Negara: Israel

  • Israel Sesalkan Malfungsi Drone yang Tewaskan 2 Tentara Lebanon

    Israel Sesalkan Malfungsi Drone yang Tewaskan 2 Tentara Lebanon

    Tel Aviv

    Militer Israel menyatakan penyesalan atas insiden mematikan ketika drone yang diluncurkannya meledak setelah jatuh di dalam wilayah Lebanon bagian selatan. Ledakan drone itu menewaskan dua tentara Lebanon dan melukai dua tentara lainnya.

    Militer Lebanon mengatakan pada Kamis (28/8) bahwa sebuah drone Israel meledak setelah terjatuh di area Ras al-Naqoura, bagian selatan negara tersebut. Drone itu meledak saat diperiksa oleh sejumlah personel militer Lebanon.

    Presiden Lebanon Joseph Aoun mengatakan bahwa “militer sekali lagi membayar dengan darah, harga untuk menjaga stabilitas di wilayah selatan”.

    Juru bicara militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan The Times of Israel, Jumat (29/8/2025), mengaitkan insiden itu dengan malfungsi teknis. Dijelaskan juga bahwa drone tersebut diluncurkan dengan menargetkan infrastruktur kelompok Hizbullah yang ada di Lebanon bagian selatan.

    Militer Israel, atau Angkatan Bersenjata Israel (IDF), menyatakan pihaknya telah membuka penyelidikan terhadap insiden tersebut.

    Diakui oleh militer Israel dalam pernyataannya bahwa “IDF menerima laporan soal sejumlah tentara Lebanon mengalami luka-luka”. Dalam pernyataannya, militer Israel tidak menyebut soal korban jiwa dalam insiden di Lebanon tersebut.

    “Kemungkinan bahwa insiden itu disebabkan oleh ledakan senjata IDF sedang diselidiki,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Militer Israel menambahkan bahwa pihaknya “menyesalkan kerugian yang dialami militer Lebanon”.

    Menurut militer Israel dalam pernyataannya, drone itu dimaksudkan untuk menargetkan situs Hizbullah yang sedang dibangun kembali oleh kelompok tersebut “yang melanggar kesepahaman antara Israel dan Lebanon, dan bukan terhadap tentara-tentara Lebanon”.

    Berdasarkan gencatan senjata yang berlaku sejak November lalu untuk mengakhiri pertempuran antara Israel dan Hizbullah, militer Lebanon telah dikerahkan ke wilayah selatan negara itu dan membongkar infrastruktur Hizbullah, dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) itu juga mewajibkan Israel dan Hizbullah untuk mundur dari posisi mereka di wilayah Lebanon bagian selatan. Namun Israel tetap menempatkan pasukannya di beberapa area yang dianggap strategis.

    Lihat juga Video ‘Hizbullah Tolak Pelucutan Senjata: Kami Tak Akan Tunduk ke Israel’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • 2 Tentara Lebanon Tewas Kena Ledakan Drone Israel

    2 Tentara Lebanon Tewas Kena Ledakan Drone Israel

    Beirut

    Militer Lebanon mengatakan dua tentaranya tewas terkena ledakan drone Israel yang terjatuh di wilayah selatan negara tersebut pada Kamis (28/8) waktu setempat. Ini menjadi insiden mematikan terbaru bagi pasukan militer Lebanon yang ditugaskan di dekat perbatasan Israel.

    Berdasarkan gencatan senjata yang berlaku sejak November lalu untuk mengakhiri pertempuran antara Israel dan Hizbullah, militer Lebanon telah dikerahkan ke wilayah selatan negara itu dan membongkar infrastruktur Hizbullah, dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Saat personel militer sedang memeriksa sebuah drone musuh Israel setelah itu terjatuh di area Naqura, drone itu meledak, yang menyebabkan kematian seorang perwira dan seorang prajurit, serta melukai dua personel lainnya,” kata militer Lebanon dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Jumat (29/8/2025).

    Presiden Lebanon Joseph Aoun, dalam pernyataan terpisah, mengatakan bahwa “militer sekali lagi membayar dengan darah, harga untuk menjaga stabilitas di wilayah selatan”.

    Aoun menyebut insiden itu merupakan insiden mematikan keempat bagi militer Lebanon sejak mulai dikerahkan ke wilayah selatan negara tersebut, setelah gencatan senjata diberlakukan.

    Awal bulan ini, enam tentara Lebanon tewas dalam ledakan yang mengguncang sebuah depot senjata di dekat perbatasan, yang menurut sumber militer Beirut, milik Hizullah.

    Ditekankan oleh Aoun bahwa insiden pada Kamis (28/8) tersebut bertepatan dengan perpanjangan mandat pasukan penjaga perdamaian PBB oleh Dewan Keamanan PBB, menjelang penarikan mereka pada akhir tahun 2027.

    Insiden ini, menurut Aoun dalam pernyataannya, juga bertepatan dengan “seruan komunitas internasional agar Israel menghentikan serangannya, mundur … dan memungkinkan militer Lebanon untuk menyelesaikan perluasan kewenangannya hingga ke perbatasan internasional”.

    Berdasarkan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS), Israel dan Hizbullah sama-sama diwajibkan untuk mundur dari Lebanon bagian selatan, tetapi Israel tetap menempatkan pasukannya di beberapa area yang dianggap strategis.

    Perdana Menteri (PM) Lebanon Nawaf Salam, dalam tanggapannya, menyampaikan belasungkawa dan “solidaritas penuh pemerintah terhadap institusi militer”. Dia mengatakan militer merupakan “katup pengaman, benteng kedaulatan, dan pendukung persatuan nasional” Lebanon.

