Negara: Iran

  • Rusia Upgrade Drone Shahed Iran Pakai Antena Buatan China: Kebal Senjata Jammers Ukraina – Halaman all

    Rusia Upgrade Drone Shahed Iran Pakai Antena Buatan China: Kebal Senjata Jammers Ukraina – Halaman all

    Rusia Upgrade Drone Shahed Iran Pakai Antena Buatan China, Kebal Senjata Jammers Ukraina

     

    TRIBUNNEWS.COM – Antena buatan China rupanya membuat drone Shahed Rusia buatan Iran kebal melawan senjata jammers Ukraina.

    Menurut laporan BI, mengutip sumber-sumber Ukraina, perangkat tersebut adalah Controlled Reception Pattern Antenae, atau CRPA.

    “CRPA merupakan sistem canggih yang melindungi terhadap gangguan sinyal atau spoofing – ketika sinyal GPS palsu dikirim ke drone untuk membuatnya tidak ada,” kata laporan itu dikutip Rabu (26/3/2025) menjelaskan cara kerja drone shahed Rusia bisa kebal persenjataan perang elektronik (jammers) Ukraina.

    Ukraina telah melaporkan sejak Januari bahwa antena China ditemukan di drone Shaheds.

    Vladyslav Vlasiuk, penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, mengatakan pada saat itu bahwa perangkat itu kemungkinan awalnya dibuat untuk pertanian.

    Tetapi seorang spesialis teknologi radio populer di Ukraina, Sergey “Flash” Beskrestnov, mengatakan pada Jumat pekan lalu kalau drone Shahed ditemukan minggu lalu dengan perangkat anti-jamming China yang paling canggih.

    Dia memposting foto piring melingkar dengan 16 elemen, yang merupakan bagian dari antena yang menangani sinyal.

    Perangkat yang ditemukan pada bulan Januari, sebagai perbandingan, memiliki delapan elemen.

    Antena dengan lebih banyak elemen biasanya membantu drone melawan jammers bertenaga tinggi dan lebih banyak sinyal spoofing secara bersamaan.

    “Ini adalah contoh pertama yang tercatat dari penggunaannya,” tulis Beskrestnov.

    Ilustrasi drone Shahed di gudang militer (Defense.ua.com)

    Kolonel Yuriy Ihnat, juru bicara angkatan udara Ukraina, membahas perubahan teknologi selama siaran oleh saluran lokal ICTV pada Senin (24/3).

    “Jika sebelumnya ada delapan saluran, sekarang ada 16, yang berarti sistem peperangan elektronik kita harus menekan mereka,” katanya dalam bahasa Ukraina.

    Ihnat mengatakan Ukraina harus menanggapi dengan melonjaknya jumlah sistem peperangan elektronik yang dikerahkannya.

    “Semakin banyak antena yang dimiliki drone, semakin banyak sistem penekanan yang kita butuhkan. Itulah upaya serius dari kompleks industri militer kita yang menjadi fokus, bersama dengan bantuan dari mitra dan organisasi,” katanya.

    Drone Shahed yang dirancang Iran biasanya tidak diketahui menggabungkan antena anti-jamming China.

    Rusia memiliki antena militer 12 elemen, Kometa, yang juga menurut Ukraina ditemukan pada pesawat tak berawak Shahed pada bulan Februari.

    Munculnya perangkat China pada drone yang meledak Rusia dapat memberikan petunjuk tentang bagaimana pangkalan industri militer Moskow berurusan dengan sanksi Barat yang telah berusaha untuk memotong pasokan suku cadang elektronik vital untuk pengembangan senjatanya.

    Ukraina mengatakan sanksi itu belum sepenuhnya menghalangi Rusia. Pada bulan November, Moskow mengerahkan drone umpan yang dilengkapi dengan komponen buatan Barat seperti transceiver.

    Sementara itu, Rusia telah berusaha meningkatkan produksi drone serangan jarak jauh yang dimodelkan setelah Shahed, yang sangat bergantung pada serangan terhadap infrastruktur dan pertahanan udara Ukraina.

    Salah satu versi dari perangkat ini adalah Geran-2, yang mirip dengan Shahed-136 bersayap.

    Pada bulan Juli, Bloomberg melaporkan bahwa para pejabat Eropa mengatakan perusahaan Rusia dan China bermitra bersama untuk mengembangkan drone lain.

     

    (oln/BI/*)

  • 3 Hal tentang Skandal Signal: Jurnalis Tak Sengaja Masuk ke Grup Chat Pejabat Pemerintahan Trump – Halaman all

    3 Hal tentang Skandal Signal: Jurnalis Tak Sengaja Masuk ke Grup Chat Pejabat Pemerintahan Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang jurnalis secara tidak sengaja ditambahkan ke dalam grup obrolan aplikasi perpesanan Signal yang berisi pejabat tinggi pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    Dalam grup tersebut, mereka membahas rencana serangan militer rahasia terhadap target Houthi di Yaman.

    Trump sebelumnya telah meluncurkan kampanye serangan militer skala besar terhadap Houthi awal bulan ini dan memperingatkan Iran, pendukung utama kelompok tersebut, untuk segera menghentikan dukungannya.

    Serangan udara dilaksanakan hanya dua jam setelah jurnalis tersebut menerima informasi rahasia ini.

    Mengutip SBS News, berikut tiga hal yang perlu diketahui mengenai skandal ini:

    1. Kronologi

    Pemimpin redaksi The Atlantic, Jeffrey Goldberg, mengatakan bahwa ia secara tidak sengaja ditambahkan ke grup obrolan Signal bernama “Houthi PC Small Group” pada 13 Maret 2025.

