Negara: Israel

  • Israel Lancarkan Serangan Darat-Udara ke Gaza, 70 Orang Tewas

    Israel Lancarkan Serangan Darat-Udara ke Gaza, 70 Orang Tewas

    Militer Israel mulai melancarkan serangan darat ke Kota Gaza pada Selasa (16/9). Israel mengatakan serangan ini bertujuan untuk mengembalikan para sandera dan mengalahkan Hamas.

    Pada hari yang sama, Israel juga melancarkan serangan udara yang menghancurkan dua bangunan di Gaza dan menewaskan puluhan orang.Pejabat kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 70 orang tewas akibat serangan Israel pada Selasa (16/9).

  • Israel Lancarkan Serangan Darat ke Kota Gaza, 78 Orang Tewas

    Israel Lancarkan Serangan Darat ke Kota Gaza, 78 Orang Tewas

    Jakarta

    Militer Israel mulai melancarkan serangan darat ke Kota Gaza, Palestina. Sebanyak 78 orang dilaporkan tewas akibat serangan tersebut.

    Dilansir kantor berita Al Jazeera, Rabu (17/9/2025), rumah sakit di Gaza melaporkan jumlah korban tewas di Gaza meningkat hari ini. Rumah sakit di Gaza menyebut 78 warga tewas di Kota Gaza, saat pasukan Israel memulai serangan darat.

    Sementara itu dilaporkan 89 warga telah tewas dalam serangan Israel di daerah kantong itu sejak dini hari tadi.

    Seperti diketahui, militer Israel mulai melancarkan serangan darat terhadap Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, sebelum fajar pada Selasa (16/9) waktu setempat. Serangan darat ini dilancarkan tak lama usai kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio untuk mendukung Israel memusnahkan Hamas.

    Sebelumnya, seperti dilansir AFP, Selasa (16/9), militer Israel melancarkan pengeboman besar-besaran di Kota Gaza saat pasukan darat bergerak lebih dalam ke pusat kota terbesar di daerah kantong Palestina tersebut.

    “Semalam, kami beralih ke fase berikutnya, fase utama dari rencana untuk Kota Gaza… Pasukan telah memperluas aktivitas darat ke benteng utama Hamas di Gaza, yakni Kota Gaza,” kata seorang pejabat militer Israel kepada wartawan.

    “Kami bergerak menuju ke pusat (Kota Gaza),” ucap pejabat militer Israel yang tidak disebut namanya itu.

    Ketika ditanya lebih lanjut apakah pasukan darat Israel telah bergerak lebih dalam ke pusat Kota Gaza, pejabat militer itu menjawab: “Iya.”

    Militer Israel, menurut pejabat militer Tel Aviv tersebut, memperkirakan ada sekitar “2.000-3.000 militan Hamas” yang beroperasi di area tersebut.

    (whn/eva)

  • Penipu Asal Israel Simon Leviev ‘Tinder Swindler’ Ditangkap di Georgia

    Penipu Asal Israel Simon Leviev ‘Tinder Swindler’ Ditangkap di Georgia

    Georgia

    Penipu asal Israel Simon Leviev (34) ditangkap di Georgia, Amerika Serikat (AS). Dia ditangkap terkait kasus penipuan cinta dan kejahatan finansial atas permintaan Interpol.

    “(Dia) ditangkap di Bandara Batumi atas permintaan Interpol,” kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri AS Tato Kuchava kepada AFP, seperti dilansir AFP, Selasa (16/9/2025).

    Pria dengan nama asli Shimon Yehuda Hayut itu terkenal setelah film dokumenter Netflix ‘The Tinder Swindler’. Film itu mengungkap pola penipuan cinta dan kejahatan finansial yang dilakukan pelaku.

    Rentang tahun 2017 hingga 2019, Leviev diduga menggunakan aplikasi kencan Tinder untuk berpura-pura menjadi pewaris orang kaya. Dia menipu para perempuan agar memberinya sejumlah besar uang, yang tidak pernah ia kembalikan.

    Leviev menjerat korban dengan skema ‘catfishing’, menciptakan persona palsu untuk memikat korban. Pelaku menipu korban dengan gaya hidup mewah yang palsu, pura-pura memiliki pengawal hingga jet pribadi yang membuat korban terpikat.

    Film dokumenter Netflix, yang dirilis pada tahun 2022, menceritakan kisah beberapa korban Leviev.

    Dalam film Netflix disebutkan Hayut atau Leviev “pada akhirnya menipu korban di Norwegia, Finlandia, dan Swedia dengan kerugian sekitar $10 juta.”

    (lir/eva)

  • Dunia Hari Ini: Presiden Filipina Tak Salahkan Warga yang Berunjuk Rasa

    Dunia Hari Ini: Presiden Filipina Tak Salahkan Warga yang Berunjuk Rasa

    Dunia Hari Ini kembali dengan rangkuman berita-berita yang terjadi selama 24 jam terakhir.

    Edisi Selasa, 16 September kita awali dari Filipina.

    Respons Presiden Filipina terhadap warga yang protes

    Presiden Filipina Ferdinand Marcos mengatakan sama sekali tidak menyalahkan warganya yang berunjuk rasa terkait skandal korupsi yang melibatkan proyek pengendalian banjir.

