah akan menghancurkan Kota Gaza, jika kelompok Hamas tidak setuju untuk melucuti senjata, membebaskan semua sandera yang tersisa, dan mengakhiri perang sesuai dengan persyaratan Israel.

    “Sebentar lagi, gerbang neraka akan terbuka di atas kepala para pembunuh dan pemerkosa Hamas di Gaza – sampai mereka menyetujui persyaratan Israel untuk mengakhiri perang, terutama pembebasan semua sandera dan perlucutan senjata mereka,” tulis menteri Israel tersebut di media sosial, dilansir kantor berita AFP, Jumat (22/8/2025).

    “Jika mereka tidak setuju, Gaza, ibu kota Hamas, akan menjadi Rafah dan Beit Hanoun,” tambahnya, merujuk pada dua kota di Gaza yang sebagian besar dihancurkan selama operasi militer Israel sebelumnya.

    Pernyataan itu muncul setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Kamis (21/8) malam waktu setempat, bahwa ia telah memerintahkan negosiasi segera yang bertujuan membebaskan semua sandera yang tersisa di Gaza.

    Netanyahu menambahkan bahwa desakan untuk membebaskan para sandera akan menyertai operasi untuk menguasai Kota Gaza dan menghancurkan basis Hamas.

    Awal pekan ini, Kementerian Pertahanan Israel mengizinkan pemanggilan sekitar 60.000 tentara cadangan untuk membantu merebut Kota Gaza.

    “Dua hal ini — mengalahkan Hamas dan membebaskan semua sandera kami — berjalan beriringan,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video, tanpa memberikan detail tentang apa yang akan terjadi pada tahap perundingan selanjutnya.

    Para mediator telah menunggu selama berhari-hari tanggapan resmi Israel atas proposal gencatan senjata terbaru mereka, yang diterima Hamas awal pekan ini.

    Sumber-sumber Palestina mengatakan kesepakatan baru tersebut melibatkan pembebasan sandera secara bertahap, sementara Israel bersikeras bahwa setiap kesepakatan akan membebaskan semua sandera sekaligus.

    Rencana Israel untuk memperluas pertempuran dan merebut Kota Gaza telah memicu kecaman internasional serta oposisi domestik.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)