    Lihat juga Video ‘303 Orang Tewas Termasuk 117 Anak Akibat Bencana Kelaparan di Gaza’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ratusan Staf Desak Kepala HAM PBB Nyatakan Perang Gaza Genosida

    Ratusan Staf Desak Kepala HAM PBB Nyatakan Perang Gaza Genosida

    Jenewa

    Ratusan staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Volker Turk, untuk secara eksplisit menyebut perang Gaza sebagai genosida yang sedang berlangsung.

    Desakan itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (29/8/2025), disampaikan oleh ratusan staf pada Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR) dalam surat kepada Turk, yang telah dilihat isinya oleh Reuters. Surat tersebut dikirimkan pada Rabu (27/8) waktu setempat.

    Dalam suratnya, ratusan staf PBB itu menganggap bahwa kriteria hukum untuk genosida dalam perang antara Israel dan Hamas, yang terus berkecamuk di Jalur Gaza, telah terpenuhi, dengan menyebutkan skala, cakupan, dan sifat pelanggaran yang terdokumentasi di wilayah tersebut.

    “OHCHR memiliki tanggung jawab hukum dan moral yang kuat untuk mengecam tindakan genosida,” demikian bunyi surat yang ditandatangani oleh Komite Staf atas nama lebih dari 500 staf OHCHR.

    “Kegagalan untuk mengecam genosida yang sedang berlangsung merusak kredibilitas PBB dan sistem hak asasi manusia itu sendiri,” demikian bunyi surat tersebut.

    Surat tersebut mengutip anggapan soal kegagalan moral badan internasional tersebut karena tidak berbuat lebih banyak untuk menghentikan genosida Rwanda tahun 1994 silam, yang menewaskan lebih dari 1 juta orang.

    Belum ada tanggapan langsung dari Kementerian Luar Negeri Israel terhadap hal tersebut.

    Pemerintah Israel sebelumnya menolak tuduhan genosida di Jalur Gaza, dengan alasan haknya untuk membela diri menyusul serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang di Israel dan membuat 251 orang disandera.

    Namun, rentetan serangan mematikan Israel terhadap Jalur Gaza juga memakan banyak korban jiwa, dengan data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza menyebut nyaris 63.000 orang tewas akibat rentetan serangan Tel Aviv. Pemantau kelaparan global juga mengatakan sebagian besar penduduk Gaza menderita kelaparan.

    Beberapa kelompok HAM seperti Amnesty International telah menuduh Israel melakukan genosida, dan pakar independen PBB Francesca Albanese juga menggunakan istilah tersebut, namun bukan PBB secara resmi yang menggunakannya.

    Para pejabat PBB sebelumnya mengatakan bahwa pengadilan internasional yang bertanggung jawab untuk menetapkan genosida.

    Sementara itu, Turk dalam tanggapannya menyebut surat yang dikirimkan ratusan staf OHCHR itu mengangkat keprihatinan penting.

    “Saya mengetahui kita semua memiliki rasa kemarahan moral yang sama atas kengerian yang kita saksikan, serta frustrasi atas ketidakmampuan komunitas internasional untuk mengakhiri situasi ini,” ujarnya, sembari menyerukan para staf untuk “tetap bersatu sebagai Kantor dalam menghadapi kesulitan seperti itu”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menteri Israel Serukan Caplok Gaza Jika Hamas Tak Menyerah

    Menteri Israel Serukan Caplok Gaza Jika Hamas Tak Menyerah

    Tel Aviv

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyerukan pemerintah negara tersebut untuk mulai mencaplok bagian-bagian wilayah Jalur Gaza, jika kelompok Hamas tetap pada pendirian mereka untuk tidak meletakkan senjata.

    Smotrich yang secara vokal menentang kesepakatan dengan Hamas untuk mengakhiri perang Gaza yang berkecamuk selama nyaris dua tahun terakhir, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (29/8/2025), mempresentasikan rencananya untuk “menang di Gaza pada akhir tahun” dalam konferensi pers di Yerusalem.

    Di bawah usulan Smotrich, Hamas akan diberi ultimatum untuk menyerah, melucuti senjata, dan membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza sejak perang dimulai pada Oktober 2023.

    Jika Hamas menolak, Smotrich mengatakan bahwa Israel harus menganeksasi satu bagian wilayah Jalur Gaza setiap minggu, selama empat minggu berturut-turut, hingga sebagian besar wilayah daerah kantong Palestina itu berada di bawah kendali penuh Tel Aviv.

    Menurut Smotrich, warga Palestina pertama-tama akan diperintahkan untuk bergerak ke wilayah selatan Jalur Gaza, yang diikuti oleh pengepungan oleh pasukan Israel terhadap wilayah utara dan tengah daerah kantong Palestina tersebut untuk mengalahkan militan Hamas yang tersisa di sana, dan diakhiri dengan aneksasi.

    “Ini bisa dicapai dalam waktu tiga bulan sampai empat bulan,” katanya.

    Smotrich, dalam pernyataannya, mendesak Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu “untuk segera mengadopsi rencana ini secara penuh”.

    Pernyataan Smotrich ini disampaikan saat pasukan Israel melancarkan serangan besar-besaran untuk merebut kendali Kota Gaza — kota terbesar di Jalur Gaza — ketika kekhawatiran terhadap nasib warga sipil Palestina di sana semakin meningkat.

    Sebagian besar penduduk Gaza, yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa, telah mengungsi setidaknya satu kali selama perang.

    Kecaman disampaikan Hamas terhadap usulan Smotrich tersebut, dengan menyebut usulan itu merupakan “dukungan terbuka terhadap kebijakan pemindahan paksa dan pembersihan etnis terhadap rakyat kami”.