    Skandal ini memicu demonstrasi di ibu kota Manila dalam beberapa pekan terakhir, termasuk satu protes yang melibatkan sekitar 3.000 mahasiswa di Universitas Filipina.

    Meskipun sebagian besar demonstrasi sejauh ini berskala kecil, aksi turun ke jalanan yang digelar setiap tahun memperingati deklarasi darurat militer tahun 1972 oleh ayah Marcos diperkirakan akan menarik banyak massa pada hari Minggu.

    Dalam jumpa pers kemarin Presiden Marcos mengatakan kemarahan publik dapat dibenarkan.

    “Untuk menunjukkan bahwa Anda marah, untuk menunjukkan bahwa Anda kecewa, untuk menunjukkan bahwa Anda menginginkan keadilan Apa yang salah dengan itu?” kata Marcos dalam jumpa pers.

    Penolakan rencana pemberian mobil DPR Timor-Leste

    Di Timor-Leste, polisi menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa yang menentang rencana pembelian mobil dinas baru bagi setiap anggota DPR.

    Lebih dari 1.000 orang, sebagian besar mahasiswa, berunjuk rasa di dekat Parlemen Nasional di Dili untuk memprotes rencana pengadaan mobil bagi 65 anggota parlemen yang disetujui tahun lalu, sementara lebih dari 40 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

    “Kami meminta anggota parlemen untuk membatalkan keputusan pembelian [Toyota] Prado demi kepentingan diri sendiri,” kata Leonito Carvalho, seorang mahasiswa dari universitas swasta Universidade da Paz di Dili.

    Demonstrasi dimulai dengan damai, tetapi polisi menembakkan gas air mata setelah beberapa pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah parlemen dan merusak beberapa mobil.

    DNA tersangka pembunuh Charlie Kirk

    DNA yang ditemukan di lokasi pembunuhan influencer konservatif AS Charlie Kirk cocok dengan tersangka Tyler Robinson, menurut direktur FBI Kash Patel.

    Tyler, berusia 22 tahun, ditangkap Kamis lalu, setelah perburuan selama 33 jam.

    Ia diperkirakan akan didakwa secara resmi atas pembunuhan tersebut akhir pekan ini, setelah dituduh menembak leher Charles dengan satu peluru.

    “Hasil pemeriksaan DNA dari handuk yang melilit senjata api dan DNA pada obeng positif dengan tersangka yang ditahan,” kata Patel.

    Seruan larangan Israel ikut kompetisi olahraga

    Perdana Menteri Spanyol Pedro Snchez menyerukan larangan bagi Israel untuk mengikuti semua kompetisi olahraga berskala internasional, setelah aktivis pro-Palestina dengan memaksa membatalkan tahap akhir La Vuelta a Espaa.

    “Organisasi olahraga harus mempertimbangkan apakah etis bagi Israel untuk terus berpartisipasi dalam kompetisi internasional,” kata Snchez.

    “Mengapa mengusir Rusia setelah invasi Ukraina dan tidak mengusir Israel setelah invasi Gaza? Sampai kebiadaban ini berakhir, baik Rusia maupun Israel tidak boleh ikut serta dalam kompetisi internasional mana pun,” ujarnya.

  • Bagaimana Gerakan Perempuan Iran 3 Tahun Pasca Mahsa Amini?

    Bagaimana Gerakan Perempuan Iran 3 Tahun Pasca Mahsa Amini?

    Jakarta

    Tiga tahun sudah sejak Jina Mahsa Amini meninggal dunia di ruang tahanan polisi moral di Teheran. Usianya baru 22, seorang perempuan Kurdi yang tubuhnya ditarik dari jalanan karena tak berjilbab, lalu tak kembali.

    Kematian perempuan berusia 22 tahun itu pada 16 September 2022 memicu protes antipemerintah besar-besaran di seluruh negeri. Dari sana, lahirlah teriakan yang bergema: “Zan, Zendegi, Azadi,” Perempuan, Kehidupan, Kebebasan.

    Otoritas Iran menindak brutal letupan protes perempuan Iran, hingga kini sudah menewaskan sedikitnya 500 orang, serta menangkap lebih dari 20.000 orang, menurut kelompok hak asasi manusia.

    Meski rezim teokrasi di Teheran berhasil menyintasi amarah publik, kematian Amini dipandang sebagai titik balik bagi Iran.

    Apa yang berubah sejak kematian Amini?

    Kini, tiga tahun kemudian, rezim masih berdiri. Tapi perempuan-perempuan muda terlihat lebih sering berlalu lalang di jalanan dengan kepala tak berselubung jilbab, menantang ancaman dan todongan.

    Atefeh Chaharmahaliyan, penulis dan aktivis hak asasi manusia asal Iran terpaksa mencari suaka di Jerman, usai ditangkap saat gelombang protes 2022 dan dipenjara lebih dari 70 hari.

    “Tuntutan rakyat sekarang melampaui kebebasan berpakaian,” katanya kepada DW.

    “Masyarakat Iran — terutama generasi muda — memahami dengan jelas bahwa tuntutan ekonomi dan kebebasan adalah dua pilar dari satu bangunan; tanpa yang satu, yang lain runtuh.”

