Negara: Israel

  • Jelang Pengakuan Kedaulatan, PM Palestina Temui Menlu Inggris Bahas Solusi 2 Negara

    Jelang Pengakuan Kedaulatan, PM Palestina Temui Menlu Inggris Bahas Solusi 2 Negara

    JAKARTA – Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris yang baru diangkat, Yvette Cooper, membahas upaya untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza dan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

    Dalam pertemuan yang berlangsung pada Minggu 7 September waktu setempat ini, AN melaporkan Mustafa dan Cooper juga membahas persiapan Sidang Umum PBB mendatang, di mana beberapa negara telah berjanji untuk mengakui Negara Palestina.

    Keduanya juga sepakat melanjutkan kerja sama mengenai hasil konferensi yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Prancis yang diadakan Juli 2025, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian di kawasan tersebut.

    Adapun Inggris berencana untuk mengakui Palestina dalam forum di PBB bulan ini, kecuali Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza dan terlibat dalam solusi dua negara.

    Kantor berita Wafa menambahkan, Mustafa dan Cooper juga terlibat dalam pembahasan tata kelola Kota Gaza yang hancur lebur oleh serangan Israel, termasuk serangan lanjutan Israel untuk mengambil alih Kota Gaza sepenuhnya dan makin meluasnya pemukim ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Menurut keduanya, perlunya kerja sama yang berkelanjutan untuk menghentikan agresi Israel di Gaza, dan upaya-upaya konkret menghentikan perluasan dan aneksasi permukiman ilegal Israel di Tepi Barat.

  • Geger Penembakan di Halte Bus Yerusalem, 5 Orang Tewas

    Geger Penembakan di Halte Bus Yerusalem, 5 Orang Tewas

    Yerusalem

    Penembakan mematikan terjadi di sebuah halte bus yang ada di dekat persimpangan jalan di pinggiran Yerusalem yang dikuasai Israel pada Senin (8/9). Sedikitnya lima orang tewas dan belasan orang lainnya luka-luka dalam penembakan tersebut, dengan dua pelaku telah ditembak mati di lokasi kejadian.

    Layanan darurat dan ambulans Israel, Magen David Adom, dalam laporannya, seperti dilansir AFP dan Reuters, Senin (8/9/2025), mengidentifikasi kelima korban tewas sebagai seorang pria berusia 50 tahun, seorang wanita berusia 50-an tahun, dan tiga pria berusia 30-an tahun.

    Disebutkan juga bahwa sekitar 11 orang lainnya mengalami luka-luka. Enam korban luka di antaranya disebut berada dalam kondisi serius akibat luka tembak yang mereka derita.

    Motif di balik penembakan maut itu belum diketahui secara jelas.

    Kepolisian Israel, dalam pernyataannya, menyebut ada dua pelaku penyerangan yang tiba di lokasi dengan menggunakan mobil. Kedua pelaku, sebut Kepolisian Israel, melepaskan tembakan ke arah halte bus yang ada di Persimpangan Ramot.

    Dikatakan oleh Kepolisian Israel bahwa seorang petugas keamanan dan seorang warga sipil menembak mati kedua pelaku penyerangan tersebut.

    Beberapa senjata, amunisi dan pisau yang digunakan oleh para pelaku penyerangan ditemukan di lokasi kejadian. Kepolisian Israel menyebut para pelaku serangan sebagai “teroris”.

    Penembakan maut itu terjadi di persimpangan jalan yang ada di dalam wilayah Yerusalem, yang direbut Israel dalam perang tahun 1967 dan kemudian dianeksasi dalam langkah yang tidak diakui internasional.

    Sementara itu, kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza dan sedang berperang melawan Israel, memberikan pujian untuk para pelaku yang mereka sebut sebagai “pejuang perlawanan” Palestina. Kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas, juga memuji penembakan di Yerusalem itu.

