Negara: Iran

  • Rusia Serang NATO, Bawa-Bawa Bom Yugoslavia

    Rusia Serang NATO, Bawa-Bawa Bom Yugoslavia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia mengecam keras pernyataan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte yang menuding Moskow bersekongkol dengan China dan negara lain untuk “merusak aturan global”.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebut Rutte menerapkan standar ganda dan menantang NATO untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan “aturan global” itu.

    “Apa sebenarnya ‘aturan global’ yang mereka maksud? Mungkin NATO bisa mengunggah daftar lengkapnya di situs resmi mereka,” sindir Zakharova dalam unggahan di kanal Telegram-nya, Kamis (6/11/2025).

    Ia menilai tudingan NATO tidak berdasar, mengingat blok militer Barat itu sendiri memiliki catatan panjang pelanggaran hukum internasional. Zakharova mencontohkan pengeboman Yugoslavia oleh NATO pada 1999 serta invasi Irak pada 2003 yang dipimpin Amerika Serikat dengan “dalih yang dibuat-buat”.

    Zakharova juga menyinggung bahwa tak satupun negara anggota NATO menghentikan kerja sama dengan China, meski Rutte mengkritik Rusia karena hal serupa.

    “Beberapa hari lalu, KTT AS-China baru saja digelar. Saya tidak mendengar Rutte mengkritik Presiden AS Donald Trump untuk itu,” ujarnya.

    Sebelumnya, dalam Forum Industri NATO di Bucharest, Rumania, Rutte mengatakan Rusia “tidak sendirian dalam upayanya melemahkan aturan global.” Ia menuding Moskow bekerja sama dengan China, Korea Utara, Iran, dan negara lain, serta memperkuat kolaborasi industri pertahanan untuk menghadapi konfrontasi jangka panjang.

    Pernyataan itu memperpanjang ketegangan antara Moskow dan aliansi Barat. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuding NATO berusaha “memperluas zona tanggung jawabnya jauh melampaui kawasan Euro-Atlantik” untuk membendung Tiongkok dan mengisolasi Rusia.

    Sementara itu, Beijing berulang kali membantah tuduhan Barat yang menyebutnya membantu militer Rusia dalam konflik Ukraina.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Jakarta

    Tanpa dukungan eksternal, tidak ada satu pun pihak di Sudan mampu memperpanjang perang saudara yang tengah berlangsung.

    Konflik ini telah menjadikan negara tersebut sebagai lokasi salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Belakangan, terjadi pembunuhan massal serta kekejaman terhadap warga sipil Sudan di ibu kota regional Darfur, El-Fasher.

    Perang pertama kali meletus pada April 2023 ketika milisi lokal, yaitu pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF), berselisih mengenai integrasi RSF ke dalam militer reguler.

    Akibat berlanjutnya pertempuran di Darfur, angka korban hanya bisa diperkirakan, tapi organisasi bantuan dan PBB memperkirakannya di atas 140.000 orang. Sekitar setengah dari 51 juta penduduk Sudan bergantung pada bantuan kemanusiaan. Kelaparan dan penyakit menyebar luas dan sebagian besar infrastruktur serta lahan pertanian negara itu telah rusak.

    Para pengamat mengatakan pemerintah Sudan yang diakui secara internasional di bawah jenderal Abdel-Fattah al-Burhan, yang juga memimpin SAF, mendapat dukungan dari Mesir, Turki, Rusia, dan Iran. Sementara, Mesir dan Arab Saudi membantah memberikan dukungan senjata kepada kelompok apa pun di Sudan. RSF dituding mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), tapi kemudian dibantah oleh UEA.

    “Hasil penelitian menunjukkan bahwa RSF memiliki sejumlah pemasok senjata dan bahan bakar selama perang, tetapi penyedia utama tetap UEA,” kata Hager Ali, peneliti di lembaga kajian German Institute for Global and Area Studies (GIGA), kepada DW.

    Agenda kontroversial UEA di Sudan

    UEA berkali-kali membantah mendukung RSF. Mereka menyebut tuduhan tersebut sebagai kampanye media oleh SAF dan menuntut permintaan maaf.

    Namun, PBB dan organisasi hak asasi manusia sering menemukan bukti pasokan militer dari UEA. Analis independen secara rutin menyimpulkan bahwa senjata dan amunisi yang digunakan RSF berasal dari UEA.

    “Materi tersebut mencakup drone buatan Cina yang canggih berikut senjata ringan, mesin berat, kendaraan, artileri, mortir dan amunisi,” ujar sumber dari US Defense Intelligence Agency dan biro intelijen Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) kepada The Wall Street Journal.

    Pada Januari, ketika pemerintahan AS dipimpin Presiden Joe Biden, Paman Sam menjatuhkan sanksi kepada kedua pihak. Waktu itu, Departemen Keuangan AS juga menjatuhkan sanksi terhadap tujuh perusahaan dari UEA dan menuduh mereka menyediakan senjata, pendanaan dan dukungan lain kepada RSF.

