Negara: Israel

  • Kallas Peringatkan Perpecahan Uni Eropa Terkait Gaza Merusak Kredibilitas Blok Tersebut

    Kallas Peringatkan Perpecahan Uni Eropa Terkait Gaza Merusak Kredibilitas Blok Tersebut

    JAKARTA – Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas memperingatkan pada Hari Senin, kredibilitas blok tersebut dirusak oleh perpecahannya di Timur Tengah, terutama serangan Israel di Jalur Gaza, Palestina.

    Berbicara di Forum Strategis Bled di Slovenia, Kallas mengakui negara-negara anggota masih terpecah belah mengenai pendekatan mereka terhadap konflik ini, tidak seperti di Ukraina, di mana konsensus telah tercapai.

    “Saya terus mendesak, sangat keras, karena saya juga merasa kredibilitas Uni Eropa yang dipertaruhkan, bahwa kita harus, Anda tahu, bersatu dalam respons ini,” ujarnya, melansir Daily Sabah 2 September.

    Kendati demikian, Kallas menolak klaim Uni Eropa, yang tidak menangguhkan perjanjian asosiasinya dengan Israel atau menjatuhkan sanksi apa pun, tidak aktif di Gaza, menekankan blok tersebut merupakan salah satu penyedia bantuan kemanusiaan terbesar dan tetap menjadi pendukung terkuat Otoritas Palestina.

    “Kami melakukan semampu kami, tetapi itu tidak cukup, karena bencana kemanusiaan ini masih berlangsung. Jadi, saya terus bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk mencapai posisi yang sama,” tandasnya.

    Diketahui, jumlah negara Uni Eropa yang mengakui dan berencana mengakui Negara Palestina terus bertambah. Terbaru, Belgia menyatakan rencananya mengakui Negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB bulan ini.

    Dalam unggahannya di media sosial X Menteri Luar Negeri Maxime Prevot menuliskan, Belgia akan bergabung dengan para penandatangan Deklarasi New York, yang membuka jalan bagi solusi dua negara, atau Negara Palestina yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel.

    Keputusan ini diambil “mengingat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina, khususnya di Gaza, dan sebagai tanggapan atas kekerasan yang dilakukan oleh Israel yang melanggar hukum internasional,” tambah Menlu Prevot, dikutip dari Reuters.

    Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan negaranya akan mengakui Negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB bulan ini.

    Dikutip dari Anadolu, hingga rencana pengakuan Prancis, ada 12 negara UE yang sudah atau akan mengakui Negara Palestina. Sebelumnya Polandia, Hongaria, Rumania, Slovakia, Bulgaria, Spanyol, Swedia, Norwegia, Irlandia, Slovenia dan Siprus Yunani sudah terlebih dahulu mengakui Negara Palestina.

  • Aktivis Greta Thunberg Tepati Janji Berlayar Lagi ke Gaza

    Aktivis Greta Thunberg Tepati Janji Berlayar Lagi ke Gaza

    Aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, menepati janjinya untuk kembali berlayar membawa bantuan ke Gaza. Kali ini ia tergabung dalam Global Sumud Flotilla yang melibatkan banyak aktivis dari 44 negara dengan lebih dari 50 armada dengan misi menembus blokade Israel dan kirim bantuan buat Gaza, Palestina. Greta berangkat dari Barcelona, Sabtu (31/8/2025).

    Semangatnya tak padam meski sebelumnya Greta dkk sudah mencoba berlayar ikut misi kemanusiaan ke Gaza pada Juni 2025 dengan kapal Medleen, akan tetapi dicegat Israel. Saat itu Greta pun dideportasi Israel dan kembali ke Swedia.

    Klik di sini untuk menonton video-video lainnya!

  • Video: Israel Menggila! Operasi Khusus Kuasai Gaza Dimulai

    Video: Israel Menggila! Operasi Khusus Kuasai Gaza Dimulai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Militer Israel kembali meningkatkan serangan di jalur Gaza. Tank-tank terus melakukan penetrasi lebih dalam ke kota Gaza disertai ledakan kendaraan berisi bahan peledak di kawasan padat penduduk Sheikh Radwan, pada Senin malam waktu setempat.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Closing Bell CNBC Indonesia (Selasa 02/09/2025) berikut ini.