    Goldberg mengklaim grup tersebut berisi pejabat tinggi pemerintahan Trump yang tengah mendiskusikan serangan militer yang akan segera terjadi.

    Obrolan tersebut tampaknya melibatkan 18 tokoh senior, termasuk:

    Wakil Presiden AS JD Vance,
    Menteri Pertahanan Pete Hegseth,
    Menteri Luar Negeri Marco Rubio,
    Direktur CIA John Ratcliffe,
    Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard,
    Menteri Keuangan Scott Bessent,
    Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles,
    Seorang perwira intelijen aktif yang tidak disebutkan namanya,
    Serta pejabat senior Dewan Keamanan Nasional lainnya.

    Dalam artikelnya di The Atlantic berjudul “The Trump Administration Accidentally Texted Me Its War Plans”, Goldberg membagikan pengalamannya dalam grup tersebut, lengkap dengan tangkapan layar percakapan.

    Menurutnya, pesan-pesan dalam grup berisi rincian rahasia mengenai target serangan, senjata yang akan dikerahkan AS, serta strategi operasi.

    Ia juga mengungkap bahwa penasihat keamanan nasional Michael Waltz menugaskan wakilnya, Alex Wong, untuk membentuk “tim macan” guna mengoordinasikan serangan ini.

    Awalnya, Goldberg meragukan keaslian grup tersebut.

    Namun, setelah membaca isi obrolan, ia menyadari bahwa serangan udara benar-benar diluncurkan hanya dua jam setelah informasi tersebut dibagikan.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes mengonfirmasi bahwa grup tersebut tampaknya asli.

    Di bawah hukum AS, menyalahgunakan atau salah menangani informasi rahasia dapat dianggap sebagai kejahatan.

    Selain itu, penggunaan Signal—yang memungkinkan pesan terhapus otomatis—memunculkan dugaan pelanggaran terhadap undang-undang pencatatan federal.

    2. Isi Obrolan

    Percakapan dalam grup tidak hanya membahas strategi militer, tetapi juga berisi perdebatan internal mengenai serangan tersebut.

    Dalam sebuah pesan, akun yang diklaim sebagai Vance mengekspresikan kekhawatiran terkait alasan dan waktu serangan:

    “Hanya 3 persen perdagangan AS melewati Terusan Suez, sementara 40 persen perdagangan Eropa bergantung padanya. Ada risiko besar bahwa publik tidak memahami ini atau mengapa kita perlu bertindak. Alasan utama untuk melakukan ini, seperti yang dikatakan POTUS, adalah untuk mengirim pesan.”

    Di pesan lain, akun Vance mempertanyakan konsistensi strategi Trump:

    “Saya tidak yakin presiden menyadari betapa kontradiktifnya hal ini dengan pesan kebijakannya terhadap Eropa. Ada argumen kuat untuk menunda serangan selama sebulan, memberi waktu untuk menyampaikan alasan di balik tindakan ini, dan melihat bagaimana dampaknya terhadap ekonomi.”

    Obrolan juga mengungkap sikap skeptis terhadap peran AS dalam membantu sekutu Eropa.

    Akun yang diidentifikasi sebagai Vance menulis:

    “@PeteHegseth, kalau menurutmu kita harus melakukannya, ayo.”

    “Saya benci menyelamatkan Eropa lagi.”

    “Mari kita pastikan pesan kita di sini tepat.”

    Hegseth membalas:

    “VP: Saya sepenuhnya setuju dengan kebencianmu terhadap Eropa yang tidak bertanggung jawab. Itu MENYEDIHKAN.”

    Goldberg menilai penggunaan Signal untuk membahas strategi keamanan nasional sebagai tindakan yang “sangat sembrono.”

    3. Reaksi

    Skandal ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai bagaimana pemerintahan Trump menangani informasi rahasia serta potensi pelanggaran Undang-Undang Spionase AS.

    Politisi dari Partai Demokrat langsung bereaksi keras dan menyerukan investigasi.

    Mantan kandidat presiden Hillary Clinton menulis di X (Twitter):

    “Anda pasti bercanda,” tulisnya disertai emoji mata serta tangkapan layar artikel The Atlantic.

    Sebagai catatan, penggunaan server pribadi Clinton untuk email rahasia saat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pernah menjadi isu besar dalam Pilpres 2016.

    Pemimpin Senat Demokrat Chuck Schumer menyebut insiden ini sebagai salah satu kebocoran intelijen militer paling mencengangkan dalam waktu yang sangat lama.

    Ia berjanji akan meminta pemimpin mayoritas Senat, John Thune, untuk melakukan penyelidikan.

    Senator Elizabeth Warren menulis di X:

    “Menggunakan Signal untuk membahas strategi keamanan nasional yang sangat sensitif jelas ilegal dan berbahaya di luar dugaan.”

    Senator Chris Coons juga menambahkan:

    “Setiap pejabat dalam rantai pesan ini kini telah melakukan kejahatan—meskipun tidak disengaja—yang biasanya berujung hukuman penjara.”

    Saat ditanya oleh wartawan mengenai insiden ini, Trump menanggapi singkat:

    “Saya tidak tahu apa pun tentang itu. Saya bukan penggemar berat The Atlantic.”

    Namun, seorang pejabat Gedung Putih kemudian mengonfirmasi bahwa Trump telah diberi pengarahan, dan penyelidikan internal sedang berlangsung.

