Negara: Israel

  • Iran Tangkap 8 Mata-mata Mossad Israel, Bahan Peledak Disita

    Iran Tangkap 8 Mata-mata Mossad Israel, Bahan Peledak Disita

    JAKARTA – Garda Revolusi Iran menangkap delapan orang mata-mata yang dicurigai mencoba mengirimkan koordinat lokasi-lokasi sensitif dan detail tentang tokoh-tokoh militer senior kepada Mossad Israel.

    Mereka dituduh memberikan informasi tersebut kepada badan intelijen Mossad selama serangan udara Israel terhadap Iran pada Juni, saat Israel menyerang fasilitas nuklir Iran dan menewaskan para komandan militer tinggi serta warga sipil dalam pukulan terburuk bagi Republik Islam tersebut sejak perang tahun 1980-an dengan Irak.

    Iran membalas dengan rentetan serangan rudal ke lokasi militer, infrastruktur, dan kota-kota Israel. Amerika Serikat memasuki perang pada 22 Juni dengan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.

    Garda Revolusi Iran menuding para tersangka menerima pelatihan khusus dari Mossad melalui platform daring.

    Dilansir Reuters, Sabtu, 30 Agustus, para mata-mata itu ditangkap di Iran timur laut sebelum melaksanakan rencana mereka. Bahan bahan untuk membuat peluncur, bom, bahan peledak, dan jebakan telah disita.

    Media pemerintah melaporkan awal bulan ini, polisi Iran telah menangkap sebanyak 21.000 tersangka selama perang 12 hari dengan Israel, meskipun mereka tidak mengatakan apa yang diduga dilakukan oleh orang-orang ini.

    Pasukan keamanan melancarkan operasi penangkapan yang meluas dan juga meningkatkan kehadiran mereka di jalanan selama perang singkat yang berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi AS.

    Iran telah mengeksekusi delapan orang dalam beberapa bulan terakhir, termasuk ilmuwan nuklir Rouzbeh Vadi, yang digantung pada 9 Agustus karena memberikan informasi kepada Israel tentang ilmuwan lain yang tewas dalam serangan udara Israel.

    Kelompok hak asasi manusia mengatakan Iran menggunakan tuduhan spionase dan eksekusi cepat sebagai alat untuk represi politik yang lebih luas.

  • Presiden Iran Akui Tak Ingin Perang, Tapi Siap Melawan Jika Diserang

    Presiden Iran Akui Tak Ingin Perang, Tapi Siap Melawan Jika Diserang

    Teheran

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan negaranya tidak takut dengan perang, namun tidak menginginkan adanya perang. Namun jika Israel dan Amerika Serikat (AS) menyerang, Pezeshkian menegaskan Iran akan melawan “dengan kekuatan penuh”.

    Pezeshkian, seperti dilansir Reuters dan Jerusalem Post, Sabtu (30/8/2025), menuduh Tel Aviv dan Washington berusaha untuk “memecah belah dan menghancurkan” Teheran.

    “Amerika dan Israel berusaha memecah belah dan menghancurkan Iran, tetapi tidak ada warga Iran yang menginginkan Iran terpecah belah,” kata Pezeshkian dalam sebuah wawancara televisi yang direkam sebelumnya dan disiarkan pada Jumat (29/8).

    “Sejak hari-hari pertama revolusi, musuh-musuh berupaya melakukan pembunuhan, kudeta, dan memecah belah negara,” sebutnya, sembari mengatakan bahwa Iran “berdiri teguh” melawan pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh.

    “Kami tidak ingin berperang, tetapi kami juga tidak takut perang,” tegas Pezeshkian dalam wawancara tersebut.

    Pernyataan terbaru Pezeshkian ini disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan regional, dengan Iran dan Israel saling memperingatkan soal konfrontasi baru setelah perang selama 12 hari yang berlangsung antara kedua negara pada pertengahan Juni lalu.

    Rentetan pengeboman oleh Israel terhadap fasilitas nuklir dan militer, serta kawasan permukiman, di berbagai wilayah Iran pada saat itu menewaskan lebih dari 1.000 orang. Para komandan senior dan ilmuwan nuklir Iran termasuk di antara korban tewas.

    Teheran membalas dengan melancarkan rentetan serangan rudal dan drone, yang menewaskan puluhan orang di wilayah Israel.

