Negara: Iran

  • VIDEO: Pertemuan Netanyahu-Trump di Gedung Putih

    VIDEO: Pertemuan Netanyahu-Trump di Gedung Putih

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu melakukan kunjungan mendadak ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Donald Trump di Gedung Putih. Dia membawa sejumlah kekhawatiran penting: program nuklir Iran, tarif impor yang dihadirkan Trump, meningkatnya pengaruh Turki di Suriah, serta perang yang telah berlangsung 18 bulan di Jalur Gaza.

    Ringkasan

  • Pembicaraan Nuklir AS-Iran, Peluang Baru atau Jalan Buntu?

    Pembicaraan Nuklir AS-Iran, Peluang Baru atau Jalan Buntu?

    Jakarta

    Iran dan Amerika Serikat berencana untuk melanjutkan pembicaraan mengenai program nuklir Iran, pada Sabtu 12 April. Teheran menegaskan, Menteri Luar Negeri Abbas Aragchi akan mengadakan pembicaraan tidak langsung dengan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, di negara Teluk, Oman.

    Pemimpin spiritual dan politik Iran, Ayatollah Khamenei sebelumnya telah menyatakan “Kami siap untuk berunding dengan AS, tetapi tidak secara langsung,” kata Presiden Iran, Massoud Pezeshkian pada Rabu, 9 April. “Kami tidak melakukan pembicaraan secara langsung, karena kami tidak mempercayai AS.”

    Presiden Pezeshkian dalam waktu bersamaan juga menegaskan, Ayatollah Khamenei tidak keberatan dengan keberadaan investor Amerika di Iran. “Yang kami tolak adalah konspirasi, upaya kudeta, dan kebijakan-kebijakan keliru yang mereka lakukan.” Menurut media Iran, Menteri Luar Negeri Oman, Sayyid Badr Albusaidi, juga diperkirakan akan berpartisipasi dalam perundingan ini.

    Pendekatan yang berjarak

    Presiden AS Donald Trump sebaliknya mengkonfirmasi, perundingan dengan Iran akan dilakukan secara langsung. Presiden Trump ingin mengupayakan kesepakatan dengan Teheran, untuk membatasi program nuklir Iran yang kontroversial. Utusan khusus AS untuk Timur Tengah, yang juga teman lama Trump, Steve Witkoff, akan bertolak ke Oman untuk bertemu dengan delegasi Iran pada hari Sabtu.

    “Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mendapat kewenangan yang diperlukan, untuk mendorong inisiatif diplomasi saat berunding dengan AS,” kata Mostafa Najafi, pakar hubungan internasional dan strategi keamanan Iran di Teheran.

    Najafi menilai, perbedaan ekspektasi dan persepsi Iran dan AS adalah masalah inti dari perundingan ini, bukan apakah perundingan dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

    “Iran ingin pembicaraan hanya berfokus pada program nuklir. Di sisi lain, Presiden Trump melalui suratnya kepada Teheran tidak hanya menyerukan pembatasan program nuklir dan rudal balistik, tetapi juga menuntut Iran untuk berhenti campur tangan dalam politik regional di timur tengah. Tuntutan-tuntutan ini jauh dari harapan Teheran,” tulis Najafi menjawab pertanyaan DW.

    Presiden AS Donald Trump menulis surat kepada para pemimpin spiritual dan politik Iran pada awal Maret, yang kemudian dibalas Iran di akhir Maret. Detil pertukaran pesan tersebut tidak diketahui publik. Trump mengatakan pada hari Senin lalu, Iran akan berada dalam “bahaya yang mematikan” jika perundingan gagal.

    Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi AS, NBC, akhir bulan lalu, Trump bahkan melontarkan ancaman: “Jika kesepakatan tidak tercapai, akan ada pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Sinyal yang saling bertentangan?

    “Tidak akan ada negosiasi pada hari Sabtu. Hanya akan ada pertemuan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce. Ia menekankan kepada pers pada 8 April bahwa Utusan Khusus AS Steve Witkoff akan menyampaikan pesan yang menentang program nuklir Iran.

    Apa yang diinginkan AS adalah “penghentian total” program nuklir Iran, mengutip pernyataan Mike Waltz, Penasihat Keamanan Nasional pemerintah AS, kepada stasiun TV CBS pada tanggal 23 Maret. Dari sudut pandang beberapa senator Partai Republik, seperti Tom Cotton dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, ini berarti pelucutan senjata secara menyeluruh terhadap Iran, mencontoh Libya.

    Pada tahun 2003, di bawah pemerintahan Muammar al-Gaddafi, Libya memutuskan untuk sepenuhnya meninggalkan program nuklir juga rencana pengembangan senjata pemusnah massal. Sebagai imbalan, semua sanksi internasional dicabut, dan Libya kembali diintegrasikan ke dalam komunitas internasional.

