Negara: Israel

  • Liga Arab Rapat Darurat Lagi Bahas Kelakuan Israel, Siap Beri Sanksi?

    Liga Arab Rapat Darurat Lagi Bahas Kelakuan Israel, Siap Beri Sanksi?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Para pemimpin dari negara-negara Arab dan Muslim akan berkumpul dalam sebuah demonstrasi persatuan di Doha pada hari Senin (15/9/2025). seminggu setelah serangan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Hamas di Qatar yang memicu kemarahan luas.

    Di antara para pemimpin yang berkumpul pada hari Senin adalah Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al Sudani, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan presiden Palestina Mahmud Abbas. Raja Yordania Abdullah II dan Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif juga akan hadir.

    KTT darurat gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam ini berupaya untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel, yang telah menghadapi seruan yang meningkat untuk mengakhiri perang dan krisis kemanusiaan di Gaza.

    Hamas mengatakan para pejabat tinggi mereka selamat dari serangan udara pekan lalu di sebuah lingkungan di Doha yang menewaskan enam orang dan memicu gelombang kritik, termasuk dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Sudah tiba saatnya bagi komunitas internasional untuk berhenti menggunakan standar ganda dan menghukum Israel atas semua kejahatan yang telah dilakukannya,” kata Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dalam pertemuan persiapan pada akhir pekan, menambahkan bahwa “perang pemusnahan” Israel di Gaza tidak akan berhasil.

    Draf pernyataan akhir yang dilihat oleh AFP memperingatkan bahwa “agresi brutal Israel” membahayakan upaya untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.

    Israel dan pendukung utamanya, AS, telah mencoba untuk memperluas Abraham Accords yang menjalin hubungan dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko pada tahun 2020.

    “Serangan pekan lalu dan genosida (dan) pembersihan etnis” Israel… merusak prospek untuk mencapai perdamaian dan hidup berdampingan secara damai di kawasan itu,” kata draf pernyataan itu.

    Ditambahkan dalam draf tersebut, “Hal itu mengancam semua yang telah dicapai di jalur menuju pembentukan hubungan normal dengan Israel, termasuk perjanjian yang sudah ada dan yang akan datang.

    Seorang peneliti hubungan internasional yang berbasis di Saudi, Aziz Algashian, mengatakan banyak orang saat ini sedang menantikan tindakan, bukan hanya retorika dari pertemuan di Doha.

    “Kami sudah kehabisan semua bentuk retorika. Sekarang hanya perlu tindakan, dan kita akan lihat apa tindakan itu,” katanya.”

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: Menlu AS ke Israel, Bahas Doha Hingga Berdoa di Tembok Ratapan

    Video: Menlu AS ke Israel, Bahas Doha Hingga Berdoa di Tembok Ratapan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio melakukan kunjungan resmi ke Israel pada Minggu 14 September 2025. Rubio memulai rangkaian agenda dengan berdoa di tembok barat atau tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, Senin (15/09/2025).

  • Dunia Hari Ini: Warga Papua Nugini Bisa Jadi WN Australia Lewat Perjanjian Militer

    Dunia Hari Ini: Warga Papua Nugini Bisa Jadi WN Australia Lewat Perjanjian Militer

    Dunia Hari Ini kembali dengan laporan dari seluruh dunia selama 24 jam terakhir.

    Laporan utama kami hadirkan dari Australia dan Papua Nugini.

    Perjanjian militer Australia dan Papua Nugini

    Militer Australia dan Papua Nugini akan “terintegrasi sepenuhnya” sebagai bagian dari perjanjian pertahanan bersejarah antara kedua negara.

    Perjanjian akan ditandatangani pekan ini bertepatan dengan peringatan 50 tahun kemerdekaan Papua Nugini.

    Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Menteri Pertahanan Richard Marles, dan Menteri Pasifik Pat Conroy sudah berada di Papua Nugini, hari Senin ini.

    Menteri Pertahanan Papua Nugini Billy Joseph mengatakan kesepakatan tersebut merupakan “perjanjian pertahanan bersama” bagi kedua negara dalam bekerja sama mempertahankan wilayah masing-masing.

    “Kita tidak berbicara tentang interoperabilitas, kita berbicara tentang kekuatan yang terintegrasi sepenuhnya,” ujar Menhan PNG kepada ABC.

    Lewat perjanjian ini nantinya Australia bisa merekrut tentara dari Papua Nugini dan sebaliknya, serta menyediakan jalur bagi warga Papua Nugini untuk mendapatkan kewarganegaraan Australia dengan bergabung militer Australia.