    Namun baik Hamas maupun Jihad Islam tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, dalam pernyataannya, menyebut sang PM sedang menggelar rapat membahas situasi tersebut dengan jajaran pejabat keamanan Tel Aviv.

    Lihat juga Video: Detik-detik Penembakan Staf KBRI di Peru

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dunia Hari Ini: dari Palestina ke Jakarta, Foto Keindahan Gerhana Bulan Total

    Dunia Hari Ini: dari Palestina ke Jakarta, Foto Keindahan Gerhana Bulan Total

    Anda sedang membaca Dunia Hari Ini, rangkuman berita-berita utama dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Senin, 8 September 2025 kami awali dengan gerhana bulan total berwarna kemerahan.

    ‘Blood moon’ di Australia

    Banyak orang seluruh dunia terpukau oleh pemandangan ‘blood moon’ atau gerhana bulan total kemerahan.

    Warga di Australia bisa melihat di sejumlah negara bagian, sementara ‘blood moon’ terlihat lebih jelas di kawasan Asia dan hanya di beberapa negara di Eropa.

    Fenomena alam ini terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari berada di garis lurus, sementara warna kemerahan disebabkan sinar matahari di luar bayangan gerhana yang dipantulkan ke permukaan bulan.

    Warga di Kota Gaza kembali diminta mengungsi

    Ratusan ribu warga Palestina diperintahkan untuk segera meninggalkan Kota Gaza, karena militer Israel dilaporkan akan mengambil alih dan menduduki wilayah tersebut.

    Namun, banyak warga yang menolak untuk pindah dengan alasan kelelahan akibat sudah beberapa kali mengungsi dalam beberapa bulan terakhir dan khawatir dengan keamanan “zona kemanusiaan”

    Banyak warga Palestina mendirikan tenda-tenda di garis pantai dan merasa khawatir kalau mereka akan dipindahkan.

    “Tidak ada tempat yang aman termasuk di Gaza selatan, situasi kami sama seperti mereka [di selatan], tetapi mereka bilang itu wilayah kemanusiaan, tetapi orang-orang tidak mau pergi ke sana,” ujar Nizar Mohammad, 32 tahun, yang berasal dari kamp pengungsi Jabalia, kepada ABC.

    Serangan Rusia ke Ukraina

    Rusia menyerang ibu kota Ukraina dengan lebih dari 800 pesawat tanpa awak dalam pemboman udara terbesar sejak perang dimulai.

    Setidaknya empat orang tewas dan sejumlah gedung pemerintahan rusak terbakar.

    Serangan terjadi beberapa jam sebelum Presiden Donald Trump memperingatkan jika siap untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengutuk serangan tersebut, menyebutnya sebagai “kejahatan yang disengaja dan akan semakin memperpanjang perang”.

    “Dunia sebenarnya bisa memaksa para penjahat Kremlin [Rusia] untuk berhenti membunuh, hanya dibutuhkan kemauan politik,” ujarnya.

    PM Jepang mengundurkan diri

    Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengumumkan pengunduran dirinya, setelah semakin banyak seruan dari partainya untuk bertanggung jawab atas kekalahan dalam pemilihan parlemen tahun ini.

    “Saya ingin menyerahkan tongkat estafet kepada generasi berikutnya,” ujarnya.

    PM Ishiba telah berkuasa sejak Oktober 2024 dan masa jabatannya sebagai pemimpin partai diperkirakan akan berakhir pada September 2027.

    Ia memimpin koalisi antara Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Partai Komeito dan telah menolak tuntutan dari lawan-lawannya yang sebagian besar berhaluan kanan di dalam partainya sendiri selama lebih dari sebulan.

    Ia mengatakan langkah tersebut akan menyebabkan kekosongan politik ketika Jepang menghadapi tantangan-tantangan utama di dalam dan luar negeri.

  • Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Tel Aviv

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, melontarkan peringatan terbaru untuk kelompok Hamas agar meletakkan senjata atau menghadapi kehancuran Jalur Gaza dan pemusnahan mereka sendiri.