    Meski AS menganggap Libya sebagai contoh positif perlucutan senjata secara damai, tidak sama halnya dengan Iran. Tergulingnya Gaddafi di tahun 2011 ditengah gelombang Revolusi Timur Tengah dan intervensi NATO, Iran melihat kasus Libya lebih sebagai sebuah peringatan.

    Steve Witkoff, di sisi lain, tampaknya mewakili posisi yang berbeda dan lebih diplomatis daripada Penasihat Keamanan Nasional pemerintah AS. Dia mengatakan tiga minggu yang lalu bahwa Presiden Trump, dalam sebuah surat kepada Ayatollah Ali Khamenei, mengusulkan untuk membuat program verifikasi untuk memastikan bahwa Iran tidak menggunakan bahan nuklir untuk tujuan militer.

    Witkoff menyatakan: “Kita harus membuat program verifikasi sehingga tidak ada yang perlu khawatir tentang kemungkinan Iran menggunakan material nuklirnya sebagai senjata.”

    Tidak ada bom nuklir

    Israel saat ini memandang program nuklir Iran sebagai ancaman terhadap eksistensinya. Para pemimpin Iran tidak mengakui Israel, dan secara terus menerus mengancam untuk menghancurkan Israel.

    “Kesepakatan yang baik harus menjamin keamanan Israel,” kata pakar Iran Arman Mahmoudian yang juga seorang dosen studi Timur Tengah di University of South Florida, menanggapi pertanyaan DW.

    Teheran secara resmi menekankan, program nuklirnya hanyalah untuk tujuan damai. Namun, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tetap khawatir. Menurut direktur jenderal IAEA Rafael Grossi, Iran terus melakukan pemerkayaan uranium, dalam skala yang jauh lebih besar dari negara non senjata atom lainnya.

    “Jika tekanan terhadap Iran terus meningkat, Teheran dapat kembali mempertimbangkan pentingnya untuk memiliki senjata nuklir,” demikian peringatan yang disampaikan Menteri Luar Negeri, Seyed Abbas Araghchi, Desember 2024 lalu. Meskipun negara ini memiliki teknologi untuk memproduksi senjata nuklir, sejauh ini Iran secara sadar memutuskan untuk tidak mengembangkannya.

    “Perundingan harus dilakukan sedemikian rupa, agar kemampuan Iran untuk membuat senjata nuklir dapat dicegah,” kata pakar Iran, Mahmoudian, seraya menambahkan: “Presiden Trump telah menekankan beberapa kali dalam beberapa minggu terakhir bahwa Iran tidak diizinkan untuk memiliki senjata nuklir. Ini dapat menjadi sinyal, bahwa pembicaraan akan berfokus pada isu nuklir Iran. Sebaiknya pembicaraan turut membahas solusi teknis untuk hal tersebut.”

    “Perundingan ini tidak akan mudah,” Mahmoudian memperkirakan. Pihak Iran tetap menduga kuat, perundingan tersebut tidak akan berujung pada pencabutan sanksi. Dari sudut pandang Teheran, AS harus menjamin bahwa sanksi-sanksi tersebut akan dicabut secara permanen.

    Pada tahun 2015, Iran dan beberapa kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, menyepakati kesepakatan nuklir. Sebagai bagian dari kesepakatan ini, Iran berjanji untuk membatasi program nuklirnya secara signifikan, dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Namun, pada tahun 2018, pada masa jabatan pertamanya Presiden Trump secara sepihak membatalkan perjanjian tersebut.

    Sebagai reaksinya, Iran mulai secara bertahap menjauhkan diri dari perjanjian nuklir tersebut, dan semakin dekat pada kemampuan membuat bom atom dibanding sebelumnya.

    Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman.

    Diadaptasi oleh: Sorta Lidia Caroline

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Tunda Tarif Impor, Wamendag: Peluang Indonesia untuk Negosiasi  – Halaman all

    Trump Tunda Tarif Impor, Wamendag: Peluang Indonesia untuk Negosiasi  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti mengatakan, keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunda penerapan tarif resiprokal bagi negara-negara mitra dagangnya adalah momentum bagi Indonesia untuk melakukan negosiasi.

    “Langkah ini membuka peluang bagi Indonesia dan negara ASEAN lainnya untuk melakukan negosiasi lebih lanjut,” kata Roro dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Kamis (10/4/2025). 

    Roro tidak menampik kebijakan ini juga menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi Indonesia. 

    Sebab, dianggap akan mengancam stabilitas dagang Indonesia maupun negara ASEAN lainnya. 