    Terduga pembunuh Charlie Kirk tidak kooperatif

    Pria yang ditangkap atas dugaan pembunuhan aktivis sayap kanan AS Charlie Kirk dilaporkan tidak kooperatif dengan pihak berwenang.

    Charlie mengatakan tersangka penembakan, Tyler Robinson, 22 tahun, akan didakwa secara resmi pada hari Selasa.

    Penyidik belum menemukan alasan Charlie diduga memanjat atap Universitas Utah Valley kemudian menembak Charlie dari jarak jauh pada hari Rabu.

    Charlie, yang disebut dekat dengan Presiden AS Donald Trump dan salah satu pendiri kelompok mahasiswa konservatif Turning Point USA, terbunuh dalam satu tembakan senapan dalam acara yang dihadiri oleh 3.000 orang di Orem, sekitar 65 kilometer selatan Salt Lake City.

    Penyusunan kabinet Nepal lewat sosmed

    Seorang mantan DJ dan organisasi nirlabanya yang kurang dikenal di Nepal menggunakan aplikasi media sosial yang populer di kalangan gamer untuk mengorganisir unjuk rasa.

    Sudan Gurung, pendiri Hami Nepal (Kami adalah Nepal) yang berusia 36 tahun, menggunakan aplikasi Discord dan Instagram untuk memobilisasi demonstrasi besar-besaran yang berujung dengan mundurnya Perdana Menteri K.P. Sharma Oli.

    Kemarin, Sudan dan timnya menggelar rapat untuk memutuskan posisi-posisi kunci di kabinet dan mengusulkan agar beberapa pejabat pemerintah yang ditunjuk oleh pemerintahan sebelumnya dicopot.

    “Pertemuan sedang berlangsung antara Karki dan anggotanya. Kami akan segera membereskan daftar anggota kabinet,” kata salah satu anggota.

    Serangan bom Israel semakin intens

    Otoritas Palestina mengatakan pasukan Israel menghancurkan setidaknya 30 bangunan di Kota Gaza dan memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.

    Israel menjelaskan rencananya untuk merebut kota tersebut, yang ditinggali oleh sekitar satu juta warga Palestina, dengan tujuan untuk melenyapkan kelompok militan Hamas.

    Sementara itu, Minggu kemarin, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio tiba di Yerusalem untuk membahas masa depan konflik di Gaza.

    Kunjungan ke Tembok Barat “menegaskan kembali pengakuan Amerika atas Yerusalem sebagai ibu kota abadi Israel,” menurut pernyataan dari Departemen Luar Negeri.

    Lihat juga Video: Rekonstruksi Penembakan WN Australia, 2 Eksekutor Pakai Jaket Ojol

  • KTT Darurat di Qatar, Negara Arab-Islam Bahas Respons Serangan Israel

    KTT Darurat di Qatar, Negara Arab-Islam Bahas Respons Serangan Israel

    Jakarta

    Perdana Menteri Qatar mendesak masyarakat internasional untuk menolak “standar ganda” dan meminta pertanggungjawaban Israel atas situasi politik yang terjadi belakangan ini. Ia berbicara sehari sebelum berlangsungnya KTT darurat yang digelar sebagai respons terhadap serangan Israel terhadap anggota Hamas di Doha, Qatar.

    Serangan mematikan tersebut—yang dilakukan oleh sekutu dekat Amerika Serikat di wilayah sekutu AS lainnya—memicu gelombang kritik, termasuk kecaman dari Presiden AS Donald Trump. Meski demikian, Trump tetap mengirim Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio ke Israel sebagai bentuk dukungan.

    Serangan Israel ke sebuah gedung di Doha, Qatar, 9 September 2025 lalu menewaskan para anggota Hamas dan petugas keamanan lokal dan menambah ketegangan baru di Timur Tengah yang sudah sarat dengan dimensi geopolitik, diplomasi, dan psikologi politik.

    KTT darurat yang digelar hari Senin (15/09), melibatkan para pemimpin negara-negara Arab dan Islam, bertujuan menunjukkan solidaritas negara-negara Teluk serta menambah tekanan terhadap Israel, yang kini menghadapi seruan global yang semakin besar untuk mengakhiri perang dan krisis kemanusiaan di Gaza.

    “Sudah saatnya masyarakat internasional berhenti menggunakan standar ganda dan menghukum Israel atas semua kejahatan yang telah dilakukannya,” tandas Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dalam pertemuan persiapan pada hari Minggu (14/09). Ia menambahkan bahwa “perang pemusnahan” Israel di Gaza tidak akan berhasil.