    Peringatan ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan apa yang disebutnya sebagai “peringatan terakhir” untuk Hamas agar membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Katz dalam pernyataan terpisah via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Hindustan Times, Senin (8/9/2025), juga melontarkan peringatan terakhir untuk kelompok yang berperang melawan militer Israel di Jalur Gaza selama nyaris dua tahun terakhir ini.

    “Ini adalah peringatan terakhir bagi para pembunuh dan pemerkosa Hamas di Gaza dan di hotel-hotel mewah di luar negeri: Bebaskan para sandera dan letakkan senjata kalian — atau Gaza akan dihancurkan dan kalian akan dimusnahkan,” kata Katz dalam peringatan untuk Hamas.

    Dalam pernyataannya, Katz juga mengatakan bahwa “badai dahsyat akan menghantam langit Kota Gaza dan atap-atap menara teror” jika Hamas tidak menyerah, tidak membebaskan sandera dan tidak meletakkan senjata mereka.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel-red) melanjutkan operasi sesuai rencana — dan sedang bersiap untuk memperluas manuver guna mengalahkan Gaza secara telak,” tegas sang Menhan Israel.

    Sementara itu, Trump dalam “peringatan terakhir” yang disampaikannya pada Minggu (7/9) waktu setempat, mendesak Hamas untuk menyetujui kesepakatan pembebasan sandera dari Gaza. Trump mengatakan bahwa pihak Israel telah menerima persyaratan dalam kesepakatan tersebut.

    “Israel telah menerima persyaratan saya. Sudah saatnya bagi Hamas untuk juga menerimanya,” tulisnya dalam pernyataan via media sosial Truth Social.

    “Saya telah memperingatkan Hamas tentang konsekuensi jika tidak menerimanya. Ini peringatan terakhir saya,” tegas Trump.

    Dalam pernyataan yang dirilis setelah peringatan Trump tersebut, Hamas mengatakan bahwa mereka siap untuk “segera duduk di meja perundingan” menyusul apa yang mereka sebut sebagai “beberapa gagasan dari pihak Amerika yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata”.

    “Gerakan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang mendukung upaya untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, dan menegaskan kesiapan untuk segera duduk di meja perundingan guna membahas pembebasan semua tahanan (sandera-red),” kata Hamas dalam pernyataannya.

    Sebagai imbalannya, menurut pernyataan kelompok yang didukung Iran itu, Hamas menginginkan “deklarasi yang jelas tentang berakhirnya perang, penarikan sepenuhnya dari Jalur Gaza, dan pembentukan komite Palestina independen untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan segera memulai tugasnya”.

    Lihat Video: Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 62 Orang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Menhan Israel Ingatkan Hamas: Menyerah atau Dimusnahkan!

    Tel Aviv

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, melontarkan peringatan terbaru untuk kelompok Hamas agar meletakkan senjata atau menghadapi kehancuran Jalur Gaza dan pemusnahan mereka sendiri.

    Peringatan ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan apa yang disebutnya sebagai “peringatan terakhir” untuk Hamas agar membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Katz dalam pernyataan terpisah via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Hindustan Times, Senin (8/9/2025), juga melontarkan peringatan terakhir untuk kelompok yang berperang melawan militer Israel di Jalur Gaza selama nyaris dua tahun terakhir ini.

    “Ini adalah peringatan terakhir bagi para pembunuh dan pemerkosa Hamas di Gaza dan di hotel-hotel mewah di luar negeri: Bebaskan para sandera dan letakkan senjata kalian — atau Gaza akan dihancurkan dan kalian akan dimusnahkan,” kata Katz dalam peringatan untuk Hamas.

    Dalam pernyataannya, Katz juga mengatakan bahwa “badai dahsyat akan menghantam langit Kota Gaza dan atap-atap menara teror” jika Hamas tidak menyerah, tidak membebaskan sandera dan tidak meletakkan senjata mereka.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel-red) melanjutkan operasi sesuai rencana — dan sedang bersiap untuk memperluas manuver guna mengalahkan Gaza secara telak,” tegas sang Menhan Israel.