    “Kebijakan ini menjadi tantangan nyata bagi pertumbuhan dan stabilitas kawasan Asia Tenggara yang telah lama menjunjung tinggi prinsip perdagangan bebas dan terbuka,” ujarnya. 

    Diketahui, ASEAN merupakan pasar ekspor terbesar kelima bagi produk pertanian Amerika Serikat. Dengan total nilai perdagangan barang mencapai USD 306 miliar pada tahun 2024. 

    “Indonesia sendiri menyumbang USD14,34 miliar terhadap defisit perdagangan Amerika Serikat,” ucap Roro.

    Namun, Roro mengatakan bahwa Indonesia memiliki mitra dagang yang cukup strategis dengan beberapa negara. 

    Enam perjanjian perdagangan tersebut di antaranya Indonesia–Canada CEPA, Indonesia–Peru CEPA, Indonesia–EU CEPA, Iran PTA, dan protokol amandemen Indonesia–Jepang (IJEPA) dan Trade & Investment Framework Agreement (TIFA) antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS).

    Dia berharap, mitra ini bisa meningkatkan pasar ekspor Indonesia melalui penyelesaian beberapa perjanjian perdagangan bebas (FTA). 

    “Ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk memperluas akses pasar, meningkatkan ketahanan dagang, dan membuka lapangan kerja baru,” tuturnya. 

    Sebagai informasi,  pada Rabu (9/4/2025), Trump menunda kenaikan tarif impor terhadap sebagian besar negara selama 90 hari. 

    Namun, secara bersamaan Trump juga menaikkan tarif impor dari China menjadi 125 persen.

    Keputusan tersebut, kata Trump, diambil setelah lebih dari 75 negara berupaya berunding dan tidak melakukan tindakan balasan.

     

  • Puji Iran, Eks Dubes Israel: Iran Negosiator Kelas Dunia, Israel Punya Alasan untuk Cemas – Halaman all

    Puji Iran, Eks Dubes Israel: Iran Negosiator Kelas Dunia, Israel Punya Alasan untuk Cemas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel disebut punya alasan untuk takut atau khawatir akan perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat (AS).

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump sudah meminta Iran untuk duduk di meja perundingan guna membahas program nuklirnya.

    Trump bahkan mengancam akan menyerang Iran jika perjanjian nuklir baru dengan Iran tidak terwujud. Di lain pihak, Iran menyatakan tidak gentar terhadap ancaman Trump.

    Michael Oren, mantan Duta Besar Israel untuk AS, menganggap perundingan Iran dengan AS akan menjadi hal yang krusial bagi Israel.

    Dalam tulisannya yang terbit di Yedioth Ahronoth hari Kamis, (10/4/2025), Oren menyinggung Trump yang terang-terangan mengaku ingin berunding dengan Iran.

    “Saat konferensi pers gabungan di Ruang Oval kemarin, Presiden Trump membuat pernyataan singkat, tetapi mengherankan: ‘Kami berbicara langsung dengan Iran,’” kata Oren.

    “Sebelumnya, Presiden tidak berusaha menyembunyikan keinginannya untuk berunding dengan Iran. Tak lama setelah dia kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari, dia menyurati Pemimpin Tertinggi Iran Khamenei dan mengundangnya untuk memperbarui pembicaraan.”

    Namun, tiba-tiba Trump mengaku bahwa pembicaraan itu sedang dilakukan dan dia menyebutnya sebagai “pertemuan yang sangat besar”.

    “Yang lebih mengejutkan adalah pemberitahuan bahwa AS dan Iran sedang menggelar perundingan secara langsung,” ucap mantan dubes itu.

    Menurut Oren, hal seperti ini bahkan tidak berani dilakukan oleh Presiden AS sebelumnya, yakni Joe Biden. Para juru runding Biden tidak duduk di ruang yang sama dengan juru runding Iran karena kedua belah pihak menggunakan juru penengah.

    ALI KHAMENEI – Foto ini diambil dari akun X Khamenei pada Kamis (13/3/2025) memperlihatkan Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, bertemu dengan sejumlah pimpinan dan fakultas Universitas Shahid Motahari di Teheran pada 3 Juli 2024. Pada Rabu (12/3/2025), Khamenei menyampaikan pidato yang menantang keinginan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk negosiasi perjanjian nuklir yang baru. (X Khamenei/@khamenei_ir)

    Dia mengatakan Israel pasti mengetahui pembicaraan secara langsung itu. Kata dia, kemungkinan adanya perjanjian nuklir baru menjadi sumber kekhawatiran besar di Israel.

    “Pertanyaan pertama adalah berapa lama perundingan itu akan berlanjut,” ujar Oren.

