Negara: Iran

  • Hizbullah Tolak Lucuti Senjata-Ancam Kerusuhan, PM Lebanon Mengecam!

    Hizbullah Tolak Lucuti Senjata-Ancam Kerusuhan, PM Lebanon Mengecam!

    Beirut

    Perdana Menteri (PM) Lebanon Nawaf Salam mengecam dan menuduh pemimpin kelompok Hizbullah Naim Qassem telah melontarkan ancaman “yang tidak dapat diterima” untuk memicu perang sipil di negara tersebut.

    Kecaman itu disampaikan PM Lebanon setelah Qassem menegaskan penolakan terhadap rencana pemerintah Beirut untuk melucuti persenjataan Hizbullah.

    Qassem mengingatkan bahwa melucuti senjata Hizbullah akan merusak keamanan nasional Lebanon. Dia juga memperingatkan jika senjata Hizbullah disingkirkan, maka pemerintah Lebanon akan bertanggung jawab atas kerusuhan internal atau pertempuran yang mungkin terjadi akibat keputusan itu.

    Qassem bahkan mengancam “tidak akan ada kehidupan di Lebanon” jika pemerintah berusaha melucuti persenjataan Hizbullah secara paksa.

    Salam, seperti dilansir AFP, Sabtu (16/8/2025), mengecam pernyataan Qassem, yang disebutnya sebagai “ancaman tersirat untuk perang sipil”.

    “Ancaman atau intimidasi apa pun yang terkait dengan perang semacam itu sama sekali tidak dapat diterima,” tegas sang PM Lebanon dalam pernyataan via media sosial X.

    Dalam pernyataannya, Salam juga mengkritik Hizbullah yang menyebut upaya perlucutan senjata sebagai upaya Amerika Serikat (AS) dan Israel.

    “Keputusan kami murni keputusan Lebanon, dibuat oleh kabinet kami, dan tidak ada yang memberitahu kami mengenai apa yang harus dilakukan,” ucapnya.

    “Rakyat Lebanon memiliki hak atas stabilitas dan keamanan… yang tanpanya, negara ini tidak akan dapat pulih, dan tidak akan ada rekonstruksi atau investasi yang dilakukan,” kata Salam dalam pernyataannya.

    Qassem, dalam pidato yang disiarkan televisi terkait Hizbullah, sebelumnya menuduh pemerintah Lebanon “sedang melaksanakan perintah Amerika-Israel untuk mengakhiri perlawanan, bahkan jika itu mengarah pada perang sipil dan pertikaian internal”.

    “Perlawanan tidak akan menyerahkan senjatanya selama agresi berlanjut, selama pendudukan berlanjut, dan kami akan melancarkan pertempuran ala Karbala jika diperlukan, dan kami meyakini bahwa kami akan menang,” tegasnya, merujuk pada agresi dan pendudukan Israel.

    Pernyataan Qassem itu disampaikan setelah pertemuan dengan Kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Larijani, yang negaranya telah sejak lama mendukung kelompok Hizbullah.

    Hizbullah muncul dalam kondisi sangat lemah akibat perang tahun lalu dengan Israel, dan di bawah tekanan AS, pemerintah Lebanon telah memerintahkan militer negara itu untuk menyusun rencana perlucutan senjata Hizbullah pada akhir tahun.

    Pada Selasa (12/8) waktu setempat, Presiden Lebanon Joseph Aoun menegaskan kepada seorang pejabat senior Iran bahwa tidak ada kelompok di Lebanon yang diizinkan memiliki senjata atau bergantung pada dukungan asing.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Ramai-ramai Blokir WhatsApp, Simak Daftar Lengkapnya

    Ramai-ramai Blokir WhatsApp, Simak Daftar Lengkapnya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia resmi memberlakukan pembatasan terhadap layanan panggilan WhatsApp mulai Rabu (14/8). Pemerintah menuduh platform milik Meta itu gagal membagikan informasi penting yang dibutuhkan aparat dalam penyelidikan kasus penipuan dan terorisme.

    Langkah Rusia ini menambah panjang daftar negara yang memilih memblokir atau membatasi akses WhatsApp, baik secara penuh maupun sebagian. Alasan pembatasan umumnya karena keamanan nasional, pengendalian arus informasi, hingga regulasi komunikasi digital.

    Berikut daftar negara yang membatasi WhatsApp, dikutip dari Reuters, Jumat (15/8/2025).

    Blokir Penuh WhatsApp

    China yang mulai memblokir WhatsApp pada 2017 melalui sistem sensor internet ketat yang dikenal sebagai Great Firewall. Sistem ini menyaring dan memblokir lalu lintas data yang terhubung ke server luar negeri. Akibatnya, warga China beralih menggunakan aplikasi lokal seperti WeChat untuk komunikasi sehari-hari.