    AS, sekutu Israel yang sempat bergabung dalam perang dengan turut mengebom situs-situs nuklir Iran, melakukan melakukan mediasi dan mengumumkan penghentian pertempuran pada 24 Juni lalu. Meskipun pertempuran telah berakhir, tidak ada kesepakatan yang meresmikan gencatan senjata antara Iran dan Israel.

    Para pejabat Iran sejak saat itu telah memperingatkan bahwa pertempuran baru dapat kembali terjadi kapan saja. Mereka juga menekankan bahwa Teheran tidak menginginkan perang, tetapi tetap siap menghadapi konfrontasi apa pun.

    Wakil Presiden Pertama Iran Mohammad Reza Aref mengatakan, pekan lalu, bahwa Teheran harus “siap setiap saat untuk konfrontasi”.

    “Kita bahkan tidak berada dalam gencatan senjata; kita berada dalam penghentian permusuhan,” katanya pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Tak Seharusnya Batasi Akses Pejabat Palestina ke PBB

    Tak Seharusnya Batasi Akses Pejabat Palestina ke PBB

    Paris

    Prancis melontarkan kritikan terhadap Amerika Serikat (AS) yang baru saja mengumumkan akan menolak visa untuk para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Mahmoud Abbas, yang dijadwalkan menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York bulan depan.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September mendatang di markas besar PBB di Manhattan, New York.

    “Pertemuan Sidang Umum PBB… seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark.

    Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis, yakni agar AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.

    Langkah luar biasa Washington itu muncul saat Prancis bersama beberapa negara sekutu AS lainnya, seperti Inggris, Kanada, dan Australia, berencana memberikan pengakuan resmi untuk negara Palestina di hadapan Majelis Umum PBB yang menggelar pertemuan tahunan di New York pada September mendatang.

    Langkah semacam ini juga menyelaraskan pemerintahan Presiden Donald Trump dengan pemerintah Israel, yang terus melancarkan perang di Jalur Gaza.

    Dalam pengumuman pada Jumat (29/8), pemerintahan Trump menyatakan akan menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena telah “merusak prospek perdamaian”.

    Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh langkah tersebut.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu, dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstremisme, sambil mendorong “pengakuan sepihak” atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya.

    Kantor PM Palestina mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS tersebut, yang disebutnya bertentangan dengan “hukum internasional” dan telah melanggar “perjanjian markas besar” PBB.

    Berdasarkan “perjanjian markas besar” PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York. Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Otoritas Palestina, dalam tanggapannya, menyerukan AS untuk membatalkan keputusan tersebut.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, pertemuan tingkat tinggi yang digelar secara tahunan, di New York.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Lihat juga Video: Prancis Akan Akui Negara Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Israel Tetapkan Kota Gaza sebagai Zona Tempur Berbahaya, Apa Maksudnya?

    Israel Tetapkan Kota Gaza sebagai Zona Tempur Berbahaya, Apa Maksudnya?

    Gaza City

    Militer Israel menetapkan Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, sebagai “zona pertempuran berbahaya” pada Jumat (29/8) waktu setempat. Penetapan ini dilakukan menjelang serangan yang akan dilancarkan Tel Aviv terhadap kota tersebut dalam upaya merebut kendali dan menghancurkan kelompok Hamas.

    Israel berada di bawah tekanan yang semakin besar, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mengakhiri serangannya di Jalur Gaza, ketika sebagian besar penduduknya telah mengungsi setidaknya sekali selama perang dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan bencana kelaparan di sana.

    Namun militer Israel, seperti dilansir AFP dan Reuters, Sabtu (30/8/2025), tetap bersiap untuk memperluas pertempuran dan merebut Kota Gaza. Militer Israel bahkan mengatakan bahwa pasukannya semakin meningkatkan serangan-serangan di pinggiran Kota Gaza.

    Juru bicara militer Israel, khusus untuk bahasa Arab, Avichay Adraee mengatakan pada Jumat (29/8) bahwa: “Kami tidak akan menunggu.”

    “Kami telah memulai operasi pendahuluan dan tahap awal serangan terhadap Kota Gaza, dan saat ini kami beroperasi dengan kekuatan besar di pinggiran kota,” kata Adraee dalam pernyataan via media sosial X.

    Serangan Israel di pinggiran Kota Gaza itu mengakhiri jeda sementara yang diberlakukan demi memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.

    “Jeda taktis lokal dalam aktivitas militer tidak akan berlaku di area Kota Gaza, yang merupakan zona pertempuran berbahaya,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Adraee menambahkan bahwa militer Israel beroperasi dengan intensitas tinggi di pinggiran Kota Gaza, dan akan “memperdalam serangan-serangan kami” seiring dengan meningkatnya serangan.