  • Bocor! Rencana Trump ‘AS Kuasai Gaza’ Dibongkar Washington Post

    Bocor! Rencana Trump ‘AS Kuasai Gaza’ Dibongkar Washington Post

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebuah rencana yang beredar di Gedung Putih untuk membangun “Gaza Riviera” sebagai rangkaian kota-kota megah berteknologi tinggi kembali bocor di media. Hal ini terjadi saat Gaza masih dalam serangan dan gempuran pasukan Israel.

    Washington Post mempublikasikan bocoran prospektus untuk rencana tersebut, yang akan melibatkan pemindahan paksa seluruh 2 juta penduduk Gaza dan menempatkan wilayah itu di bawah perwalian Amerika Serikat (AS) setidaknya selama satu dekade.

    Dinamakan the Gaza Reconstitution, Economic Acceleration and Transformation Trust atau GREAT, proposal tersebut dilaporkan dikembangkan oleh beberapa orang Israel yang turut menciptakan dan menggerakkan Gaza Humanitarian Foundation yang didukung AS dan Israel. Perencanaan keuangannya disumbangkan oleh Boston Consulting Group.

    Secara rinci, rencana setebal 38 halaman itu menyarankan apa yang disebutnya sebagai “relokasi sementara seluruh populasi Gaza yang berjumlah lebih dari 2 juta orang”. Nantinya, warga Palestina akan didorong untuk “secara sukarela” pindah ke negara lain atau ke zona-zona aman yang dibatasi selama rekonstruksi.

    “Mereka yang memiliki tanah akan ditawari token digital oleh perwalian tersebut sebagai imbalan atas hak untuk membangun kembali properti mereka, yang akan digunakan untuk membiayai kehidupan baru di tempat lain,” tulis laporan itu.

    Skema tersebut, yang digambarkan tidak memerlukan dana dari AS dan dimaksudkan untuk didanai oleh investor hingga US$ 100 miliar (Rp 1.642 triliun). Gaza nanti akan dibuat menjadi sebuah kota pelabuhan yang ramai yang dibelah oleh aliran air dan dikelilingi oleh hingga delapan kota megah berteknologi tinggi yang ditenagai oleh kecerdasan buatan (AI) yang rindang, yang tampaknya meniru proyek Neom di Arab Saudi.

    Rencana itu juga membayangkan sebuah taman manufaktur “Elon Musk” yang terletak di atas reruntuhan zona industri Erez. Diketahui, zona industri ini dibangun dengan investasi Israel untuk mengeksploitasi tenaga kerja murah di wilayah Palestina dan kemudian ditutup dan dihancurkan oleh pasukan Israel.

    Tidak jelas apakah rencana tersebut mencerminkan kebijakan AS, dan baik Gedung Putih maupun Departemen Luar Negeri tidak menanggapi permintaan komentar. Namun, prospektus tersebut tampaknya mencerminkan ambisi Donald Trump yang sebelumnya telah dinyatakan untuk “membersihkan” Gaza dan membangunnya kembali.

    Rencana ini pun menuai kritik. Philip Grant, Direktur Eksekutif Trial International, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Swiss, yang menyebut rencana tersebut sebagai cetak biru untuk deportasi massal, yang dipasarkan sebagai pembangunan.

    “Ini adalah cetak biru untuk deportasi massal, yang dipasarkan sebagai pembangunan. Hasilnya? Sebuah kasus buku teks tentang kejahatan internasional dalam skala yang tak terbayangkan: pemindahan paksa penduduk, rekayasa demografi, dan hukuman kolektif,” kata Grant.

    Trial adalah salah satu dari lima belas kelompok yang sebelumnya telah memperingatkan bahwa kontraktor swasta yang beroperasi di Gaza bekerja sama dengan pemerintah Israel berisiko membantu dan bersekongkol atau terlibat dalam kejahatan menurut hukum internasional, termasuk kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau genosida.