    Lebih jauh, laporan PBB Januari 2024 menyatakan bahwa milisi yang berpihak kepada Jenderal Libya Khalifa Haftar menggunakan jaringan penyelundupan yang sudah ada untuk memasok RSF dengan bahan bakar, kendaraan, dan amunisi.

    “Kami tahu bahwa UEA telah menyelundupkan senjata langsung melintasi perbatasan Libya ke Sudan, tetapi juga via Chad dan Uganda,” kata Ali.

    “Sebagai imbalannya, UEA, sebagai importir emas Sudan terbesar secara tradisional, memiliki kepentingan besar untuk menjaga aksesnya ke emas Sudan.”

    Bagi RSF, sumber daya emas Sudan yang kaya, yang sebagian besar berada di wilayah kekuasaannya, telah menjadi mata uang utama untuk membeli senjata dan menghindari sanksi.

    “Aman untuk diasumsikan bahwa senjata yang sekarang digunakan di Sudan bukan hanya dari sedikit penyedia tetapi senjata yang telah diselundupkan ke seluruh Sahel,” lanjut Ali, sambil menambahkan bahwa pengiriman senjata di medan perang sering dilakukan oleh Africa Corps, divisi Afrika dari kelompok mercenary (militer bayaran) Rusia Wagner yang telah berganti nama.

    Kepentingan lain di Sudan

    Mesir telah menjadi pendukung utama SAF dan mengakui pemerintahan Burhan sebagai pemerintahan resmi Sudan. Menurut tinjauan dari Institute of War, lembaga kajian independen, Mesir juga telah melatih pilot SAF dan menyediakan drone, kemudian hal ini dibantah Kairo.

    Mesir bertujuan menjaga konflik tetap di sisi Sudan dan berharap bisa mengembalikan jutaan pengungsi Sudan.

    Pendukung lain SAF adalah Iran, yang juga telah menyediakan drone. Teheran berharap mengamankan pangkalan angkatan laut di Laut Merah yang akan membantunya terus mendukung milisi Houthi di Yaman. Sudan diketahui telah menjadi pusat logistik bagi Houthi. Turki juga telah menyediakan drone dan misil untuk SAF. Kepentingan Ankara di sini adalah mengamankan aksesnya ke Laut Merah.

    Meski keterlibatan Rusia melalui Africa Corps atas nama RSF ada, Rusia memainkan peran yang relatif kecil di Sudan, menurut Achim Vogt, Direktur Friedrich Ebert Stiftung untuk wilayah Uganda dan Sudan.

    Bisakah ‘inisiatif Quad’ membantu?

    Menurut Vogt, keempat negara yang membentuk apa yang disebut “inisiatif Quad”, yakni AS, Mesir, Arab Saudi dan UEA, akan jadi negara yang bisa memberi pengaruh nyata di Sudan meskipun mereka punya aliansi berbeda dengan kedua pihak. Sasaran inisiatif ini adalah membuat peta jalan untuk mengakhiri perang atau setidaknya gencatan senjata kemanusiaan.

    Vogt mengatakan jika keempat negara ini bersatu, mungkin dengan dukungan negara Eropa, mereka bisa membawa kembali hukum humaniter internasional, mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dan memperbaiki situasi kemanusiaan bagi warga sipil.

    Namun, pada 26 Oktober 2025, pembicaraan Quad di Washington yang ditujukan untuk membawa pihak yang bertikai bersama-sama menyepakati gencatan senjata tiga bulan, berakhir tanpa hasil. Pada hari yang sama, RSF merebut kontrol atas ElFasher dan meningkatkan pembunuhan massal serta kekejaman lainnya.

    “Mereka punya kepentingan ekonomi terkait ekspor emas dan pelabuhan Port Sudan, tetapi mereka sudah cukup jelas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik ikut campur dalam apa yang mereka sebut konflik internal,” katanya.

    Bagi Laetitia Bader, Direktur Horn of Africa di Human Rights Watch, skala dan beratnya pelanggaran terbaru di dan sekitar El-Fasher sekarang memerlukan adanya “konsekuensi bagi pimpinan RSF dan para pendukungnya, khususnya Uni Emirat Arab, yang terus menyediakan dukungan… meskipun ada bukti jelas atas kejahatan,” ujarnya kepada DW.

    “Kami ingin melihat Dewan Keamanan PBB segera bergerak dengan sanksi terhadap pimpinan RSF,” kata Bader.

    “Kami menyerukan agar komunitas internasional memastikan ada akuntabilitas politik dan pidana.”