    Meski mendapat kritik keras, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes membela percakapan dalam grup tersebut.

    “Diskusi itu adalah contoh koordinasi kebijakan yang mendalam dan bijaksana antara pejabat senior.”

    “Keberhasilan operasi terhadap Houthi menunjukkan bahwa tidak ada ancaman terhadap anggota militer atau keamanan nasional kita.”

    Hughes juga membantah bahwa rencana perang dibagikan melalui pesan teks.

    Namun, dalam wawancara dengan CNN, Goldberg menanggapi pernyataan itu dengan tegas:

    “Tidak, itu bohong. Dia mengirim rencana perang lewat pesan teks.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    Jakarta

    Data intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkap ancaman militer terbesar negaranya jatuh pada China. Pasalnya, Negeri Tirai Bambu itu telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer hingga sibernya.

    Dirangkum detikcom, Rabu (26/3/2025), Laporan intelijen tersebut berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen AS.

    Laporan tersebut, seperti dilansir AFP, menyebut “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    “China menghadirkan ancaman militer yang paling komprehensif dan kuat terhadap keamanan nasional AS,” sebut laporan intelijen yang dirilis pada Selasa (25/3).

    Isi Laporan Intelijen AS: China Tak Terlihat Agresif Seperti Rusia-Korut

    Bendera China. Foto: Internet/ebcitizen.com

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” sebut Gabbard.

    Laporan intelijen AS itu menyebut Beijing akan terus memperluas “kegiatan pengaruh jahat yang bersifat koersif dan subversif” untuk melemahkan AS secara internal dan global.

    Pemerintah China, menurut laporan intelijen AS, akan berusaha melawan apa yang dilihatnya sebagai “kampanye yang dipimpin AS untuk menodai hubungan global Beijing dan menggulingkan” Partai Komunis China.

    Selain China, penilaian intelijen itu juga menganalisis ancaman terhadap AS yang ditimbulkan oleh Rusia, Korut, Iran dan “para penjahat transnasional non-negara”, termasuk kartel narkoba Meksiko dan kelompok-kelompok ekstremis.

    Respons China

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun. Foto: REUTERS/Florence Lo/File photo Purchase Licensing Rights

    Pemerintah China menanggapi laporan intelijen terbaru AS yang menyebut negaranya sebagai ancaman militer dan siber terbesar bagi kepentingan AS secara global.

    Otoritas Beijing mendesak Washington untuk berhenti memandang China melalui “mentalitas hegemonik” mereka sendiri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (26/3/2025), menuduh AS telah menyebarkan teori soal Beijing merupakan ancaman hanya untuk membendung dan menekan negara tersebut.

    China, sebut Guo dalam pernyataannya, mendesak AS untuk berhenti berkomplot dan mendukung aktivitas kemerdekaan Taiwan.

    Halaman 2 dari 3

    (taa/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Disebut AS sebagai Ancaman Militer Terbesar, China Bilang Gini

    Disebut AS sebagai Ancaman Militer Terbesar, China Bilang Gini

    Beijing

    Pemerintah China menanggapi laporan intelijen terbaru Amerika Serikat (AS) yang menyebut negaranya sebagai ancaman militer dan siber terbesar bagi kepentingan AS secara global. Otoritas Beijing mendesak Washington untuk berhenti memandang China melalui “mentalitas hegemonik” mereka sendiri.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (26/3/2025), menuduh AS telah menyebarkan teori soal Beijing merupakan ancaman hanya untuk membendung dan menekan negara tersebut.

    China, sebut Guo dalam pernyataannya, mendesak AS untuk berhenti berkomplot dan mendukung aktivitas kemerdekaan Taiwan.

    Laporan intelijen terbaru AS, berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen Washington pada Selasa (25/3), menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi kepentingan AS secara global.

    Namun disebutkan juga dalam laporan intelijen itu bahwa Beijing telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer dan sibernya.

    Menurut laporan intelijen AS tersebut, “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” ujar Gabbard.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Houthi Sebut Pesawat Tempur AS Lancarkan 17 Serangan di Yaman

    Houthi Sebut Pesawat Tempur AS Lancarkan 17 Serangan di Yaman

    Sanaa

    Kelompok Houthi, melalui media lokal yang dikelolanya, melaporkan sedikitnya 17 serangan menghantam area Saada dan Amran di Yaman pada Rabu (26/3) waktu setempat. Houthi menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas rentetan serangan udara tersebut.

    Situs Ansarollah yang dikelola Houthi, seperti dilansir AFP, Rabu (26/3/2025), melaporkan bahwa pesawat-pesawat tempur AS melakukan “serangan udara agresif… yang menyebabkan kerusakan material terhadap ‘properti’ warga”.

    Namun tidak disebutkan lebih lanjut soal apakah ada korban jiwa akibat serangan itu.

    Washington, pada 15 Maret lalu, mengumumkan serangan militer terhadap Houthi yang didukung Iran, dan bertekad untuk menggunakan kekuatan yang sangat besar hingga kelompok itu berhenti menyerang kapal-kapal di rute pelayaran utama Laut Merah dan Teluk Aden.

    Pada hari itu, gelombang serangan udara AS yang menghantam wilayah Yaman dilaporkan menewaskan sejumlah pemimpin senior Houthi, dengan Kementerian Kesehatan Houthi menyebut sedikitnya 53 orang tewas.