    “Mereka yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana semacam itu, termasuk aktor perusahaan, dapat menghadapi tanggung jawab hukum selama beberapa dekade mendatang,” tambah Grant.

    (tps/șef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Asosiasi Cendekiawan Vonis Israel Lakukan Genosida

    Asosiasi Cendekiawan Vonis Israel Lakukan Genosida

    Jakarta

    Serangan udara dan tembakan artileri berulang kali menggema sejak Israel pekan lalu mendeklarasikan Kota Gaza sebagai zona pertempuran. Di pinggir kota dan di kamp pengungsi Jabaliya, warga mengaku melihat robot bermuatan bahan peledak dikerahkan untuk menghancurkan bangunan.

    “Malam yang mengerikan terjadi lagi di Kota Gaza,” kata Saeed Abu Elaish, seorang tenaga medis kelahiran Jabaliya yang berlindung di sisi barat laut kota.

    Rumah sakit-rumah sakit di Gaza melaporkan sedikitnya 31 orang tewas akibat serangan Israel pada hari Senin (01/09), lebih dari setengah korban itu adalah perempuan dan anak-anak.

    Israel menyatakan hanya menargetkan militan dan menyalahkan Hamas atas jatuhnya korban sipil karena kelompok tersebut — yang kini sebagian besar beroperasi sebagai organisasi gerilya — beroperasi di daerah padat penduduk.

    Ancaman ganda: Perang dan kelaparan

    Banyak warga Kota Gaza, banyak di antaranya telah mengungsi berulang kali akibat perang, kini menghadapi ancaman ganda: pertempuran dan kelaparan. Otoritas tertinggi dunia dalam krisis pangan menyatakan bulan lalu bahwa wilayah tersebut sedang mengalami kelaparan— krisis yang dipicu oleh pertempuran yang terus berlangsung dan blokade Israel, diperparah oleh pengungsian massal berulang kali serta runtuhnya produksi pangan.

    Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sebanyak 63.557 warga Palestina telah tewas dalam perang, dengan 160.660 lainnya terluka. Kementerian tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan dalam laporannya, namun menyebut sekitar setengah dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.

    Meskipun kementerian tersebut merupakan bagian dari pemerintahan yang dikelola Hamas, stafnya terdiri dari tenaga medis profesional. Badan-badan PBB dan banyak ahli independen menganggap data tersebut sebagai perkiraan korban perang yang paling dapat dipercaya. Israel membantah angka itu, tetapi belum mempublikasikan datanya sendiri.

    Cendekiawan tuduh Israel lakukan genosida

    Organisasi profesional terbesar di dunia dalam bidang studi genosida menyatakan pada hari Senin (01/09) bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.

    Israel dengan tegas menolak tuduhan tersebut. Pemerintah di Tel Aviv mengklaim pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari korban sipil, dan bahwa perang ini adalah tindakan bela diri setelah serangan Hamas yang disebut Israel sebagai tindakan genosida.

    Resolusi dari International Association of Genocide Scholars — organisasi dengan sekitar 500 anggota di seluruh dunia, termasuk sejumlah pakar holokaus— menyatakan bahwa “kebijakan dan tindakan Israel di Gaza memenuhi definisi hukum genosida,” serta termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

    Resolusi tersebut didukung oleh 86% anggota yang memberikan suara, meskipun detail pemungutan suara tidak dipublikasikan.

    “Orang-orang yang ahli dalam studi genosida dapat melihat situasi ini sebagaimana adanya,” kata Melanie O’Brien, presiden organisasi tersebut dan profesor hukum internasional di Universitas Australia Barat, kepada Associated Press.

    Kementerian Luar Negeri Israel menyebut pernyataan itu sebagai “aib bagi profesi hukum dan standar akademik apa pun.” Mereka mengatakan kesimpulan itu “sepenuhnya didasarkan pada kampanye kebohongan Hamas.”

