Negara: Irlandia

  • Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Gaza

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab mengecam kelompok militan Palestina, Hamas. Negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

    Negara-negara Arab yang dimaksud sebut saja Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki. Mereka menandatangani deklarasi bersama dan menyerukan Hamas untuk melucuti persenjataannya, membebaskan semua sandera yang ditawan dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir Newsweek, Kamis (31/7/2025), sebanyak 17 negara, ditambah Liga Arab yang beranggotakan 22 negara dan seluruh Uni Eropa, mendukung deklarasi yang disepakati pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    “Deklarasi New York” tersebut menetapkan rencana bertahap untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung hampir delapan dekade dan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Rencana tersebut akan berpuncak pada Palestina yang merdeka, hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan pada akhirnya integrasi mereka ke dalam kawasan Timur Tengah yang lebih luas.

    Foto: Korban tewas akibat serangan Israel di Gaza (AFP/OMAR AL-QATTAA)

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian isi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan mematikan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, yang memicu perang di Gaza. Ini menandai kecaman pertama oleh hampir semua negara Arab atas serangan Hamas tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan Israel di Gaza yang menewaskan warga sipil, menyerukan Israel untuk meninggalkan banyak kebijakannya selama perang dan setelahnya, termasuk pembatasan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, pemerintahan militer dan pembangunan permukiman di Tepi Barat, kegagalannya mencegah tindak kekerasan para pemukim terhadap warga Palestina, dan dugaan perubahan status quo di Yerusalem.

    Warga Palestina tinggal di rumah-rumah yang sudah hancur karena serangan Israel. Foto: REUTERS/Ramadan Abed

    Deklarasi tersebut juga menyerukan kemungkinan pengerahan pasukan asing untuk menstabilkan Gaza setelah berakhirnya perang.

    Siapa yang mempelopori deklarasi ini? ternyata adalah Prancis dan Arab Saudi. Kedua negara yang menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/isa)

  • Presiden Abbas Puji Deklarasi Bersama Pengakuan Negara Palestina: Langkah Bersejarah

    Presiden Abbas Puji Deklarasi Bersama Pengakuan Negara Palestina: Langkah Bersejarah

    JAKARTA – Presiden Mahmoud Abbas mengapresiasi deklarasi sejumlah negara dalam pernyataan bersama terkait pengakuan negara Palestina, menilai hal tersebut sebagai langkah bersejarah.

    Selain pengakuan Negara Palestina dengan implementasi solusi dua negara, pernyataan bersama tersebut juga menyerukan negara lain yang belum mengakui Negara Palestina untuk mengikuti langkah serupa, mendesak gencatan senjata segara di Gaza.

    Presiden Abbas memuji sikap berani negara-negara sahabat ini yang menegaskan komitmen terhadap visi solusi dua negara dan perdamaian berdasarkan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.

    Presiden Abbas sendiri menegaskan kembali komitmennya terhadap janji-janji yang telah dibuatnya untuk mewujudkan hal tersebut.

    “Pengakuan Negara Palestina oleh negara-negara ini, atau deklarasi kesediaan mereka untuk mengakui Negara Palestina, merupakan langkah bersejarah menuju tercapainya perdamaian yang adil dan komprehensif serta memperkuat upaya internasional untuk mengakhiri pendudukan Israel dan mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” kata Presiden Abbas dikutip dari WAFA 30 Juli.

    Presiden Abbas mengajak negara-negara lain untuk bergabung dalam seruan ini, berkontribusi dalam memajukan proses politik berdasarkan solusi dua negara, guna memastikan keamanan dan stabilitas bagi seluruh rakyat di kawasan.

    Diberitakan sebelumnya, lima belas negara, termasuk Finlandia, Kanada, Australia dan sejumlah negara Eropa menandatangani deklarasi bersama yang dipimpin Prancis, menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, pembebasan semua sandera yang ditawan Hamas dan dorongan internasional baru untuk solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.