    Sejak saat itu, wilayah Yaman yang dikuasai Houthi dilanda serangan hampir setiap hari, yang oleh kelompok itu, disalahkan pada AS. Houthi kemudian mengumumkan penargetan kapal-kapal militer AS dan Israel.

    Houthi mulai menyerang kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober 2023, dengan alasan solidaritas dengan Palestina. Kelompok itu sempat menghentikan sementara serangan mereka saat gencatan senjata berlangsung di Gaza mulai pertengahan Januari lalu.

    Awal bulan ini, Houthi mengancam akan melanjutkan serangan mereka di Laut Merah karena Israel memblokade bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza.

    Ancaman Houthi itu memicu serangan udara AS terhadap Yaman, yang merupakan serangan pertama Washington sejak Presiden Donald Trump kembali menjabat pada Januari lalu.

    Pekan lalu, Trump mengancam akan memusnahkan Houthi dan memperingatkan Iran agar tidak terus membantu kelompok tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Data Intelijen AS Ungkap Ancaman Militer Terbesar Jatuh Pada China

    China Jadi Ancaman Militer Terbesar

    Washington DC

    Laporan intelijen terbaru Amerika Serikat (AS) menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi kepentingan AS secara global. Disebutkan laporan intelijen itu bahwa Beijing telah membuat kemajuan dalam kemampuan militer dan sibernya.

    Laporan intelijen berjudul “Annual Threat Assessment” yang dirilis komunitas intelijen AS, seperti dilansir AFP, Rabu (26/3/2025), menyebut “tekanan koersif” China terhadap Taiwan dan “operasi siber yang luas terhadap target AS” merupakan indikator meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional AS.

    Laporan tersebut memberikan gambaran umum tentang “wawasan kolektif” dari badan-badan intelijen AS tentang ancaman keamanan terhadap Washington yang ditimbulkan oleh negara-negara asing dan organisasi kriminal.

    “China menghadirkan ancaman militer yang paling komprehensif dan kuat terhadap keamanan nasional AS,” sebut laporan intelijen yang dirilis pada Selasa (25/3).

    Namun, disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa China lebih “berhati-hati” daripada Rusia, Iran, Korea Utara (Korut) agar tidak terlihat “terlalu agresif dan mengganggu”.

    Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, mengatakan dalam sidang Senat pada Selasa (25/3) bahwa “China adalah pesaing strategis kita yang paling mampu” berdasarkan intelijen saat ini.

    “Militer China mengerahkan kemampuan canggih, termasuk senjata hipersonik, pesawat siluman, kapal selam canggih, aset perang siber dan luar angkasa yang lebih kuat, dan persenjataan nuklir yang lebih besar,” sebut Gabbard.

    Laporan intelijen AS itu menyebut Beijing akan terus memperluas “kegiatan pengaruh jahat yang bersifat koersif dan subversif” untuk melemahkan AS secara internal dan global.

    Pemerintah China, menurut laporan intelijen AS, akan berusaha melawan apa yang dilihatnya sebagai “kampanye yang dipimpin AS untuk menodai hubungan global Beijing dan menggulingkan” Partai Komunis China.

    Selain China, penilaian intelijen itu juga menganalisis ancaman terhadap AS yang ditimbulkan oleh Rusia, Korut, Iran dan “para penjahat transnasional non-negara”, termasuk kartel narkoba Meksiko dan kelompok-kelompok ekstremis.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Timur Tengah Memanas! AS Kirim 2 Kapal Induk Nuklir, Iran Tak Gentar

    Timur Tengah Memanas! AS Kirim 2 Kapal Induk Nuklir, Iran Tak Gentar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan di Timur Tengah makin meningkat seiring dengan pernyataan tegas Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, yang menegaskan bahwa tidak ada negara yang akan “berani” menyerang Iran. Pernyataan ini muncul di tengah penguatan kehadiran angkatan laut Amerika Serikat (AS) yang mengirimkan dua kapal induk nuklir ke Timur Tengah.

    Araghchi menekankan bahwa kemampuan militer Iran yang kuat akan mencegah segala bentuk agresi eksternal.

    “Musuh kami sangat menyadari konsekuensi dari setiap tindakan agresi terhadap wilayah kami,” ujar Araghchi, dikutip dari Newsweek, Rabu (26/3/2025).

    Ia juga menegaskan bahwa kesiapan Angkatan Bersenjata Iran serta layanan darurat dan sipil telah mencapai tingkat tertinggi. Menurutnya, kesiapan ini menjadi faktor utama yang membuat Iran tetap kuat dan tidak dapat disentuh oleh musuh.

    Dalam pernyataannya, Araghchi menegaskan bahwa Iran tidak akan melakukan perundingan langsung dengan AS, tetapi membuka peluang untuk negosiasi tidak langsung melalui perantara.

    “Kami tidak akan terlibat dalam negosiasi langsung dengan pihak Amerika. Namun, jalur untuk negosiasi tidak langsung tetap terbuka, dan ada berbagai saluran yang dapat digunakan untuk itu,” kata Araghchi.

    Sebelumnya, Presiden Donald Trump sempat mengungkapkan bahwa ia telah mengirimkan surat ke Teheran, yang berisi sinyal kesiapan untuk bernegosiasi, tetapi juga peringatan keras tentang kemungkinan aksi militer terhadap Iran.

    Selain pernyataan dari Menteri Luar Negeri, komandan Angkatan Laut Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Alireza Tangsiri, juga menegaskan kesiapan Iran untuk menghadapi segala bentuk serangan militer.