    Korea Utara yang sejak 2016 melarang WhatsApp bersama platform besar lainnya seperti Facebook, YouTube, dan Twitter. Negara ini memiliki salah satu sistem internet paling tertutup di dunia, di mana akses informasi dikontrol ketat oleh pemerintah.

    Blokir Sebagian WhatsApp

    Beberapa negara tidak memblokir WhatsApp secara total, tetapi membatasi fitur tertentu seperti panggilan suara atau video berbasis internet (Voice over Internet Protocol/VoIP).

    Rusia menjadi anggota terbaru kelompok ini dengan mulai membatasi WhatsApp sejak Rabu. Kebijakan ini muncul setelah bertahun-tahun berselisih dengan perusahaan teknologi asing terkait isu konten dan penyimpanan data pengguna.

    Uni Emirat Arab (UEA) melarang sebagian besar layanan VoIP sejak 2017, sehingga panggilan suara dan video gratis antar-internet tidak bisa digunakan. Meski demikian, pesan teks WhatsApp tetap berfungsi. Pada 2020, pemerintah setempat sempat membuka akses panggilan internet, termasuk WhatsApp, selama penyelenggaraan Expo Dubai.

    Qatar menerapkan pembatasan serupa terhadap panggilan VoIP, tetapi masih mengizinkan penggunaan pesan teks WhatsApp.

    Mesir tidak memberlakukan larangan penuh, namun beberapa kali memperlambat akses atau kualitas panggilan melalui WhatsApp.

    Yordania juga memiliki pembatasan terhadap layanan panggilan VoIP.

    Larangan Sesekali (Pernah Memblokir) WhatsApp

    Sejumlah negara tidak menetapkan larangan permanen, namun pernah memblokir WhatsApp dalam kondisi tertentu.

    Iran mencabut larangan WhatsApp pada tahun lalu sebagai langkah awal untuk melonggarkan pembatasan internet yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

    Turki saat ini tidak melarang WhatsApp, tetapi dalam beberapa kesempatan di masa lalu, pemerintah memblokir layanan ini untuk meredam gejolak politik domestik.

    Uganda pada 2021 melarang WhatsApp dan platform media sosial lain sebagai bentuk protes setelah Facebook memblokir akun-akun pro-pemerintah. Kebijakan ini kini telah dicabut.

    Kuba juga pernah membatasi akses ke media sosial dan aplikasi pesan instan, termasuk WhatsApp, pada 2021 di tengah situasi politik yang memanas.

    Amerika Serikat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melarang penggunaan WhatsApp pada seluruh perangkat resmi sejak Juni 2025, mengacu pada memo internal yang dikirim ke seluruh staf.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Perundingan Global Batasi Polusi Plastik Berakhir Tanpa Hasil

    Perundingan Global Batasi Polusi Plastik Berakhir Tanpa Hasil

    Jakarta

    Perundingan untuk menyusun perjanjian global demi mengatasi polusi plastik berakhir buntu pada Jumat (15/08), tanpa adanya kesepakatan atau sikap bersama.

    Negosiasi selama 10 hari di markas PBB di Jenewa itu seharusnya berakhir pada Kamis (14/08), tetapi dengan sisa waktu 23 menit sebelum hari berakhir, sesi sempat diperpanjang.

    Namun meski negosiasi intensif sepanjang hari, hingga Jumat pagi belum terlihat tanda-tanda tercapainya kesepakatan untuk membatasi produksi atau mengelola limbah plastik.

    Sebanyak 1.000 anggota delegasi berkumpul di Swiss demi menuntaskan negosiasi mengurangi plastik yang mencemari tanah, laut, dan tubuh manusia.

    Menteri Lingkungan Hidup Prancis Agnes Pannier-Runacher mengaku dirinya “merasa gusar, karena kendati upaya yang besar dari banyak pihak dan kemajuan dalam diskusi, tidak ada hasil nyata yang bisa dicapai.”

    Ketua juru runding Kolombia Haendel Rodriguez bahkan secara terang-terangan menuduh negara produsen minyak sebagai biang keladi kebuntuan.

    Menurutnya, proses negosiasi “diblokir oleh sejumlah kecil negara yang benar-benar tidak menginginkan tercapainya kesepakatan.”

    Kekacauan di ruang sidang

    Pada Kamis (14/8), sidang pleno di aula utama Palais des Nations PBB, yang sedianya menjadi pertemuan pamungkas, hanya berlangsung kurang dari satu menit, membuat para delegasi yang memenuhi ruangan terkejut.

    “Suasana ruangan sangat tidak puas,” lanjutnya. “Meski banyak yang merasa kesepakatan tidak mungkin tercapai kali ini, mereka tetap berusaha mendorong isi naskah sesuai kepentingan masing-masing hingga detik terakhir.”

    Sepanjang hari, diplomat asal Ekuador, Vayas, berkeliling menemui delegasi regional untuk mencoba menyusun kesepakatan bersama setelah upaya sebelumnya pada Rabu (13/08) gagal.