    Noktah hitam bagi kepemimpinan Iran

    Peringatan kematian Amini datang pada saat genting bagi kepemimpinan Iran, yang masih berusaha pulih setelah perang 12 hari melawan Israel pada Juni lalu, serta serangan terhadap infrastruktur nuklirnya oleh Israel dan Amerika Serikat.

    Sejak serangan itu, krisis ekonomi pun semakin parah, memperdalam kekecewaan publik dan menyingkap disfungsi di jantung Republik Islam.

    Situasi ini membuat rezim merasa semakin tidak aman, kata seorang aktivis masyarakat sipil di Teheran.

    “Sejak perang dengan Israel, jumlah penangkapan melonjak, dan laju eksekusi meningkat secara mengerikan,” kata aktivis itu kepada DW dengan syarat anonim demi keamanan.

    “Pemerintah melancarkan tekanan bertubi-tubi untuk menakut-nakuti rakyat agar tidak kembali ke jalanan.”

    Namun, dia menambahkan, semangat rakyat Iran untuk kebebasan dan keadilan tetap utuh. “Tuntutan ini justru semakin mengakar dan lebih disadari.”

    Akankah lahir gerakan baru?

    Helen Nosrat, aktivis perempuan Iran yang hidup di Jerman, ragu bahwa protes besar-besaran anti-pemerintah akan bisa muncul dalam waktu deat.

    “Meski gerakan Mahsa meninggalkan luka yang bertahan lama dan ikut melemahkan kewajiban berjilbab, kecil kemungkinan gerakan serupa akan muncul setelah perang dengan Israel,” ujarnya.

    “Situasi perang telah menciptakan masalah jauh lebih besar bagi rakyat. Sebagian besar kini harus berusaha bertahan hidup — melindungi diri dan keluarga — ketimbang merobohkan rejim.”

    Behnam Daraeizadeh, pengacara sekaligus peneliti di Center for Human Rights in Iran (CHRI) yang berbasis di AS, punya pandangan serupa.

    “Perkembangan regional dan konfrontasi militer Iran dengan Israel dan Amerika Serikat tidak otomatis memicu protes demokratis. Justru bisa menahan atau melumpuhkan,” katanya.

    “Perang memperkuat persepsi bahwa masa depan ada di tangan aktor militer dan diplomatik, bukan rakyat. Dan saat ketegangan militer meningkat, pemerintah memperkeras represi terhadap aktivis sipil.”

    Rakyat Iran menanggung beban krisis ekonomi

    Chaharmahaliyan mengatakan konflik dengan Israel telah “memperparah rantai krisis jangka panjang di Iran.”

    “Kombinasi kesulitan ekonomi dan tuntutan kebebasan menciptakan kondisi serius bagi gelombang protes baru,” tambahnya.

    Pengamat menilai krisis ekonomi yang menggigit menjadi perhatian utama rakyat Iran.

    Ekonomi Iran telah lama tertekan akibat sanksi keras AS sejak pembatalan sepihak perjanjian nuklir pada 2018, di masa pemerintahan pertama Presiden Donald Trump. Saat kembali berkuasa pada Januari, Trump menghidupkan kembali kampanye sanksi “tekanan maksimum” terhadap Teheran.

    Saat ini Iran bergulat dengan inflasi tinggi, daya beli yang menyusut, pengangguran genarasi muda, dan meningkatnya kemiskinan.

    Daraeizadeh menyebut, setiap gerakan protes baru kemungkinan besar akan dipicu oleh tuntutan ekonomi, krisis yang semakin dalam, ketimpangan parah, serta kemarahan kelompok miskin dan termarjinalkan — terutama di kota kecil dan wilayah kurang beruntung.

    Chaharmahaliyan menegaskan, setiap pemberontakan baru “sangat mungkin lebih dalam dan lebih radikal dibanding gerakan tiga tahun lalu.”

    “Semakin besar tekanan di wilayah perbatasan, daerah miskin, dan kelompok ekonomi rentan, semakin besar pula kemungkinan etnis minoritas, penduduk provinsi perbatasan, dan sektor buruh akan bergabung, serta aksi mogok akan lebih luas dan terorganisasi dibanding tiga tahun lalu,” tegasnya.

    Nosrat menambahkan, “gerakan protes berikutnya mungkin akan lebih menekankan isu ekonomi, keadilan sosial, dan keamanan. Mungkin kata ‘kehidupan’ akan bergema lebih kuat dibanding ‘kebebasan.’”

    Artkel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video: Lagi! Iran Hukum Mati 3 Pengunjuk Rasa Kematian Mahsa Amini

    (ita/ita)

  • Israel Lancarkan Serangan Darat ke Kota Gaza, 78 Orang Tewas

    Israel Mulai Lancarkan Serangan Darat ke Kota Gaza

    Gaza City

    Militer Israel mulai melancarkan serangan darat terhadap Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, sebelum fajar pada Selasa (16/9) waktu setempat. Serangan darat ini dilancarkan tak lama usai kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio untuk mendukung Israel memusnahkan Hamas.