    “Kami, Menteri Luar Negeri Andorra, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, San Marino, Slovenia, dan Spanyol, menegaskan kembali komitmen teguh kami terhadap visi solusi dua negara,” ujar Kementerian Luar Negeri Prancis, melansir Anadolu.

    Para menteri luar negeri dari 15 negara tersebut pada Selasa malam mengeluarkan pernyataan bersama menyusul konferensi tingkat tinggi mengenai implementasi solusi dua negara di Markas PBB, New York yang diketuai bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

    “Di New York, bersama 14 negara lainnya, Prancis mengeluarkan seruan kolektif: kami menyatakan keinginan kami untuk mengakui Negara Palestina dan mengundang mereka yang belum melakukannya untuk bergabung dengan kami,” tulis Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot di media sosial X, dikutip dari Daily Sabah.

    Menurut pernyataan bersama tersebut, para penandatangan menggarisbawahi, dua negara demokratis, Israel dan Palestina, harus hidup berdampingan secara damai di dalam perbatasan yang aman dan diakui secara internasional, sejalan dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.

    Mereka juga menekankan pentingnya menyatukan Jalur Gaza dan Tepi Barat di bawah Otoritas Palestina.

  • Pertama Kali Negara-negara Arab Kecam Hamas, Dipelopori Prancis-Saudi

    Pertama Kali Negara-negara Arab Kecam Hamas, Dipelopori Prancis-Saudi

    Jakarta

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki, kompak mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Mereka juga menyerukan kelompok militan Palestina tersebut untuk melucuti persenjataannya dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir The Independent, Kamis (31/7/2025), deklarasi yang dikeluarkan dalam konferensi internasional di Markas PBB di New York pada Selasa (29/7) waktu AS tersebut, menandai kecaman pertama terhadap kelompok Hamas dari negara-negara Arab.

    Prancis, yang bersama Arab Saudi, menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Langkah pertama yang diuraikan dalam deklarasi tersebut adalah mengakhiri perang 22 bulan antara Israel dan Hamas.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian bunyi deklarasi tersebut.

    “Setelah gencatan senjata, sebuah komite administratif transisi harus segera dibentuk untuk beroperasi di Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina,” bunyi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut mendukung pengerahan misi stabilisasi internasional sementara, yang diamanatkan oleh Dewan Keamanan PBB, dan menyambut baik “kesiapan yang diungkapkan oleh beberapa negara anggota untuk menyumbangkan pasukan.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Jadi 3%

    IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Jadi 3%

    Bisnis.com, JAKARTA — Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 dan 2026 yang didorong oleh lonjakan belanja menjelang kenaikan tarif AS pada 1 Agustus serta turunnya tarif impor efektif yang dikenakan oleh AS.

    Dalam laporan World Economic Outlook edisi Juli 2025 yang dikutip pada Rabu (30/7/2025), IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan global 2025 sebesar 0,2% menjadi 3,0% dan 2026 naik 0,1% menjadi 3,1%. 

    Meski demikian, angka tersebut masih lebih rendah dari proyeksi awal Januari sebesar 3,3% dan rata-rata historis pra-pandemi sebesar 3,7%.

    “Kondisi ini mencerminkan percepatan belanja yang lebih kuat dari perkiraan menjelang kenaikan tarif; tarif efektif rata-rata AS yang lebih rendah dari yang diumumkan pada April; perbaikan kondisi keuangan, termasuk karena pelemahan dolar AS; serta ekspansi fiskal di sejumlah negara besar,” demikian kutipan laporan tersebut

    Sementara itu, inflasi global diperkirakan menurun ke 4,2% pada 2025 dan 3,6% pada 2026. Namun, IMF menilai inflasi di AS masih berisiko tetap tinggi akibat dampak tarif terhadap harga konsumen pada paruh kedua tahun ini.

    Dalam laporannya, IMF menyebut, ketidakpastian global terbilang masih tinggi meskipun tarif impor efektif yang dikenakan AS mengalami penurunan. 