    “Kami benar-benar bingung. Sepertinya ada yang hilang,” ujar seorang sumber diplomatik dari salah satu delegasi regional kepada AFP.

    Selama jam-jam panjang menunggu, negosiasi di belakang layar dan pertemuan informal berlangsung. Seorang kepala delegasi mengatakan kepada AFP bahwa mereka yakin akan ada draf kompromi baru, sementara delegasi dari benua lain mengungkapkan kekecewaan karena belum melihat naskah maupun proses yang jelas, khawatir negosiasi panjang yang dimulai lebih dari dua tahun lalu di Nairobi akan gagal total.

    Mencari titik tengah

    Setelah tiga tahun negosiasi, negara-negara yang menginginkan tindakan tegas untuk mengatasi sampah plastik berusaha menjalin kesepakatan dengan kelompok negara penghasil minyak.

    “Kita butuh perjanjian global yang koheren. Kita tidak bisa melakukannya sendiri,” kata Menteri Lingkungan Kenya, Deborah Barasa, yang tergabung dalam Koalisi Ambisi Tinggi yang mendorong tindakan agresif terhadap limbah plastik.

    Barasa mengatakan kepada AFP bahwa negara-negara bisa menyepakati perjanjian sekarang, lalu menyusun detailnya secara bertahap.

    “Kita harus menemukan titik tengah,” ujarnya. “Kemudian kita bisa mengambil pendekatan bertahap untuk membangun perjanjian ini… dan mengakhiri polusi plastik.”

    Sepanjang Kamis (14/08), berbagai kelompok regional dan lintas regional mengadakan pertemuan. Koalisi Ambisi Tinggi, yang terdiri dari Uni Eropa, Inggris, Kanada, serta banyak negara Afrika dan Amerika Latin, ingin ada komitmen untuk mengurangi produksi plastik dan menghapus bahan kimia beracun dalam plastik.

    Sementara itu, kelompok negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Kuwait, Rusia, Iran, dan Malaysia ingin fokus perjanjian lebih pada pengelolaan limbah.

    Kesepakatan tertunda

    Masalah polusi plastik begitu merajalela hingga mikroplastik ditemukan di puncak gunung tertinggi, palung laut terdalam, dan hampir di seluruh bagian tubuh manusia.

    Jika tren saat ini berlanjut, produksi plastik berbasis bahan bakar fosil akan hampir tiga kali lipat pada 2060 menjadi 1,2 miliar ton per tahun, sementara limbahnya akan melebihi satu miliar ton, menurut Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

    “Tentu saja kami tidak dapat menyembunyikan bahwa sangat tragis dan sangat mengecewakan melihat beberapa negara mencoba menghalangi tercapainya sebuah kesepakatan,” kata Menteri Lingkungan Denmark, Magnus Heunicke.

    Padahal, menurutnya, perjanjian diperlukan untuk mengatasi “salah satu masalah polusi terbesar yang kita hadapi di bumi” dan berjanji akan melakukan upaya lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan.

    “Kami akan terus bekerja hingga kita memiliki perjanjian yang akan membantu semua negara dalam menyelesaikan masalah ini,” katanya kepada wartawan.

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Tolak Lucuti Senjata, Hizbullah Ancam ‘Tak Ada Kehidupan’ di Lebanon

    Tolak Lucuti Senjata, Hizbullah Ancam ‘Tak Ada Kehidupan’ di Lebanon

    Beirut

    Pemimpin kelompok Hizbullah, Naim Qassem, memperingatkan pemerintah Lebanon untuk tidak memicu konfrontasi dengan kelompoknya terkait keputusan pemerintah Beirut melucuti persenjataan Hizbullah. Qassem bahkan mengancam “tidak akan ada kehidupan” di Lebanon jika konfrontasi semacam itu terjadi.

    Qassem, seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (15/8/2025), mengatakan bahwa Hizbullah dan sekutunya, gerakan Amal, memutuskan untuk menunda aksi protes jalanan terhadap rencana perlucutan senjata yang didukung Amerika Serikat (AS), karena pihaknya masih melihat ruang untuk dialog dengan pemerintah Lebanon.

    Qassem mengingatkan bahwa melucuti senjata Hizbullah akan merusak keamanan nasional Lebanon. Dia juga memperingatkan jika senjata Hizbullah disingkirkan, maka pemerintah Lebanon akan bertanggung jawab atas kerusuhan internal atau pertempuran yang mungkin terjadi akibat keputusan itu.

    “Pemerintah sedang melaksanakan perintah Amerika-Israel untuk mengakhiri perlawanan, bahkan jika itu mengarah pada perang sipil dan pertikaian internal,” kata Qassem dalam pidatonya yang disiarkan televisi terkait Hizbullah.

    “Perlawanan tidak akan menyerahkan senjatanya selama agresi berlanjut, selama pendudukan berlanjut, dan kami akan melancarkan pertempuran ala Karbala jika diperlukan, dan kami meyakini bahwa kami akan menang,” tegasnya, merujuk pada agresi dan pendudukan Israel.