    “Kesiapan tempur dan kemampuan bertempur adalah prioritas utama kami,” ujar Tangsiri dalam wawancara dengan media pemerintah Iran.

    Ia juga mengungkapkan bahwa IRGC tengah mengembangkan penggunaan kecerdasan buatan dalam sistem persenjataan mereka, yang menurutnya menjadi kebutuhan utama dalam operasi militer di masa depan.

    AS Perkuat Kehadiran Militer di Timur Tengah

    Pernyataan dari pejabat tinggi Iran ini muncul saat AS memperluas kehadiran angkatan lautnya di Timur Tengah. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, telah memerintahkan pengerahan dua kelompok kapal induk ke kawasan tersebut dalam beberapa bulan ke depan. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman, yang diketahui mendapat dukungan dari Iran.

    Pengerahan kelompok kapal induk bertenaga nuklir USS Harry S. Truman dan kedatangan USS Carl Vinson akan meningkatkan kapasitas patroli serta serangan AS di kawasan Timur Tengah.

    Dengan meningkatnya kehadiran militer AS di Timur Tengah dan Iran yang menegaskan kesiapan pertahanannya, ketegangan di kawasan ini diprediksi akan terus meningkat.

    Iran tampaknya berupaya memperkuat kemampuan militernya, termasuk dalam aspek teknologi, sementara AS terus mengembangkan strategi untuk menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Iran.

     

    (luc/luc)

  • Negara ini Mampu Hancurkan Pertahanan AS dan Unggul dalam AI pada 2030

    Negara ini Mampu Hancurkan Pertahanan AS dan Unggul dalam AI pada 2030

    GELORA.CO – Sebuah laporan intelijen menyebutkan bahwa Amerika tak lagi menjadi super power pada 2030. Keterangan lain di dalamnya juga menjelaskan bahwa Militer China mampu menyerang langsung Amerika dan merusak pertahanan dunia maya Paman Sam. Juga akan menjadi unggul dalam hal kecerdasan buatan di masa yang akan datang.

    Hal tersebut menandakan akan ada pergeseran poros kekuatan militer dan teknologi dunia. Hal itu terjadi karena semakin tumbuhnya kekuatan ekonomi dan pertahanan di negara lain, yaitu China. Negara tersebut menjadi tandingan Amerika dalam berbagai hal, mulai dari ekonomi, teknologi, hingga militer. Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, China melesat menjadi kekuatan baru dunia yang unggul dalam hal pertahanan militer, teknologi, dan ekonomi. 

    Laporan yang dikeluarkan oleh CIA itu mengungkapkan bahwa China “tetap menjadi ancaman terbesar bagi Amerika Serikat, baik secara militer maupun dunia maya,” lapor Reuters.

    Laporan tersebut, yang merupakan penilaian ancaman tahunan, menunjukkan bahwa China memiliki kemampuan untuk menargetkan Amerika Serikat melalui senjata konvensional dan serangan siber canggih yang menargetkan infrastrukturnya, serta kemampuannya untuk menargetkan aset luar angkasanya. Ditambahkannya bahwa “China bercita-cita untuk menggantikan Amerika Serikat dari posisi teratas dalam kecerdasan buatan pada tahun 2030.”

    Laporan tersebut mencatat bahwa “Rusia, bersama dengan Iran, Korea Utara, dan China, berusaha menantang Amerika Serikat melalui kampanye yang terencana untuk mencapai keunggulan militer,” seraya menambahkan bahwa perang Moskow di Ukraina telah memberinya “pelajaran berharga dalam menghadapi senjata dan intelijen Barat dalam perang berskala besar.”

    Laporan Komunitas Intelijen AS juga menyimpulkan bahwa Rusia memiliki keunggulan dalam konflik di Ukraina, dengan mencatat bahwa Rusia “sedang dalam perjalanan untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar guna menekan Kyiv dan para pendukung Baratnya agar berunding untuk mengakhiri perang yang akan memberi Moskow konsesi yang diinginkannya.”

    Laporan tersebut memperingatkan bahwa kelanjutan konflik di Ukraina akan memperpanjang risiko strategis bagi Amerika Serikat, dapat menyebabkan penggunaan senjata nuklir, dan dapat memperburuk ketidakamanan di antara negara-negara NATO, khususnya di Eropa Tengah, Timur, dan Utara.

    Ia melanjutkan, “Terlepas dari bagaimana dan kapan perang di Ukraina berakhir, tren geopolitik, ekonomi, militer, dan politik dalam negeri saat ini di Rusia menggarisbawahi kemampuannya untuk menahan dan memperpanjang potensi ancaman terhadap kekuatan, kehadiran, dan kepentingan global AS.”

    China terbuka

    Kementerian Luar Negeri China menyebut negaranya terbuka agar lebih banyak anggota parlemen maupun warga biasa dari Amerika Serikat datang ke Tiongkok.

    “China menyambut lebih banyak anggota parlemen dan warga Amerika Serikat dari berbagai lapisan untuk mengunjungi China agar dapat mempelajari China dengan cara yang lebih objektif serta memainkan peran yang konstruktif untuk pembangunan hubungan China-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (24/3).

    Hal itu disampaikan usai pertemuan Perdana Menteri China Li Qiang dan Senator Partai Republik Amerika Serikat Steve Daines, yang juga pendukung Presiden Donald Trump, pada Ahad (23/3). Daines berada di Beijing untuk menghadiri Forum Pembangunan China 2025.