    “Pertanyaan kedua adalah apa  tujuan perundingan itu. Apakah akan terwujud perundingan yang hnya sedikit lebih baik daripada perundingan tahun 2015 dan sekali lagi menunda program nuklir Iran untuk sementara waktu? Terakhir, apa sikap AS jika perundingan gagal?” tanya dia.

    Dia menyatakan pertanyaan di atas sangat penting bagi keamanan Israel. Lalu, dia memuji kemampuan Iran dalam berunding.

    “Orang-orang Iran adalah negosiator kelas dunia dan pastinya akan berusaha menyeret mereka cukup jauh agar memungkinkan Rusia untuk membangun kembali dan menguatkan pertahanan udara (Iran) yang dihancurkan angkatan udara.”

    “Mereka (Iran) mungkin akan menyetujui syarat-syarat yang lebih baik daripada saat perundingan tahun 2015, tetapi sekali lagi mengamankan fasilitas nuklirnya.”

    Sebagai imbalannya, Iran akan meminta AS untuk mencabut sanksi yang diberlakukan oleh Trump dan menyingkirkan opsi tindakan militer.

    Oren mengatakan Israel sebagai sekutu AS hanya akan menerima perjanjian yang bakal menyingkirkan fasilitas nuklir Iran. Perjanjian seperti itu bisa menjaga kepentingan keamanan Israel.

    TRUMP DAN NETANYAHU – Tangkapan layar The White House pada Selasa (8/4/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) melakukan konferensi pers di Ruang Oval, Gedung Putih, pada hari Senin (7/4/2025). (YouTube The White House)

    Iran siaga tinggi

    Sementara itu, Iran dilaporkan menyiagakan pasukannya untuk menghadapi kemungkinan serangan besar AS

    Seorang pejabat Iran yang mengetahui hal itu berkata kepada Reuters bahwa Iran memperingatkan negara-negara tetangganya agar tidak membantu AS.

    Iran sudah membantah ingin membuat senjata nuklir. Negara Timur Tengah itu menolak permintaan AS mengenai perjanjian nuklir karena tak punya arti.

    “Jika kalian (AS) menginginkan negosiasi, apa tujuan kalian mengancam?” tanya Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dikutip dari Russia Today.

    Minggu kemarin Aragchi menyebut Iran menginginkan pembicaraan yang para pesertanya punya peluang setara.

    Dia menuding AS sebagai pihak yang terus mengancam menggunakan kekerasan yang melanggar piagam PBB.

    Lalu, seorang pejabat Iran mengklaim negaranya telah mengeluarkan peringatan kepada Irak, Kuwait Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, dan Bahrain. Negara-negara itu diminta tidak mengizinkan pasukan AS lewat di langit karena hal itu akan dianggap sebagai tindakan permusuhan.

    “Tindakan seperti itu akan punya dampak besar terhadap mereka,” kata pejabat itu secara anonim.

    Di samping itu, dia mengatakan Khamenei telah meminta angkatan bersenta Iran untuk bersiaga tinggi.

  • Rencana Prancis Akui Negara Palestina Bikin Israel Murka

    Rencana Prancis Akui Negara Palestina Bikin Israel Murka

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Prancis berencana mengakui Palestina sebagai negara. Pernyataan Macron itu langsung membuat Israel murka.

    Dirangkum detikcom dari kantor berita AFP Kamis (10/4/2025), Emmanuel Macron mengatakan kepastian pengakuan negara Palestina itu akan diambil pada Juni mendatang. Macron mengatakan Prancis berencana mengakui negara Palestina dalam beberapa bulan dan dapat mengambil langkah pada Konferensi PBB di New York bulan Juni mendatang. Hal itu dilakukan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

    “Kita harus bergerak menuju pengakuan, dan kita akan melakukannya dalam beberapa bulan mendatang,” kata Macron kepada wartawan.

    “Tujuan kami adalah untuk memimpin konferensi ini dengan Arab Saudi pada bulan Juni, di mana kita dapat menyelesaikan gerakan pengakuan bersama ini oleh beberapa pihak,” tambahnya.

    Macron mengatakan alasan dia ingin mengakui Palestina. Dia mengatakan dia ingin berkontribusi dalam dinamika kolektif.

    “Saya akan melakukannya karena saya yakin bahwa pada suatu saat nanti itu akan benar dan karena saya juga ingin berpartisipasi dalam dinamika kolektif, yang juga harus memungkinkan semua pihak yang membela Palestina untuk mengakui Israel pada gilirannya, yang banyak dari mereka tidak melakukannya,” tambahnya.

    Pengakuan tersebut akan memungkinkan Prancis “untuk bersikap jelas dalam perjuangan kita melawan mereka yang menolak hak Israel untuk eksis — yang merupakan kasus dengan Iran — dan untuk berkomitmen pada keamanan kolektif di kawasan tersebut,” tambahnya.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Palestina Varsen Aghabekian Shanin mengatakan pengakuan Prancis akan menjadi suatu langkah yang baik. Dia mengatakan pengakuan ini bisa menjadi solusi penyelesaian konflik.