    Qassem juga memperingatkan bahwa aksi protes apa pun yang mungkin terjadi di masa mendatang dapat mencapai gedung Kedutaan Besar AS di Beirut.

    Lebih lanjut, Qassem melontarkan ancaman jika pemerintah Lebanon berusaha melucuti persenjataan Hizbullah secara paksa. “Tidak akan kehidupan di Lebanon,” tegasnya.

    Dalam pidatonya, Qassem menuduh pemerintah Lebanon “menyerahkan” negaranya kepada Israel dengan mendorong perlucutan senjata Hizbullah. Dia memperingatkan bahwa Hizbullah akan berjuang untuk mempertahankan persenjataannya.

    “Tugas pemerintah adalah membangun negara, bukan menyerahkannya kepada musuh Israel dan Amerika. Bagaimana Anda, dalam pemerintahan Lebanon, menerima untuk memfasilitasi pembunuhan mitra Anda di tanah air ini?” ucapnya.

    Dia mendesak pemerintah Beirut untuk “tidak menyerahkan negara ini kepada agresor Israel yang tidak pernah puas atau tiran Amerika dengan keserakahan yang tidak terbatas”.

    Pernyataan dan ancaman Qassem itu disampaikan setelah pertemuan dengan kepala keamanan tertinggi Iran, Ali Larijani, yang negaranya telah sejak lama mendukung kelompok Hizbullah.

    Hizbullah muncul dalam kondisi sangat lemah akibat perang tahun lalu dengan Israel, dan di bawah tekanan AS, pemerintah Lebanon telah memerintahkan militer negara itu untuk menyusun rencana perlucutan senjata Hizbullah pada akhir tahun.

    Pada Selasa (12/8) waktu setempat, Presiden Lebanon Joseph Aoun menegaskan kepada seorang pejabat senior Iran bahwa tidak ada kelompok di Lebanon yang diizinkan memiliki senjata atau bergantung pada dukungan asing.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Heboh Jenderal Afsel Dukung Iran, Presiden Ramaphosa Geram!

    Heboh Jenderal Afsel Dukung Iran, Presiden Ramaphosa Geram!

    Pretoria

    Kantor Presiden Afrika Selatan (Afsel), Cyril Ramaphosa, mengkritik jenderal top negaranya atas komentar soal solidaritas dengan Iran yang disampaikan dalam kunjungan ke negara itu. Ramaphosa menilai komentar itu tidak membantu Afsel yang sedang dalam proses pemulihan hubungan dengan Amerika Serikat (AS).

    Kementerian Luar Negeri Afsel, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), juga mengecam Kepala Angkatan Bersenjata Nasional Afsel, Jenderal Rudzani Maphwanya, atas pernyataan yang disampaikannya dalam kunjungan ke Iran baru-baru ini.

    Partai politik terkemuka di Afsel bahkan menyerukan agar Jenderal Maphwanya diadili di pengadilan militer.

    Pretoria berupaya memperbaiki hubungan dengan Washington, dengan tujuan mencapai kesepakatan perdagangan baru yang akan menghindarkan Afsel dari tarif 30 persen atas ekspornya.

    “Kita sedang dalam proses mengelola upaya pemulihan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat yang sangat rumit,” kata juru bicara kantor Presiden Ramaphosa, Vincent Magwenya, dalam konferensi pers dalam Kamis (14/8).

    Selama negosiasi itu berlangsung, sebut Magwenya, sangat “tidak membantu” jika “pejabat senior pemerintah atau militer membuat pernyataan yang akan memperburuk situasi”.

    Media lokal Iran, Tehran Times, melaporkan pada Selasa (12/8) waktu setempat bahwa sang jenderal top Afsel telah menyerukan kerja sama yang lebih mendalam dengan Iran, terutama dalam sektor pertahanan, selama pertemuan dengan para pejabat tinggi pertahanan Iran.

    Sedangkan laporan televisi pemerintah Iran, Press TV, menyebut Jenderal Maphwanya menegaskan bahwa kedua negara memiliki “tujuan bersama” dan juga mengutuk tindakan Israel di Jalur Gaza.

    “Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan konflik di Timur Tengah, kunjungan tersebut dapat dikatakan tidak bijaksana,” sebut Magwenya dalam pernyataan mewakili kantor Presiden Afsel.

    Dia menambahkan bahwa Presiden Ramaphosa tidak mengetahui soal kunjungan Jenderal Maphwanya ke Iran.

    Aliansi Demokratik, kelompok koalisi terbesar kedua dalam pemerintahan Afsel, menuntut agar Jenderal Maphwanya diadili di pengadilan militer karena “melanggar netralitas militer”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali masuk bursa calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Sejumlah pemimpin dunia resmi mengajukan atau menjanjikan nominasi bagi Trump atas perannya dalam memediasi berbagai konflik internasional.