    IMF mencatat tarif efektif AS, yang diukur berdasarkan rasio penerimaan bea masuk terhadap total impor barang, telah turun dari 24,4% pada laporan IMF April 2025 menjadi 17,3%. Sementara itu, tarif rata-rata global turun dari 4,1% menjadi 3,5%.

    Teranyar, China dan AS sepakat untuk menurunkan tarif yang dikenakan akibat eskalasi pasca 2 April, berlaku selama 90 hari hingga 12 Agustus. Sementara itu, jeda pemberlakuan tarif tinggi AS terhadap sebagian besar mitra dagangnya kini akan berakhir pada 1 Agustus, mundur dari tenggat awal 9 Juli.

    Di sisi lain, IMF memperingatkan bahwa perekonomian global masih menghadapi risiko besar, termasuk potensi kembalinya tarif tinggi, ketegangan geopolitik, dan defisit fiskal yang meningkat yang dapat mendorong kenaikan suku bunga serta memperketat kondisi keuangan global.

    Melansir Reuters, Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas menyebut perekonomian dunia masih terluka, dan akan terus terluka dengan tarif di level saat ini, meskipun tidak seburuk yang dikhawatirkan.

    Gourinchas mengatakan IMF tengah mengevaluasi perjanjian tarif baru sebesar 15% yang baru-baru ini dicapai AS dengan Uni Eropa dan Jepang, namun belum dimasukkan dalam proyeksi Juli. Dia menyebut tarif dalam kesepakatan ini masih sejalan dengan asumsi 17,3% dalam proyeksi IMF.

    “Saat ini kami belum melihat perubahan signifikan terhadap tarif efektif yang diberlakukan AS. Tapi masih belum pasti apakah kesepakatan ini akan bertahan atau akan dibatalkan,” katanya.

    Simulasi IMF menunjukkan pertumbuhan global 2025 akan lebih rendah 0,2% jika tarif maksimum yang diumumkan pada April dan Juli diberlakukan penuh.

    Meski ekonomi global dinilai tetap tangguh sejauh ini, IMF menilai distorsi akibat perdagangan masih membayangi, alih-alih didorong oleh kekuatan fundamental ekonomi.

    Gourinchas menyebut adanya dorongan besar dari perilaku penimbunan stok oleh pelaku usaha yang mencoba mendahului pemberlakuan tarif, namun efek ini tidak akan bertahan lama.

    “Dampaknya akan memudar dan menjadi beban bagi aktivitas ekonomi pada paruh kedua 2025 hingga awal 2026. Akan ada efek pembalikan dari percepatan itu,” jelasnya.

    Menurutnya, tarif diperkirakan tetap tinggi, terlihat dari mulai naiknya harga konsumen AS. Dia menyebut, tarif saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan Januari atau Februari. Jika kondisi ini bertahan, pertumbuhan ekonomi global akan terus tertahan.

    Satu hal yang mencolok, menurut IMF, adalah depresiasi dolar AS—fenomena yang belum terlihat pada episode perang dagang sebelumnya. Pelemahan dolar membantu melonggarkan kondisi keuangan global, namun juga memperburuk beban tarif bagi negara lain.

    Proyeksi Pertumbuhan AS, Uni Eropa, Dan China

    Untuk AS, IMF memperkirakan pertumbuhan mencapai 1,9% pada 2025 dan naik tipis ke 2% pada 2026. Kebijakan pemotongan pajak dan belanja baru diperkirakan akan menambah defisit fiskal AS sebesar 1,5%, dengan pendapatan tarif hanya mampu menutupi setengahnya.

    Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan euro dinaikkan 0,2% menjadi 1,0% pada 2025, dengan 2026 tetap di 1,2%. Revisi naik ini sebagian besar dipicu lonjakan ekspor farmasi Irlandia ke AS, yang tanpa itu, revisi hanya naik separuhnya.