    Lihat juga Video ‘303 Orang Tewas Termasuk 117 Anak Akibat Bencana Kelaparan di Gaza’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kantor Presiden Diduduki, Dua Karyawan Langsung Dipecat

    Kantor Presiden Diduduki, Dua Karyawan Langsung Dipecat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dua orang karyawan Microsoft dipecat setelah memasuki kantor Presiden Microsoft Brad Smith tanpa izin. Keduanya adalah software engineer Riki Fameli dan Anna Hattle.

    CNBC Internasional melaporkan keduanya adalah bagian dari tujuh orang yang masuk ke kantor Smith pada awal minggu ini. Saat itu, sejumlah karyawan menggelar aksi protes di dalam Gedung Microsoft karena menolak teknologi perusahaan digunakan oleh militer Israel.

    Informasi pemecatan itu disampaikan No Azzure for Apartheid, kelompok afiliasi pengunjuk rasa di kantor Microsoft. Pihak peruhaan juga mengonfirmasi pemecatan tersebut.

    “Dua karyawan yang dipecat hari ini setelah melakukan pelanggaran serius kebijakan dan kode etik perusahaan,” kata juru bicara Microsoft dikutip Jumat (29/8/2025).

    “Insiden ini tidak sesuai dengan harapan yang diberikan kepada karyawan kami. Perusahaan melakukan investigasi dan bekerja sama dengan penegak hukum terkait masalah tersebut,” imbuh juru bicara perusahaan.

    Terbaru jumlah karyawan yang dipecat total menjadi empat orang, yakni bertambah Nisreen Jaradat dan Julius Shan.

    Dalam laporan The Guardian, militer Israel telah menggunakan infrastruktur cloud Azure milik Microsoft. Tujuannya adalah menyimpan panggilan telepon milik warga Palestina.

    Smith sendiri mengatakan Microsoft akan melakukan penyelidikan dan mencari tahu kebenaran soal penerapan teknologi milik perusahaan.

    Penerapan layanan ini yang menyebabkan unjuk rasa di kantor Microsoft. Smith mengatakan pengunjuk rasa menghalangi orang-orang keluar dari kantor, menanamkan alat penyadap telepon dan menolak pergi hingga diusir polisi.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pilu Anak-anak Gaza Kelaparan hingga Menangis Pun Tak Bisa

    Pilu Anak-anak Gaza Kelaparan hingga Menangis Pun Tak Bisa

    Jakarta

    Kondisi anak-anak di Gaza, Palestina, yang kelaparan sungguh memilukan. Untuk menangis pun anak-anak di Gaza bahkan tidak bisa.

    Dirangkum detikcom dilansir kantor berita AFP, Kamis (28/8/2025) hal tersebut diungkapkan kepala badan amal internasional, Save the Children yang berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang konflik Israel-Palestina. Menurut Inger Ashing, kepala NGO tersebut, kelaparan — yang dinyatakan oleh PBB pekan lalu terjadi di Gaza — bukan sekadar istilah teknis semata.

    “Ketika tidak ada cukup makanan, anak-anak menjadi sangat kekurangan gizi, dan kemudian mereka meninggal secara perlahan dan menyakitkan. Secara sederhana, inilah yang dimaksud dengan kelaparan,” kata Ashing.

    Ia kemudian menjelaskan apa yang terjadi ketika anak-anak meninggal karena kelaparan selama beberapa minggu, karena tubuh pertama-tama mengonsumsi lemaknya sendiri untuk bertahan hidup dan ketika lemak itu habis, tubuh benar-benar mengonsumsi dirinya sendiri dengan memakan otot dan organ vital.

    “Namun, klinik kami hampir senyap. Sekarang, anak-anak tidak memiliki kekuatan untuk berbicara atau bahkan menangis kesakitan. Mereka terbaring di sana, kurus kering, benar-benar merana,” kata Ashing.

    Ia mengatakan kelompok-kelompok bantuan sebelumnya telah memperingatkan dengan lantang bahwa kelaparan akan datang, karena Israel mencegah makanan dan kebutuhan pokok lainnya memasuki Gaza.

    “Setiap orang di ruangan ini memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk bertindak menghentikan kekejaman ini,” kata Ashing.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa secara resmi mendeklarasikan bencana kelaparan di Gaza pada hari Jumat lalu, menyalahkan apa yang disebutnya sebagai penghalangan sistematis bantuan oleh Israel selama lebih dari 22 bulan perang.

    Sebuah lembaga pemantau kelaparan yang didukung PBB, Integrated Food Security Phase Classification Initiative (IPC), mengatakan kelaparan telah berdampak pada 500.000 orang di wilayah Jalur Gaza, termasuk di Kota Gaza.

    IPC memproyeksikan bahwa kelaparan akan meluas hingga mencakup sekitar dua pertiga wilayah Gaza pada akhir September mendatang. Israel kemudian mendesak IPC untuk mencabut laporan itu, menyebutnya “direkayasa.”

    Setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu lalu, 14 anggota — semuanya kecuali Amerika Serikat yang merupakan sekutu utama Israel –mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan “kekhawatiran dan kesedihan mendalam” atas deklarasi kelaparan tersebut, dan menyatakan bahwa mereka mempercayai pekerjaan dan metodologi IPC.

    “Penggunaan kelaparan sebagai senjata perang jelas dilarang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Kelaparan di Gaza harus segera dihentikan,” demikian bunyi pernyataan bersama tersebut.

    Lihat juga Video ‘Raut Bahagia Pemuda Gaza Saat Unboxing Paket Bantuan dari RI’:

    Halaman 2 dari 3

    (whn/ygs)

  • Adu Kekuatan 2 Raksasa Nuklir Asia, Awas China Jadi Sasaran

    Adu Kekuatan 2 Raksasa Nuklir Asia, Awas China Jadi Sasaran

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dua raksasa nuklir Asia, India dan Pakistan, masih berada dalam tensi yang panas soal konflik di Kashmir. Kekuatan keduanya yang melibatkan nuklir pun disebut mengancam raksasa regional lainnya, China.