    Pada hari Jumat (31/10), menghadapi kemarahan internasional atas pembantaian dan kejahatan lainnya, RSF menangkap beberapa anggotanya sendiri. Namun, pengamat mengatakan kekejaman terus berlangsung.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Muhammad Hanafi dan Melisa Lolindu


    (ita/ita)

  • Iran Kutuk Serangan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon: Biadab!

    Iran Kutuk Serangan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon: Biadab!

    Teheran

    Pemerintah Iran mengutuk apa yang mereka sebut sebagai serangan “biadab” oleh Israel terhadap Lebanon. Kecaman ini disampaikan Teheran setelah Tel Aviv, musuh bebuyutannya, menyerang posisi kelompok Hizbullah, sekutu Iran, di wilayah Lebanon bagian selatan.

    Dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AFP, Jumat (7/11/2025), Kementerian Luar Negeri Iran mendesak “Perserikatan Bangsa-Bangsa, komunitas internasional, dan negara-negara regional untuk mengkonfrontasi hasutan perang” Israel.

    Kementerian Luar Negeri Teheran juga menyampaikan “belasungkawa atas gugurnya warga Lebanon dalam serangan biadab tersebut”.

    Militer Israel mengatakan pada Kamis (6/11) bahwa pasukannya melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon bagian selatan, yang diklaim menargetkan serangkaian posisi Hizbullah. Tel Aviv menuduh Hizbullah sedang berusaha membangun kembali kemampuan militer mereka di wilayah tersebut.

    Dalam pernyataannya, militer Israel mengklaim serangan terbarunya itu dimaksudkan untuk mencegah Hizbullah mempersenjatai kembali para petempurnya, setelah mengalami kerugian besar dalam pertempuran melawan Israel, termasuk terbunuhnya pemimpin mereka, Hassan Nasrallah, tahun lalu.

    Serangan itu dilancarkan tidak lama setelah militer Israel mengeluarkan perintah evakuasi kepada penduduk Lebanon di beberapa wilayah. Perintah evakuasi itu dikeluarkan kepada para penduduk desa Taybeh, Tayr Debba, Aita Al-Jabal dan Zawtar al-Sharqiya di Lebanon bagian selatan.

    Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa sedikitnya satu orang tewas akibat pengeboman Israel pada Kamis (6/11) waktu setempat.

    Perintah evakuasi dan serangan udara itu terjadi setelah Israel menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Lebanon pada November 2024, yang dimaksudkan untuk mengakhiri pertempuran selama lebih dari setahun antara Tel Aviv dan Hizbullah.

    Beberapa bulan terakhir, militer Lebanon berupaya membersihkan lokasi-lokasi Hizbullah di wilayah selatan negaranya, sesuai ketentuan dalam perjanjian itu.

    Meskipun ada gencatan senjata, Israel berdalih pihaknya memiliki hak untuk menyerang target-target Hizbullah yang dianggap sebagai ancaman.

    Hizbullah, dalam pernyataan pada Kamis (6/11), menegaskan kelompoknya berkomitmen pada gencatan senjata, namun juga menegaskan tetap memiliki “hak yang sah” untuk melawan Israel. Hizbullah menolak untuk melucuti senjata mereka sepenuhnya, tetapi tidak menghalangi upaya militer Lebanon di wilayah selatan negara tersebut.

    Ditegaskan juga oleh Hizbullah bahwa pasukannya tidak menembaki Israel sejak kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku tahun lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Panas Lagi, Hizbullah Tegaskan Berhak Membela Diri Melawan Israel

    Panas Lagi, Hizbullah Tegaskan Berhak Membela Diri Melawan Israel

    Jakarta

    Kelompok Hizbullah di Lebanon menegaskan bahwa mereka memiliki hak untuk membela diri melawan Israel. Mereka juga menolak prospek negosiasi politik apa pun antara Lebanon dan Israel.

    Pernyataan itu muncul setelah Israel memperingatkan bahwa mereka dapat mengintensifkan operasi melawan Hizbullah di Lebanon, dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh Hizbullah mempersenjatai kembali kelompok itu.

    “Kami menegaskan kembali hak sah kami… untuk membela diri melawan musuh yang memaksakan perang terhadap negara kami dan tidak menghentikan serangannya,” kata Hizbullah, dilansir kantor berita AFP, Kamis (6/11/2025).

    Gerakan militan tersebut, yang didukung oleh Iran, juga menolak prospek “negosiasi politik apa pun” antara pemerintah Lebanon dan Israel. Hizbullah menegaskan perundingan semacam itu “tidak akan melayani kepentingan nasional”.

    Hizbullah menyebut pernyataannya itu sebagai surat terbuka yang ditujukan kepada rakyat Lebanon dan para pemimpin mereka.

    Pada hari Kamis (6/11) waktu setempat, pemerintah Lebanon dijadwalkan mengadakan perundingan untuk mengkaji kemajuan upaya perlucutan senjata Hizbullah — satu-satunya gerakan yang menolak menyerahkan senjatanya setelah perang saudara 1975-1990.