    Pada bulan Juli, dua kelompok hak asasi terkemuka asal Israel — B’Tselem dan Physicians for Human Rights-Israel — juga menyatakan bahwa Israel melakukan genosida di Gaza. Meski pandangan ini tidak mewakili opini arus utama di Israel, ini adalah pertama kalinya organisasi Yahudi lokal melayangkan tuduhan tersebut. Kelompok hak asasi internasional juga telah mengemukakan tuduhan serupa.

    Pelayat luapkan kemarahan di pemakaman

    Ribuan warga Israel berkumpul untuk pemakaman Idan Shtivi, salah satu dari dua sandera yang jenazahnya ditemukan dalam operasi militer pekan lalu. Pemakaman pribadi digelar untuk Ilan Weiss, sandera lainnya.

    Beberapa pelayat meluapkan kemarahan terhadap pemerintah karena belum mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk mengakhiri perang dan membebaskan para sandera yang tersisa.

    “Sangat, sangat menyakitkan bahwa tidak ada satu pun orang dari pemerintah ini yang berdiri dan berkata: sudah cukup,” kata Ami Dagan, pelayat dari Rishon Letzion.

    “Ini mengerikan, kesedihan dan duka yang sangat dalam, tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan kemarahan, penghinaan terhadap para sandera, terhadap yang gugur, terhadap para tentara yang dikirim ke Gaza,” kata pelayat lain, Ruti Taro. “Tidak ada yang tahu mengapa, kecuali untuk penguasa yang haus kekuasaan.”

    Banyak warga Israel menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperpanjang perang untuk kepentingan politik pribadi, dan unjuk rasa massal menuntut gencatan senjata serta pembebasan sandera terus membesar dalam beberapa pekan terakhir.

    Armada kapal aktivis tinggalkan Barcelona setelah tertunda badai

    Sebuah armada kapal aktivis menuju Gaza berangkat dari Barcelona beberapa jam setelah penundaan akibat cuaca buruk.

    Global Sumud Flotilla, yang terdiri dari sekitar 20 kapal dengan peserta dari 44 negara, sebelumnya telah berlayar namun kembali ke pelabuhan karena alasan keselamatan. Misi ini mencakup aktivis iklim Greta Thunberg, yang juga ikut dalam armada sebelumnya yang dicegat pada bulan Juli.

    Armada ini adalah upaya terbesar sejauh ini untuk secara simbolis menembus blokade Israel di Gaza. Semua armada sebelumnya telah dicegat oleh pasukan Israel di laut. Israel menyatakan bahwa blokade tersebut diperlukan untuk mencegah Hamas menyelundupkan senjata, dan bahwa terdapat berbagai jalur lain untuk menyalurkan bantuan ke Gaza.

    Namun, Israel telah mengambil langkah-langkah tambahan untuk membatasi pengiriman makanan ke Gaza utara seiring ofensifnya yang berlanjut di Kota Gaza.

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video Penampakan Gaza Sebelum dan Setelah Genosida Israel

    (ita/ita)

  • Trump Kaget Lihat Kekuatan Lobi Israel di Kongres AS Melemah

    Trump Kaget Lihat Kekuatan Lobi Israel di Kongres AS Melemah

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui dirinya “sedikit kaget” saat melihat kekuatan lobi Israel di Kongres AS mulai melemah. Trump pun mengatakan Israel “mungkin memenangkan perang” di Jalur Gaza, namun sekutu dekat AS itu telah kehilangan dukungan dunia.

    Pernyataan Trump itu, seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Selasa (2/9/2025), disampaikan dalam wawancara dengan media Daily Caller yang dilakukan di Ruang Oval Gedung Putih pada Jumat (29/8), namun baru dipublikasikan pada Senin (1/9) waktu setempat.

    Trump mengakui adanya perubahan opini publik saat ditanya soal jajak pendapat Pew Research Center yang menunjukkan penurunan dukungan untuk Israel di kalangan Republikan muda di AS — sebanyak 53 persen warga dewasa AS sekarang memandang Israel secara negatif.