    Sebelumnya, seperti dilansir AFP, Selasa (16/9/2025), militer Israel melancarkan pengeboman besar-besaran di Kota Gaza saat pasukan darat bergerak lebih dalam ke pusat kota terbesar di daerah kantong Palestina tersebut.

    “Semalam, kami beralih ke fase berikutnya, fase utama dari rencana untuk Kota Gaza… Pasukan telah memperluas aktivitas darat ke benteng utama Hamas di Gaza, yakni Kota Gaza,” kata seorang pejabat militer Israel kepada wartawan.

    “Kami bergerak menuju ke pusat (Kota Gaza),” ucap pejabat militer Israel yang tidak disebut namanya itu.

    Ketika ditanya lebih lanjut apakah pasukan darat Israel telah bergerak lebih dalam ke pusat Kota Gaza, pejabat militer itu menjawab: “Iya.”

    Militer Israel, menurut pejabat militer Tel Aviv tersebut, memperkirakan ada sekitar “2.000-3.000 militan Hamas” yang beroperasi di area tersebut.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, dalam pernyataan terpisah mengatakan bahwa Kota Gaza “terbakar”.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel) menyerang infrastruktur teroris dengan tangan besi, dan tentara-tentara IDF bertempur dengan gagah berani untuk menciptakan kondisi yang diperlukan bagi pembebasan para sandera dan kekalahan Hamas,” sebutnya.

    Sejumlah saksi mata menuturkan kepada AFP bahwa sebagian besar wilayah Kota Gaza telah hancur akibat pengeboman tanpa henti selama perang berkecamuk dua tahun terakhir.

    “Kami bisa mendengar jeritan mereka,” kata salah satu warga setempat, Ahmed Ghazal, kepada AFP.

    Serangan darat Israel itu dilancarkan setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan hasil penyelidikannya yang menuduh Israel telah melakukan “genosida” di wilayah Palestina dan menuding Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu serta para pejabat tinggi Tel Aviv lainnya melakukan penghasutan.

    Sementara itu, Rubio saat berkunjung ke Yerusalem pada Senin (15/9) dan bertemu Netanyahu, menyatakan dukungan kuat untuk Israel, sekutu dekat AS. Ketika bertemu dengan keluarga para sandera di Gaza, Rubio mengakui bahwa Hamas memiliki pengaruh dengan menahan mereka.

    “Jika tidak ada sandera dan tidak ada warga sipil yang menghalangi, perang ini akan berakhir satu setengah tahun lalu,” katanya di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, sebelum meninggalkan Israel.

    Lihat juga Video Penyelidikan PBB Sebut Israel Lakukan Genosida di Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Negara-negara Arab Bahas Usulan Bikin Aliansi Seperti NATO

    Negara-negara Arab Bahas Usulan Bikin Aliansi Seperti NATO

    Doha

    Negara-negara Arab sedang mempertimbangkan proposal Mesir untuk membentuk aliansi militer bergaya NATO. Usulan lama Kairo itu kembali dibahas negara-negara Arab baru-baru ini, menyusul serangan Israel di Qatar yang diklaim menargetkan pemimpin senior Hamas.

    Usulan itu pertama kali diajukan Mesir dalam KTT Arab tahun 2015, dan disetujui secara prinsip dalam konteks pecahnya perang sipil di Yaman dan direbutnya ibu kota Sanaa oleh Houthi. Namun, tidak ada kemajuan dalam pertemuan lanjutan, dikarenakan perbedaan pendapat soal struktur komando dan markas besar pasukan tersebut.

    Menyusul serangan Israel pekan lalu, seperti dilansir The National dan New Arab, Selasa (16/9/2025), usulan untuk membentuk pasukan bergaya NATO di Timur Tengah itu kembali didorong oleh Mesir dan pembahasannya semakin menguat.

    Pembahasan usulan ini diperkirakan akan berlangsung dalam pertemuan puncak atau KTT darurat yang digelar oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) digelar di Doha selama dua hari pekan ini. KTT darurat itu digelar menyikapi serangan mematikan Israel di Qatar.

    Laporan The National, yang mengutip sejumlah sumber, menyebut bahwa negara-negara Arab sedang mempertimbangkan usulan Mesir tersebut, yang mencakup pembentukan pasukan militer gabungan yang terdiri atas tentara dan persenjataan dengan kontribusi dari negara-negara anggota Liga Arab.

    Proposal Mesir soal pembentukan pasukan gabungan itu, menurut The National, akan melibatkan posisi komandan yang dirotasi di antara 22 negara anggota Liga Arab, yang semuanya akan berkontribusi terhadap pasukan gabungan tersebut. Dalam proposalnya, Mesir mengusulkan militernya untuk masa jabatan pertama.

    Seorang pejabat sipil akan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal untuk aliansi tersebut. Mesir, menurut The National, diyakini tengah mendorong Kairo untuk menjadi markas besar pasukan gabungan tersebut.

    Sama seperti NATO, proposal itu juga mengusulkan gabungan angkatan bersenjata yang mencakup angkatan darat, angkatan udara, dan angkatan laut, serta memiliki sejumlah pasukan elite yang tidak disebutkan jumlahnya, yang akan dilatih sebagai komando dan dalam taktik kontraterorisme.