    Sementara itu, Trump dalam “peringatan terakhir” yang disampaikannya pada Minggu (7/9) waktu setempat, mendesak Hamas untuk menyetujui kesepakatan pembebasan sandera dari Gaza. Trump mengatakan bahwa pihak Israel telah menerima persyaratan dalam kesepakatan tersebut.

    “Israel telah menerima persyaratan saya. Sudah saatnya bagi Hamas untuk juga menerimanya,” tulisnya dalam pernyataan via media sosial Truth Social.

    “Saya telah memperingatkan Hamas tentang konsekuensi jika tidak menerimanya. Ini peringatan terakhir saya,” tegas Trump.

    Dalam pernyataan yang dirilis setelah peringatan Trump tersebut, Hamas mengatakan bahwa mereka siap untuk “segera duduk di meja perundingan” menyusul apa yang mereka sebut sebagai “beberapa gagasan dari pihak Amerika yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata”.

    “Gerakan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang mendukung upaya untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, dan menegaskan kesiapan untuk segera duduk di meja perundingan guna membahas pembebasan semua tahanan (sandera-red),” kata Hamas dalam pernyataannya.

    Sebagai imbalannya, menurut pernyataan kelompok yang didukung Iran itu, Hamas menginginkan “deklarasi yang jelas tentang berakhirnya perang, penarikan sepenuhnya dari Jalur Gaza, dan pembentukan komite Palestina independen untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan segera memulai tugasnya”.

    Lihat Video: Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 62 Orang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Tegaskan Akui Palestina Kesalahan Besar, Ancam Tindakan Sepihak

    Israel Tegaskan Akui Palestina Kesalahan Besar, Ancam Tindakan Sepihak

    Tel Aviv

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar menyebut desakan internasional baru-baru ini untuk mengakui negara Palestina merupakan “kesalahan besar”. Saar memperingatkan bahwa pengakuan semacam itu dapat memicu tindakan sepihak dari Israel.

    Beberapa negara, termasuk Prancis dan Inggris, telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang dijadwalkan bulan ini.

    Hubungan antara Tel Aviv dan Paris semakin memburuk sejak Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana negaranya untuk mengakui negara Palestina dan menjadi tuan rumah bersama Arab Saudi untuk konferensi membahas solusi dua negara di PBB pada Juli lalu.

    Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer, bulan lalu, mengatakan Inggris akan mengikuti jejak Prancis dengan mengakui negara Palestina jika Israel gagal menyetujui gencatan senjata dalam perang Gaza.

    Kritikan untuk Prancis dan negara-negara lainnya yang berencana mengakui negara Palestina, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (8/9/2025), disampaikan oleh Saar dalam konferensi pers gabungan, pada Minggu (7/9), dengan Menlu Denmark Lars Lokee Rasmussen yang berkunjung ke Israel.

    “Negara-negara seperti Prancis dan Inggris yang mendorong apa yang mereka sebut pengakuan, telah melakukan kesalahan besar,” kata Saar dalam pernyataannya.

    Melanjutkan rencana tersebut, menurut Saar, akan “mempersulit tercapainya perdamaian”.

    “Hal itu akan mengganggu stabilitas kawasan. Hal itu juga akan mendorong Israel untuk mengambil keputusan sepihak,” sebutnya.

    Saar tidak menyebutkan lebih lanjut soal “keputusan sepihak” yang mungkin diambil Israel. Namun pernyataannya muncul setelah pemerintah Tel Aviv memberikan persetujuan untuk proyek permukiman baru, termasuk proyek E1 yang kontroversial, di Tepi Barat yang diduduki Israel sejak tahun 1967 silam.

    Proyek E1 yang merupakan proyek besar-besaran ini berlokasi di Yerusalem bagian timur, dan jika direalisasikan, akan membagi wilayah Tepi Barat menjadi dua.