    Terbaru, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengirim surat nominasi ke Komite Nobel Perdamaian Norwegia, mengakui “kenegarawanan luar biasa” Trump dalam menghentikan bentrokan perbatasan Thailand-Kamboja pada akhir Juli. Konflik lima hari itu menewaskan lebih dari 40 orang dan memaksa 300.000 warga mengungsi.

    “Intervensi tepat waktu ini, yang mencegah konflik berpotensi menghancurkan, sangat penting dalam mencegah jatuhnya banyak nyawa dan membuka jalan menuju pemulihan perdamaian antara kedua negara,” ujar Hun Manet, seperti dikutip Newsweek, Rabu (13/8/2025).

    “Upaya konsistennya untuk mencapai perdamaian melalui diplomasi sangat sejalan dengan visi Alfred Nobel,” tambahnya.

    Menurut Reuters, Trump menekan Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai dengan mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam negosiasi tarif perdagangan hingga konflik dihentikan. Gencatan senjata dicapai pada 28 Juli, disusul perjanjian damai rinci pada 7 Agustus.

    Dukungan bagi Trump juga datang dari Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev usai pertemuan puncak di Washington pada 8 Agustus yang menghasilkan kesepakatan bersejarah mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Kesepakatan ini mencakup pembukaan koridor transit “Trump Route for International Peace and Prosperity (TRIPP)” di Armenia.

    “Sebagai negara yang berperang selama lebih dari tiga dekade, memiliki tanda tangan bersejarah ini sungguh sangat berarti,” kata Aliyev. “Ini adalah hasil nyata dari kepemimpinan Presiden Trump, dan tak seorang pun dapat mencapainya.”

    Sementara Pashinyan menambahkan bahwa ia akan “mendukung penuh” nominasi Nobel untuk Trump.

    Dari Afrika, Brice Oligui Nguema, Presiden Gabon, dan Menteri Luar Negeri Rwanda Olivier Nduhungirehe juga tercatat memberi dukungan. Olivier memuji peran Trump dalam mendorong kesepakatan damai antara Rwanda dan Republik Demokratik Kongo.

    Di Timur Tengah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerahkan surat nominasi langsung ke Trump saat berkunjung ke Gedung Putih pada Juli. Sementara itu, pemerintah Pakistan secara resmi mengajukan nominasi atas “intervensi diplomatik tegas” Trump selama konflik empat hari dengan India, meski India membantah klaim tersebut.

    Gedung Putih mengeklaim Trump telah membantu mengakhiri atau meredakan sedikitnya enam konflik global lain, termasuk Israel-Iran, Serbia-Kosovo, dan Mesir-Etiopia.

    “Satu kesepakatan damai per bulan,” kata juru bicara Karoline Leavitt.

    Pengumuman pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dijadwalkan pada Oktober. Meski mendapat dukungan internasional, Trump menyatakan pesimistis.

    “Apapun yang saya lakukan, mereka tidak akan memberikannya,” ujarnya. “Saya tidak berpolitik untuk itu. Banyak orang yang berpolitik.”

    Adapun masih ada sejumlah konflik yang justru memberikan sentimen negatif terkait potensi pemberian Nobel Perdamaian, yakni perang Rusia-Ukraina yang masih menyisakan tanda tanya apakah peran Trump akan mampu mengakhiri konflik atau memperburuknya.

    Sikap Trump atas konflik Gaza juga bisa menjadi ganjalan, mengingat sikap kerasnya mendukung Israel yang dinilai banyak negara melakukan genosida.

    Komite Nobel menerima ratusan nominasi setiap tahun dan tidak akan mengungkapkan daftar resmi nominasi hingga 50 tahun mendatang.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 100 Hari Kanselir Merz, Ada Retakan di Pemerintahan Jerman?

    100 Hari Kanselir Merz, Ada Retakan di Pemerintahan Jerman?

    Jakarta

    Sebelum genap 100 hari pun, surat kabar bersirkulasi terbesar di Jerman, Bild, sudah menjatuhkan vonis terhadap masa jabatan Kanselir Jerman Friedrich Merz.

    Harian konservatif itu menyebut Merz sebagai “kanselir yang kesepian harus menjelaskan kesalahan terbesarnya,” demikian bunyi editorial Bild pekan ini. Pernyataan itu merujuk pada keputusan Merz untuk menghentikan pengiriman senjata tambahan ke Israel yang berpotensi digunakan dalam perang di Gaza.

    Pembatasan ekspor senjata ke Israel diputuskan Merz tanpa melalui pembahasan internal di Partai CDU. Menurut Bild, dia juga tidak melibatkan rekan koalisi Uni Kristen Sosial (CSU) dalam pembuatan keputusan.

    Polemik itu menjadi salah satu dari serangkaian keputusan mendadak dan perubahan arah yang ditetapkannya sejak menjabat.