    “China percaya bahwa perkembangan hubungan China-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan dapat memenuhi kepentingan bersama kedua bangsa maupun masyarakat internasional,” ungkap Guo Jiakun.

    Dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri China disebutkan PM Li Qiang mengatakan bahwa saat ini, perkembangan hubungan China-AS memasuki titik kritis baru.

    “Sejarah telah membuktikan bahwa China dan AS sama-sama memperoleh keuntungan dari kerja sama dan mengalami kerugian bila terjadi konfrontasi. Kedua pihak harus memilih dialog dibanding konfrontasi dan kerja sama yang saling menguntungkan dari pada situasi yang tidak menguntungkan,” kata PM Li Qiang.

    PM Li juga menyampaikan harapan agar AS terlibat dalam komunikasi yang jujur, membangun kepercayaan, menghilangkan keraguan sesuai dengan prinsip saling menghormati, memperdalam kerja sama praktis, dan sama-sama berupaya untuk mempromosikan hubungan China-AS yang stabil, sehat dan berkelanjutan.

    Semakin banyak kesulitan yang dihadapi dalam hubungan China-AS, ungkap PM Li, semakin penting untuk menjaga dan mengembangkan kerja sama ekonomi dan perdagangan China-AS, dalam upaya untuk terus memberikan stabilitas ke dalam hubungan bilateral.

    “Perang dagang tidak akan menghasilkan pemenang. Tidak ada negara yang dapat mencapai pembangunan dan kemakmuran melalui penerapan tarif. Masalah seperti ketidakseimbangan perdagangan perlu diselesaikan dengan memperbesar kue kerja sama dan menciptakan lebih banyak manfaat tambahan,” jelas PM Li Qiang.

    China, kata PM Li Qiang, selalu menyambut perusahaan dari seluruh dunia, termasuk AS, untuk berbagi peluang pembangunan di China dan akan memperlakukan perusahaan dalam dan luar negeri secara setara serta terus membina lingkungan bisnis yang sehat.

    Dalam akun media sosialnya di X, Senator Daines mengungkapkan bahwa ia akan berbicara dengan pejabat di China soal pembatasan produksi dan distribusi fentanil dan “perlunya mengurangi defisit perdagangan dan memastikan akses pasar yang adil bagi para petani, peternak, dan produsen Montana”. Montana adalah negara bagian di AS yang diwakili Daines.

    Daines sebelumnya bekerja sebagai pekerja eksekutif di China dan bertindak sebagai perantara selama masa jabatan pertama Trump. Ia adalah anggota Kongres pertama yang mengunjungi Beijing sejak Trump menjabat pada Januari 2025.

    Hubungan AS-China kembali menghangat secara khusus terkait tarif impor setelah Trump mengenakan tarif sebesar 10 persen untuk hampir semua produk impor dari China sejak awal Februari dan menaikkan tarif menjadi 20 persen pada 4 Maret 2025. Ia mengatakan tindakan tersebut dimaksudkan untuk menekan China agar mengurangi distribusi fentanil ke AS.

    Sebagai balasan atas tindakan AS, China mengenakan tarif terhadap produk-produk pertanian asal AS mulai 10 Maret 2025, dengan rincian pungutan sebesar 15 persen untuk produk seperti ayam, gandum dan jagung, serta 10 persen pada produk-produk seperti kacang kedelai, daging babi, daging sapi dan buah-buahan.

    Namun Trump juga mengenakan tarif 25 persen atas semua impor baja dan alumunium ke AS, termasuk asal China, mulai 12 Maret 2025.

    Tak kirim pasukan perdamaian

    China membantah soal pemberitaan yang menyebut negara tersebut mempertimbangkan untuk bergabung dalam pasukan penjaga perdamaian di Ukraina.

    “Pemberitaan itu sama sekali tidak benar, sikap China atas krisis di Ukraina selalu konsisten dan jelas,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (24/3).

    Sebelumnya satu media Jerman mengutip sumber diplomatik Uni Eropa mengatakan China sedang mempertimbangkan partisipasinya untuk masuk dalam pasukan penjaga perdamaian di Ukraina.

    Diplomat China diberitakan mendekati pejabat di Brussels untuk menjajaki apakah langkah tersebut diinginkan oleh Eropa.

    Hal tersebut menyusul pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan pertemuan puncak lanjutan untuk membahas konflik Ukraina akan dilakukan pada 25 Maret 2025 dengan tujuan untuk menentukan komitmen dukungan jangka pendek bagi Ukraina setelah pertemuan antara delegasi Ukraina dan Amerika Serikat di Arab Saudi pada awal Maret.

    Guo Jiakun hanya menyebut “Group of Friends for Peace” (Sahabat untuk Perdamaian) yang dibentuk China dengan negara-negara berkembang lainnya baru saja bertemu di New York, AS.

    “Mereka membahas perkembangan terbaru krisis Ukraina dan prospek untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Pertemuan itu berhasil dan menegaskan kembali penyelesaian konflik melalui jalur politik melalui negosiasi,” ungkap Guo Jiakun.

    “Sahabat untuk Perdamaian” dibentuk oleh China dan Brasil pada 27 September 2024 saat Sidang Umum PBB ke-79 di New York dengan tujuan mendukung upaya global untuk perdamaian berkelanjutan melalui jalur negosiasi.

    Anggota kelompok tersebut adalah China, Brasil, Indonesia, Afrika Selatan, Aljazair, Bolivia, Kazakhstan, Kolombia, Mesir, Meksiko, Kenya, Turki dan Zambia.