    Hizbullah menyatakan tetap berkomitmen pada gencatan senjata yang dicapai dengan Israel tahun lalu, setelah berbulan-bulan permusuhan yang meningkat menjadi perang habis-habisan.

    Meskipun ada perjanjian November 2024, Israel tetap mempertahankan pasukannya di lima wilayah di Lebanon selatan dan terus melakukan serangan rutin.

    Pada bulan September 2024, Israel membunuh pemimpin lama kelompok tersebut, Hassan Nasrallah, bersama dengan banyak pemimpin senior lainnya.

    Israel telah meningkatkan serangannya terhadap Lebanon dalam beberapa minggu terakhir, dan mengatakan bahwa serangan itu menargetkan posisi Hizbullah.

    Lihat juga Video: Tank Israel Terlihat di Perbatasan Lebanon Usai Serangan Udara

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Israel Tembakkan Rudal ke Lebanon, Klaim Bunuh Anggota Elite Hizbullah

    Israel Tembakkan Rudal ke Lebanon, Klaim Bunuh Anggota Elite Hizbullah

    Jakarta

    Israel melancarkan serangan udara terbaru ke wilayah Lebanon. Rudal militer Israel membunuh satu orang yang diklaim sebagai salah satu anggota elit Hizbullah.

    “Serangan udara Israel di Lebanon selatan menewaskan satu orang dan melukai satu orang lainnya pada hari Rabu,” kata Kementerian Kesehatan Lebanon dilansir AFP, Kamis (6/11/2025).

    Otoritas Lebanon mengatakan serangan udara itu menghantam sebuah kendaraan di Burj Rahal. Kantor Berita Nasional milik pemerintah Lebanon mengatakan serangan itu terjadi di dekat sebuah sekolah dan menyebabkan “kepanikan dan teror” di antara para siswa.

    Militer Israel mengatakan serangan tersebut telah menewaskan Hussein Jaber Dib. Israel menuding Hussein Jaber Dib sebagai anggota Pasukan Radwan elite Hizbullah.

    Israel telah berulang kali mengebom Lebanon meskipun ada gencatan senjata pada November 2024 yang bertujuan untuk mengakhiri lebih dari setahun permusuhan dengan Hizbullah, dan telah meningkatkan serangannya dalam beberapa hari terakhir.

    Israel memperingatkan pada hari Minggu (2/11) bahwa mereka akan mengintensifkan serangan terhadap kelompok yang didukung Iran tersebut. Menteri Pertahanan Israel Katz mengklaim Hizbullah “bermain api, dan presiden Lebanon berlambat-lambat”.

    Pada hari Selasa (4/11), Presiden Lebanon Joseph Aoun menegaskan kembali seruannya untuk berunding dengan Israel, dengan mengatakan bahwa Israel “belum menentukan posisinya dan terus menyerang”.

    (ygs/lir)

  • Pria di Iran Ditemukan Tewas Usai Unggah Bakar Foto Khamenei, Ada Luka Tembak

    Pria di Iran Ditemukan Tewas Usai Unggah Bakar Foto Khamenei, Ada Luka Tembak

    Jakarta

    Seorang pria Iran bernama Omid Sarlak ditemukan tewas setelah mengunggah gambar tengah membakar foto pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Ada luka tembak ditemukan di tubuh pria tersebut.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (4/11/2025), menurut media oposisi yang berbasis di luar Iran, Omid Sarlak, dari provinsi Lorestan di Iran barat, telah mengunggah di Instagram sebuah gambar dirinya sedang membakar gambar Ayatollah Ali Khamenei di kawasan hutan pada hari Jumat pekan kemarin, beberapa jam sebelum ditemukan tewas pada akhir pekan.

    Kantor berita resmi Iran, IRNA, memuat laporan yang mengutip Ali Asadollahi, kepala polisi di kotanya, Aligudarz, yang mengatakan seorang pria itu ditemukan tewas di dalam mobilnya setelah bunuh diri dengan pistol yang ditemukan di sisinya.

    Namun pada pemakaman Sarlak pada hari Senin (3/11), puluhan pelayat meneriakkan slogan-slogan termasuk “mereka membunuhnya!” dan “matilah Khamenei”, menurut rekaman media sosial yang disiarkan oleh media oposisi yang berbasis di luar Iran, termasuk Iran International dan Radio Farda.

    Dalam videonya, Sarlak, yang berusia 20-an, menyertakan rekaman suara Shah Mohammad Reza Pahlavi yang digulingkan, yang menunjukkan simpatinya terhadap monarki Iran yang digulingkan oleh revolusi Islam tahun 1979.