    Sementara itu, menurut proposal Mesir, pelatihan, logistik dan sistem militer akan terintegrasi.

    Selain itu, penggunaan pasukan tersebut dalam misi tempur atau misi penjaga perdamaian akan memerlukan permintaan resmi dari negara yang bersangkutan, konsultasi dengan negara-negara anggota, dan persetujuan dari pimpinan militer.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, sebut The National dalam laporannya, telah berbicara dengan beberapa mitranya di kawasan mengenai proposal tersebut.

    Menurut seorang sumber yang dikutip The National, pasukan gabungan itu akan “menangani ancaman keamanan dan terorisme, atau siapa pun yang mengancam keselamatan dan stabilitas dunia Arab”.

    Lihat juga Video: Pimpinan Negara Arab-Islam Gelar KTT Luar Biasa, Murka Atas Serangan Israel

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Mungkinkah Gelombang Boikot Dunia Ubah Kebijakan Israel terhadap Gaza?

    Mungkinkah Gelombang Boikot Dunia Ubah Kebijakan Israel terhadap Gaza?

    Jakarta

    Seiring konflik di Gaza yang terus bergulir, isolasi internasional terhadap Israel tampaknya makin dalam. Apakah Israel mengalami apa yang disebut sebagai “momen Afrika Selatan”, ketika kombinasi tekanan politik, boikot ekonomi, olahraga dan budaya membantu memaksa negara itu meninggalkan apartheid?

    Atau dapatkan pemerintah sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatasi badai diplomatik, yang membiarkan Israel bebas mengejar tujuannya di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki tanpa menyebabkan kerugian permanen pada posisi internasional negara itu?

    Dua mantan perdana menteri, Ehud Barak dan Ehud Olmert, menuding Israel mengubah Israel menjadi negara paria internasional.

    Berkat surat perintah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC), jumlah negara yang bisa dikunjungi Netanyahu tanpa risiko ditangkap menurun drastis.

    Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Inggris, Prancis, Australia, Belgia dan Kanada, telah mengumumkan mereka bakal mengakui Palestina sebagai negara pekan depan.

    Dan negara-negara Teluk, yang bereaksi keras atas serangan terbaru Israel terhadap para pemimpin Hamas di Qatar pekan lalu, telah bertemu di Doha untuk membahas respons mereka.

    Sejumlah pihak mendesak negara-negara yang memiliki hubungan dengan Israel untuk berpikir ulang.

    Namun dengan kelaparan yang muncul di Gaza selama musim panas dan tentara Israel yang siap menyerang dan sangat mungkin menghancurkan Kota Gaza, makin banyak negara Eropa yang menunjukkan ketikdakpuasan mereka dengan cara yang lebih dari sekadar pernyataan.

    Bahkan Netanyahu pada Senin (15/09) mengaku bahwa Israel menghadapi “semacam” isolasi ekonomi di panggung dunia.

    Saat berbicara dalam konferensi kementerian keuangan di Yerusalem, dia menyalahkan isolasi ekonomi tersebut pada publisitas negatif di luar negeri.

    Dia kemudian mengatakan Israel perlu berinvestasi dalam “operasi pengaruh” ia internasional dan sosial untuk menangkal citra negatif ini.

    Militer Israel terus melanjutkan serangannya di Gaza meskipun ada kecaman internasional. (Reuters)

    Pada awal September lalu, Belgia mengumumkan serangkaian sanksi terhadap Israel.

    Belgia menerapkan larangan impor dari permukiman Yahudi ilegal di Tepi Barat. Mereka juga akan meninjau kebijakan pengadaan dari perusahaan Israel dan serta akan membatasi bantuan konsuler bagi warga Belgia yang tinggal di permukiman Yahudi.

    Belgia juga menyatakan dua menteri pemerintah Israel garis keras Israel, yakni Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, sebagai persona non-grata. Status serupa mereka jatuhkan untuk para pemukim Yahudi yang dituduh melakukan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Negara-negara lain, termasuk Inggris dan Prancis, mengambil langkah serupa.

    Tapi sanksi terhadap pemukim yang melakukan kekerasan yang diberlakukan saat administrasi Joe Biden tahun lalu, dicabut oleh Donald Trump pada hari pertama dia menggantikan Biden sebagai presiden AS.

    Satu pekan setelah Belgia mengumumkan kebijakannya, Spanyol mengumumkan langkah-langkah yang yang ditempuh terkait Israel.

    Spanyol mengubah embargo senjata de facto yang berlaku saat ini menjadi undang-undang, mengumumkan larangan impor sebagian, melarang siapa pun yang terlibat dalam genosida atau kejahatan perang di Gaza masuk ke wilayah Spanyol, dan melarang kapal dan pesawat yang membawa senjata ke Israel untuk berlabuh di pelabuhan Spanyol atau memasuki wilayah udaranya.

    Menteri luar negeri Israel, Gideon Saar, kemudian menuduh Spanyol memperkuat kebijakan antisemit dan menyatakan bahwa Spanyol akan lebih menderita daripada Israel akibat larangan perdagangan senjata.

    Beberapa negara berupaya menargetkan anggota parlemen sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich. (EPA)

    Namun ada tanda-tanda lain yang mengkhawatirkan bagi Israel.