    Masa jabatan Friedrich Merz sejak awal dimulai dengan gejolak. Setelah pemilu pada 23 Februari 2025, ketika Bundestag berkumpul untuk memilih kepala pemerintahan, banyak pengamat saat itu berharap akan munculnya stabilitas politik.

    Pemerintahan sebelumnya yang terdiri dari koalisi sayap kiri-tengah, yakni Partai SPD, Partai Hijau, dan Partai Liberal Demokrat (FDP), runtuh hanya dalam tiga tahun, usai diwarnai pertikaian internal, terutama soal anggaran.

    Sementara itu, partai sayap kanan AfD berhasil menggandakan perolehan suara menjadi 20,8%. Survei dari lembaga Forsa awal Agustus 2025 bahkan menempatkan AfD di atas CDU/CSU, dengan dukungan 26% dibanding 24%.

    Utang pemerintah Jerman membengkak

    Pemerintah baru Merz sudah berusaha membuat gebrakan sebelum dilantik. Bersama Partai Hijau, yang kini berada di oposisi, koalisi CDU/CSU dan SPD berhasil menggalang mayoritas dua pertiga suara di Bundestag untuk mencabut pembatasan utang negara, meski selama kampanye berjanji untuk melindungi “rem utang” dalam konstitusi.

    Alhasil, pemerintahannya kini memiliki tambahan dana sebesar €500 miliar (sekitar Rp8,7 kuadriliun). Secara teori, batasan utang kini tidak lagi berlaku untuk kebijakan modernisasi angkatan bersenjata. Ditambah lagi anggaran sebesar €500 miliar (sekitar Rp8,7 kuadriliun) untuk infrastruktur seperti jalan, rel kereta api, dan sekolah, hingga membiayai inisiatif perlindungan iklim.

    Menteri Keuangan baru dari Partai SPD, Lars Klingbeil, mengatakan “lembaga OECD, Dana Moneter Internasional, Komisi Eropa, atau G7, dalam beberapa tahun terakhir, semua telah mendorong dan menyarankan Jerman untuk berinvestasi lebih banyak dan membuat aturan utang kami lebih fleksibel. Itu tidak mungkin dilakukan awalnya. Namun di pemerintahan sekarang, kami akhirnya melonggarkan aturan tersebut dan kami berinvestasi lebih banyak dari sebelumnya untuk kelangsungan masa depan Jerman.”

    Koalisi pemerintah juga telah melanggar janji kampanye lain, yakni keringanan dalam tarif listrik bagi masyarakat. Alih-alih, pemerintah mengumumkan pengurangan pajak listrik hanya untuk sektor industri, pertanian, dan kehutanan, dengan alasan tidak ada anggaran untuk pengurangan harga listrik secara menyeluruh.

    Fokus dalam kebijakan luar negeri

    Dalam 100 hari pertama, Merz banyak berkutat dalam urusan luar negeri. Tak lama setelah terpilih, dia melakukan kunjungan penting ke ibu kota Kyiv bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer untuk menunjukkan solidaritas Eropa kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

    Pada awal Juni 2025, dia bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih dan mendapat sambutan hangat, yang terkesan kontras dengan sejumlah pemimpin lain. Merz juga tampak percaya diri dalam KTT Uni Eropa dan NATO.

    Sikap Merz yang sangat vokal dalam isu geopolitik membuat peran Menteri Luar Negeri Johann Wadephul acap tersisih. Kadang, pilihan kata Merz yang blak-blakan memicu kontroversi, seperti saat dia menyebut serangan Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 sebagai “pekerjaan kotor yang dilakukan Israel untuk kita semua. Kita juga korban rezim ini. Rezim mullah ini telah membawa kematian dan kehancuran ke dunia. Dengan serangan, darah, dan gemuruh. Dengan Hizbullah, dengan Hamas.”

    Pembatasan imigrasi

    Pada urusan dalam negeri, isu pengendalian imigrasi ilegal menjadi fokus utama pemerintahan baru Jerman. Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt dari Partai CSU bergerak cepat memperketat kontrol perbatasan, termasuk menolak permohonan suaka. Kebijakan ini juga dikritik karena dianggap melanggar hukum Uni Eropa (UE).

    Polandia, jiran di perbatasan timur, merespons keputusan Jerman dengan menerapkan kontrol perbatasan yang menyebabkan kemacetan panjang. Dobrindt membela kebijakannya dengan mengatakan “UE adalah kawasan yang terbuka. Namun, kami tidak ingin penyelundup ilegal, perdagangan manusia dan geng kriminal yang menentukan siapa yang boleh masuk ke wilayah (Jerman). Kami ingin keputusan politik yang menetapkan jalur legal ke Eropa, bukan menyerahkannya pada kejahatan.”