    Pada 20 Agustus, India mengumumkan telah berhasil menguji coba Agni-V, rudal balistik jarak menengahnya, dari lokasi uji coba di Odisha, di pantai timur Teluk Benggala. Agni-V, yang berarti “api” dalam bahasa Sansekerta, memiliki panjang 17,5 meter, berat 50.000 kg, dan dapat membawa hulu ledak nuklir atau konvensional seberat lebih dari 1.000 kg.

    Rudal ini juga mampu menempuh jarak lebih dari 5.000 km dengan kecepatan hipersonik hampir 30.000 km per jam. Hal ini membuatnya termasuk rudal balistik tercepat di dunia.

    Uji coba Agni dilakukan tepat seminggu setelah Pakistan mengumumkan pembentukan Komando Pasukan Roket Angkatan Darat (ARFC) baru, yang menurut para ahli, bertujuan untuk menambal kelemahan dalam postur pertahanannya yang terungkap oleh India selama konflik empat hari antara dua negara bertetangga yang memiliki senjata nuklir pada bulan Mei.

    Namun, para ahli mengatakan uji coba terbaru India ini mungkin merupakan pesan yang lebih ditujukan untuk tetangga lain yang kembali didekati New Delhi dengan hati-hati, China. Pasalnya, jangkauan Agni mencakup sebagian besar Asia, termasuk wilayah utara China, dan sebagian Eropa. 

    Uji coba ini dilakukan sesaat sebelum perjalanan Perdana Menteri India Narendra Modi ke China untuk KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), di tengah pencairan hubungan-setelah bertahun-tahun ketegangan akibat sengketa perbatasan-yang dipercepat oleh perang tarif Presiden AS Donald Trump terhadap India. Pada hari Rabu, tarif AS atas barang-barang India berlipat ganda menjadi 50% di tengah ketegangan atas pembelian minyak New Delhi dari Rusia.

    Namun terlepas dari perubahan hubungan dengan Beijing, para ahli mengatakan India terus memandang China sebagai ancaman utama di kawasan, yang menggarisbawahi rumitnya hubungan antara dua negara dengan populasi terpadat di dunia ini. Dan menurut mereka, pengembangan rudal jarak menengah dan jarak jauh India terutama ditujukan ke China.

    Keunggulan Rudal India atas Pakistan

    Sementara India mengakui kehilangan sejumlah jet tempur yang tidak disebutkan jumlahnya selama baku tembak dengan Pakistan pada bulan Mei, India juga menyebabkan kerusakan signifikan pada pangkalan militer Pakistan, terutama dengan rudal jelajah supersonik BrahMos.

    BrahMos, yang mampu membawa hulu ledak nuklir atau konvensional hingga 300 kg, memiliki jangkauan sekitar 500 km. Ketinggiannya yang rendah, lintasan yang mengikuti medan, dan kecepatannya yang luar biasa membuatnya sulit dicegat, sehingga memungkinkannya menembus wilayah Pakistan dengan relatif mudah.

    Banyak ahli berpendapat bahwa konteks ini menunjukkan uji coba Agni-V tidak secara langsung terkait dengan pengumuman ARFC oleh Pakistan. Sebaliknya, mereka mengatakan, uji coba tersebut kemungkinan merupakan sinyal untuk China.

    Diketahuia, pasukan India dan China berada dalam kebuntuan langsung di sepanjang perbatasan Himalaya yang disengketakan selama empat tahun setelah bentrokan mematikan pada tahun 2020, sebelum Modi bertemu Presiden China Xi Jinping di Rusia pada Oktober 2024 untuk memulai proses detente (peredaan ketegangan).

    Kunjungan Modi ke China untuk KTT SCO pada hari Minggu kemarin akan menjadi yang pertama kali baginya sejak tahun 2018. Di masa lalu, India sering merasa dikhianati oleh pendekatan-pendekatan ke China, yang diklaim India sering kali diikuti oleh agresi dari Beijing di sepanjang perbatasan mereka.

    “Kebutuhan India akan rudal jarak jauh, namun bukan rudal antarbenua, didikte oleh persepsi ancamannya terhadap China,” kata Manpreet Sethi, seorang peneliti tamu di Centre for Air Power Studies yang berbasis di New Delhi, kepada Al Jazeera.

    “Agni-V adalah rudal balistik berkemampuan nuklir dengan jangkauan 5.000 km, yang telah dikembangkan India sebagai bagian dari kemampuan deterrence (penangkal) nuklirnya terhadap China. Rudal ini tidak memiliki relevansi dengan Pakistan,” tambah Sethi.

    Christopher Clary, asisten profesor ilmu politik di University at Albany, setuju dengan pendapat tersebut.

    “Meskipun Agni-V mungkin dapat digunakan untuk menyerang Pakistan, misi utamanya adalah serangan terhadap China,” katanya kepada Al Jazeera. “Pantai timur China, tempat kota-kota terpenting secara ekonomi dan politik berada, sulit dijangkau dari India dan membutuhkan rudal jarak jauh.”

    Perlombaan Rudal di Seluruh Asia Selatan

    India dan Pakistan terus memperluas persenjataan rudal mereka dalam beberapa tahun terakhir, dengan meluncurkan sistem-sistem baru yang memiliki jangkauan yang semakin jauh.

    Sebelum mengumumkan ARFC, Pakistan memamerkan Fatah-4, rudal jelajah dengan jangkauan 750 km dan kemampuan untuk membawa hulu ledak konvensional maupun nuklir.