    Panglima militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, secara terpisah mengatakan dalam pernyataan video pada Jumat (29/8) malam bahwa pasukannya “meningkatkan serangan di area Kota Gaza, dan kami akan mengintensifkan upaya-upaya kita dalam beberapa pekan ke depan”.

    PBB memperkirakan hampir satu juta orang saat ini tinggal di area administrasi Gaza, yang mencakup Kota Gaza dan area-area sekitarnya. Pekan lalu, PBB menetapkan bencana kelaparan di area administrasi Gaza, dan menyalahkan “hambatan sistematis” Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan.

    Militer Israel tidak meminta penduduk sipil untuk segera meninggalkan area tersebut. Namun Adraee mengatakan awal pekan ini bahwa evakuasi Kota Gaza “tidak dapat dihindari”.

    Badan COGAT pada Kementerian Pertahanan Israel yang mengawasi urusan sipil di wilayah Palestina, dalam pernyataan pada Kamis (28/8) mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan persiapan “untuk memindahkan penduduk ke area selatan demi perlindungan mereka”.

    Badan-badan kemanusiaan memperingatkan Israel untuk tidak memperluas operasi militer di Jalur Gaza. Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, mengingatkan bahwa “ada hampir satu juta orang di antara kota tersebut dan wilayah utara yang pada dasarnya tidak memiliki tujuan, bahkan tidak mempunyai sumber daya untuk pindah”.

    Lihat juga Video: Israel Akan Caplok Kota Gaza, Apa yang Diketahui Sejauh Ini?

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Presiden Palestina Dilarang Masuk AS Jelang Sidang Umum PBB

    Presiden Palestina Dilarang Masuk AS Jelang Sidang Umum PBB

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa mereka tidak akan mengizinkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk melakukan perjalanan ke New York, bulan depan, untuk menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana beberapa negara sekutu AS akan mengakui negara Palestina.

    Pemerintahan Presiden Donald Trump, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (30/8/2025), telah menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena telah “merusak prospek perdamaian”.

    Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh keputusan yang diumumkan pada Jumat (29/8) waktu setempat.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB tingkat tinggi yang digelar secara tahunan di markas besar PBB di Manhattan, New York, AS. Tahun ini, Sidang Umum PBB akan digelar pada September mendatang.

    Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Kantor Abbas mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS menolak dan mencabut visa tersebut. Ditegaskan bahwa keputusan semacam itu melanggar “perjanjian markas besar” PBB.

    Berdasarkan “perjanjian markas besar” PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York.

    Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu, dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstrmisme, sambil mendorong “pengakuan sepihak” atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS.

    Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.

    Dikatakan Departemen Luar Negeri AS bahwa mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk “secara konsisten menolak terorisme”, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.

    Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan bahwa mereka terbuka untuk kembali terlibat “jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel”.

    Lebih lanjut, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut.

    Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan PBB akan membahas masalah visa dengan Departemen Luar Negeri AS “sesuai dengan perjanjian markas besar PBB antara PBB dan AS”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Negara NATO Ini Tak Sudi Terima Kapal Israel, Tolak Pesawat Melintas

    Negara NATO Ini Tak Sudi Terima Kapal Israel, Tolak Pesawat Melintas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Turki melarang kapal-kapal Israel untuk berlabuh di pelabuhannya, begitu juga kapal Turki dilarang untuk berlabuh di Israel. Selain itu Turki juga memberlakukan pembatasan pada pesawat yang memasuki wilayah udaranya.

    Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan pada Jumat (29/8/2025) saat berkomentar kepada parlemen terkait langkah-langkah yang diambil Turki terhadap Israel karena perang di Gaza.

    Turki mengecam keras serangan Israel di Gaza dan menuduhnya melakukan genosida di wilayah Palestina, meski dibantah oleh Israel.

    Untuk itu, Angkara telah menghentikan semua perdagangan dengan Israel dan menyerukan tindakan internasional terhadapnya. Termasuk mendesak negara-negara adidaya untuk berhenti mendukung Israel.

    Sumber-sumber Reuters mengatakan pekan lalu bahwa otoritas Turki juga mulai secara informal mewajibkan agen pelayaran untuk memberikan surat yang menyatakan kapal tersebut tidak terkait dengan Israel, serta tidak membawa kargo militer yang berbahaya ke negaranya.

    Selain itu sumber juga mengatakan bahwa kapal berbendera Turki akan dilarang singgah di pelabuhan-pelabuhan Israel.