    “Apa yang mendorong Israel untuk terus melanjutkan aksinya adalah karena diamnya komunitas internasional dan ketidakmampuannya untuk meminta pertanggungjawaban.”

    Pemimpin-pemimpin yang diperkirakan hadir dalam KTT antara lain Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani, dan Presiden TurkiRecep Tayyip Erdogan. Pemimpin Palestina, Mahmud Abbas, telah tiba di Doha pada hari Minggu (14/09).

    Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, pertemuan hari Senin akan membahas “rancangan resolusi terkait serangan Israel terhadap Negara Qatar”.

    Meminta AS ‘kendalikan Israel’

    Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mengatakan kepada Al Jazeera pada hari Minggu (14/09) bahwa perilaku Israel “tidak lagi hanya menjadi isu antara Palestina dan Israel.” Masalah terbesar saat ini adalah ekspansionisme Israel di kawasan, imbuhnya. “Negara-negara Arab dan Islam harus bersatu dan menemukan solusi berdasarkan masalah yang kini telah didefinisikan ulang ini.”

    Elham Fakhro, peneliti pada Middle East Initiative di Universitas Harvard, mengatakan bahwa ia memperkirakan negara-negara Teluk akan “menggunakan KTT ini untuk menyerukan kepada Washington agar mengendalikan Israel.”

    “Mereka juga akan mencari jaminan keamanan yang lebih kuat dari AS, dengan alasan bahwa tindakan Israel telah menunjukkan lemahnya jaminan yang ada saat ini dan telah merusak kredibilitas AS sebagai mitra keamanan,” tambahnya.

    Dosen kajian Timur Tengah di Universitas Sciences Po Paris, Karim Bitar, menyebut pertemuan ini sebagai “ujian nyata” bagi para pemimpin Arab dan muslim, seraya menambahkan bahwa banyak rakyat mereka sudah “muak dengan pernyataan-pernyataan klise biasa.”

    “Apa yang diharapkan rakyat saat ini adalah agar negara-negara ini mengirim sinyal yang tegas, tidak hanya kepada Israel tetapi juga kepada Amerika Serikat, bahwa sudah waktunya masyarakat internasional berhenti memberikan cek kosong kepada Israel,” tandasnya.

    Qatar merupakan tuan rumah pangkalan militer AS terbesar di kawasan dan memainkan peran penting sebagai mediator dalam konflik Israel-Hamas, bersama dengan Amerika Serikat dan Mesir.

    Anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, mengatakan bahwa gerakan militan tersebut—yang serangannya pada Oktober 2023 menjadi pemicu perang Gaza—berharap KTT ini akan menghasilkan “posisi Arab-Islam yang tegas dan bersatu.”

    Menlu AS Marco Rubio kunjungi Israel saat serangan di Gaza meningkat

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio berada di Israel pada hari Minggu (14/09) ketika militer negara itu meningkatkan serangan di utara Gaza, meratakan beberapa gedung bertingkat dan menewaskan sedikitnya 13 warga Palestina.

    Sebelum keberangkatannya, Rubio mengatakan ia akan meminta penjelasan dari para pejabat Israel mengenai pandangan mereka terhadap jalan keluar dari konflik Gaza, menyusul serangan Israel terhadap pemimpin Hamas di Qatar pekan lalu yang mengguncang upaya mediasi untuk mengakhiri perang.

    Kunjungan dua harinya ini juga menjadi simbol dukungan terhadap Israel yang kini semakin terisolasi secara diplomatik, saat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersiap menggelar debat yang diperkirakan sengit pekan depan terkait komitmen pembentukan negara Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara tegas menolak pengakuan terhadap negara Palestina.

    Dampak serangan di Qatar

    Kunjungan Rubio tetap berlangsung meskipun Presiden AS Donald Trump menyatakan kemarahan kepada Netanyahu atas serangan di Doha, yang menurutnya tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada Washington.

    Pada hari Jumat (12/09) sebelumnya, Rubio dan Trump juga bertemu dengan Perdana Menteri Qatar untuk membahas dampak dari operasi Israel tersebut. Pertemuan berturut-turut dengan Israel dan Qatar menunjukkan bagaimana pemerintahan Trump berusaha menyeimbangkan hubungan dengan dua sekutu utama di Timur Tengah, meski mendapat kecaman internasional luas atas serangan itu.

    Serangan di Doha yang menewaskan sedikitnya enam orang itu tampaknya juga menggagalkan upaya gencatan senjata antara Israel dan Hamas, serta kesepakatan pembebasan sandera sebelum Sidang Umum PBB mendatang, di mana konflik Gaza akan menjadi isu utama.