    Pada Agustus lalu, Norwegia yang mengelola dana investasi negara yang sangat besar, yaitu US$2 triliun (sekitar Rp32,73 triliun), mengumumkan akan melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Israel.

    Pada pertengahan bulan, 23 perusahaan telah dihapus dan Menteri Keuangan Jens Stoltenberg mengatakan akan ada lebih banyak perusahaan yang akan menyusul.

    Sementara itu, Uni Eropa, mitra dagang terbesar Israel, berencana untuk memberi sanksi kepada menteri sayap kanan dan menangguhkan sebagian elemen perdagangan dari perjanjian dengan Israel.

    Dalam pidato kenegaraan pada 10 September, Presiden Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen mengatakan peristiwa di Gaza telah “mengguncang hati nurani dunia”.

    Sehari kemudian, 314 mantan diplomat dan pejabat Eropa menulis surat kepada von der Leyen dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, yang meminta tindakan lebih keras, termasuk penangguhan penuh perjanjian dengan Israel.

    Salah satu ciri sanksi yang dijatuhkan pada Afrika Selatan pada 1960-an dan menandai berakhirnya apartheid, kebijakan segregasi dan diskriminasi rasial yang diberlakukan oleh pemerintah minoritas kulit putih di Afrika Selatan terhadap mayoritas kulit hitam di negara tersebut pada 1990-an adalah serangkaian boikot budaya dan olahraga.

    Sekali lagi, tanda-tanda ini mulai terjadi di Israel.

    Kontes Eurovision mungkin tidak terdengar seperti acara penting dalam konteks ini, tetapi Israel memiliki sejarah yang panjang dalam kompetisi tersebut, memenangkannya empat kali sejak 1973.

    Bagi Israel, partisipasi mereka adalah simbol penerimaan negara ini oleh negara-negara sebangsa.

    Tapi Irlandia, Spanyol, Belanda dan Slovenia, telah mengatakan, atau mengisyaratkan, akan mundur dalam kontes ini tahun depan jika Israel masih berpartisipasi.

    Keputusan terkait ini diharapkan akan ada pada Desember.

    Israel telah menjadi peserta tetap Eurovision sejak tahun 1970-an, tetapi beberapa negara mengancam akan memboikot kompetisi tahun depan. (EPA)

    Di Hollywood, sebuah surat yang menyerukan boikot terhadap perusahaan produksi, festival, dan penyiaran Israel “yang terlibat dalam genosida dan apartheid terhadap rakyat Palestina” telah mengumpulkan lebih dari 4.000 tanda tangan dalam sepekan, termasuk dari aktor ternama seperti Emma Stone dan Javier Bardem.

    Tzvika Gottlieb, CEO Israeli Film and TV Producers Association, menyebut petisi itu “sangat keliru”.

    “Dengan menargetkan kami, para kreator yang menyuarakan beragam narasi dan mendorong dialog, para penandatangan ini melemahkan tujuan mereka sendiri dan berusaha membungkam kami,” ujarnya.

    Hal serupa terjadi dalam bidang olahraga. Balapan sepeda Vuelta de Espana berulang kali diganggu oleh kelompok-kelompok yang memprotes kehadiran tim Israel-Premier Tech, yang menyebabkan balapan berakhir lebih awal pada Sabtu (13/09), serta pembatalan upacara podium.

    Perdana Menteri Spanyol, Pedro Snchez, menyebut protes tersebut sebagai suatu “kebanggaan”, tetapi politisi oposisi mengatakan tindakan pemerintah telah menyebabkan rasa malu internasional.

    Di Spanyol, tujuh pemain catur Israel mengundurkan diri dari sebuah turnamen setelah diberi tahu bahwa mereka tidak akan dapat bertanding di bawah bendera mereka.

    Tanggapan pemerintah Israel terhadap apa yang media sebut sebagai “tsunami diplomatik” secara umum bersifat menantang.

    Netanyahu menuduh Spanyol memiliki “ancaman genosida yang nyata” setelah perdana menterinya mengatakan negaranya, yang tidak memiliki bom nuklir, kapal induk, atau cadangan minyak yang besar, tidak mampu menghentikan serangan Israel di Gaza sendirian.

    Setelah Belgia mengumumkan sanksinya, Gideon Saar menulis di X bahwa “sangat disesalkan bahwa bahkan ketika Israel memerangi ancaman eksistensial, yang merupakan kepentingan vital Eropa, ada pihak-pihak yang tidak dapat menahan obsesi anti-Israel mereka”.

    Pada Senin (15/09), Netanyahu bilang Israel harus mengurangi ketergantungan industrinya pada perdagangan dengan negara lain, termasuk senjata dan produk pertahanan lainnya.

    “Kita mungkin mendapati diri kita terhambat, tidak hanya dalam R&D tetapi juga dalam produksi industri yang sebenarnya,” ujarnya.

    “Kita harus mulai mengembangkan kemampuan kita untuk lebih mengandalkan diri sendiri.”

    Vuelta, salah satu ajang balap sepeda tahunan terbesar, berulang kali diusik oleh protes pro-Palestina. (Reuters)

    Namun di antara mereka yang pernah mewakili Israel di luar negeri, ada kecemasan yang mendalam.