    “Kami telah sepenuhnya memutus perdagangan dengan Israel, kami telah menutup pelabuhan-pelabuhan kami untuk kapal-kapal Israel, dan kami tidak mengizinkan kapal-kapal Turki untuk berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Israel,” kata Fidan.

    “Kami tidak mengizinkan kapal kontainer yang membawa senjata dan amunisi ke Israel memasuki pelabuhan kami, dan pesawat terbang memasuki wilayah udara kami,” sambungnya.

    Sumber diplomatik Turki kemudian mengklarifikasi bahwa yang dimaksud FIdan adalah penerbangan pemerintah Israel dan penerbangan yang membawa senjata ke Israel.

    Fidan juga mengatakan bahwa sudah mendapatkan persetujuan dari presiden untuk mengirimkan bantuan melalui udara ke Gaza.

    “Pesawat kami sudah siap, setelah Yordania memberikan persetujuannya, kami akan siap berangkat,” ujarnya kepada para anggota parlemen.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Turki Tutup Wilayah Udara dan Pelabuhan untuk Pesawat-Kapal Israel

    Turki Tutup Wilayah Udara dan Pelabuhan untuk Pesawat-Kapal Israel

    Ankara

    Otoritas Turki menutup wilayah udara dan pelabuhannya untuk pesawat dan kapal-kapal Israel. Langkah tersebut dimaksudkan untuk memprotes perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza, di mana serangan-serangan Tel Aviv merenggut banyak nyawa warga Palestina.

    Hubungan antara Ankara dan Tel Aviv, seperti dilansir AFP dan Associated Press, Sabtu (30/8/2025), telah hancur akibat perang yang berkecamuk di Jalur Gaza. Turki memutuskan hubungan perdagangan langsung dengan Israel sejak Mei tahun lalu.

    Ankara juga menuntut gencatan senjata permanen dan akses masuk bagi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Tak hanya itu, Turki juga menuduh Israel melakukan “genosida” di daerah kantong Palestina tersebut — istilah yang ditolak mentah-mentah oleh Tel Aviv. Presiden Recep Tayyip Erdogan bahkan pernah membandingkan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dengan Adolf Hitler.

    “Kami telah sepenuhnya memutus perdagangan dengan Israel, kami telah menutup pelabuhan kami untuk kapal-kapal Israel dan kami tidak mengizinkan kapal-kapal Turki memasuki pelabuhan Israel,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Hakan Fidan dalam sidang luar biasa parlemen membahas serangan Israel di Gaza.

    “Kami tidak mengizinkan kapal-kapal kontainer yang membawa senjata dan amunisi ke Israel untuk memasuki pelabuhan kami, kami juga tidak mengizinkan pesawat-pesawat mereka memasuki wilayah udara kami,” tegasnya di hadapan anggota parlemen Turki, dalam pidato yang disiarkan televisi setempat.

    Ketika dimintai klarifikasi soal pernyataan Fidan tersebut, seorang sumber diplomatik Turki menjelaskan bahwa wilayah udaranya “ditutup untuk semua pesawat yang membawa senjata (ke Israel) dan untuk penerbangan resmi Israel”.

    “Ini tidak berlaku untuk penerbangan transit komersial,” ucap sumber diplomatik tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Belum kelas kapan pembatasan wilayah udara itu diberlakukan.

    Fidan, dalam pernyataannya, juga mengatakan Turki telah mendapat persetujuan presiden untuk melakukan pengiriman bantuan melalui udara ke Jalur Gaza.

    “Pesawat-pesawat kita sudah siap, begitu Yordania memberikan persetujuan, kita siap berangkat,” ujarnya kepada para anggota parlemen Turki.

    Pemerintah Israel belum memberikan tanggapan langsung terhadap pernyataan Menlu Turki tersebut.

    Lihat juga Video Erdogan Kecam Keras Operasi Darat Israel di Lebanon

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Jerman Imbau Warganya Tinggalkan Iran, Ada Apa?

    Jerman Imbau Warganya Tinggalkan Iran, Ada Apa?

    Berlin

    Otoritas Jerman merilis imbauan agar setiap warga negaranya meninggalkan wilayah Iran dan menahan diri untuk tidak bepergian ke negara tersebut. Imbauan tersebut dimaksudkan untuk menghindari balasan Teheran atas peran Berlin dalam memicu sanksi-sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Jerman bersama Inggris dan Prancis, pada Kamis (28/8), meluncurkan proses 30 hari untuk menerapkan kembali sanksi PBB terhadap Iran atas program nuklirnya yang dipermasalahkan. Langkah ini kemungkinan memicu ketegangan baru sekitar dua bulan setelah Israel dan Amerika Serikat (AS) mengebom Iran.