    Retakan dalam koalisi

    Sidang terakhir Bundestag sebelum libur musim panas ditutup dengan ketegangan. Agenda utama adalah pengangkatan tiga hakim baru untuk Mahkamah Konstitusi Federal. Biasanya, koalisi menyepakati nama-nama secara damai demi menjaga reputasi lembaga tinggi tersebut.

    Namun, kali ini, puluhan anggota konservatif menolak calon dari Partai SPD, Frauke Brosius-Gersdorf, meski sudah disetujui oleh komite bipartisan. Penolakan dipicu oleh kampanye di media sosial sayap kanan yang menyalahartikan pandangannya soal aborsi. Pada hari pemungutan suara, muncul tuduhan plagiarisme yang meragukan dan pemilihan pun dibatalkan.

    Partai SPD menyebut situasi itu sebagai pelanggaran kepercayaan serius. Meski Partai SPD tetap mendukung, Brosius-Gersdorf akhirnya menarik pencalonannya. Masalah penunjukan hakim ini akan berlanjut setelah masa reses musim panas dan menjadi krisis besar pertama dalam koalisi, yang mencoreng kinerja pemerintahan Merz setelah 100 hari menjabat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman.

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Netanyahu Serukan Warga Iran Turun ke Jalan, Ada Apa?

    Netanyahu Serukan Warga Iran Turun ke Jalan, Ada Apa?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, menyerukan warga Iran untuk turun ke jalanan dan memprotes pemerintah negara tersebut. Seruan ini disampaikan saat Teheran menghadapi kekurangan pasokan listrik dan air.

    Netanyahu dalam pesan video yang diunggah online, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Rabu (13/8/2025), menyerukan warga Iran untuk menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah mereka atas kesulitan yang kini dihadapi negara tersebut.

    Netanyahu, dalam pesannya untuk warga Iran, membahas soal kekurangan air yang sedang berlangsung di Iran, yang telah menyebabkan penurunan drastis ketinggian air di waduk-waduk yang ada di negara itu.

    Pekan lalu, otoritas Iran juga memerintahkan banyak kantor pemerintahan untuk tutup sementara dalam upaya mengurangi konsumsi listrik, ketika gelombang panas membebani kapasitas pembangkit listrik di negara tersebut.

    “Di tengah teriknya musim panas ini, Anda bahkan tidak punya air bersih dan dingin untuk diberikan kepada anak-anak Anda,” kata Netanyahu dalam pesan videonya.

    “Jadi inilah kabar baiknya: saat negara Anda terbebas, para pakar air terkemuka Israel akan membanjiri setiap kota di Iran dengan membawa teknologi dan pengetahuan mutakhir,” cetusnya.

    Netanyahu kemudian menyerukan warga Iran untuk “mengambil risiko demi kebebasan” dengan “turun ke jalan” dan “membangun masa depan yang lebih baik bagi keluarga Anda dan seluruh warga Iran”.

    Pernyataan Netanyahu tersebut disampaikan dua bulan setelah kedua negara yang bermusuhan itu terlibat perang selama 12 hari, yang diwarnai aksi saling serang secara intens, pada Juni lalu.

    Serangan mendadak Tel Aviv menewaskan sejumlah komandan militer senior, ilmuwan nuklir, dan ratusan orang lainnya di Iran. Teheran membalas dengan salvo rudal balistik, dengan beberapa rudal berhasil menghindari pertahanan udara Israel dan menewaskan sedikitnya 30 orang.

    Netanyahu sebelumnya menggunakan pesan video serupa untuk berbicara kepada negara-negara yang berselisih dengan Israel, dan menyerukan kepada rakyat negara itu untuk mengambil tindakan sendiri.

    Pesan video ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari dalam negeri dan luar negeri untuk mengakhiri perang Gaza, di tengah peringatan akan terjadinya bencana kelaparan dan demi mengamankan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan di sana.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • OPEC Ramal Permintaan Minyak Dunia Meningkat pada 2026

    OPEC Ramal Permintaan Minyak Dunia Meningkat pada 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan permintaan global terhadap minyak akan meningkat pada 2026 di tengah percepatan pertumbuhan permintaan dan melambatnya ekspansi pasokan dari produsen pesaing.

    Melansir Bloomberg pada Rabu (13/6/2025), OPEC menaikkan estimasi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2026 sebesar 100.000 barel per hari (bph) menjadi 1,4 juta bph, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun ini, seiring prospek ekonomi yang lebih kuat. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan pasokan dari luar OPEC dipangkas dengan jumlah yang sama.

    Data dari sekretariat OPEC di Wina menunjukkan persediaan minyak global akan terkuras signifikan tahun depan—hampir 1,2 juta bph—kecuali kelompok tersebut dan sekutunya mengaktifkan kembali sebagian produksi yang masih tertahan.

    Meski demikian, proyeksi OPEC dalam beberapa tahun terakhir kerap dinilai terlalu optimistis, bahkan tahun lalu organisasi ini memangkas proyeksi permintaan hingga 32% dalam enam kali revisi bulanan.