    Untuk China, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan 2025 sebesar 0,8% dan 2026 naik 0,2% ke level 4,2%, mencerminkan pemulihan aktivitas ekonomi dan penurunan tarif AS–China setelah kesepakatan gencatan sementara.

    Secara keseluruhan, pertumbuhan negara berkembang dan emerging market diperkirakan mencapai 4,1% pada 2025 dan sedikit melambat ke 4,0% pada 2026.

    IMF juga merevisi naik proyeksi perdagangan dunia 2025 sebesar 0,9% menjadi 2,6%, namun menurunkan proyeksi 2026 sebesar 0,6% menjadi 1,9%.

  • Prancis Akui Palestina, Pemimpin Eropa Kasih Komentar Tak Terduga

    Prancis Akui Palestina, Pemimpin Eropa Kasih Komentar Tak Terduga

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengatakan bahwa jika Palestina diakui sebelum didirikan maka akan menjadi kontraproduktif. Hal itu menyusul wacana Palestina yang akan menjadi negara berdaulat.

    “Saya sangat mendukung Negara Palestina tetapi saya tidak mendukung pengakuannya sebelum pendiriannya,” kata Meloni kepada harian Italia La Repubblica, dilansir Reuters, Sabtu (26/7/2025).

    “Jika sesuatu yang tidak ada dikenali di atas kertas, masalahnya bisa tampak terpecahkan padahal tidak ada,” tambah Meloni.

    Adapun, Prancis berencana untuk mengakui negara Palestina di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan September, menarik kecaman dari Israel dan Amerika Serikat. Apalagi hal itu di tengah perang di Gaza antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.

    Pada hari Jumat (25/7/2025), Menteri Luar Negeri Italia mengatakan pengakuan negara Palestina harus terjadi bersamaan dengan pengakuan Israel oleh entitas Palestina yang baru.

    Di samping itu, seorang juru bicara pemerintah Jerman juga mengatakan bahwa Berlin tidak berencana untuk mengakui negara Palestina dalam jangka pendek dan mengatakan prioritasnya sekarang adalah membuat “kemajuan yang sudah lama tertunda” menuju solusi dua negara.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa negaranya akan secara resmi mengakui Negara Palestina pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September mendatang.

    Pengumuman ini disampaikan Macron pada Kamis (24/7/2025), di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel atas krisis kemanusiaan di Gaza.

    “Prioritas mendesak hari ini adalah mengakhiri perang di Gaza dan menyelamatkan penduduk sipil,” tulis Macron dalam unggahannya di media sosial, dilansir AFP.

    Jika kemudian terealisasi maka Prancis menjadi negara kelompok kaya G-7 yang mengakui Palestina.

    Negara lain belum merencanakan hal yang sama, mulai dari Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.

    Langkah Prancis ini juga semakin menambah negara Eropa yang mengakui Palestina. Sebelumnya beberapa negara Eropa secara resmi telah mengakui Negara Palestina, mencerminkan meningkatnya dukungan internasional. Di antaranya adalah Armenia, Slovenia, Irlandia, Norwegia, dan Spanyol.

    Saat ini, Palestina diakui sebagai negara berdaulat oleh 147 dari 193 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mewakili sekitar 75 persen komunitas internasional. Palestina juga diakui oleh Takhta Suci (Vatikan), otoritas tertinggi Gereja Katolik dan pemegang status pengamat di PBB.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Belajar dari Eropa, Data Warga RI di AS Bisa Dipakai Buat Ini

    Belajar dari Eropa, Data Warga RI di AS Bisa Dipakai Buat Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Peneliti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Parasurama Pamungkas, buka suara soal poin kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terkait tarif resiprokal. Ia menyoroti kasus transfer data yang sebelumnya pernah ada antara AS dan Eropa.

    “Indonesia sebenarnya sudah mengarah pada data free flow dengan beberapa pembatasan. Namun, kesepakatan dengan Amerika ini perlu mempertimbangkan putusan Schrems II di CJEU (otoritas peradilan Uni Eropa) yang membatalkan pembatalan SCC EU-US utk transfer data trans-atlantic,” kata Parasurama kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (24/7/2025).