    “Karena perwakilan pemerintah Iran telah berulang kali mengancam dengan konsekuensi dalam kasus ini, tidak dapat dikesampingkan bahwa kepentingan dan warga negara Jerman akan berdampak oleh tindakan balasan di Iran,” sebut Kementerian Luar Negeri Jerman dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Jumat (29/8/2025).

    “Saat ini, Kedutaan Besar Jerman di Teheran hanya dapat memberikan bantuan konsuler terbatas di lokasi,” demikian peringatan Kementerian Luar Negeri Jerman, yang disampaikan via situs resminya pada Kamis (28/8) waktu setempat.

    Peluncuran proses itu dilakukan setelah ketiga negara Eropa tersebut menggelar beberapa putaran perundingan dengan Iran sejak instalasi nuklir Teheran dibom oleh Israel dan pada pertengahan Juni lalu. Perundingan itu bertujuan menyepakati penundaan apa yang disebut sebagai “mekanisme snapback”.

    Namun ketiga negara Eropa itu menilai perundingan terbaru di Jenewa, Swiss, pada Selasa (26/8) waktu setempat tidak menghasilkan sinyal kesiapan yang memadai untuk kesepakatan baru dari Iran.

    Pada Kamis (28/8) waktu setempat, Jerman, Inggris dan Prancis mengumumkan dimulainya “mekanisme snapback”, dengan menuduh Iran telah melanggar kesepakatan nuklir tahun 2015 yang bertujuan mencegah negara itu mengembangkan kemampuan senjata nuklir, dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.

    Ketiga negara Eropa itu bersama Rusia, China dan AS merupakan pihak terkait dalam kesepakatan nuklir tersebut.

    Dalam tanggapannya, seorang pejabat senior Iran, yang enggan disebut namanya, menyebut keputusan tersebut sebagai keputusan yang “ilegal dan disesalkan”, namun tetap membuka peluang untuk keterlibatan. Pejabat Teheran itu juga menegaskan bahwa Iran tidak akan tunduk pada tekanan atas langkah ketiga negara tersebut.

    “Langkah ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan diplomasi, bukan memberikan peluang untuk itu. Diplomasi dengan Eropa akan terus berlanjut,” kata pejabat senior Iran yang enggan disebut namanya tersebut.

    “Iran tidak akan menyerah di bawah tekanan,” tegasnya.

    Iran sebelumnya memperingatkan “respons keras” jika sanksi-sanksi kembali diberlakukan terhadapnya.

    Di sisi lain, ketiga negara Eropa tersebut khawatir jika mekanisme itu tidak diaktifkan, maka mereka akan kehilangan hak prerogatif pada pertengahan Oktober mendatang untuk memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran, yang telah dicabut berdasarkan perjanjian nuklir tahun 2015 dengan negara-negara kekuatan dunia.

    Lihat juga Video ‘Jerman Setop Kirim Senjata ke Israel Buntut Serangan Tewaskan Jurnalis’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Sesalkan Malfungsi Drone yang Tewaskan 2 Tentara Lebanon

    Israel Sesalkan Malfungsi Drone yang Tewaskan 2 Tentara Lebanon

    Tel Aviv

    Militer Israel menyatakan penyesalan atas insiden mematikan ketika drone yang diluncurkannya meledak setelah jatuh di dalam wilayah Lebanon bagian selatan. Ledakan drone itu menewaskan dua tentara Lebanon dan melukai dua tentara lainnya.

    Militer Lebanon mengatakan pada Kamis (28/8) bahwa sebuah drone Israel meledak setelah terjatuh di area Ras al-Naqoura, bagian selatan negara tersebut. Drone itu meledak saat diperiksa oleh sejumlah personel militer Lebanon.

    Presiden Lebanon Joseph Aoun mengatakan bahwa “militer sekali lagi membayar dengan darah, harga untuk menjaga stabilitas di wilayah selatan”.

    Juru bicara militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan The Times of Israel, Jumat (29/8/2025), mengaitkan insiden itu dengan malfungsi teknis. Dijelaskan juga bahwa drone tersebut diluncurkan dengan menargetkan infrastruktur kelompok Hizbullah yang ada di Lebanon bagian selatan.