    Sementara itu, India sedang mengerjakan Agni-VI, yang diperkirakan memiliki jangkauan lebih dari 10.000 km dan membawa multiple independently targetable reentry vehicles (MIRV), sebuah kemampuan yang sudah ada pada Agni-V.

    Rudal yang dilengkapi MIRV dapat membawa beberapa hulu ledak nuklir, yang masing-masing mampu menyerang target terpisah, sehingga secara signifikan meningkatkan potensi daya hancurnya.

    Mansoor Ahmed, dosen kehormatan di Strategic and Defence Studies Centre, Australian National University, mengatakan uji coba terbaru India menunjukkan kemampuan rudal antarbenua yang semakin maju.

    “Dengan India yang sedang mengerjakan varian-varian Agni yang berbeda dengan berbagai kemampuan, uji coba ini adalah demonstrasi teknologi untuk kemampuan rudal balistik luncur-kapal selam (submarine-launched ballistic missile atau SLBM) India yang sedang berkembang,” kata Ahmed.

    “Tergantung pada konfigurasi hulu ledak untuk SLBM India, India akan mampu mengerahkan antara 200-300 hulu ledak pada armada SSBN-nya saja selama dekade berikutnya,” tambahnya. SSBN (ship, submersible, ballistic, nuclear) adalah kapal selam bertenaga nuklir yang dirancang untuk membawa SLBM yang dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir. India saat ini memiliki dua SSBN yang beroperasi, dengan dua lagi dalam tahap pembangunan.

    Sebaliknya, Pakistan tidak memiliki rudal jarak jauh atau kapal selam nuklir. Rudal balistik operasional jarak terjauhnya, Shaheen-III, memiliki jangkauan 2.750 km.

    “Pakistan juga memiliki rudal balistik berkemampuan MIRV pertama di Asia Selatan yang disebut Ababeel, yang dapat menyerang hingga jangkauan 2.200 km, namun ini adalah sistem berkemampuan MIRV dengan jangkauan terpendek yang dikerahkan oleh negara bersenjata nuklir mana pun,” kata Ahmed.

    Tughral Yamin, mantan brigadir angkatan darat Pakistan dan sarjana kebijakan nuklir, mengatakan ambisi rudal kedua negara mencerminkan prioritas yang berbeda.

    “Program Pakistan sepenuhnya spesifik untuk India dan bersifat defensif, sementara ambisi India melampaui subkontinen. Sistem jarak jauhnya dirancang untuk proyeksi kekuatan global, terutama terhadap China, dan untuk menjadikan dirinya sebagai kekuatan besar dengan penangkal yang kredibel terhadap negara-negara besar,” kata Yamin, penulis buku The Evolution of Nuclear Deterrence in South Asia.

    Namun beberapa ahli mengatakan program pengembangan rudal Pakistan tidak hanya tentang India. Ashley J Tellis, peneliti kajian stratejik di Carnegie Endowment for International Peace (CEIP), mengatakan bahwa sementara India ingin dapat menyerang China dan Pakistan, Islamabad sedang membangun kemampuan untuk menjaga Israel, dan bahkan AS, dalam jangkauannya, selain India.

    “Pasukan rudal konvensional di kedua negara dirancang untuk menyerang target-target penting tanpa membahayakan pesawat serang berawak,” kata Tellis kepada Al Jazeera.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • IGPC Akan Lepas 20 Relawan ke Gaza untuk Misi Kemanusiaan Bersama Global Sumud Frotilla

    IGPC Akan Lepas 20 Relawan ke Gaza untuk Misi Kemanusiaan Bersama Global Sumud Frotilla

    Jakarta: Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) akan menggelar Seremoni pelepasan relawan kemanusiaan yang akan bergabung dengan Global Sumud Frotilla untuk menembus blokade Gaza dari penjajahan Israel. 

    Pelepasan puluhan relawan ini akan dilaksanakan, pada hari Jumat, 29 Agustus 2025 di Gedung Granadi, Kuningan-Jakarta Selatan. Rencananya akan ada sekitar 20 relawan dari berbagai elemen masyarakat seperti, jurnalis, tim medis, Influencer dan aktivis kemanusiaan. 

    Pelepasan ini sekaligus menjadi ajang konsolidasi dan untuk mengawal misi Global Sumud Flotilla, sebuah gerakan dunia yang bertujuan menembus blokade Israel terhadap Gaza melalui jalur laut.

    Acara dengan tajuk “Flag Off Indonesia Global Peace Convoy 2025” ini akan dihadiri sejumlah tokoh penting baik dari unsur pemerintahan, tokoh masyrakat, para ulama, donatur dan pegiat kemanusiaan.
     

     

    Media Group Network Kirim Relawan
    Media Group (Metro TV) turut mengirim relawan yang akan bergabung dalam Global Sumud Frotilla bersama IGPC. Dua jurnalis Metro TV Iqbal Himawan dan Yahdin turut serta dalam rombongan relawan yang rencananya diberangkatkan pada akhir bulan Agustus.

    Nantinya romobongan delegasi Indonesia ini terlebih dahulu menuju ke Tunisia, dan menjalankan pelatihan singkat selama 4 hari sebelum perjalanan panjang melalui laut Mediteranis menuju Pantai Gaza.

    “Kehadiran dan partisipasi masyarakat Indonesia sangat penting untuk menyatukan langkah, agar misi ini bukan hanya sekadar perjalanan kemanusiaan, tetapi juga simbol persatuan bangsa dalam membela keadilan bagi Palestina,” ujar Muhammad Husein Gaza, Koordinator IGPC.

    Global Sumud Flotilla merupakan gerakan civil society terdiri dari 44 negara yang akan melakukan pelayaran ke pantai Gaza dengan mengunakan 72 armada kapal. Gerakan ini berdiri diatas kepentingan kemanusiaan atas perilaku Israel yang telah melakukan penjajahan dan genosida di bumi Gaza-Palestina.