    Serangan udara mematikan terus berlangsung

    Sedikitnya 13 warga Palestina tewas dan puluhan lainnya terluka akibat serangan udara Israel di seluruh wilayah Gaza pada hari Minggu (12/0), demikian menurut laporan rumah sakit setempat.

    Salah satu serangan di kota Deir al-Balah menewaskan enam anggota satu keluarga. Dua orang tua, tiga anak mereka, dan seorang bibi menjadi korban, tandas pihak Rumah Sakit Al-Aqsa. Keluarga tersebut berasal dari Beit Hanoun di utara, dan baru tiba di Deir al-Balah pekan lalu setelah mengungsi dari tempat perlindungan di Gaza.

    Rekaman video dari Associated Press menunjukkan ribuan warga mengungsi dari Kota Gaza ke arah selatan melalui jalan pesisir, membawa barang-barang di atas kendaraan, sementara asap membubung dari lokasi serangan udara di kejauhan. Israel telah memperingatkan warga sipil untuk segera meninggalkan Kota Gaza karena operasi militer yang diperluas.

    “Kami mulai berharap kematian datang, daripada menjalani kehidupan seperti ini,” ujar Ashraf Elwan, seorang pria muda yang mengungsi dari Gaza City. “Pemuda-pemuda kami kehilangan anggota tubuh, perempuan kami menjadi janda, anak-anak kami menjadi yatim, hidup kami berubah menjadi neraka.”

    Militer Israel menghancurkan tiga gedung bertingkat pada hari Minggu (14/09) setelah memperingatkan penduduk untuk mengevakuasi diri. Salah satu bangunan yang merupakan bagian dari Universitas Islam di Gaza dihantam dua kali hingga rata. Rumah Sakit Al-Shifa melaporkan adanya korban jiwa, namun belum dapat memastikan jumlahnya karena beberapa jenazah masih terjebak di bawah reruntuhan.

    Sebelum serangan terjadi, warga terlihat berusaha menyelamatkan barang-barang, melempar kasur dari balkon, dan membawa barang-barang seperti koper dengan kereta dorong.

    Militer Israel mengklaim bahwa Hamas telah menempatkan titik pengintaian di gedung-gedung tersebut untuk memantau pergerakan pasukan Israel dan merencanakan serangan, meskipun tidak memberikan bukti atas klaim tersebut.

    “Ini adalah bagian dari tindakan genosida yang dilakukan oleh pendudukan (Israel) di Gaza,” ujar Abed Ismail, warga Kota Gaza. “Mereka ingin meratakan seluruh kota dan memaksakan pengusiran serta menciptakan Nakba baru.”

    Kata Nakba (bencana) merujuk pada pengusiran sekitar 700.000 warga Palestina oleh pasukan Israel sebelum dan selama perang tahun 1948 yang menyebabkan berdirinya negara Israel. Israel secara tegas membantah tuduhan genosida di Gaza.

    Kelaparan di Gaza makin parah

    Secara terpisah, dua orang dewasa Palestina meninggal dunia dalam 24 jam terakhir akibat malnutrisi dan kelaparan di Jalur Gaza, demikian menurut laporan Kementerian Kesehatan wilayah tersebut pada hari Minggu (14/09).

    Dengan demikian, jumlah korban meninggal akibat kelaparan sejak akhir Juni telah mencapai 277 orang dewasa, sementara 145 anak-anak juga meninggal akibat penyebab serupa sejak dimulainya perang pada Oktober 2023.

    Badan pertahanan Israel yang mengawasi bantuan kemanusiaan ke Gaza menyatakan bahwa lebih dari 1.200 truk pembawa bantuan, terutama makanan, telah memasuki Gaza dalam sepekan terakhir. Namun, para pekerja bantuan mengatakan bahwa jumlah tersebut masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan besar wilayah tersebut. Sebagian besar bantuan juga dijarah sebelum sampai ke warga yang sangat membutuhkannya.

    Tim internasional juga telah menyelesaikan perbaikan salah satu dari tiga jalur pipa air dari Israel ke Gaza, sehingga meningkatkan pasokan air harian menjadi 14.000 meter kubik (3,7 juta galon), tandas otoritas Israel.

    Sejak ofensif Israel dimulai, akses air bersih di Gaza semakin terbatas. Warga, termasuk anak-anak, sering harus mengejar truk air yang datang setiap dua atau tiga hari untuk mengisi botol, jeriken, dan ember, lalu membawanya pulang.