    Putra Shah yang digulingkan yang tinggal di AS, Reza Pahlavi, menulis di X bahwa Sarlak telah “menentang penindasan Republik Islam dan mengorbankan nyawanya demi kebebasan Iran”.

    Ayah Sarlak terlihat dalam sebuah video yang diunggah di media sosial oleh media oposisi Iran tengah menangis dan berkata “mereka membunuh anakku”. Saat diwawancara kepada televisi pemerintah setempat, dia mendesak orang-orang untuk tidak mempercayai apa yang mereka lihat di media sosial.

    Para aktivis mengatakan pihak berwenang sedang menekan dengan tindakan keras yang lebih intensif tiga tahun setelah protes nasional mengguncang pihak berwenang dan beberapa bulan setelah perang 12 hari antara Israel dan Iran pada bulan Juni.

    “Agresi eksternal telah memicu penindasan internal yang lebih dalam,” ujar pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Iran, Mai Sato, pekan lalu, seraya mencatat lonjakan “yang mengkhawatirkan” dalam eksekusi dan “penangkapan massal” para aktivis.

    (whn/ygs)

  • Yuan Geser Dolar dalam Perdagangan China Meski Ada Tantangan

    Yuan Geser Dolar dalam Perdagangan China Meski Ada Tantangan

    Jakarta

    Upaya Cina untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat mulai terlihat selama krisis keuangan global 2008–2009.

    Bank Sentral Cina (PBOC) meluncurkan skema uji coba pada Juli 2009 untuk pertama kalinya menyelesaikan perdagangan lintas batas dalam yuan, atau renminbi. Ini adalah respons atas kebijakan pencetakan uang agresif Federal Reserve AS, yang mengancam nilai aset asing Beijing senilai USD1,9 triliun (sekitar Rp31,7 kuadriliun).

    Program percobaan tersebut memicu kampanye selama 16 tahun yang kini membuat yuan digunakan untuk membayar 30% dari perdagangan barang global Cina senilai USD6,2 triliun (sekitar Rp103,6 kuadriliun). Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur Bank Sentral Cina, Zhu Hexin, dalam sebuah konferensi ekonomi pada Juni.

    Jika menghitung semua pembayaran lintas batas, termasuk pembelian obligasi dan investasi asing, pangsa yuan melonjak menjadi 53%, melampaui perdagangan dolar Cina untuk pertama kalinya pada tahun 2023.

    Menurut SWIFT, jaringan pesan global yang digunakan bank untuk menyelesaikan pembayaran internasional, yuan sempat mengalahkan euro sebagai mata uang kedua paling banyak digunakan dalam pembiayaan perdagangan global pada tahun lalu. Meskipun pangsa pasarnya hanya 5,8%, jauh di bawah dominasi dolar AS yang mencapai 82%, ini merupakan pencapaian bagi mata uang yuan.

    Pangsa yuan dalam cadangan mata uang global juga mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pada kuartal kedua tahun ini sebesar 2,4%, kata Dana Moneter Internasional (IMF) pada Oktober.

    Peran yuan di kancah global semakin berkembang, tapi dengan batasan

    Di saat negara-negara BRICS di kawasan Global Selatan baru-baru ini menjajaki alternatif selain dolar AS, termasuk usulan mata uang bersama, Cina mengambil pendekatan yang lebih pragmatis. Cina secara bertahap memperkuat peran yuan dalam perdagangan global sambil terus mempertahankan kontrol atas pertukaran mata uang.

    Jika Beijing mengizinkan yuan digunakan di pasar keuangan global untuk aliran modal, investasi, dan instrumen keuangan, serta untuk perdagangan, Otero-Iglesias mengatakan hal itu akan mengurangi kendali Partai Komunis Cina atas sistem kredit domestiknya.

    “Beijing percaya bahwa keuangan harus menjadi pelayan, bukan tuan, dari ekonomi riil,” tambahnya.

    Berita utama sering menggambarkan kenaikan yuan baru-baru ini sebagai tantangan langsung terhadap dominasi dolar. Selama hampir 80 tahun, dolar menjadi mata uang cadangan global dan masih digunakan dalam lebih dari 58% transaksi internasional dan cadangan devisa.

    Namun, Dan Wang, Direktur Cina di konsultan risiko politik Eurasia Group, melihat kenyataan yang lebih realistis.

    “Beijing tidak pernah menyebutnya sebagai dedolarisasi,” kata Wang kepada DW.

    “Deskripsi yang lebih akurat tentang niat Cina adalah regionalisasi yuan (ke kawasan Global Selatan).”

    Selama tiga tahun terakhir, Cina telah memanfaatkan pengaruh ekonomi yang besar dan dampak geopolitik dari perang Ukraina untuk mendapatkan kesepakatan energi dan komoditas yang menguntungkan. Kesepakatan tersebut antara lain diskon besar dari Rusia dengan semakin banyak transaksi diselesaikan dalam yuan.