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyebut proyek E1 akan “mengubur gagasan negara Palestina”. Smotrich yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, juga menyerukan agar Israel mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat untuk “menghilangkan gagasan membagi tanah kami yang kecil dan mendirikan negara teroris di pusatnya dari agenda untuk selamanya”.

    Komunitas internasional telah memperingatkan bahwa proyek E1 akan mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan. Pada dasarnya, semua permukiman Israel di wilayah Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dukung Palestina, Puluhan Ribu Orang Turun ke Jalan di Ibu Kota Belgia

    Dukung Palestina, Puluhan Ribu Orang Turun ke Jalan di Ibu Kota Belgia

    Jakarta

    Puluhan ribu orang turun ke jalan di Brussels, ibu kota Belgia untuk menyatakan dukungan bagi perjuangan Palestina. Ini terjadi beberapa hari setelah menteri luar negeri Belgia mengatakan kredibilitas Uni Eropa “kolaps” karena kegagalannya bertindak.

    Polisi memperkirakan jumlah peserta aksi demo pada Minggu (7/9) waktu setempat itu mencapai 70.000 orang, sementara penyelenggara mengatakan sekitar 120.000 orang telah turun ke jalan.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (8/9/2025), banyak dari mereka yang ikut serta dalam aksi demo tersebut mengenakan pakaian merah dan membawa kartu merah, yang melambangkan seruan untuk tindakan yang lebih tegas terhadap Israel demi melindungi warga sipil di Gaza.

    “Beberapa orang memimpikan runtuhnya Tembok Berlin,” ujar Ismet Gumusboga, seorang petugas keamanan berusia 60 tahun, kepada AFP.

    “Saya memimpikan negara Palestina untuk rakyat Palestina, tempat mereka dapat hidup seperti orang lain,” imbuhnya.

    Samuele Toppi, seorang mahasiswa berusia 27 tahun, menyoroti peran kota tersebut sebagai titik fokus politik internasional.

    “Saya pikir sangat, sangat penting bagi semua mahasiswa dan orang-orang dari segala usia untuk berunjuk rasa di kota ini,” ujarnya.

    Gregory Mauze, juru bicara asosiasi Belgia-Palestina ABP, mengatakan: “Menghadapi genosida yang sedang berlangsung, langkah-langkah yang diambil belum memadai.”

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Menteri Luar Negeri Belgia Maxime Prevot mengatakan kepada AFP, bahwa kredibilitas Uni Eropa dalam kebijakan luar negeri “kolaps” karena kegagalan blok tersebut untuk bertindak atas perang Israel di Gaza.

    Pemerintah Belgia telah menyatakan akan mengakui Negara Palestina pada Sidang Umum PBB bulan ini, dan telah menjatuhkan sanksi baru terhadap Israel.

    Uni Eropa sejauh ini gagal mengambil tindakan terhadap Israel karena perpecahan yang mendalam di antara 27 negara anggotanya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kesaksian Napi Saat Israel Gempur Penjara Iran yang Terkenal Kejam

    Kesaksian Napi Saat Israel Gempur Penjara Iran yang Terkenal Kejam

    Jakarta

    “Bagi saya, neraka bukanlah saat Israel menyerang; neraka adalah saat mereka [aparat Iran] tidak mau membuka pintu [sel] untuk kami,” kenang Motahareh Goonei dalam wawancara eksklusif dengan BBC.

    Sebagai seorang aktivis politik, Goonei ditahan di sel isolasi di Penjara Evin yang terkenal kejam di Iran. Pada 23 Juni, penjara tersebut diserang secara sengaja oleh militer Israel.

    Foto satelit, keterangan saksi, dan rekaman terverifikasi yang diperoleh BBC News Persia mengungkapkan detail baru tentang serangan pada jam-jam terakhir pertempuran Israel-Iran dan tentang mereka yang tewas.