    “Para anggota menekankan bahwa konflik mungkin mendekati titik balik dan menyambut baik dinamika terkini menuju perundingan damai. Mereka mendesak semua pemangku kepentingan untuk memainkan peran konstruktif, menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan,” tambah Guo Jiakun.

    Kelompok tersebut, menurut Guo Jiakun, juga berkomitmen untuk tetap menjaga komunikasi yang erat dengan semua pihak terkait agar suara-suara dari negara berkembang lebih diperhatikan dan berkontribusi pada penyelesaian konflik secara damai untuk masa depan yang lebih baik bagi semua.

    “Sejak didirikan September lalu, sikap ‘Sahabat untuk Perdamaian’ soal krisis Ukraina konsisten untuk menganjurkan penyelesaian damai dan menggalang kekuatan untuk penyelesaian politik. China akan terus bekerja sama dengan komunitas internasional untuk menyampaikan suara-suara yang lebih rasional sehingga aspirasi atas perundingan damai didengar,” jelas Guo Jiakun.

    Perkembangan terakhir dari konflik Ukraina, Kantor Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada 11 Maret 2025 menyatakan bahwa Kiev siap menerima proposal Amerika Serikat untuk gencatan senjata selama 30 hari dengan Rusia, dengan kemungkinan perpanjangan berdasarkan kesepakatan bersama.

    Selain itu, AS juga akan melanjutkan bantuan ke Ukraina serta mencabut jeda dalam berbagi intelijen.

    Presiden Ukraina dan AS sepakat untuk segera menyelesaikan perjanjian komprehensif secepatnya mengenai sumber daya mineral penting Ukraina guna memperluas ekonomi Ukraina dan menjamin kemakmuran dan keamanan jangka panjang Ukraina.

  • Sri Mulyani sebut Danantara Indonesia bisa berkolaborasi dengan NDB

    Sri Mulyani sebut Danantara Indonesia bisa berkolaborasi dengan NDB

    Bagaimana kontribusi NDB terhadap ekonomi dan pembangunan Indonesia sendiri. Kan kita juga punya Danantara, nanti bisa berkolaborasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan ada potensi kerja sama atau kolaborasi antara Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia dan New Development Bank (NDB) sebagai bank pembangunan multilateral yang didirikan oleh negara-negara BRICS.

    Hal itu disampaikan Menkeu Sri Mulyani usai pengumuman Presiden Prabowo Subianto atas keputusan Pemerintah Indonesia bergabung ke dalam bank pembangunan tersebut di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (25/3).

    “Bagaimana kontribusi NDB terhadap ekonomi dan pembangunan Indonesia sendiri. Kan kita juga punya Danantara, nanti bisa berkolaborasi dan lain-lain,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah sebelumnya telah mendiskusikan banyak pekerjaan teknis, termasuk dari syarat agar Indonesia masuk dalam keanggotaan NDB.

    Pemerintah Indonesia memutuskan bergabung dalam NDB setelah Presiden NDB Dilma Vana Rousseff mengundang Indonesia untuk bergabung dalam keanggotaan bank tersebut, mengingat Indonesia juga telah resmi menjadi anggota penuh BRICS pada awal tahun 2025.

    BRICS merupakan aliansi blok ekonomi negara berkembang dengan keanggotaan yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa/BRICS).

    Indonesia menjadi anggota baru setelah negara lainnya bergabung, seperti Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir.

    Menkeu mengungkapkan Presiden Dilma berupaya menarik Indonesia sebagai anggota dengan kemungkinan kerja sama terkait pembangunan di Indonesia.

    Namun di sisi lain, kebijakan anggota BRICS turut mencakup pengurangan dolar AS dalam transaksi dagang dan kerja sama. Menanggapi hal itu, Sri Mulyani menilai akan meninjau terlebih dahulu.

    “Nanti saya lihat, nanti ya, didiskusikan,” kata Menkeu.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Indra Gultom
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sekutu AS di Timur Tengah Berlomba Mendapatkan Senjata Pertahanan Laser Baru – Halaman all

    Sekutu AS di Timur Tengah Berlomba Mendapatkan Senjata Pertahanan Laser Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Di Timur Tengah, drone atau pesawat nirawak murah serta serangan rudal massal terus menguji sistem pertahanan udara canggih milik negara-negara terkaya di kawasan tersebut.

    Hal ini memicu perlombaan untuk membangun sistem pertahanan udara eksperimental berbasis laser.

    Analis militer berpendapat bahwa sistem pertahanan laser dapat membantu menutupi kekurangan dengan biaya yang jauh lebih murah.

    Mengutip Business Insider, Israel akan menjadi yang pertama di kawasan tersebut yang menggunakan sistem pertahanan udara laser baru.

    Iron Beam, yang bernilai $500 juta, tidak akan menggantikan rudal Iron Dome dan sistem lainnya, tetapi akan melengkapinya dengan menambahkan lapisan perlindungan baru.

    “Sistem laser adalah senjata masa depan yang mampu menetralkan berbagai jenis ancaman,” kata Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, saat mengunjungi fasilitas Rafael, perusahaan Israel yang mengembangkan senjata laser, bulan ini.

    Hype seputar laser militer sudah ada sejak sebelum film Star Wars dan kini berpusat pada penggunaan senjata ringan ini untuk menghancurkan pesawat nirawak dan rudal, sehingga mengurangi ketergantungan pada rudal berpemandu untuk tugas yang sama.

    Namun, tanpa pertahanan udara laser yang beroperasi, masih belum jelas bagaimana efektivitas senjata ini dalam berbagai kondisi dunia nyata.