    *Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Forum Sandera Israel Sebut PM Netanyahu ‘Hambatan’ untuk Mengakhiri Perang Gaza

    Forum Sandera Israel Sebut PM Netanyahu ‘Hambatan’ untuk Mengakhiri Perang Gaza

    JAKARTA – Kelompok advokasi sandera Israel pada akhir pekan menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai hambatan utama pembebasan tawanan di Jalur Gaza, beberapa jam setelah ia menyalahkan para pemimpin Hamas karena memperpanjang perang.

    “Operasi yang ditargetkan di Qatar membuktikan tanpa keraguan, ada satu hambatan untuk memulangkan para sandera dan mengakhiri perang: Perdana Menteri Netanyahu,” kata Forum Sandera dan Keluarga Hilang dalam pernyataan, merujuk pada serangan Israel baru-baru ini terhadap pertemuan anggota Hamas di negara Teluk tersebut, dilansir dari Daily Sabah 15 September.

    “Setiap kali kesepakatan mendekat, Netanyahu menyabotasenya,” tambah mereka.

    Sebelumnya pada Sabtu malam Netanyahu mengatakan melenyapkan para pemimpin Hamas di Qatar akan mengakhiri perang, menuduh kelompok tersebut menggagalkan upaya-upaya sebelumnya untuk mengamankan gencatan senjata.

    “Para pemimpin Hamas yang tinggal di Qatar tidak peduli dengan rakyat di Gaza. Mereka memblokir semua upaya gencatan senjata untuk memperpanjang perang tanpa henti,” ujarnya di media sosial X.

    “Menyingkirkan mereka akan menyingkirkan hambatan utama untuk membebaskan semua sandera kami dan mengakhiri perang,” tambahnya.

    Namun, forum tersebut menganggap tuduhan tersebut sebagai “alasan” terbaru Netanyahu untuk gagal memulangkan para tawanan.

    “Waktunya telah tiba untuk mengakhiri alasan-alasan yang dirancang untuk mengulur waktu agar ia dapat mempertahankan kekuasaan,” kata forum tersebut.

    “Penghambatan ini mengancam nyawa para sandera lainnya yang hampir tidak bertahan hidup setelah hampir dua tahun ditawan, serta pemulihan mereka yang telah meninggal,” tambah mereka.

    Sebelumnya, keluarga sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza mengkhawatirkan dampak serangan yang menyasar elite kelompok militan Palestina Hamas di Doha, Qatar.

    Markas Besar Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang, yang mewakili keluarga para sandera di Gaza, mengatakan keluarga-keluarga tersebut “memantau perkembangan di Doha dengan keprihatinan yang mendalam dan kecemasan yang mendalam.”

    “Ketakutan yang mendalam kini menyelimuti harga yang mungkin harus dibayar oleh para sandera,” kata forum tersebut dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters.

    “Kami tahu dari para penyintas yang telah kembali bahwa balas dendam yang ditujukan kepada para sandera itu brutal,” tambahnya.

    Sedangkan Einav Zangauer, ibu dari sandera bernama Matan Zangauer menyoroti serangan tersebut, mengkritik keputusan Netanyahu. Zangauer ditampilkan dalam video sandera pada Bulan Desember 2024.

    “Saya gemetar ketakutan. Saya gemetar ketakutan. Bisa jadi saat ini juga, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada dasarnya telah menjatuhkan hukuman mati kepada Matan saya. Siapa pun yang dengan sengaja memilih untuk membahayakan nyawa anak saya berarti membunuhnya,” kata Einav.

    “Mengapa perdana menteri bersikeras menghancurkan setiap peluang kecil untuk mencapai kesepakatan? Mengapa? Nyawa Matan saya telah berada dalam bahaya nyata selama 22 bulan. Sampai kapan? Berkali-kali, perdana menteri menyabotase kesepakatan, setiap kesepakatan yang ada di atas meja. Saya sudah muak. Cukup. Rakyat Israel sudah lelah dengan perang ini. Akhiri saja dan kembalikan semua orang dalam perjanjian yang komprehensif,” tambahnya.

  • Presiden Iran Desak Negara Muslim Putus Hubungan dengan Israel!

    Presiden Iran Desak Negara Muslim Putus Hubungan dengan Israel!

    Jakarta

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada hari Senin (15/9) mendesak negara-negara Muslim untuk memutus hubungan dengan Israel. Hal ini disampaikannya sebelum bertolak ke Doha, ibu kota Qatar untuk menghadiri KTT negara-negara Teluk menyusul serangan Israel ke Qatar pekan lalu.