    Kompleks dengan tingkat keamanan tinggi yang terletak di tepi utara Teheran ini telah menahan ribuan tahanan politik selama setengah abad terakhir. Pada Juni, penjara tersebut menjadi lokasi serangan Israel paling mematikan di Iran.

    Aparat Iran mengatakan 80 orang tewas, termasuk staf penjara, narapidana, petugas medis, pengunjung, dan warga sekitar.

    Dalam laporan yang diterbitkan pada 14 Agustus, Human Rights Watch menyatakan bahwa serangan udara Israel terhadap penjara tersebut merupakan tindakan melanggar hukum serta tergolong kejahatan perang.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan dilakukan karena fasilitas tersebut “dipakai untuk operasi intelijen melawan Israel”.

    ‘Tiada jalan keluar’

    Penjara Evin setelah gempuran Israel, pada Juni lalu. (Getty Images)

    Goonei menggambarkan momen ledakan yang mengguncang kompleks penjara itu: “Ketika saya mendengar ledakan ketiga, saya yakin tidak ada jalan keluar. Saya menggedor pintu sekuat tenaga, tetapi pintu itu tidak mau terbuka. Saya pikir ‘inilah akhir hidup, ucapkan selamat tinggal’.”

    Tanpa diduga, Goonei dibebaskan dari selnya oleh tahanan lain. Begitu membuka pintu sel, Goonei langsung disambut asap tebal yang menyesakkan. Kata Goonei, para penjaga awalnya mencoba menghalangi narapidana untuk melarikan diri. Beberapa juru interogator penjara bahkan mengancam mereka.

    Namun, dalam adegan yang ia gambarkan sebagai “mengerikan tetapi memanusiakan”, para narapidana bergegas membantu sejumlah sipir yang terluka, menenangkan seorang petugas perempuan yang panik, dan membalut luka seorang juru interogator yang menangis.

    Narapidana dari bangsal lain bergegas membantu para dokter dan perawat yang terjebak di klinik penjara.

    Saeedeh Makarem, seorang dokter yang terluka parah dalam serangan itu, kemudian menulis di Instagram: “Para narapidana yang pernah saya rawat menyelamatkan hidup saya.”

    Seorang perempuan yang ditahan di Evin, memberi kesaksian dengan syarat namanya tidak disebutkan karena khawatir akan keselamatannya.

    Dia menceritakan momen serangan itu kepada BBC.

    “Awalnya terjadi beberapa ledakan beruntun yang cepat, dan suara itu berlangsung sekitar dua menit.

    “Awalnya kami tetap di tempat tidur karena jendela-jendela pecah, lalu kami berpakaian dan semua membantu membawa para perempuan tua ke bawah. Tidak ada seorang petugas penjara yang membantu kami. Mereka menutup pintu dan melarang kami keluar.”

    Baca juga:

    Dampak serangan Israel

    Analisis BBC menunjukkan Israel menyerang Evin dengan setidaknya enam proyektil, merusak sedikitnya 28 bangunan di dalam kompleks tersebut.

    IDF mengatakan telah melakukan “serangan terarah” terhadap “simbol penindasan terhadap rakyat Iran” seraya mengklaim bahwa langkah-langkah telah diambil untuk meminimalkan kerugian bagi warga sipil.

    Namun, seorang kerabat tahanan politik yang datang berkunjung beberapa menit setelah ledakan, mengatakan, “Mereka yang keluar dari penjara mengatakan ada mayat di mana-mana. Beberapa tahanan telah keluar, tidak ada yang mencoba melarikan diri hanya tertegun.”

    Otoritas Iran mengatakan 75 narapidana melarikan diri selama kekacauan tersebut. Beberapa kemudian ditangkap kembali atau kembali secara sukarela.

    Siapa saja para korban?

    Para pejabat Iran mengatakan bahwa dari 80 orang yang tewas dalam serangan itu, 42 orang di antara mereka adalah staf penjara dan lima orang adalah narapidana. Hanya nama-nama staf penjara yang dirilis pemerintah Iran.