    Jeremy Issacharoff, Duta Besar Israel untuk Jerman sejak 2017 hingga 2021, mengatakan kepada saya bahwa ia tidak dapat mengingat kapan kedudukan internasional Israel begitu “buruk”.

    Tapi dia mengatakan beberapa tindakan “sangat tidak dapat diterima” karena menargetkan semua warga Israel.

    “Alih-alih menyoroti kebijakan pemerintah, hal ini justru mengasingkan banyak warga Israel moderat yang berada di kelompok tengah,” ujarnya.

    Beberapa langkah, seperti mengakui negara Palestina, menurut Issacharoff kemungkinan besar akan terbukti kontraproduktif, karena hal itu “memberikan amunisi kepada orang-orang seperti Smotrich dan Ben Gvir dan bahkan memperkuat argumen mereka untuk mencaplok [Tepi Barat]”.

    Meski merasa takut, mantan duta besar itu tidak percaya isolasi diplomatik Israel tidak dapat diubah.

    “Kita tidak berada dalam momen Afrika Selatan, tetapi kita mungkin berada dalam pendahuluan menuju momen Afrika Selatan,” katanya.

    Sementara yang lain meyakini perubahan yang lebih mendasar diperlukan untuk menghentikan kemerosotan Israel menuju status paria.

    “Kita harus mendapatkan kembali tempat kita dalam keluarga bangsa-bangsa,” kata mantan diplomat lainnya, Ilan Baruch, kepada saya.

    “Kita perlu kembali sadar.”

    Baruch, yang menjabat sebagai duta besar di Afrika Selatan satu dekade setelah berakhirnya apartheid, mengundurkan diri dari dinas diplomatik pada 2011, dengan alasan ia tidak lagi mampu membela pendudukan Israel.

    Sejak pensiun, ia menjadi kritikus vokal pemerintah dan pendukung solusi dua negara.

    Dia meyakini sanksi baru-baru ini diperlukan, dengan mengatakan: “Begitulah cara Afrika Selatan bertekuk lutut.”

    Israel tetap mendapat dukungan dari AS, yang Menteri Luar Negerinya Marco Rubio akan berkunjung minggu ini. (Reuters)

    Baruch melanjutkan: “Saya ingin mengatakan bahwa tekanan tegas terhadap Israel dengan cara apa pun yang diyakini Eropa dapat mereka lakukan seharusnya disambut baik.”

    Jika perlu, ujarnya, hal ini harus mencakup perubahan pada rezim visa dan boikot budaya, seraya menambahkan: “Saya siap menghadapi penderitaan.”

    Tapi, terlepas dari semua ekspresi kemarahan dan pembicaraan mengenai tekanan, beberapa pengamat meragukan Israel berada di tepi jurang diplomatik.

    Daniel Levy, mantan negosiator perdamaian Israel, mengatakan upaya untuk mengambil tindakan kolektif di Uni Eropamembatalkan sejumlah elemen perjanjian asosiasi atau bahkan, seperti yang disarankan beberapa pihak, mengeluarkan Israel dari program penelitian dan inovasi Horizon Uni Eropasepertinya tidak akan mendapatkan dukungan yang cukup, karena Jerman, Italia, dan Hongaria termasuk di antara para anggota yang menolak langkah tersebut.

    Israel juga masih mendapat dukungan kuat dari AS, dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengatakan “hubungan Washington dengan Israel akan tetap kuat” saat ia bertolak untuk kunjungan resmi.

    Levy masih yakin bahwa isolasi internasional Israel “tidak dapat diubah”, tetapi mengatakan dukungan berkelanjutan dari pemerintahan Trump berarti Israel belum mencapai titik di mana mereka dapat mengubah jalannya peristiwa di Gaza.

    “Netanyahu sudah kehabisan jalan,” kata Levy.

    “Tapi kita belum sampai di ujung jalan.”

    Lihat juga Video: Hollywood Kompak Boikot Film Israel, Paramount Nggak Setuju

    (ita/ita)

  • Komisi PBB Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Komisi PBB Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Jakarta

    Para penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tergabung dalam sebuah komisi penyelidikan, menuding Israel melakukan “genosida” di Gaza sebagai upaya untuk “menghancurkan rakyat Palestina di sana”.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menemukan bahwa “genosida sedang terjadi di Gaza dan terus terjadi”, kata kepala komisi tersebut, Navi Pillay kepada AFP, Selasa (16/9/2025).

    “Tanggung jawab berada di tangan negara Israel,” imbuhnya.

    Komisi tersebut, yang bertugas menyelidiki situasi hak asasi manusia di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki, menerbitkan laporan terbarunya ini hampir dua tahun setelah perang meletus di Gaza menyusul serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel.

    Hampir 65.000 orang telah tewas di Gaza sejak perang dimulai, menurut angka-angka dari Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai kelompok Hamas.

    Sebagian besar warga Gaza telah mengungsi setidaknya sekali. Lebih banyak pengungsian massal saat ini berlangsung seiring Israel meningkatkan upaya untuk menguasai Kota Gaza, di mana PBB telah menyatakan bencana kelaparan besar-besaran.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menyimpulkan bahwa otoritas dan pasukan Israel sejak Oktober 2023 telah melakukan “empat dari lima tindakan genosida” yang tercantum dalam Konvensi Genosida 1948.