    Militer Israel, atau Angkatan Bersenjata Israel (IDF), menyatakan pihaknya telah membuka penyelidikan terhadap insiden tersebut.

    Diakui oleh militer Israel dalam pernyataannya bahwa “IDF menerima laporan soal sejumlah tentara Lebanon mengalami luka-luka”. Dalam pernyataannya, militer Israel tidak menyebut soal korban jiwa dalam insiden di Lebanon tersebut.

    “Kemungkinan bahwa insiden itu disebabkan oleh ledakan senjata IDF sedang diselidiki,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Militer Israel menambahkan bahwa pihaknya “menyesalkan kerugian yang dialami militer Lebanon”.

    Menurut militer Israel dalam pernyataannya, drone itu dimaksudkan untuk menargetkan situs Hizbullah yang sedang dibangun kembali oleh kelompok tersebut “yang melanggar kesepahaman antara Israel dan Lebanon, dan bukan terhadap tentara-tentara Lebanon”.

    Berdasarkan gencatan senjata yang berlaku sejak November lalu untuk mengakhiri pertempuran antara Israel dan Hizbullah, militer Lebanon telah dikerahkan ke wilayah selatan negara itu dan membongkar infrastruktur Hizbullah, dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) itu juga mewajibkan Israel dan Hizbullah untuk mundur dari posisi mereka di wilayah Lebanon bagian selatan. Namun Israel tetap menempatkan pasukannya di beberapa area yang dianggap strategis.

    Lihat juga Video ‘Hizbullah Tolak Pelucutan Senjata: Kami Tak Akan Tunduk ke Israel’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • 2 Tentara Lebanon Tewas Kena Ledakan Drone Israel

    2 Tentara Lebanon Tewas Kena Ledakan Drone Israel

    Beirut

    Militer Lebanon mengatakan dua tentaranya tewas terkena ledakan drone Israel yang terjatuh di wilayah selatan negara tersebut pada Kamis (28/8) waktu setempat. Ini menjadi insiden mematikan terbaru bagi pasukan militer Lebanon yang ditugaskan di dekat perbatasan Israel.

    Berdasarkan gencatan senjata yang berlaku sejak November lalu untuk mengakhiri pertempuran antara Israel dan Hizbullah, militer Lebanon telah dikerahkan ke wilayah selatan negara itu dan membongkar infrastruktur Hizbullah, dengan dukungan pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Saat personel militer sedang memeriksa sebuah drone musuh Israel setelah itu terjatuh di area Naqura, drone itu meledak, yang menyebabkan kematian seorang perwira dan seorang prajurit, serta melukai dua personel lainnya,” kata militer Lebanon dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Jumat (29/8/2025).

    Presiden Lebanon Joseph Aoun, dalam pernyataan terpisah, mengatakan bahwa “militer sekali lagi membayar dengan darah, harga untuk menjaga stabilitas di wilayah selatan”.

    Aoun menyebut insiden itu merupakan insiden mematikan keempat bagi militer Lebanon sejak mulai dikerahkan ke wilayah selatan negara tersebut, setelah gencatan senjata diberlakukan.

    Awal bulan ini, enam tentara Lebanon tewas dalam ledakan yang mengguncang sebuah depot senjata di dekat perbatasan, yang menurut sumber militer Beirut, milik Hizullah.

    Ditekankan oleh Aoun bahwa insiden pada Kamis (28/8) tersebut bertepatan dengan perpanjangan mandat pasukan penjaga perdamaian PBB oleh Dewan Keamanan PBB, menjelang penarikan mereka pada akhir tahun 2027.

    Insiden ini, menurut Aoun dalam pernyataannya, juga bertepatan dengan “seruan komunitas internasional agar Israel menghentikan serangannya, mundur … dan memungkinkan militer Lebanon untuk menyelesaikan perluasan kewenangannya hingga ke perbatasan internasional”.

    Berdasarkan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS), Israel dan Hizbullah sama-sama diwajibkan untuk mundur dari Lebanon bagian selatan, tetapi Israel tetap menempatkan pasukannya di beberapa area yang dianggap strategis.

    Perdana Menteri (PM) Lebanon Nawaf Salam, dalam tanggapannya, menyampaikan belasungkawa dan “solidaritas penuh pemerintah terhadap institusi militer”. Dia mengatakan militer merupakan “katup pengaman, benteng kedaulatan, dan pendukung persatuan nasional” Lebanon.

    Lihat juga Video ‘303 Orang Tewas Termasuk 117 Anak Akibat Bencana Kelaparan di Gaza’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)