    PERTAHANAN UDARA – Gambar Laser Iron Beam buatan Rafael Israel (Rafael Advanced Defense Systems)

    Serangan Drone Murah Mengungkap Kelemahan Pertahanan

    Konflik terkini telah mengubah dinamika peperangan di Timur Tengah.

    Kelompok-kelompok yang berpihak pada Iran, seperti kelompok Houthi di Yaman, telah mengerahkan pesawat nirawak murah untuk menekan sistem pertahanan udara berbasis rudal milik AS dan Israel.

    Houthi menggunakannya untuk menyerang kapal angkatan laut serta kapal yang berafiliasi dengan Israel di Laut Merah.

    Milisi Hizbullah di Lebanon juga telah menggunakan pesawat nirawak untuk menguji Iron Dome milik Israel, yang dirancang untuk menembak jatuh rudal balistik, bukan UAV yang terbang rendah.

    Sementara itu, Iran mencoba membanjiri Iron Dome tahun lalu dengan rentetan serangan pesawat nirawak dan rudal.

    “Kemudahan memperoleh teknologi pesawat nirawak komersial dan mengadaptasinya untuk keperluan militer memungkinkan aktor negara dan non-negara mengerahkan sistem ofensif dalam jumlah yang semakin banyak,” kata James Black, asisten direktur di RAND Eropa, kepada Business Insider.

    Ia mengatakan bahwa pertahanan laser menawarkan sistem yang lebih murah dan akurat untuk melawan ancaman udara baru.

    Sementara pesawat tanpa awak hanya seharga $2.000, rudal yang digunakan untuk menjatuhkannya bisa menghabiskan biaya sekitar $2 juta.

    “Lapisan pertahanan laser dapat membantu mengurangi biaya dan memberi waktu bagi sistem berbasis rudal untuk mengisi ulang atau menutup celah di mana sistem lain rentan,” kata Sascha Bruchmann, peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis di Bahrain, kepada Business Insider.

    Perlombaan Senjata Laser

    Bulan lalu, Defense News melaporkan bahwa Rafael, perusahaan pertahanan Israel, telah memamerkan teknologi pertahanan udara lasernya di pameran senjata di Abu Dhabi.

    Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mungkin siap menjual teknologi ini ke negara-negara lain di kawasan tersebut.

    Arab Saudi juga tengah mengembangkan kapasitas pertahanan udara lasernya sendiri dengan menggunakan sistem China, sementara Uni Emirat Arab berupaya mengembangkan sistem lasernya sendiri.

    Laser dirancang untuk mengarahkan seberkas cahaya intens yang menggunakan panas untuk menembus target.

    “Laser dapat menyerang beberapa target dengan biaya rendah per tembakan,” kata Black.

    Ia menambahkan bahwa laser dapat melakukan tugasnya tanpa risiko kehabisan rudal atau amunisi seperti pada sistem pertahanan udara tradisional.

    Kementerian Pertahanan Inggris pernah mengatakan bahwa biaya tembakan laser bisa serendah puluhan dolar saja.

    Namun, laser harus memiliki akurasi yang luar biasa agar dapat mempertahankan fokusnya pada satu titik cukup lama untuk menembus target.

    Hal ini bukan tugas yang mudah, mengingat rudal balistik dapat melaju lebih dari lima kali kecepatan suara.

    Atau, laser harus memiliki daya yang cukup besar untuk menghancurkan target dengan cepat.

    Tantangan lainnya adalah rudal dapat dimodifikasi dengan bahan plastik dan logam yang lebih tahan terhadap serangan laser.

    Bukan Solusi Instan

    Laser mungkin terbukti lebih efektif dalam menghancurkan pesawat nirawak dibandingkan pencegat rudal.

    Namun, senjata laser belum digunakan dalam skala besar dan masih dalam tahap pengujian.

    Faktor cuaca buruk atau asap dapat mengganggu kekuatan dan akurasi sinarnya, sementara penyediaan daya yang cukup di wilayah garis depan yang terpencil masih menjadi tantangan.

    Black mengatakan bahwa pengembangan sistem persenjataan ini membutuhkan waktu dan investasi besar, dengan sistem pertahanan udara laser Rafael yang telah dikembangkan selama beberapa dekade.

    “Banyak terobosan diperlukan dalam proses ini,” ujarnya.

    Yuval Steinitz, ketua Rafael, mengatakan dalam konferensi pers bulan Desember bahwa salah satu tantangan utama adalah kepadatan udara di atmosfer yang dapat menyebarkan kekuatan sinar laser.

    “Kami harus menemukan cara untuk melewati atmosfer dan menjaga kekuatan laser tetap optimal saat ditembakkan,” katanya.

    Ia menjelaskan bahwa mereka menyelesaikan masalah ini dengan menembakkan beberapa sinar yang lebih kecil yang kemudian bertemu pada titik-titik rentan di target untuk menonaktifkannya.

    Dalam konflik antara Israel dan Iran, serta dalam upaya melindungi infrastruktur minyak dan gas di tempat-tempat seperti Arab Saudi, senjata laser mungkin bukan solusi instan, tetapi semakin mendekati kenyataan.

    “Ini adalah serangkaian teknologi yang semakin kecil, ringan, presisi, dan cukup tangguh untuk aplikasi militer,” kata Bruchmann.

    “Ini bukan lagi teknologi eksperimental yang tampak selalu di ambang menjadi senjata yang berfungsi penuh.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)