    “Seiring waktu, terutama ketika Cina memiliki kekuatan tawar-menawar, mereka dapat meminta rasio yang lebih tinggi (untuk perdagangan dalam yuan). Itulah yang sudah dilakukan oleh perusahaan milik Cina dengan pemasok komoditas asing,” kata Wang.

    Peran kunci yuan dalam pembiayaan utang

    Salah satu pilar utama upaya Beijing untuk meningkatkan penggunaan yuan adalah pinjaman luar negeri, yang mengintegrasikan mata uang Cina ke dalam struktur utang negara-negara berkembang.

    Cadangan devisa yuan bank-bank Cina, seperti pinjaman, simpanan, dan obligasi, telah meningkat empat kali lipat menjadi USD480 miliar (Rp8,03 kuadriliun) dalam lima tahun. Menurut Financial Times, ini menunjukkan porsi yang semakin besar dari total pinjaman luar negeri Cina sebesar sekitar USD1 triliun (Rp16,72 kuadriliun) melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).

    Dengan suku bunga yuan 200–300 basis poin di bawah tingkat dolar, harian bisnis tersebut mencatat bahwa Kenya, Angola, dan Ethiopia telah mengubah utang dolar lama mereka menjadi yuan tahun ini. Sementara itu, Indonesia, Slovenia, dan Kazakhstan kini menerbitkan obligasi dalam mata uang Cina.

    Di luar perdagangan dan pinjaman, Beijing telah membangun garis pertahanan ketiga, yaitu sistem keuangan terpisah yang dapat beroperasi secara independen dari sistem yang didominasi dolar. Pusatnya alah CIPS, sistem pembayaran antarbank lintas batas Cina, yang menawarkan alternatif bagi SWIFT dalam transaksi internasional.

    Di pusat keuangan utama seperti Singapura, London, dan Frankfurt, pusat kliring yuan telah dibuka. PBOC juga sedang menguji coba yuan digital, mata uang digital bank sentral (CBDC). Dengan akses yang diperluas ke lebih dari 20 negara, yuan digital siap untuk lebih mempermudah pembayaran lintas batas dan mengurangi ketergantungan pada bank-bank Barat.

    “Ini bisa menjadi sarana lain bagi Cina untuk menginternasionalkan mata uangnya dengan menjadi pionir di garis depan uang digital negara,” kata Otero-Iglesias kepada DW.

    Cina juga telah menandatangani perjanjian pertukaran mata uang dengan lebih dari 50 negara. Perjanjian ini memungkinkan bank sentral untuk menukar mata uang lokal mereka dengan yuan sesuai permintaan, memberikan perlindungan kritis bagi negara-negara seperti Rusia dan Iran terhadap sanksi AS yang telah memblokir akses ke dolar.

    Perjanjian ini juga menjadi berkah bagi negara-negara yang bergantung pada perdagangan dan investasi Cina, seperti Argentina, Pakistan, dan Turki.

    Beijing mempertahankan kendali ketat atas yuan

    Berbeda dengan mata uang Barat, yuan tetap dikelola secara ketat oleh Beijing dan tidak dapat ditukar secara bebas dengan mata uang lain tanpa pengawasan pemerintah.

    Sistem kredit domestik Cina masih didominasi oleh bank-bank milik negara yang berada di bawah pengawasan politik. Beijing khawatir jika membiarkan aliran uang masuk dan keluar negara tanpa batasan, dapat membuat mata uang Cina rentan terhadap serangan spekulatif dan pengaruh asing lainnya. Oleh karena itu, kemampuan konversi penuh tetap tidak mungkin.

    “Beijing tidak akan mengambil pendekatan liberal,” kata Otero-Iglesias kepada DW. “Internasionalisasi yuan akan mengikuti logika komando dan kontrol Partai Komunis Cina.”

    Namun, tanpa kemampuan konversi penuh, yuan tidak mungkin menjadi mata uang keuangan dominan yang digunakan untuk investasi global dan sebagai cadangan. Memang, strategi hati-hati Beijing mungkin membatasi sejauh mana yuan dapat berkembang.

    Upaya untuk memperluas perdagangan berbasis yuan juga menghadapi hambatan dari ketidakseimbangan ekonomi Cina sendiri. Permintaan domestik melemah, dengan konsumen dan bisnis mengurangi pengeluaran, sebagian karena krisis properti yang semakin parah.

    Pabrik-pabrik Cina memproduksi lebih dari yang dibutuhkan negara, sehingga Beijing harus lebih bergantung pada ekspor untuk mendorong perekonomiannya. Tanpa permintaan asing yang konsisten, akibat perang tarif Presiden AS Donald Trump, pertumbuhan perdagangan yang menggunakan yuan dapat terhenti.