    IGPC merupakan wadah bersama berbagai NGO, komunitas, dan tokoh masyarakat Indonesia yang berkomitmen mendukung perjuangan rakyat Palestina. IGPC menjadi representasi Indonesia dalam Koalisi Sumud Nusantara yang terdiri dari negara-negara di kawasan Asean dan Asia Barat serta Global Sumud Flotilla, gerakan internasional yang mengirim armada kapal kemanusiaan ke Gaza untuk menembus blokade yang selama ini mengisolasi warga Gaza dari dunia luar.

    Jakarta: Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) akan menggelar Seremoni pelepasan relawan kemanusiaan yang akan bergabung dengan Global Sumud Frotilla untuk menembus blokade Gaza dari penjajahan Israel. 
     
    Pelepasan puluhan relawan ini akan dilaksanakan, pada hari Jumat, 29 Agustus 2025 di Gedung Granadi, Kuningan-Jakarta Selatan. Rencananya akan ada sekitar 20 relawan dari berbagai elemen masyarakat seperti, jurnalis, tim medis, Influencer dan aktivis kemanusiaan. 
     
    Pelepasan ini sekaligus menjadi ajang konsolidasi dan untuk mengawal misi Global Sumud Flotilla, sebuah gerakan dunia yang bertujuan menembus blokade Israel terhadap Gaza melalui jalur laut.

    Acara dengan tajuk “Flag Off Indonesia Global Peace Convoy 2025” ini akan dihadiri sejumlah tokoh penting baik dari unsur pemerintahan, tokoh masyrakat, para ulama, donatur dan pegiat kemanusiaan.
     

     

    Media Group Network Kirim Relawan
    Media Group (Metro TV) turut mengirim relawan yang akan bergabung dalam Global Sumud Frotilla bersama IGPC. Dua jurnalis Metro TV Iqbal Himawan dan Yahdin turut serta dalam rombongan relawan yang rencananya diberangkatkan pada akhir bulan Agustus.
     
    Nantinya romobongan delegasi Indonesia ini terlebih dahulu menuju ke Tunisia, dan menjalankan pelatihan singkat selama 4 hari sebelum perjalanan panjang melalui laut Mediteranis menuju Pantai Gaza.
     
    “Kehadiran dan partisipasi masyarakat Indonesia sangat penting untuk menyatukan langkah, agar misi ini bukan hanya sekadar perjalanan kemanusiaan, tetapi juga simbol persatuan bangsa dalam membela keadilan bagi Palestina,” ujar Muhammad Husein Gaza, Koordinator IGPC.
     
    Global Sumud Flotilla merupakan gerakan civil society terdiri dari 44 negara yang akan melakukan pelayaran ke pantai Gaza dengan mengunakan 72 armada kapal. Gerakan ini berdiri diatas kepentingan kemanusiaan atas perilaku Israel yang telah melakukan penjajahan dan genosida di bumi Gaza-Palestina.
     
    IGPC merupakan wadah bersama berbagai NGO, komunitas, dan tokoh masyarakat Indonesia yang berkomitmen mendukung perjuangan rakyat Palestina. IGPC menjadi representasi Indonesia dalam Koalisi Sumud Nusantara yang terdiri dari negara-negara di kawasan Asean dan Asia Barat serta Global Sumud Flotilla, gerakan internasional yang mengirim armada kapal kemanusiaan ke Gaza untuk menembus blokade yang selama ini mengisolasi warga Gaza dari dunia luar.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Microsoft Pecat Dua Pegawai yang Duduki Kantor Presiden

    Microsoft Pecat Dua Pegawai yang Duduki Kantor Presiden

    Jakarta

    Microsoft memecat dua pegawainya yang terlibat dalam aksi demo Israel di komplek kantor pusat Microsoft.

    Dua pegawai yang dipecat itu adalah engineer software Riki Fameli dan Anna Hattle, yang dipecat karena menduduki kantor Presiden Microsoft Brad Smith. Dalam aksi tersebut, ada tujuh orang pendemo yang berhasil masuk ke kantor Smith tersebut.

    Dalam aksinya, pendemo melakukan live stream di Twitch saat mereka berhasil masuk ke kantor Smith. Mereka masih bertahan pada tuntutan awalnya, yaitu Microsoft memutus hubungan dengan pemerintah Israel.

    Aksi para pendemo itu memaksa Microsoft untuk melakukan lockdown pada bangunan tempat para eksekutifnya berkantor, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Kamis (28/8/2025).

    Selain dipecat, Hattle dan Fameli juga ditangkap oleh polisi bersama dengan mantan pegawai Microsoft Vaniya Agrawal, Hossam Nasr, dan Joe Lopez. Ada juga mantan pegawai Google dan sejumlah pegawai teknologi lain yang ditangkap dalam aksi demo tersebut.

    Juru bicara Microsoft menyebut Hattle dan Fameli dipecat karena melakukan pelanggaran serius terhadap aturan perusahaan. Hattle dan 19 orang lainnya juga sebelumnya sempat ditangkap polisi saat melakukan demo di kantor pusat Microsoft. Dalam aksi tersebut, kelompok yang menamakan diri No Azure for Apartheid menduduki sebuah plaza di kantor pusat Microsoft.

    Mereka mendirikan tenda yang dinamai ‘Liberated Zone’ pada aksinya di hari ke-2. Mereka juga menyiram cat berwarna merah pada logo Microsoft di kantor tersebut. Kepolisian Redmond menyebut para pendemo itu memblokir jalur pejalan kaki dan mencoba membuat penghalang menggunakan meja dan kursi curian.