    “Pengakuan Prancis akan menjadi “langkah ke arah yang benar sejalan dengan perlindungan hak-hak rakyat Palestina dan solusi dua negara,” kata Shanin kepada AFP.

    Israel Berang

    Foto: Macron (DW (News)).

    Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengecam pengumuman Presiden Prancis Emmanuel Macron, bahwa Paris dapat mengakui negara Palestina paling lambat bulan Juni mendatang. Dia mengatakan bahwa hal itu akan menjadi “hadiah” untuk terorisme.

    “Pengakuan sepihak terhadap negara Palestina fiktif, oleh negara mana pun, dalam kenyataan yang kita semua tahu, akan menjadi hadiah untuk terorisme dan dorongan bagi Hamas,” tulis Saar di media sosial X pada Rabu (9/4) malam waktu setempat, dilansir kantor berita AFP.

    “Tindakan semacam ini tidak akan membuat perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan kita semakin dekat — tetapi sebaliknya: tindakan itu hanya akan semakin menjauhkannya,” imbuhnya.

    Saat ini hampir 150 negara telah mengakui negara Palestina. Pada Mei 2024, Irlandia, Norwegia, dan Spanyol mengumumkan pengakuan negara Palestina, diikuti oleh Slovenia pada Juni. Langkah tersebut sebagian didorong oleh kecaman atas bombardir Israel di Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel.

    Namun, Prancis akan menjadi kekuatan Eropa paling signifikan yang mengakui negara Palestina. Ini merupakan langkah yang telah lama ditentang Amerika Serikat, tetapi para pendukungnya melihat sebagai langkah yang diperlukan untuk membawa stabilitas ke kawasan tersebut.

    Pada hari Rabu (9/4) waktu setempat, Macron mengatakan Prancis berencana untuk mengakui negara Palestina dalam beberapa bulan mendatang, dan dapat melakukan langkah tersebut di konferensi PBB di New York pada bulan Juni.

    “Kami harus bergerak menuju pengakuan, dan kami akan melakukannya dalam beberapa bulan mendatang,” ujar Macron kepada televisi France 5.

    Langkah tersebut juga akan menjadikan Prancis sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB pertama yang mengakui negara Palestina.

    “Tujuan kami adalah untuk memimpin konferensi ini dengan Arab Saudi pada bulan Juni, di mana kami dapat menyelesaikan gerakan pengakuan bersama ini oleh beberapa pihak,” imbuh pemimpin Prancis itu.

    Pengakuan tersebut akan memungkinkan Prancis “untuk bersikap jelas dalam perjuangan kami melawan mereka yang menolak hak Israel untuk eksis — yang merupakan kasus dengan Iran — dan untuk berkomitmen pada keamanan kolektif di kawasan tersebut,” tandas Macron.

    Diketahui bahwa Prancis telah lama memperjuangkan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, termasuk setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/taa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bersiap Hadapi Serangan AS-Israel, Iran Akan Bangun Pangkalan Baru Armada Drone – Halaman all

    Bersiap Hadapi Serangan AS-Israel, Iran Akan Bangun Pangkalan Baru Armada Drone – Halaman all

    Bersiap Hadapi Serangan AS-Israel, Iran Akan Bangun Pangkalan Baru Armada Drone

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Iran berencana membangun pangkalan pesawat tak berawak baru di negara itu, seorang pejabat militer negara tersebut.

    Pernyataan itu muncul sebagai komentarnya dalam menanggapi kabar kalau Amerika Serikat (AS) dan Iran akan bertemu guna membahas program nuklir Teheran.

    Kantor berita semi-resmi Iran, Tasnim melaporkan pada Rabu (9/4/2025) kalau komandan Angkatan Darat Iran, Brigjen Kioumars Heidari, mengungkapkan rencana untuk mendirikan fasilitas baru yang berfokus pada kendaraan tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) termasuk di wilayah perbatasan.

    “Dengan pertolongan Tuhan, Angkatan Darat kini berkontribusi pada Kementerian Pertahanan dalam pengembangan dan produksi pesawat tanpa awak, menjadi bagian integral angkatan bersenjata negara ini,” kantor berita semi-resmi Iran, Mehr News, mengutip pernyataan Heideri.

    Ia menyoroti produksi UAV Iran, dengan mengatakan “berkat kemampuan produksi dalam negeri kami, saat ini kami memproduksi UAV yang memenuhi berbagai kebutuhan operasional Angkatan Darat.”