    “Pertumbuhan harus datang dari luar negeri,” kata Wang dari Eurasia Group. “Artinya, perdagangan global kini menjadi lebih penting bagi Cina.”

    Jika Cina menuntut agar lebih banyak transaksi diselesaikan dalam mata uangnya sendiri, mitra dagang harus bersedia menerimanya, yang menurut analis akan memerlukan kepercayaan yang lebih besar, lembaga yang transparan, dan ekonomi yang lebih kuat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad

    Editor: Melisa Lolindu

    Tonton juga Video Trump Ancam Tarif 150% ke BRICS: Mereka Coba Hancurkan Dolar AS!

    (ita/ita)

  • Kerja Sama dengan AS Mustahil Selama Masih Dukung Israel

    Kerja Sama dengan AS Mustahil Selama Masih Dukung Israel

    Teheran

    Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan Teheran hanya akan mempertimbangkan kerja sama dengan Amerika Serikat, jika negara itu mengubah kebijakannya di kawasan Timur Tengah, termasuk soal dukungan terhadap Israel.

    “Jika mereka (AS-red) sepenuhnya meninggalkan dukungan untuk rezim Zionis, menarik pangkalan militer mereka dari sini (Timur Tengah-red), dan menahan diri untuk tidak ikut campur di kawasan ini, maka (kerja sama) itu dapat dipertimbangkan,” kata Khamenei dalam pernyataan terbarunya, seperti dilansir AFP, Selasa (4/11/2025).

    Pernyataan terbaru Khamenei itu disampaikan dalam pertemuan dengan para mahasiswa di Teheran pada Senin (3/11) waktu setempat, saat peringatan pengambilalihan Kedutaan Besar AS pada tahun 1979 silam setelah Revolusi Islam menggulingkan Shah yang didukung Barat.

    “Sifat arogan Amerika Serikat tidak menerima apa pun selain kepatuhan,” cetusnya.

    “Jika negara menjadi kuat dan musuh menyadari bahwa menghadapi negara kuat ini tidak akan menghasilkan keuntungan tetapi akan membawa kerugian, negara itu pasti akan mendapatkan kekebalan,” imbuh Khamenei dalam pernyataannya.

    Pertengahan Juni lalu, Israel melancarkan gelombang pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran, memicu perang selama 12 hari yang menargetkan fasilitas nuklir dan militer Teheran, serta area permukiman, yang memakan banyak korban jiwa.

    Iran membalas dengan melancarkan rentetan serangan rudal balistik dan drone yang ditargetkan ke kota-kota Israel.

    Perang 12 hari itu menggagalkan perundingan nuklir yang saat itu sedang berlangsung antara Teheran dan Washington, sejak April lalu. Pertempuran kedua negara diakhiri dengan gencatan senjata, yang dimediasi AS, yang berlaku sejak 24 Juni lalu.

    Pada Minggu (2/11), Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, mengatakan dalam wawancara dengan Al Jazeera bahwa Iran “siap untuk berunding” dengan AS, tetapi hanya mengenai program nuklirnya, dan mengesampingkan pembicaraan apa pun mengenai kemampuan rudalnya.

    Araghchi menambahkan bahwa perundingan dapat dilanjutkan “kapan pun Amerika siap untuk bernegosiasi dengan pijakan yang setara dan berdasarkan kepentingan bersama”.

    “Tampaknya mereka (AS-red) tidak terburu-buru. Kami juga tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Kembali Luncurkan Serangan Udara ke Lebanon, 2 Orang Tewas-7 Terluka

    Israel Kembali Luncurkan Serangan Udara ke Lebanon, 2 Orang Tewas-7 Terluka

    Beirut

    Israel kembali meluncurkan serangan udara ke Lebonon selatan yang menargetkan kelompok Hizbullah. Serangan itu menewaskan dua orang dan melukai tujuh korban lainnya.

    Dilansir AFP, Senin (3/11/2025), dalam penghitungan awal, Kementerian Kesehatan Lebanon menyebut bahwa serangan Israel di kota Doueir, provinsi Nabatiyeh, menewaskan satu orang dan melukai tujuh lainnya.

    “Serangan kedua di Aita al-Shaab juga menewaskan satu orang,” kata Kementerian Kesehatan Lebanon.

    Kantor Berita Nasional milik pemerintah Lebanon, NNA, melaporkan bahwa pesawat tanpa awak atau drone yang diluncurkan Israel menargetkan sebuah mobil di Doueir dan menyebabkannya terbakar.

    Petugas pemadam kebakaran setempat bergegas memadamkan api di yang membakar mobil. Ada sekitar lima mobil lainnya yang rusak akibat serangan tersebut.

    NNA melaporkan bahwa serangan tersebut juga menyebabkan kerusakan pada sebuah pusat perbelanjaan setempat. Para pekerja membersihkan pecahan kaca dari toko-toko yang rusak akibat ledakan tersebut.