    BBC News Persia telah memverifikasi secara independen identitas dan keadaan seputar kematian tiga korban melalui wawancara dengan kerabat mereka. Mereka adalah:

    Masoud Behbahani, , seorang warga negara ganda Iran-Amerika, yang ditahan atas tuduhan terkait kasus keuangan. Keluarganya menerima laporan yang saling bertentangan tentang kematiannya dari Organisasi Penjara Iran.Arvin Mohammadi, 37, tewas di gedung administrasi saat sedang mengajukan jaminan untuk pembebasan sementara ayahnya dari penjara.Mehrangiz Imanpour, 61, seorang pelukis kenamaan, tewas akibat pecahan proyektil.

    Korban-korban tewas lainnya mencakup seorang ibu yang memiliki anak berusia satu tahun, seorang dermawan yang datang untuk mengurus pembebasan seorang tahanan, lima pekerja sosial, 13 anak muda yang menjalani wajib militer, dan seorang anak berusia lima tahun dari salah satu pekerja sosial.

    Setelah serangan di Penjara Evin, nasib para tahanan transgender masih belum diketahui. Beberapa laporan media mengklaim bahwa 100 tahanan transgender telah tewas, tetapi investigasi BBC Persia mengungkapkan bahwa hal ini tidak benar.

    Reza Shafakhah, seorang pengacara di Iran yang telah memantau situasi para tahanan transgender, mengatakan kepada BBC: “Ada kekhawatiran serius tentang situasi mereka. Tidak seorang pun tahu di mana para tahanan ini sekarang.”

    Mengapa Israel menyerang Penjara Evin?

    Israel menuduh penjara tersebut digunakan untuk “operasi intelijen [melawan Israel], termasuk kontra-spionase”. Israel belum menanggapi pertanyaan dari BBC tentang siapa dan apa target mereka atau senjata yang digunakan, atau apakah mereka mengantisipasi kematian warga sipil.

    Sebulan setelah serangan, Amnesty International menerbitkan laporan mengenai insiden tersebut.

    “Mengarahkan serangan terhadap objek sipil dilarang keras berdasarkan hukum humaniter internasional. Melakukan serangan semacam itu secara sadar dan sengaja merupakan kejahatan perang,” kata Erika Guevara Rosas, Direktur Senior Riset, Advokasi, Kebijakan, dan Kampanye di Amnesty.

    Kantor hak asasi manusia PBB menyatakan Evin “bukanlah sasaran militer” dan serangan itu melanggar hukum humaniter internasional.

    (ita/ita)

  • Kabel Internet Bawah Laut Laut Merah Terputus, Negara Ini Kena Dampaknya

    Kabel Internet Bawah Laut Laut Merah Terputus, Negara Ini Kena Dampaknya

    Jakarta

    Gangguan akses internet melanda sebagian kawasan Asia dan Timur Tengah setelah sejumlah kabel bawah laut di Laut Merah dilaporkan terputus. Para ahli menyebut insiden ini menyebabkan koneksi melambat di beberapa negara, meski penyebab pastinya belum jelas.

    Pemantau internet NetBlocks melaporkan serangkaian gangguan pada kabel bawah laut SMW4 (South East Asia-Middle East-Western Europe 4) dan IMEWE (India-Middle East-Western Europe) di dekat Jeddah, Arab Saudi. Akibatnya, konektivitas di India dan Pakistan ikut terganggu.

    Microsoft melalui situs status layanan juga mengumumkan pengguna di Timur Tengah mungkin mengalami latensi tinggi akibat masalah kabel fiber bawah laut tersebut. Namun, mereka memastikan trafik internet yang tidak melewati kawasan Timur Tengah tidak terdampak.

    Di Uni Emirat Arab, pengguna internet di jaringan Du dan Etisalat melaporkan kecepatan yang melambat. Sementara itu, Pakistan Telecommunications Company sudah mengkonfirmasi adanya pemutusan kabel pada Sabtu (6/9), seperti dikutip detikINET dari AP, Senin (8/9/2025).