    Komentar itu muncul saat pejabat AS dan Iran bertemu di Oman untuk membahas kemungkinan kesepakatan mengenai program nuklir Iran, menyusul ancaman Presiden AS Donald Trump akan mengebom negara itu jika tidak ada kesepakatan yang dicapai.

    DRONE IRAN – Kendaraan udara nirawak (UAV) buatan Iran, Shahed-136, terlihat selama pawai militer di pusat kota Teheran, Iran, pada 10 Januari 2025.

    Maksud Iran Bangun Pangkalan Drone

    Analis militer, Ryan Bohl, dilansir situs militer BD, mengatakan kalau pernyataan sang jenderal IRGC itu mencerminkan kalau Iran, “melakukan sesuatu untuk mengamankan dirinya bahkan dalam menghadapi Israel dan AS yang lebih agresif.

    “(Rencana pembangunan pangkalan drone ini juga dimaksudkan untuk) mengembangkan kemampuan di luar negeri untuk terus memengaruhi negara-negara tetangga tanpa harus mengerahkan IRGC [Korps Garda Revolusi Islam] atau pasukan lain di lapangan,” kata analis tersebut.

    Bohl, analis senior Timur Tengah dan Afrika Utara di jaringan RANE, mengatakan militer Iran selama bertahun-tahun dipaksa berinovasi dengan anggaran yang ketat.

    “Pesawat tanpa awak muncul sebagai “salah satu cara yang lebih layak” untuk mengikuti “kekuatan pesawat tanpa awak yang lebih besar dan lebih maju” milik IRGC,” kata Bohl.

    Sina Azodi, profesor tambahan di Universitas George Washington dan pakar pertahanan, menambahkan kalau perluasan penyebaran militer Iran “berkaitan dengan simbolisme menjadikan Iran sebagai salah satu dari sedikit negara dengan kapasitas luas untuk memiliki armada pesawat tanpa awak.”

    Produksi pesawat nirawak dalam negeri Iran menjadi berita utama beberapa bulan setelah invasi Rusia ke Ukraina, setelah pasukan Rusia terbukti telah menggunakan platform buatan Iran secara ekstensif dalam pertempuran itu.

    Drone Shahed buatan Iran (Fakty.com.ua)

    Iran juga menggunakan pesawat nirawak serang dalam dua serangan yang sebagian besar gagal terhadap Israel pada tahun 2024.

    Drone Pelengkap Rudal Balistik

    Laporan berita Iran tidak menyebutkan secara pasti jenis pesawat nirawak apa yang akan dikerahkan di seluruh negeri atau apa misinya.

    Namun Azodi menduga kalau pesawat nirawak tersebut dapat “melengkapi program rudal balistik dalam hal kemampuan ofensifnya” dan dapat digunakan di sepanjang perbatasan untuk membantu operasi antipenyelundupan.

    Bohl mengatakan pangkalan-pangkalan baru itu dapat memungkinkan Iran untuk memposisikan dirinya “untuk kemungkinan pembalasan terhadap target-target di luar negeri di GCC [Dewan Kerjasama Teluk], Irak, Azerbaijan, dan Teluk Persia sendiri.

    “Ini adalah salah satu cara yang lebih cepat dan murah bagi Iran untuk membangun pencegah konvensional, meskipun secara keseluruhan Iran masih kalah dari AS dan Israel,” katanya menganalisis cara Iran mengimbangi potensi serangan Israel dan AS.

    Media Iran juga tidak merinci lokasi pangkalan yang akan didirikan di perbatasan Iran, tetapi Azodi memperkirakan pangkalan-pangkalan itu akan didirikan di masing-masing perbatasan barat, timur, dan selatan.

    “Masing-masing punya arti penting: barat untuk akses cepat ke Irak dan Israel, selatan untuk memperluas kekuasaan di Teluk Persia dan Selat Hormuz, timur [dekat] Pakistan dan Afghanistan,” ujarnya dilansir BD.

     

     

    (oln/bd/*)
     

  • Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan ancaman serangan ke Iran. Namun, Rusia menyebut dunia sudah mulai lelah dengan ancaman AS ke Iran.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump. Trump mengatakan bahwa Israel akan menjadi “pemimpin” dari kemungkinan serangan militer terhadap Iran, jika Teheran tidak menghentikan program senjata nuklirnya.

    Trump membuat komentar tersebut menjelang pembicaraan terjadwal akhir pekan ini yang melibatkan para pejabat AS dan Iran di kesultanan Timur Tengah, Oman. Sebelumnya, Trump awal minggu ini mengatakan pembicaraan tersebut akan bersifat “langsung” sementara Iran menggambarkan keterlibatan tersebut sebagai pembicaraan “tidak langsung” dengan AS.