    “Ada kemungkinan negara-negara Islam memutuskan hubungan mereka dengan rezim palsu ini dan mempertahankan persatuan dan kohesi sebisa mungkin,” kata Pezeshkian, dilansir kantor berita AFP, Senin (15/9/2025). Pemimpin Iran itu menambahkan bahwa ia berharap KTT tersebut akan “mencapai kesimpulan” mengenai langkah-langkah terhadap Israel.

    Pertemuan darurat tersebut digelar pada hari Senin (15/9) sebagai tanggapan atas serangan Israel minggu lalu yang menargetkan para pemimpin Hamas di Qatar.

    Serangan mematikan tersebut telah memicu gelombang kritik, termasuk kecaman dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Pertemuan darurat hari Senin ini akan menjadi unjuk rasa persatuan di antara negara-negara Teluk dan berupaya untuk memberikan lebih banyak tekanan kepada Israel, yang sudah menghadapi seruan yang semakin meningkat untuk mengakhiri perang dan krisis kemanusiaan di Gaza.

    Negara-negara yang hadir diperkirakan akan membahas rancangan resolusi yang dihasilkan dari pertemuan tingkat menteri persiapan pada hari Minggu lalu menjelang KTT ini.

    Rancangan tersebut menyatakan bahwa serangan Israel di Doha minggu lalu dan tindakan-tindakannya lainnya mengancam upaya normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab.

    “Serangan Israel terhadap Qatar dan berlanjutnya tindakan permusuhan Israel termasuk genosida, pembersihan etnis, kelaparan, pengepungan, dan aktivitas kolonisasi serta kebijakan ekspansi mengancam prospek perdamaian dan koeksistensi di kawasan tersebut serta mengancam segala sesuatu yang telah dicapai dalam upaya normalisasi hubungan dengan Israel, termasuk perjanjian yang ada saat ini dan yang akan datang,” demikian bunyi rancangan resolusi tersebut.

    Berbicara dalam pertemuan tingkat menteri pada hari Minggu lalu, Perdana Menteri Qatar mendesak masyarakat internasional untuk menolak “standar ganda” dan meminta pertanggungjawaban Israel atas tindakannya.

    “Waktunya telah tiba bagi masyarakat internasional untuk berhenti menggunakan standar ganda dan menghukum Israel atas semua kejahatan yang telah dilakukannya,” ujar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dalam pertemuan tersebut. Dia menambahkan bahwa “perang pemusnahan” oleh Israel di Gaza tidak akan berhasil.

    “Yang mendorong Israel untuk melanjutkan… adalah kebisuan, ketidakmampuan masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawabannya.”

    Di antara para pemimpin yang diperkirakan hadir pada pertemuan puncak hari Senin adalah Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Israel Ungkap 200.000 Warga Palestina Tewas-Luka Selama Perang Gaza

    Israel Ungkap 200.000 Warga Palestina Tewas-Luka Selama Perang Gaza

    Tel Aviv

    Mantan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Herzi Halevi, menyebutkan bahwa lebih dari 200.000 warga Palestina di Jalur Gaza tewas atau luka-luka akibat serangan militer Israel. Halevi juga mengatakan bahwa operasi militer Israel di Jalur Gaza “tidak sekali pun” dihalangi oleh nasihat hukum.

    Jumlah korban tewas atau korban luka di Jalur Gaza itu dikonfirmasi oleh Halevi dalam rekaman yang dipublikasikan oleh situs berita lokal Israel, Ynet, seperti dilansir Al Arabiya, Senin (15/9/2025).

    Ini menjadi salah satu pernyataan pertama dari pihak Israel dalam penghitungan yang paling mendekati data yang dirilis secara berkala oleh Kementerian Kesehatan Gaza. Dengan populasi 2,2 juta jiwa, maka berarti 10 persen penduduk Gaza telah tewas atau terluka.

    Data terkini dari Kementerian Kesehatan Gaza menyebut bahwa sedikitnya 64.718 orang tewas dan sebanyak 163.859 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan-serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Meskipun berulang kali dibantah oleh Israel sebagai propaganda Hamas, angka dari Kementerian Kesehatan Gaza dianggap dapat diandalkan oleh organisasi-organisasi kemanusiaan internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Ini bukan perang yang lembut. Kami tidak menahan diri sejak menit pertama. Sayangnya, tidak lebih awal,” kata Halevi, yang sudah pensiun ini, saat berbicara kepada warga Ein HaBesor moshav — semacam koperasi pertanian setempat.