    Kebijakan terbaru menunjukkan bahwa Arab Saudi sebagai pemimpin OPEC turut merasakan optimisme tersebut. Keputusan awal bulan ini mempercepat penuh pengaktifan kembali produksi 2,2 juta bph, satu tahun lebih cepat dari jadwal.

    Harga minyak justru melemah di tengah percepatan pasokan tersebut, seiring memburuknya prospek ekonomi akibat perang dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump. 

    Harga minyak mentah di London sudah turun 11% sepanjang tahun menjadi sekitar US$66 per barel. OPEC dan sekutunya mengisyaratkan langkah berikutnya dapat berupa kenaikan, jeda, atau bahkan pengurangan produksi.

    Perubahan Data

    Dalam laporan bulanan OPEC yang dirilis Selasa (12/8/2025), data pasokan dari OPEC+ menunjukkan gambaran yang bercampur, diperumit oleh perubahan metode pelaporan yang mulai diterapkan bulan lalu.

    Produksi minyak mentah dari 22 anggota OPEC+ naik 335.000 bph pada Juli, dengan sekitar separuh kenaikan berasal dari Arab Saudi. Namun, untuk bulan kedua berturut-turut, data tersebut menampilkan angka “supply-to-market” dari Saudi—yang mengecualikan pergerakan ke dan dari persediaan—alih-alih ukuran tradisional berupa volume produksi.

    Laporan mencatat pasokan ke pasar dari Saudi naik 165.000 bph menjadi 9,525 juta bph, tetapi dalam catatan kaki disebutkan bahwa kerajaan itu melaporkan penurunan produksi aktual sebesar 551.000 bph menjadi 9,2 juta bph.

    Bulan lalu, Arab Saudi menyatakan telah menaikkan produksi pada Juni untuk mengamankan pasokan di tengah konflik Israel-Iran, tanpa menjual tambahan pasokan tersebut kepada pembeli.

    Sejumlah perusahaan yang memverifikasi produksi atas nama OPEC menyebut diminta untuk melaporkan angka supply-to-market pada Juni, yang lebih rendah dibanding estimasi produksi mereka sehingga menunjukkan kepatuhan Saudi terhadap kuota OPEC+.

    OPEC tidak menjelaskan alasan mulai memasukkan data alternatif ini untuk anggota terkuatnya.

    Para anggota kunci OPEC+ yang dipimpin Saudi dan Rusia akan menggelar konferensi video pada 7 September untuk membahas langkah selanjutnya.

  • Abbas Berterima Kasih ke Saudi yang Galang Pengakuan Negara Palestina

    Abbas Berterima Kasih ke Saudi yang Galang Pengakuan Negara Palestina

    Jakarta

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas berterima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi atas perannya dalam menggalang dukungan internasional bagi negara Palestina. Hal ini disampaikan Abbas dalam percakapan via telepon dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman pada Senin (11/8) waktu setempat.

    Kantor berita resmi Saudi, Saudi Press Agency (SPA) melaporkan bahwa Abbas “menyampaikan apresiasinya yang mendalam atas upaya dan posisi terhormat Kerajaan, yang berkontribusi pada komitmen banyak negara untuk mengakui Negara Palestina.”

    Abbas juga berterima kasih kepada para pemimpin Saudi atas “upaya tanpa lelah dalam mengoordinasikan posisi untuk memastikan dukungan internasional terbesar bagi perjuangan Palestina selama konferensi New York bulan lalu tentang solusi dua negara,” lapor SPA, dilansir Al Arabiya, Selasa (12/8/2025).

    Dalam percakapan via telepon itu, Pangeran Mohammed dan Abbas juga membahas situasi di Gaza. Putra Mahkota Saudi menegaskan kembali kecaman Kerajaan atas “kejahatan, praktik brutal, dan upaya penggusuran” terhadap rakyat Palestina, dan mendesak masyarakat internasional untuk mengakhiri “konsekuensi bencana” dari perang Israel dan melindungi warga sipil, kata SPA.

    Tonton juga video “Iran Pantang Menyerah, Tegaskan Program Nuklir akan Berjalan Lagi” di sini:

    Dalam beberapa hari terakhir, lima negara yakni Prancis, Kanada, Jepang, Inggris dan Australia telah menyatakan akan mengakui kedaulatan Palestina dengan beberapa syarat pada Sidang Umum PBB yang akan berlangsung pada September nanti. Selandia Baru juga tengah mempertimbangkan untuk mengambil langkah serupa.

    Diketahui bahwa solusi dua negara merujuk pada pembentukan negara Palestina, berdampingan dengan Israel, di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, secara umum mengikuti garis batas yang ada sebelum Perang Arab-Israel 1967.

    Namun, langkah internasional untuk mewujudkan solusi dua negara telah gagal. Salah satu penyebabnya adalah pendudukan Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat, yang ilegal menurut hukum internasional.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)