    Trump juga siap untuk menyediakan kekuatan militer. AS siap mengambil tindakan.

    “Jika itu membutuhkan militer, kami akan menggunakan militer,” kata Trump. “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu. Mereka akan menjadi pemimpinnya. Namun, tidak ada yang memimpin kami, tetapi kami melakukan apa yang ingin kami lakukan,” cetus Trump dilansir The Associated Press dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Bagaimana tanggapan Rusia atas ancamana AS ini? Baca halaman selanjutnya.

    Tanggapan Israel

    Foto: PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump saat melakukan pertemuan di Gedung Putih (REUTERS/Elizabeth Frantz Purchase Licensing Rights)

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu awal minggu ini, mengatakan bahwa ia mendukung upaya diplomatik Trump untuk mencapai penyelesaian dengan Iran.

    Ia menambahkan bahwa Israel dan AS memiliki tujuan yang sama untuk memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Namun, Netanyahu memimpin upaya untuk membujuk Trump agar menarik diri dari kesepakatan yang ditengahi AS dengan Iran pada tahun 2018.

    Trump mengatakan pada hari Rabu (9/4) waktu setempat bahwa ia tidak memiliki jadwal pasti untuk perundingan tersebut agar mencapai resolusi.

    “Saat Anda memulai perundingan, Anda tahu, apakah itu berjalan dengan baik atau tidak,” kata Trump. “Dan saya akan mengatakan kesimpulannya adalah apa yang menurut saya tidak berjalan dengan baik. Jadi itu hanya perasaan,” ujarnya.

    Rusia Sebut Dunia Lelah dengan Ancaman AS ke Iran

    Foto: Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov (Sputnik/Sergey Bobylev/Pool via REUTERS)

    Pemerintah Rusia mengatakan bahwa dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran. Rusia juga menegaskan bahwa membombardir Republik Islam itu tidak akan membawa perdamaian, dan memperingatkan bahwa Teheran telah mengambil tindakan pencegahan.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow menyadari adanya “retorika yang cukup keras” dan bahwa Teheran mengambil tindakan pencegahan, dan menyarankan agar fokusnya adalah kontak daripada konfrontasi.

    “Memang, dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova ketika ditanya oleh Reuters untuk mengklarifikasi pendekatan Rusia.

    Rusia mengatakan bahwa pengeboman tidak membukan jalan ke arah perdamaian.

    “Ada pemahaman yang berkembang bahwa pengeboman tidak dapat membuka jalan menuju perdamaian,” imbuhnya, dilansir kantor berita Reuters dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Program nuklir Iran, yang dimulai pada tahun 1950-an dengan dukungan dari sekutunya saat itu, Amerika Serikat, telah lama menjadi subjek perselisihan antara negara-negara besar dunia dan Iran, yang Revolusi Islamnya pada tahun 1979 mengubahnya menjadi salah satu musuh terbesar Washington.

    AS, Israel, dan beberapa negara besar Eropa mengatakan Iran secara diam-diam mencoba mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan ini telah dibantah oleh Teheran, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membangun kemitraan dengan Rusia, negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjaga hubungan baik dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, terutama karena Rusia dan Iran dianggap sebagai musuh oleh Barat. Namun, Moskow ingin agar tidak memicu perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.

    Rusia, kata Zakharova, menginginkan “solusi negosiasi yang efektif” yang akan mengurangi kecurigaan Barat tentang program pengayaan uranium Iran, dan memulihkan kepercayaan sambil memastikan keseimbangan kepentingan.

    Lihat juga Video Trump: Iran Dalam Bahaya Besar Jika Perundingan Nuklir Gagal

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Beri Waktu 2 Bulan ke Iran, AS: Israel Pimpin Pengeboman Teheran Jika Perundingan Nuklir Gagal – Halaman all

    Beri Waktu 2 Bulan ke Iran, AS: Israel Pimpin Pengeboman Teheran Jika Perundingan Nuklir Gagal – Halaman all

    Beri Waktu 2 Bulan ke Iran, AS: Israel Pimpin Pengeboman Teheran Jika Perundingan Nuklir Gagal

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Rabu (9/4/2025) mengatakan kalau Israel akan mengambil peran utama bersama AS dalam kemungkinan serangan militer terhadap Iran jika perundingan nuklir mendatang tidak berhasil menemui solusi.

    Pernyataan itu muncul dua hari setelah Trump menyatakan soal perundingan langsung AS-Iran untuk mengekang program nuklir Teheran akan dilakukan Sabtu mendatang.

    Saat pengumuman itu dibuat, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang ada bersama Trump di Gedung Putih tampak terkejut.

    Pihak Israel juga dilaporkan kaget atas pemilihan waktu yang dibuat AS dalam berunding dengan Iran, menurut sekretaris kabinet Netanyahu, Rabu.