    “CJEU menilai bahwa data data yang disimpan oleh perusahaan Amerika Serikat di wilayah tersebut memungkinkan pemerintah setempat melakukan pemantauan karena kewenangan yang diberikan melalui FISA (The Foreign Intelligence Surveillance Act). Indonesia perlu menilai dengan cermat keresahan yang sama di CJEU,” jelasnya menambahkan.

    Mengutip GDPR Summary, kasus ini berawal saat aktivis Maximilian Schrems yang menyerukan pada komisioner pelindungan data Irlandia untuk membatalkan SCC pada 2020 lalu. Ini kaitannya pada transfer data pribadi pengguna Facebook di wilayah Eropa ke kantor pusat yang berada di AS.

    Data pribadi itu diklaim bisa diakses oleh badan intelijen setempat. Pada akhirnya, hal ini melanggar aturan pelindungan data Eropa GDPR dan hukum Uni Eropa secara luas.

    Dalam peradilan disoroti adanya pengawasan luas pada aturan keamanan nasional bernama Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA) bagian 702. Aturan itu mengatur akses dan penggunaan data dari Uni Eropa ke AS.

    Situs tersebut menuliskan transfer data tidak memiliki kendali melindungi subjek data Uni Eropa. Di mana bisa menjadi target investigasi keamanan nasional.

    Kemudian pengadilan memutuskan hak subjek data tidak bisa dituntut di pengadilan pada otoritas AS. Privacy Shield antar dua wilayah juga dibatalkan.

    Schrems II juga membahas soal SCC atau klausul kontrak standar. Pengadilan menyebutkan SCC masih valid dalam konteks transfer data ke AS, namun perlu tambahan pekerjaan.

    Perusahaan perlu memastikan negara penerima memiliki pelindungan data setara dengan Uni Eropa. Tidak hanya mengandalkan dari SCC saja.

    Selain itu juga disebutkan perusahaan yang menyediakan data untuk transfer lintas batas harus memberikan informasi dan menilai tingkat kepatuhan negara penerima dengan GDPR. Ini termasuk kasus saat menggunakan pemasok non Uni Eropa.

    Usai keputusan Schrems II, berdampak pada kehati-hatian lembaga Eropa mengirimkan data. Termasuk, laman EY menuliskan Pengawas Perlindungan Data Eropa (EDPS) mengimbau lembaga setempat untuk menghindari aktivitas pemrosesan yang melibatkan transfer data pribadi ke AS.

    Selain itu, lembaga Eropa diminta melakukan penyelesaian untuk pemetaan yang mengidentifikasi kontrak, prosedur pengadaan, dan jenis kerja sama lain yang tengah berjalan terkait transfer data.

    Otoritas Pengawas (SA) juga mencatat Schrems II memvalidasi penggunaan SCC untuk mekanisme transfer. Namun dengan syarat untuk langkah tambahan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Peringatan Banjir Melanda Inggris Raya hingga Sabtu Mendatang, Berpeluang Hujan Es

    Peringatan Banjir Melanda Inggris Raya hingga Sabtu Mendatang, Berpeluang Hujan Es

    JAKARTA – Met Office mengeluarkan peringatan dini akan potensi datangnya bencana banjir melanda Inggris selama tiga hari mendatang.

    Mengutip Metro UK, Kamis 17 Juli, lembaga meteorologi Inggris itu memprediksi hujan dengan intensitas tinggi berujung banjir menerjang sebagian besar wilayah Inggris dari 17-20 Juli 2025.

    Dampak dari banjir itu dapat menyebabkan pemadaman listrik dan pembatalan operasional kereta api jarak jauh dan dekat.

    Peringatan cuaca ekstrem ini sudah berlaku untuk sebagian wilayah Irlandia Utara hari ini, yang diperkirakan merembet pada sebagian besar wilayah Inggris pada Jumat 18 Juli dan Sabtu 19 Juli.