    “Iya, saya menyadarinya,” kata Trump dalam wawancara tersebut. “Saya mendapat dukungan yang baik dari Israel… tidak ada yang berbuat lebih banyak untuk Israel daripada saya, termasuk serangan baru-baru ini terhadap Iran, menghancurkannya,” ucapnya.

    “Jika Anda kembali ke 20 tahun yang lalu… Israel memiliki lobi paling kuat di Kongres, dibandingkan apa pun atau siapa pun… yang pernah saya lihat,” sebut Trump.

    “Israel dulu adalah yang terkuat. Sekarang, Israel tidak memiliki lobi sekuat itu. Sungguh menakjubkan,” ujarnya dalam wawancara itu.

    Presiden AS itu juga mengatakan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, tidak seorang pun diizinkan berbicara buruk soal Israel. Namun hal itu telah berubah dalam beberapa tahun terakhir, dengan semakin banyaknya politisi AS yang menentang negara tersebut.

    “Dulu Anda tidak boleh berbicara buruk, jika Anda ingin menjadi politisi, Anda tidak boleh berbicara buruk (tentang Israel). Tapi sekarang, ada AOC plus tiga, dan ada semua orang gila ini, dan mereka benar-benar telah mengubahnya,” sebut Trump, merujuk pada anggota parlemen Partai Demokrat yang vokal mengkritik dukungan militer AS untuk Israel.

    “Israel dulunya adalah lobi terkuat yang pernah saya lihat. Mereka memiliki kendali penuh atas Kongres, dan sekarang tidak lagi, Anda tahu, saya agak terkejut melihatnya,” kata Trump dalam wawancara tersebut.

    Lebih lanjut, Trump merefleksikan perubahan sikap di Washington dan mengutip apa yang digambarkannya sebagai penurunan dramatis dalam pengaruh politik Israel saat perang Gaza terus berkecamuk, dengan mengatakan bahwa perang itu merusak citra Israel.

    “Mereka harus segera mengakhiri perang itu. Tapi perang itu merugikan Israel. Tidak perlu diragukan lagi. Mereka (Israel-red) mungkin memenangkan perang, tetapi mereka tidak memenangkan public relations-nya dunia,” ujarnya kepada Daily Caller.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Palestina Oke Saja dengan Peran Arab-Internasional Kelola Gaza

    Presiden Palestina Oke Saja dengan Peran Arab-Internasional Kelola Gaza

    Ramallah

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan Otoritas Palestina siap mengambil alih pemerintahan Jalur Gaza usai perang berakhir. Abbas juga menegaskan Otoritas Palestina tidak keberatan dengan kemitraan Arab atau internasional dalam mengelola Jalur Gaza pascaperang.

    “Kami siap mengambil alih pemerintahan Gaza dan kami memiliki kapasitas untuk melakukannya,” kata Abbas dalam wawancara terbaru dengan Al Arabiya, Selasa (2/9/2025).

    “Kami tidak keberatan dengan kemitraan Arab atau internasional dalam mengelola Gaza,” tegasnya.

    Abbas memperingatkan bahwa “Gaza menghadapi kelaparan yang nyata” dan menuduh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu “bertekad untuk melanjutkan genosida rakyat Palestina”.

    Lebih lanjut, dikatakan oleh Abbas bahwa Otoritas Palestina aktif secara diplomatis untuk menghentikan perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza.

    “Kami tidak menginginkan perang melawan Israel. Hukum kami didasarkan pada perlawanan rakyat yang damai,” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa dirinya telah bernegosiasi “puluhan kali dengan Hamas tanpa mencapai kesepakatan”.

    Abbas kemudian menekankan bahwa: “Hamas harus mengakui PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) dan komitmen hukumnya. Saya mengatakan kepada Hamas: kita adalah satu negara dan satu rakyat. Hamas harus berkomitmen pada satu negara dan satu sumber senjata.”

    Dalam wawancara tersebut, Abbas juga memuji Yordania dan Mesir atas “sikap terhormat mereka dalam mencegah pengungsian warga dari Gaza dan Tepi Barat”.

    “Kami berupaya menghentikan pengungsian paksa rakyat Palestina,” ucapnya.