    Ancaman Serangan atau Insiden Teknis?

    Kabel bawah laut merupakan salah satu tulang punggung utama internet global selain satelit dan kabel darat. Kerusakan bisa disebabkan oleh jangkar kapal yang jatuh atau serangan yang disengaja.

    Proses perbaikannya juga tidak singkat, karena perlu kapal khusus yang menentukan posisi kabel sebelum melakukan penyambungan kembali — yang bisa memakan waktu berminggu-minggu.

    Situasi ini makin sensitif karena sebelumnya ada kekhawatiran kabel bawah laut di Laut Merah jadi target serangan kelompok Houthi Yaman. Mereka belakangan gencar melancarkan kampanye militer terhadap kapal-kapal di Laut Merah sebagai bentuk tekanan politik terkait perang Israel-Hamas.

    Meski begitu, Houthi beberapa kali membantah bertanggung jawab atas pemutusan kabel internet. Namun, stasiun TV satelit mereka, al-Masirah, pada Minggu (7/9) mengakui adanya gangguan kabel, mengutip laporan dari NetBlocks.

    Sejak akhir 2023, Houthi telah menyerang lebih dari 100 kapal dengan rudal dan drone, menenggelamkan sedikitnya empat kapal dan menewaskan delapan pelaut. Kelompok yang didukung Iran itu juga sempat jadi target serangan udara besar-besaran dari AS.

    Dengan konflik di kawasan masih terus berlangsung, gangguan kabel bawah laut ini menambah lapisan kerentanan baru. Jika serangan ke infrastruktur digital terbukti benar, dampaknya bisa jauh meluas, mengingat kabel bawah laut membawa sebagian besar lalu lintas internet dunia.

    (asj/rns)

  • Trump Beri Peringatan Terakhir soal Sandera, Hamas Siap Duduk Beruding

    Trump Beri Peringatan Terakhir soal Sandera, Hamas Siap Duduk Beruding

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan peringatan terakhir kepada Hamas, harus menerima kesepakatan pembebasan sandera di Gaza. Merespons Trump, Hamas siap duduk berunding.

    “Israel telah menerima persyaratan saya. Sudah saatnya Hamas juga menerima. Saya telah memperingatkan Hamas tentang konsekuensi jika tidak menerimanya. Ini peringatan terakhir saya,” kata Trump di media sosial, tanpa menjelaskan lebih lanjut dilansir AFP, Senin (8/9/2025).

    Pada awal Maret, Trump mengeluarkan peringatan serupa kepada Hamas setelah bertemu dengan 8 sandera yang dibebaskan di Gedung Putih, menuntut Hamas untuk segera membebaskan semua sandera yang tersisa dan menyerahkan jenazah para sandera yang telah meninggal, dengan mengatakan jika tidak, “semuanya berakhir bagi kalian.”

    Hamas menyandera 251 sandera selama serangan besar-besaran Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel, dengan 47 orang diyakini masih berada di Gaza. Militer Israel mengatakan 25 dari mereka telah tewas. Israel sedang mengupayakan pengembalian jenazah mereka.

    Hamas mengatakan siap untuk “segera duduk di meja perundingan” menyusul apa yang digambarkannya sebagai “beberapa gagasan dari pihak Amerika yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata”.

    Pernyataan mereka muncul segera setelah Donald Trump mengatakan ia telah mengeluarkan “peringatan terakhir” kepada Hamas untuk menerima kesepakatan pembebasan sandera di Gaza.

    “Gerakan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang mendukung upaya untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat kami, dan menegaskan kesiapannya untuk segera duduk di meja perundingan guna membahas pembebasan semua tahanan,” kata Hamas.

    Sebagai imbalannya, mereka menginginkan “deklarasi yang jelas tentang berakhirnya perang, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan pembentukan komite Palestina independen untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan segera memulai tugasnya”.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)