    Untuk wilayah Irlandia Utara, peringatan cuaca ekstrem meliputi kawasan Londonderry/Derry, Coleraine, dan Enniskillen yang berpotensi terdampak. 

    Status cuaca di sebagian besar wilayah Inggris utara, tengah, dan selatan akan berada pada tingkatan “kuning” selama 21 jam mulai pukul 21.00 pada hari Jumat dan berlangsung hingga pukul 18.00 pada Sabtu.

    Peringatan badai petir tingkatan “kuning kedua” juga berlaku mulai siang hingga pukul 20.00 pada Jumat untuk wilayah Timur Laut Inggris, termasuk Leeds, York, Middlesborough, Hull, dan Scarborough.

    Met Office mengatakan jutaan warga Inggris di wilayah diperkirakan terdampak harus bersiap menghadapi banjir mendadak yang dapat mengganggu perjalanan darat.

    Selain rumah dan properti bisnis, cuaca ektrem juga berpotensi diiringi hujan es, petir atau angin kencang.

  • Kian Banyak Warga Jerman Tinggal Sendiri, Bagaimana dengan Indonesia?

    Kian Banyak Warga Jerman Tinggal Sendiri, Bagaimana dengan Indonesia?

    Jakarta

    Sebanyak 17 juta orang di Jerman, atau sekitar 20,6% dari total populasi, kini tinggal sendirian di rumah mereka, menurut data terbaru dari Kantor Statistik Federal Jerman (Destatis).

    Jumlah orang yang hidup sendiri meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir. Dua puluh tahun lalu, angkanya hanya 17,1% atau sekitar 14 juta orang.

    Lansia dan anak muda mendominasi

    Data menunjukkan bahwa kelompok usia lanjut adalah yang paling mungkin hidup sendiri: 34% dari mereka yang berusia di atas 65 tahun tinggal sendiri, dan angkanya melonjak menjadi 56% untuk mereka yang berusia 85 tahun ke atas. Namun,tren ini juga menonjol di kalangan anak muda. Sebanyak 28% orang berusia 25 hingga 34 tahun tinggal sendiri, jauh di atas rata-rata nasional.

    Secara keseluruhan, perempuan lebih sering tinggal sendiri dibanding laki-laki, yaitu 21,2% berbanding 20%.

    Jerman di atas rata-rata Uni Eropa

    Dibandingkan dengan rata-rata Uni Eropa yang berada di angka 16,2%, proporsi rumah tangga satu orang di Jerman tergolong tinggi. Negara-negara yang memiliki angka lebih tinggi dari Jerman antara lain Lituania, Finlandia, Denmark, Estonia, dan Swedia. Sementara itu, Slovakia, Irlandia, dan Polandia mencatat angka terendah.

    Rumah tangga satu orang saat ini menjadi jenis rumah tangga paling umum di Jerman, menyumbang 41,6%. Menurut proyeksi, angka ini diperkirakan akan melebihi 45% pada tahun 2040.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, terdapat lebih dari 2,3 juta lansia (usia 60 tahun ke atas) yang tinggal sendirian, atau setara dengan 7,10% dari total populasi lansia. Fenomena ini menunjukkan adanya tren rumah tangga satu orang di kalangan lansia, meskipun proporsinya jauh lebih rendah dibandingkan Jerman.

    Belum ada data yang pasti terkait jumlah penduduk di luar lansia yang tinggal sendirian.

    Risiko kesepian dan kemiskinan

    Tinggal sendiri memiliki tantangan tersendiri. Di Jerman, satu dari empat orang (sekitar 25%) yang tinggal sendiri mengaku sering merasa kesepian, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata pada populasi berusia sepuluh tahun ke atas sebesar 16,3%

    Kesepian paling banyak dialami oleh mereka yang berusia di bawah 30 tahun dan tinggal sendiri, dengan hampir 36% di antaranya mengaku sering merasa kesepian. Untuk kelompok usia 65 tahun ke atas yang tinggal sendiri, angka ini turun menjadi 17,6%.