    Tonton juga video “Presiden Palestina Tolak Gagasan Pemerintahan Asing di Gaza” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Hamas Kutuk Rencana AS Kelola Gaza Selama 10 Tahun

    Hamas Kutuk Rencana AS Kelola Gaza Selama 10 Tahun

    Jakarta

    Kelompok Hamas mengutuk rencana yang sedang dikaji oleh Presiden Donald Trump agar Amerika Serikat mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi penduduknya.

    Sebelumnya, media terkemuka AS, The Washington Post melaporkan pada hari Minggu lalu, bahwa Gedung Putih sedang mempertimbangkan sebuah rencana yang akan menjadikan Gaza menjadi wilayah perwalian yang dikelola oleh Amerika Serikat setidaknya selama 10 tahun.

    Tujuannya adalah untuk mengubah wilayah tersebut menjadi magnet pariwisata dan pusat teknologi tinggi, menurut surat kabar AS tersebut, yang mengutip prospektus setebal 38 halaman untuk inisiatif tersebut.

    Rencana tersebut juga menyerukan setidaknya relokasi sementara seluruh penduduk Gaza, baik melalui kepergian “sukarela” ke negara lain maupun ke zona-zona terbatas dan aman di dalam wilayah tersebut.

    Anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, mengecam proposal tersebut, dengan menegaskan bahwa “Gaza tidak untuk dijual.”

    “Gaza adalah… bagian dari tanah air Palestina yang lebih luas,” tambahnya dilansir kantor berita AFP, Selasa (2/9/21025).

    Trump pertama kali melontarkan gagasan pada bulan Februari lalu untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah” setelah memindahkan penduduk Palestina dan menempatkannya di bawah kendali Amerika.

    Tonton juga video “Trump soal 5 Jurnalis Tewas Kena Serangan Israel: Saya Tidak Suka!” di sini:

    Gagasan tersebut menuai kecaman keras dari seluruh dunia Arab, termasuk dari warga Palestina sendiri. Warga Palestina menganggap setiap upaya untuk memaksa mereka meninggalkan tanah mereka akan mengingatkan mereka pada “Nakba,” atau bencana — pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.

    Seorang pejabat Hamas lainnya, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut “menolak semua rencana yang menelantarkan rakyat kami dan mempertahankan penjajah di tanah kami.”

    Mereka mengatakan proposal semacam itu “tidak berarti dan tidak adil,” dan menambahkan bahwa tidak ada detail inisiatif yang dikomunikasikan kepada Hamas.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Maduro Bilang 8 Kapal Perang AS dengan 1.200 Rudal Incar Venezuela!

    Maduro Bilang 8 Kapal Perang AS dengan 1.200 Rudal Incar Venezuela!

    Caracas

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengklaim delapan kapal perang Amerika Serikat (AS) yang dilengkapi “dengan 1.200 rudal” sedang menargetkan negaranya. Maduro mengecam kehadiran kapal-kapal militer Washington itu sebagai “ancaman yang benar-benar kriminal dan berdarah”.

    AS yang menuduh Maduro memimpin kartel narkoba, telah mengumumkan pengerahan sejumlah kapal perangnya ke kawasan Karibia tersebut dalam operasi anti-perdagangan narkoba.

    Pernyataan terbaru Maduro soal kehadiran kapal-kapal perang AS yang dilengkapi rudal itu, seperti dilansir AFP, Selasa (2/9/2025), disampaikan dalam pertemuan dengan media internasional di ibu kota Caracas.

    Dalam pertemuan itu, Maduro mengecam apa yang disebutnya sebagai “ancaman terbesar yang pernah terlihat di benua kita dalam 100 tahun terakhir” dalam bentuk “delapan kapal militer dengan 1.200 rudal dan sebuah kapal selam yang menargetkan Venezuela”.

    Maduro yang dua kemenangannya dalam pemilu tahun 2018 dan 2024 tidak diakui oleh AS maupun sebagian besar komunitas internasional, mengatakan bahwa dalam “menanggapi tekanan militer maksimum, kami telah menyatakan kesiapan maksimum untuk mempertahankan Venezuela”.