    Beberapa jam setelah pendemo ditangkap, Brad Smith mengadakan konferensi pers dadakan di kantornya. Dalam konferensi pers itu Smith memastikan prinsip kemanusiaan tetap dijaga di Timur Tengah.

    Smith juga menyebut Microsoft sudah melakukan investigasi internal soal laporan The Guardian yang menyebut platform Azure dipakai untuk memata-matai warga Palestina.

    (asj/asj)

  • Meski Diprotes Massal, Israel Lanjutkan Serangan di Kota Gaza

    Meski Diprotes Massal, Israel Lanjutkan Serangan di Kota Gaza

    Jakarta

    Tank-tank Israel semakin merangsek masuk di pinggiran Kota Gaza pada hari Rabu (27/08), memaksa lebih banyak warga Palestina mengungsi, sementara militer Israel bersiap melaksanakan rencana pemerintah Israel untuk menaklukkan Gaza dan merebut apa yang mereka sebut sebagai “benteng terakhir Hamas.”

    Sehari sebelumnya, puluhan ribu warga Israel kembali turun ke jalan untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan untuk memulangkan 50 sandera yang tersisa. Para pengunjuk rasa saat mereka berbaris menuju Lapangan Sandera di pusat kota Tel Aviv.

    Area ini telah menjadi simbol perjuangan untuk memulangkan para sandera yang disandera selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Di antara para pengunjuk rasa pada hari Selasa (24/08) adalah Naama, seorang mahasiswa psikologi yang kehilangan salah satu teman dekatnya dalam serangan militan di festival musik Nova.

    “Saya di sini untuk mendukung keluarga-keluarga, dan itu minimal yang bisa saya lakukan. Saya tidak punya kendali atas apa yang terjadi. Selama dua tahun, ini bagaikan roller coaster antara harapan dan keputusasaan,” ujar Naama, yang menolak menyebutkan nama belakangnya, kepada DW di alun-alun.

    Ia mengatakan ia ingin percaya bahwa pemerintah Israel sedang melakukan segala yang mereka bisa untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 22 bulan, “karena jika saya tidak percaya ini, saya tidak akan bisa bangun pagi-pagi. Saya sangat berharap mereka tidak menutup mata terhadap apa yang terjadi di sini.”

    ‘Hari Disrupsi’ bertujuan untuk mengakhiri perang di Gaza

    Protes hari Selasa (24/08) diselenggarakan oleh Forum Keluarga Sandera dan Hilang, yang mewakili mayoritas keluarga, dan dijadwalkan bertepatan dengan rapat Kabinet Keamanan Israel.

    Beberapa anggota kabinet koalisi sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan menuduh para pengunjuk rasa “membantu Hamas” dan merugikan negara dengan aksi demonstrasi mereka.

    “Para perusuh yang melayani Hamas telah kembali,” tulis Hanoch Milwidsky, seorang anggota parlemen senior dari partai Likud pimpinan Netanyahu, di X, bersamaan dengan video pengunjuk rasa membakar ban di jalan raya.

    Di sebuah kios yang menjual kaus dan pin untuk mendukung para sandera, Dan Perlman, seorang relawan, berusaha terdengar optimistis. “Kita semua di sini memiliki secercah harapan bahwa keadaan akan berubah, meskipun ada banyak kekecewaan. Ibu saya, yang telah menjadi relawan di sini sejak hari ketiga, mungkin lebih optimistis daripada saya. Saya tidak. Saya pikir sungguh gila jika situasi ini terus berlanjut selamanya,” katanya.

    Israel belum tanggapi kesepakatan gencatan senjata

    Einav Zangauker, ibu dari sandera Matan Zangauker yang masih ditahan Hamas, mengatakan kepada kerumunan yang berkumpul di Tel Aviv bahwa “seluruh bangsa ini terbebani oleh pemerintah ini.” Ia mengkritik Netanyahu karena melanjutkan “kampanyenya untuk menggagalkan kesepakatan” potensi gencatan senjata dengan Hamas.

    Para mediator internasional mengatakan mereka masih menunggu tanggapan resmi dari Israel terkait perjanjian gencatan senjata yang didukung AS saat ini, yang disetujui Hamas pekan lalu. Seorang perwakilan Kementerian Luar Negeri Qatar, yang telah mengoordinasikan perundingan antara kedua belah pihak, mengatakan “upaya untuk mengulur waktu dengan memindahkan lokasi atau taktik lain sudah jelas bagi komunitas internasional, dan sudah saatnya bagi Israel untuk memberikan jawaban serius atas apa yang telah disepakati sebelumnya.”

    Netanyahu baru-baru ini tampaknya telah bergeser dari mengejar kesepakatan parsial, yang akan membebaskan 10 sandera hidup dan 18 sandera mati dengan imbalan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Kini, ia tampaknya hanya bersedia membahas kesepakatan komprehensif untuk membebaskan seluruh 50 sandera.

    Namun, pada saat yang bersama,an Netanyahu juga telah memerintahkan militer Israel untuk mempercepat persiapan serangan daratnya di Kota Gaza. Ia telah mengabaikan peringatan dari kepala stafnya bahwa serangan skala besar di Kota Gaza akan membahayakan nyawa sekitar 20 sandera yang diyakini masih hidup, yang membuat marah banyak kerabat dan mantan sandera.

    “Saya tidak bersedia mengorbankan siapa pun demi ambisi mesianis untuk menghancurkan Hamas,” kata mantan sandera Gadi Moses dalam sebuah wawancara dengan Radio Angkatan Darat pada hari Selasa. Ia mengatakan kondisi Hamas tidak berubah sejak Oktober 2023, dan bahwa pemerintah Israel harus menyetujui kesepakatan tersebut. “Mereka [Hamas] tidak mundur dari posisi mereka. Mereka terus mengatakan hal yang sama: Akhiri pertempuran dan tinggalkan Gaza.”