    Pada Minggu kemarin, Israel memperingatkan bahwa mereka akan mengintensifkan serangan terhadap kelompok tersebut. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengklaim Hizbullah bermain api, dan presiden Lebanon lamban.

    Hizbullah sangat lemah selama perang, dan Amerika Serikat (AS) telah menekan Lebanon untuk melucuti senjata kelompok yang didukung Iran tersebut.

    Pada Jumat lalu, Presiden Lebanon Joseph Aoun menuduh Israel menanggapi tawarannya untuk bernegosiasi dengan mengintensifkan serangan udara.

    Meskipun otoritas Lebanon telah mengadakan pembicaraan tidak langsung dengan Israel di masa lalu, utusan AS Tom Barrack mengatakan kepada wartawan di Bahrain bahwa negaranya mendorong negosiasi langsung.

    (fas/eva)

  • Israel Belum “Puas” di Gaza, Incar Perang Baru di Negara Arab Ini

    Israel Belum “Puas” di Gaza, Incar Perang Baru di Negara Arab Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan antara Israel dan Hizbullah kembali meningkat setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memperingatkan bahwa negaranya siap memperluas dan memperkeras operasi militernya di Lebanon selatan. Ancaman itu muncul sehari setelah empat orang tewas akibat serangan udara Israel yang menghantam wilayah tersebut.

    Katz menuduh pemerintah Lebanon gagal melaksanakan kewajiban untuk melucuti senjata kelompok bersenjata yang didukung Iran itu.

    “Hizbullah bermain dengan api, dan presiden Lebanon sedang mengulur waktu,” kata Katz, dikutip dari The Guardian, Senin (3/11/2025).

    “Komitmen pemerintah Lebanon untuk melucuti Hizbullah dan menyingkirkannya dari Lebanon selatan harus dijalankan. Penegakan maksimum akan terus dilakukan dan bahkan diperkuat – kami tidak akan membiarkan ancaman apapun terhadap warga di utara.”

    Pernyataan keras itu disampaikan setelah militer Israel (IDF) mengonfirmasi telah melancarkan serangan udara di kota Kfar Reman, Lebanon selatan. Serangan tersebut, menurut IDF, menewaskan empat anggota pasukan elite Hizbullah yang dikenal sebagai Radwan Force.

    Militer Israel menyebut target utama operasi itu adalah kepala logistik unit tersebut, yang terlibat dalam pengiriman senjata dan upaya membangun kembali infrastruktur militer Hizbullah di wilayah selatan. Tiga korban lainnya juga disebut sebagai anggota pasukan Radwan yang dianggap melanggar kesepakatan gencatan senjata.

    Media Lebanon kemudian mengidentifikasi keempat korban sebagai Jawad Jaber, Hadi Hamid, Abdullah Kahil, dan Muhammad Kahil.

    Meski melemah setelah lebih dari satu tahun berperang dengan Israel, Hizbullah tetap mempertahankan kekuatan militer dan finansialnya. Israel pada September 2024 menewaskan pemimpin lama Hizbullah, Hassan Nasrallah, serta sejumlah besar petinggi kelompok itu dalam serangan beruntun.

    Dalam perjanjian gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat pada November tahun lalu, pemerintah Lebanon berjanji hanya aparat keamanan negara yang diperbolehkan memegang senjata. Kesepakatan itu secara tidak langsung mengharuskan Hizbullah dilucuti sepenuhnya.

    Namun, pelaksanaan komitmen itu tidak berjalan mulus. Beirut kini menghadapi tekanan kuat dari Amerika Serikat, Arab Saudi, dan kelompok-kelompok politik domestik yang menentang Hizbullah agar segera menegakkan perjanjian tersebut.

    Menurut sumber militer Lebanon yang dikutip Reuters, pasukan keamanan telah menghancurkan begitu banyak gudang senjata milik Hizbullah hingga kehabisan bahan peledak untuk melanjutkan operasi. Meski begitu, militer Lebanon harus berhati-hati agar upaya penegakan perjanjian tidak memicu ketegangan politik di dalam negeri.

    Adapun sebagai kekuatan dominan di Lebanon selama bertahun-tahun, Hizbullah kehilangan banyak pengaruh setelah perang besar dengan Israel yang menewaskan ribuan pejuangnya, termasuk Nasrallah. Konflik itu juga merenggut nyawa lebih dari 1.100 perempuan dan anak-anak serta menghancurkan sebagian besar wilayah selatan dan timur Lebanon.

    Meski menyatakan komitmen terhadap gencatan senjata, Hizbullah tetap menolak pelucutan senjata secara penuh. Kelompok itu menegaskan bahwa klausul pelucutan hanya berlaku untuk Lebanon selatan, dan memperingatkan kemungkinan perlawanan jika Israel memperluas operasi militernya.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]