    Washington menggandakan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro menjadi sebesar US$ 50 juta, atau setara Rp 820 miliar. Namun, AS sejauh ini tidak secara terang-terangan mengancam akan menginvasi Venezuela.

    Tonton juga video “Presiden Venezuela Sebut Israel Lakukan Genosida di Lebanon” di sini:

    Caracas sendiri telah menyatakan akan berpatroli di perairan teritorialnya dan memobilisasi lebih dari empat juta anggota milisi sebagai respons terhadap “ancaman-ancaman” AS.

    Maduro dalam pernyataannya juga menyesalkan terputusnya saluran komunikasi dengan AS, dan berjanji negaranya “tidak akan pernah menyerah pada pemerasan atau ancaman apa pun”.

    Dalam pertemuan dengan media-media internasional itu, Maduro memperingatkan Presiden AS Donald Trump soal Menteri Luar Negeri (Menlu) Marco Rubio yang disebutnya ingin “membawanya ke dalam pertumpahan darah … dengan pembantaian terhadap rakyat Venezuela”.

    Lihat Video ‘Netanyahu Klaim Rudal Israel Hantam Istana Presiden Yaman’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ikuti Prancis Cs, Belgia Akan Akui Negara Palestina

    Ikuti Prancis Cs, Belgia Akan Akui Negara Palestina

    Jakarta

    Mengikuti negara-negara Barat lainnya, Belgia juga akan mengakui Negara Palestina di Sidang Umum PBB pada bulan September mendatang. Hal ini diumumkan oleh menteri luar negerinya pada hari Selasa (2/9).

    “Palestina akan diakui oleh Belgia di sidang PBB! Dan sanksi tegas sedang dijatuhkan terhadap pemerintah Israel,” tulis Menteri Luar Negeri Belgia Maxime Prevot di media sosial X, dilansir kantor berita AFP, Selasa (2/9/2025).

    Prevot mengatakan keputusan itu diambil “mengingat tragedi kemanusiaan” yang terjadi di Gaza, di mana serangan Israel telah menggusur sebagian besar penduduk dan PBB telah menyatakan bencana kelaparan.

    “Menghadapi kekerasan yang dilakukan Israel yang melanggar hukum internasional, mengingat kewajiban internasionalnya, termasuk kewajiban untuk mencegah risiko genosida, Belgia harus mengambil keputusan tegas untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Israel dan Hamas,” tulis Prevot.

    “Ini bukan tentang menghukum rakyat Israel, melainkan tentang memastikan bahwa pemerintahnya menghormati hukum internasional dan kemanusiaan serta mengambil tindakan untuk mencoba mengubah situasi di lapangan,” tambahnya.

    Sebelumnya pada bulan Juli lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Prancis akan mengakui negara Palestina di sidang PBB, yang akan diselenggarakan dari tanggal 9 hingga 23 September di New York.

    Banyak negara Barat lainnya sejak itu telah melakukan hal yang sama.

    Sementara itu, pemerintah Israel sedang mengkaji aneksasi atau pencaplokan wilayah Tepi Barat. Langkah itu disebut sebagai kemungkinan respons pemerintah Israel atas pengakuan resmi yang diberikan Prancis dan beberapa negara Barat lainnya terhadap negara Palestina.

    Pertimbangan Israel untuk pencaplokan Tepi Barat itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), diungkapkan oleh tiga pejabat Israel, yang enggan disebut namanya. Disebutkan juga bahwa gagasan tersebut dibahas lebih lanjut oleh otoritas Israel pada Minggu (31/8) waktu setempat.

    Perluasan kedaulatan Israel ke Tepi Barat — aneksasi de-facto atas wilayah yang direbut dalam perang Timur Tengah tahun 1967 silam — disebut masuk dalam agenda rapat kabinet keamanan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, pada Minggu (31/8) malam, yang fokus membahas perang Gaza.

    Lihat juga Video ‘Bendera Palestina Raksasa Berkibar di Festival Perang Tomat Spanyol’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)