    Halevi memimpin serangan militer Israel di Jalur Gaza selama 17 bulan pertama perang berkecamuk, sebelum dia mengundurkan diri pada Maret lalu.

    Lebih lanjut, dikatakan oleh Halevi bahwa selama itu, nasihat hukum tidak mendikte keputusan militernya sama sekali.

    “Tidak sekali pun ada yang membatasi saya. Tidak sekali pun. Bahkan Jaksa Agung militer (Advokat Jenderal Yifat Tomer-Yerushalmi) pun tidak berwenang membatasi saya,” ujarnya.

    Awal pekan ini, surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan bahwa pengganti Halevi sebagai Kepala Staf Umum IDF, Eyal Zamir, telah mengabaikan nasihat hukum dari Tomer-Yerushalmi.

    Rentetan serangan terbaru Israel terhadap Kota Gaza — kota terbesar di Jalur Gaza, menurut sumber staf medis setempat, telah menewaskan sedikitnya 32 orang, termasuk 12 anak-anak.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Awal Mula Bintang Yahudi Jadi Simbol Holocaust

    Awal Mula Bintang Yahudi Jadi Simbol Holocaust

    Jakarta

    Di era Nazi Jerman, Bintang Daud, yang dalam sejarah tak pernah eksklusif diklaim milik Bangsa Yahudi, tiba-tiba menjadi simbol Holocaust, salah satu kasus pembersihan etnis paling brutal dalam sejarah modern.

    Sejak Undang-undang Rasial Nuremberg disahkan pada 1935, warga Yahudi mulai dijauhkan dari kehidupan sosial.

    Legislasi ini menetapkan secara rinci siapa yang tergolong Yahudi penuh, setengah Yahudi, campuran tingkat pertama atau kedua, atau “Yahudi sah” — sebagian besar kemudian diwajibkan mengenakan bintang.

    “Menerangi musuh di dalam”

    Sebelum perang berkobar, Reinhard Heydrich, kepala kantor pusat keamanan Nazi, sudah mengkaji bagaimana membuat “musuh di dalam” Jerman “bisa terlihat oleh dunia.”

    Tak lama setelah Reichspogromnacht pada November 1938, ketika sinagoga dibakar dan toko-toko Yahudi dihancurkan, Heydrich menulis, “setiap Yahudi menurut Undang-Undang Nuremberg harus mengenakan tanda tertentu. Ini salah satu cara yang mempermudah banyak hal.”

    Bagi rejim Nazi, Bintang Daud memudahkan aparat mengidentifikasi orang Yahudi dan mendeportasi mereka ke kamp konsentrasi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku di Jerman, tapi juga wilayah yang diduduki.

    Pada awal perang, September 1939, warga Yahudi di Polandia yang diduduki Nazi diwajibkan memakai gelang putih dengan bintang biru. Seiring pendudukan di negara lain, kewajiban mengenakan tanda pengenal bagi warga Yahudi diperluas.

    Keraguan Hitler

    Sebelum perang, Adolf Hitler awalnya sempat ragu. Pada tahun 1937, dia mengatakan kepada pejabat NSDAP, betapa “masalah penandaan ini telah dipertimbangkan selama dua, tiga tahun dan suatu hari nanti pasti akan dilakukan. Hidung kita harus bisa menicum: apa yang bisa kita lakukan, apa yang tidak bisa kita lakukan?”

    Keraguan itu menghilang seiring dimulainya perang. Pada tahun 1941, Menteri Propaganda Joseph Goebbels menyarankan sekali lagi agar Hitler menyetujui penandaan orang Yahudi, dan pada pertengahan Agustus, Hitler memberikan persetujuan. Peraturan polisi mulai berlaku pada 1 September 1941.

    Peraturan itu menetapkan secara rinci, “Bintang enam berukuran sebesar telapak tangan, dengan pinggiran hitam, dari kain kuning, bertuliskan ‘Jude’ dengan tinta hitam, harus dijahit terlihat di sisi kiri dada pakaian.”

    Peraturan ini berlaku bagi semua warga Yahudi berusia enam tahun ke atas, menurut Undang-Undang Nuremberg. Mulai saat itu, mereka “dilarang muncul di muka umum tanpa bintang Yahudi.” Siapa pun yang mencoba menyembunyikannya dengan tas, mantel, atau syal akan menghadapi hukuman berat dari Gestapo, yang mengawasi kepatuhan dengan ketat.