    Lebih dari 62.000 warga Palestina tewas dalam perang Gaza

    Rencana terbaru tentara Israel untuk menyerbu Kota Gaza akan menjadi bencana bagi warga Palestina yang telah berjuang melawan kelaparan, pengungsian, dan pemboman terus-menerus. Meskipun invasi penuh dilaporkan direncanakan pada pertengahan September, Israel terus menyerang Gaza dalam beberapa hari terakhir, dengan tank-tank menyerbu beberapa permukiman di Kota Gaza di tengah kemarahan global yang intens atas serangan ganda Israel terhadap rumah sakit Khan Younis pada hari Senin (23/08) yang menewaskan 20 orang, termasuk tenaga medis dan lima jurnalis.

    Di antara para pengunjuk rasa, minoritas kecil juga mengadvokasi diakhirinya penderitaan warga Palestina di Gaza. Namun, jajak pendapat terbaru oleh pusat aChord menunjukkan bahwa 42% publik Yahudi setuju dengan klaim pemerintah bahwa tidak ada orang tak bersalah di Gaza, sementara 34% sebagian setuju dengan hal ini.

    “Jumlah korban Palestina sekarang di atas 62.000, di antaranya banyak anak-anak,” ujar Maya Rosenfeld, seorang sosiolog di Universitas Ibrani Yerusalem yang ikut serta dalam demonstrasi lain akhir pekan lalu di Yerusalem, kepada DW. “Jika kita telah mencapai titik ini dan hal ini belum menyebabkan sebagian besar masyarakat Israel turun ke jalan demi rakyat Palestina, saya tidak yakin transformasi seperti itu akan terjadi dalam waktu dekat.”

    Dalam beberapa pekan terakhir, puluhan ribu warga Israel telah menerima surat panggilan untuk bertugas di militer cadangan mulai 2 September dan seterusnya. Belum jelas berapa banyak yang akan merespons, mengingat mereka telah menjalani beberapa tugas di Gaza, di perbatasan Israel dengan Lebanon atau Suriah, atau di Tepi Barat yang diduduki selama 22 bulan terakhir.

    “Begitu banyak orang memiliki anak di militer dan hampir mustahil bagi mereka untuk menganggap anak-anak mereka sebagai pelaku genosida,” kata Rosenfeld, merujuk pada perdebatan internasional yang menggambarkan perang di Gaza sebagai genosida. “Dan mereka percaya bahwa mungkin setelah semua ini berakhir, mereka akan dapat kembali ke kehidupan normal mereka seolah-olah tidak terjadi apa-apa.”

    Dan Cohen, yang juga ikut serta dalam protes hari Sabtu lalu, mengatakan penting baginya untuk mengingatkan pemerintah bahwa mereka seharusnya melayani rakyat, bukan sebaliknya.

    Saat berbicara dengan DW, seorang pengunjuk rasa sayap kanan mengangkat sebuah spanduk di dekatnya dalam bahasa Ibrani bertuliskan, “Pendudukan, deportasi, pemukiman” — sebuah slogan yang menggaungkan kebijakan yang dipromosikan oleh beberapa anggota kabinet Netanyahu untuk warga Palestina di Gaza. Namun, jajak pendapat secara konsisten menunjukkan bahwa hingga 80% publik Israel mendukung kesepakatan dan diakhirinya perang — sebagian besar karena khawatir akan dampaknya terhadap masyarakat dan ekonomi Israel. Namun, tidak semua orang turun ke jalan.

    “Suara dan tuntutan kami untuk mengakhiri perang, untuk mengakhiri penderitaan, untuk membawa kembali para sandera adalah suara yang sangat penting, tidak hanya di luar Israel, tetapi terutama di dalam Israel,” kata Cohen. “Suara-suara ini digaungkan oleh banyak orang di dalam ruangan dan dalam percakapan di rumah, kami menyuarakannya di jalan dan memastikan orang-orang akan melihatnya.”

    Serangan dari Yaman

    Sementara itu militer Israel mengatakan telah mencegat sebuah pesawat tanpa awak yang diluncurkan dari Yaman pada hari Kamis (26/08) , setelah sirene berbunyi di permukiman dekat Jalur Gaza.

    Tidak ada yang langsung mengaku bertanggung jawab atas pesawat tanpa awak tersebut, tetapi pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran telah berulang kali meluncurkan rudal dan pesawat tanpa awak ke Israel sejak serangan sekutu Palestina mereka, Hamas, pada Oktober 2023 ke Israel memicu perang Gaza.

    “Setelah sirene infiltrasi pesawat musuh berbunyi beberapa saat yang lalu di permukiman dekat Jalur Gaza, sebuah UAV yang diluncurkan dari Yaman berhasil dicegat oleh (angkatan udara Israel),” demikian pernyataan militer Israel.

    Pada hari Rabu (26/07) juga, militer Israel mengatakan telah mencegat sebuah rudal yang ditembakkan dari Yaman. Rudal tersebut kemudian diklaim oleh pemberontak Huthi.

    Houthi, yang mengaku bertindak untuk mendukung Palestina, menghentikan serangan mereka selama gencatan senjata dua bulan di Gaza yang berakhir pada bulan Maret, tetapi melanjutkannya setelah Israel melanjutkan operasi besar. Israel telah melancarkan beberapa serangan balasan di Yaman, menargetkan pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Huthi dan bandara di ibu kota Sanaa yang dikuasai pemberontak.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat Video ‘303 Orang Tewas Termasuk 117 Anak Akibat Bencana Kelaparan di Gaza’:

    (ita/ita)