    Selain itu, mereka yang tinggal sendiri juga lebih rentan terhadap kemiskinan. Pada tahun 2023, sekitar 29% dari individu yang tinggal sendiri dikategorikan berisiko mengalami kemiskinan, hampir dua kali lipat dari rata-rata populasi secara keseluruhan.

    Di Indonesia sendiri, riset dari Health Collaborative Center (HCC) menunjukkan bahwa 34% siswa SMA di Jakarta terindikasi memiliki masalah kesehatan jiwa. Riset menemukan bahwa 20% remaja dengan masalah mental mental mengalami perasaan kesepian. Penyebabnya mencakup konflik dengan teman, kurangnya kedekatan dengan teman sebaya, serta menurunnya interaksi sosial karena penggunaan gawai dan media sosial yang berlebihan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Alfi Milano Anadri

    Editor: Prihardani Purba

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Api Unggun Raksasa Berkobar di Irlandia Utara Sambut Hari 12 Juli

    Api Unggun Raksasa Berkobar di Irlandia Utara Sambut Hari 12 Juli

    HOME

    MARKET

    MY MONEY

    NEWS

    TECH

    LIFESTYLE

    SHARIA

    ENTREPRENEUR

    CUAP CUAP CUAN

    CNBC TV

    Loading…

    `

    $(‘#loaderAuth’).remove()
    const dcUrl=”https://connect.detik.com/dashboard/”;

    if (data.is_login) {
    $(‘#connectDetikAvatar’).html(`

    `);
    $(‘#UserMenu’).append(`
    ${prefix}

    My Profile

    Logout

    ${suffix}
    `);

    $(“#alloCardIframe”).iFrameResize();

    } else {
    prefix = “

    $(‘#connectDetikAvatar’).html(`

    `);
    $(‘#UserMenu’).append(`
    ${prefix}

    REGISTER

    LOGIN
    ${suffix}
    `);
    }
    }

  • Uni Eropa Selidiki TikTok soal Penyimpanan Data Pengguna di China – Page 3

    Uni Eropa Selidiki TikTok soal Penyimpanan Data Pengguna di China – Page 3

    Sebelumnya, pada April 2025, DPC menyelesaikan investigasi terkait klaim bahwa data pengguna TikTok di wilayah EEA disimpan di luar China. Saat itu, TikTok menyatakan bahwa data tersebut memang dapat diakses oleh staf dari China, tetapi tidak disimpan di sana.

    Hasil penyelidikan awal membuat DPC menjatuhkan denda sebesar 530 juta Euro. Namun temuan baru membuat otoritas curiga ada informasi yang sebelumnya ditutupi.

    TikTok belakangan mengakui bahwa terdapat “jumlah terbatas” data pengguna EEA yang ternyata sempat tersimpan di server di China. Informasi ini baru diungkap pada Februari, dan perusahaan mengklaim bahwa data tersebut telah dihapus.

    Pelanggaran GDPR dan Ancaman Bagi TikTok

    Menurut DPC, pernyataan ini bertentangan dengan bukti yang diberikan TikTok dalam penyelidikan sebelumnya.

    Oleh karena itu, regulator memutuskan untuk membuka kasus baru guna menyelidiki kemungkinan pelanggaran terhadap General Data Protection Regulation (GDPR) milik Uni Eropa.

    Sebagai informasi, TikTok memiliki kantor pusat Eropa di Irlandia, yang menjadikan DPC sebagai regulator utama yang mengawasi platform tersebut di kawasan. Oleh karena itu, semua isu terkait data dan privasi pengguna Eropa berpusat pada yurisdiksi lembaga ini.

    Perlu dicatat DPC merupakan regulator yang sangat aktif dalam menyelidiki praktik data perusahaan teknologi besar. Sebelumnya, lembaga ini juga pernah memberikan sanksi serupa kepada Meta dan Google atas pelanggaran privasi.