    Isolasi, diskriminasi, kontrol

    Victor Klemperer, seorang romanis berdarah Yahudi, sejatinya telah berpindah ke agama Protestan sebelum Perang Dunia I. Tapi hal itu tidak mengubah penilaian Nazi, bagi mereka, dia tetap seorang Yahudi. Klemperer kehilangan jabatan guru besar di Dresden pada 1935 dan ikut dipaksa mengenakan bintang pengenal.

    Dalam buku hariannya dia menulis: “Kemarin, ketika Eva menjahit bintang Yahudi, saya mengalami ledakan putus asa. Saraf Eva juga tegang. Saya sendiri merasa hancur, tak menemukan ketenangan.”

    Penyintas Holocaust Inge Deutschkron mengingat pada 2013, betapa “mayoritas orang Jerman yang saya temui di jalanan Berlin menoleh jika melihat bintang ini pada saya, atau seakan tidak melihat saya, atau memalingkan muka.” Bintang itu, katanya, menciptakan isolasi, diskriminasi, kontrol.

    Persiapan Holocaust

    Kewajiban mengenakan bintang cuma langkah awal persiapan Nazi untuk menjalankan “Solusi Akhir bagi Masalah Yahudi,” yakni pembasmian total. Bersamaan dengan itu, orang Yahudi dilarang meninggalkan lingkungan tempat tinggal tanpa izin polisi.

    Segalanya tersusun rapi untuk Holocaust. Tidak mengherankan, deportasi ke kamp pembantaian dimulai hanya sebulan kemudian, Oktober 1941. Victor Klemperer dan Inge Deutschkron selamat, jutaan lainnya tidak.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid dan

    Tonton juga Video Cuplak-Cuplik: Israel, Yahudi, dan Zionisme


    (ita/ita)

  • Netanyahu Bicara Soal Perlunya Menyingkirkan Hamas di Qatar

    Netanyahu Bicara Soal Perlunya Menyingkirkan Hamas di Qatar

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa menyingkirkan para pemimpin Hamas yang tinggal di Qatar akan menghilangkan hambatan utama untuk membebaskan semua sandera dan mengakhiri perang di Jalur Gaza.

    Pernyataan ini, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (15/9/2025), disampaikan Netanyahu setelah militer Israel pekan lalu melancarkan serangan mengejutkan di Doha, ibu kota Qatar, yang diklaim menargetkan para pemimpin senior Hamas yang tinggal di sana.

    Serangan itu menuai kecaman banyak pihak, terutama Qatar, yang selama ini menjadi salah satu tempat untuk perundingan gencatan senjata Gaza. Amerika Serikat (AS), sekutu dekat Israel, juga menegur Tel Aviv atas serangannya tersebut, meski pun Washington telah mendapatkan pemberitahuan sebelumnya.

    “Para pemimpin teroris Hamas yang tinggal di Qatar tidak peduli dengan rakyat Gaza,” kata Netanyahu dalam pernyataan terbarunya via media sosial X.

    “Mereka memblokir semua upaya gencatan senjata untuk memperpanjang perang tanpa henti,” sebutnya.

    “Menyingkirkan mereka akan menghilangkan hambatan utama untuk membebaskan semua sandera kita dan mengakhiri perang,” tegas Netanyahu dalam pernyataannya.

    Kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, mengatakan lima anggotanya, termasuk putra pemimpin Hamas Khalil al-Hayya, yang jadi negosiator utama kelompok itu, tewas dalam serangan Tel Aviv di Doha. Namun para pemimpin senior dan anggota tim negosiasi Al-Hayya diklaim berhasil selamat.

    Otoritas Qatar menyebut seorang anggota pasukan keamanan internalnya juga tewas dalam serangan pada Selasa (9/9) pekan lalu.

    Hamas menggambarkan serangan di Doha sebagai upaya Israel untuk menggagalkan negosiasi gencatan senjata Gaza. Kelompok yang didukung Iran itu menegaskan tidak akan mengubah persyaratan kelompok tersebut untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.

    Israel menuntut Hamas untuk membebaskan semua sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza dan melucuti semua persenjataannya.

    Namun, Hamas menegaskan tidak akan membebaskan semua sandera tanpa adanya kesepakatan yang akan mengakhiri perang Gaza secara permanen. Hamas juga menolak untuk menyerahkan senjata sampai Palestina menjadi negara yang merdeka.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Video: Qatar Desak Dunia Hukum Israel atas Kejahatan di Gaza

    Video: Qatar Desak Dunia Hukum Israel atas Kejahatan di Gaza

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed Bin Abdulrahman Al Thani mendesak dunia internasional untuk berhenti menggunakan standar ganda dalam menilai kejahatan Israel di Gaza.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Senin, 15/09/2025) berikut ini.