    Ini termasuk “membunuh para anggota kelompok, menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius pada anggota kelompok, dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk mengakibatkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian, dan menerapkan tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok”.

    Para penyelidik PBB mengatakan pernyataan eksplisit oleh otoritas sipil dan militer Israel beserta pola tindakan pasukan Israel “menunjukkan bahwa tindakan genosida dilakukan dengan niat untuk menghancurkan warga Palestina di Jalur Gaza sebagai sebuah kelompok”.

    Laporan komisi tersebut menyimpulkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant telah “menghasut terjadinya genosida dan bahwa otoritas Israel telah gagal mengambil tindakan terhadap mereka untuk menghukum hasutan ini”.

    “Tanggung jawab atas kejahatan kekejaman ini berada di tangan otoritas Israel di eselon tertinggi,” ujar Pillay, 83 tahun, mantan hakim Afrika Selatan yang pernah memimpin pengadilan internasional untuk Rwanda dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB.

    Komisi ini bukanlah badan hukum, tetapi laporannya dapat memberikan tekanan diplomatik dan berfungsi untuk mengumpulkan bukti yang nantinya dapat digunakan oleh pengadilan.

    Pillay mengatakan kepada AFP bahwa komisi tersebut bekerja sama dengan para jaksa International Criminal Court (ICC). “Kami telah berbagi ribuan informasi dengan mereka,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Puluhan LSM Internasional Desak Larangan Perdagangan dengan Israel saat Korban Tewas di Gaza Terus Bertambah

    Puluhan LSM Internasional Desak Larangan Perdagangan dengan Israel saat Korban Tewas di Gaza Terus Bertambah

    JAKARTA – Puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak larangan perdagangan global dengan Israel, sementara korban tewas akibat agresi dan kelaparan di Jalur Gaza terus bertambah.

    Lebih dari 80 LSM internasional, termasuk Oxfam dan Asosiasi Hak Asasi Manusia, pada Hari Senin menyerukan kepada negara dan perusahaan, khususnya Eropa, untuk mengakhiri segala bentuk transaksi bisnis dengan koloni Israel yang didirikan di wilayah Palestina yang diduduki.

    Hal ini tertuang dalam laporan bersama berjudul “Perdagangan dengan Permukiman Ilegal: Bagaimana Negara dan Perusahaan Asing Membantu Israel Menerapkan Kebijakan Permukiman Ilegalnya,” yang disusun bersama oleh organisasi-organisasi tersebut.

    Laporan tersebut menekankan, keterlibatan berkelanjutan perusahaan dan lembaga asing dalam kegiatan terkait permukiman memperburuk krisis kemanusiaan akibat pendudukan Israel yang berkepanjangan, dikutip dari WAFA 15 September.

    Laporan tersebut juga menyoroti sejumlah perusahaan Eropa yang berkontribusi dalam mendukung perekonomian permukiman dengan menjual produk mereka di Israel.

    Lebih jauh, laporan itu menyerukan kepada negara-negara, khususnya anggota Uni Eropa dan Inggris, untuk memberlakukan larangan tegas terhadap segala aktivitas komersial atau investasi yang terkait dengan permukiman, termasuk penyediaan layanan dan pembiayaan.

    Mereka juga menyerukan agar lembaga keuangan dilarang memberikan pinjaman kepada perusahaan yang terlibat dalam proyek-proyek di wilayah permukiman.

    Laporan ini merupakan tindak lanjut dari laporan sebelumnya yang disampaikan Juli lalu oleh Francesca Albanese, Pelapor Khusus untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

    Laporan Albanese, yang berjudul “Dari Ekonomi Pendudukan ke Ekonomi Genosida,” mengungkapkan perusahaan asing berkontribusi pada pembangunan permukiman Israel melalui pemindahan paksa warga Palestina dan penggantian mereka dengan populasi pemukim.

    Pelapor PBB tersebut menekankan, kegiatan-kegiatan ini dibiayai oleh bank dan perusahaan asuransi, sementara platform pariwisata, jaringan ritel besar, dan lembaga akademik berpartisipasi dalam proses normalisasi.

    Albanese menegaskan, mereka memiliki wewenang untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan tersebut melalui pilihan pembelian mereka.

    Seruan ini datang saat jumlah korban tewas akibat agresi dan kelaparan di Jalur Gaza terus bertambah. Otoritas medis mengonfirmasi, hingga Senin jumlah korban tewas di Jalur Gaza telah mencapai 64.905 jiwa, mayoritas perempuan dan anak-anak, sejak dimulainya agresi Israel pada Oktober 2023, sementara sedikitnya 164.926 orang terluka dalam kurun waktu yang sama.

    Jumlah itu termasuk 2.497 orang yang tewas dan 18.182 orang luka-luka saat tengah mencari bantuan di tengah situasi Gaza yang memprihatinkan.

    Termasuk juga jumlah korban tewas akibat kelaparan dan malnutrisi, di mana jumlahnya telah mencapai 425 orang, termasuk 145 anak-anak.