    Ketika ditanya oleh wartawan di Ruang Oval pada hari Rabu apakah ia akan menggunakan cara militer terhadap Iran jika negara tersebut tidak menyetujui perjanjian nuklir, Trump menjawab: “Jika itu memerlukan militer, kami akan menggunakan militer.”

    “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu — ia akan menjadi pemimpinnya,” katanya.

    Ini menjadi kali pertama Trump secara eksplisit mengancam serangan ke Iran, apalagi ancaman serangan yang dipimpin oleh negara Yahudi itu.

    Namun, Trump tampaknya menarik kembali komentarnya itu dengan mengatakan kalau AS bergerak atas kemauannya sendiri, bukan di bawah koordinasi negara mana pun jika serangan ke Iran benar terlaksana. 

    “Namun, tidak ada yang memimpin kami. Kami melakukan apa yang ingin kami lakukan.”

    Beri Waktu Dua Bulan ke Iran

    Trump mengatakan AS akan “benar-benar” menggunakan kekuatan militer terhadap Iran jika diperlukan dengan lebih dulu mengedepankan upaya diplomatik yang berbatas waktu.

    Laporan mengatakan Trump memberi waktu dua bulan untuk upaya diplomatik ke Iran. Artinya, Juni menjadi waktu penentuan apakah serangan ke Iran betul terlaksana atau ditemukan solusi atas program nuklirnya.

    “Saya tidak bisa menjelaskan secara spesifik. Namun, saat Anda memulai pembicaraan, Anda akan tahu apakah pembicaraan berjalan dengan baik atau tidak… Kesimpulannya adalah saat saya pikir pembicaraan tidak berjalan dengan baik.”

    Presiden AS mengatakan bahwa pertemuan puncak yang dijadwalkan pada hari Sabtu di Oman merupakan “awal” dari sebuah proses. 

    Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dijadwalkan untuk mewakili AS, sementara Iran akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi. 

    Trump mengatakan pembicaraan akan dilakukan secara langsung, sementara Iran mengatakan pembicaraan akan dilakukan melalui mediator.

    “Kita punya sedikit waktu, tetapi kita tidak punya banyak waktu karena kita tidak akan membiarkan mereka memiliki senjata nuklir,” kata Trump.

    “Kita akan membiarkan mereka berkembang. Saya ingin mereka berkembang. Saya ingin Iran menjadi hebat. Satu-satunya hal yang tidak bisa mereka miliki adalah senjata nuklir. Mereka memahami itu. Orang-orang di Iran sangat luar biasa. Mereka sangat cerdas… Mereka berada dalam situasi yang sulit, rezim yang sulit… Para pemimpin memahami: Saya tidak meminta banyak. Mereka tidak bisa memiliki senjata nuklir.”

    “Saya agak terkejut karena ketika pemilu dicurangi, saya pikir mereka akan mendapatkan senjata, karena dengan saya, mereka bangkrut,” kata Trump, mengutip sanksi.

    AS Ngotot Pembicaraan Langsung

    Witkoff mungkin akan menunda perjalanannya ke Oman pada hari Sabtu jika Iran menolak mengadakan pembicaraan langsung dengannya di Muscat, The Washington Post melaporkan .

    Para pejabat AS bersikeras kalau  negosiasi akan dilakukan secara langsung, setelah menyatakan bahwa pembicaraan tidak langsung tidak efektif.

    “Kami tidak akan dipermainkan,” kata seorang pejabat pemerintahan Trump, yang menyatakan bahwa yang dibutuhkan untuk mengatasi rasa tidak percaya yang mendalam di kedua belah pihak adalah “diskusi menyeluruh” dan “pertemuan pikiran.”

    Witkoff bahkan bersedia untuk pergi ke Teheran jika diundang, kata dua pejabat pemerintah kepada Post.

    Salah satu pejabat berspekulasi kalau keputusan Trump untuk mengumumkan pembicaraan dengan Iran bersama Netanyahu di Ruang Oval pada Senin adalah untuk bentuk kontrol terhadap Netanyahu dan mencegah kritik dari Israel.

    “Trump lebih bersemangat terlibat dalam diplomasi daripada pengeboman,” kata para pejabat kepada Post.

    TRUMP DAN NETANYAHU – Tangkapan layar The White House pada Selasa (8/4/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) melakukan konferensi pers di Ruang Oval, Gedung Putih, pada hari Senin (7/4/2025). (YouTube The White House)

    Kejutan Hari Sabtu

    Sementara itu, Sekretaris Kabinet Israel, Yossi Fuchs mengakui kalau Netanyahu terkejut atas pengumuman Trump mengenai pembicaraan langsung dengan Iran akhir pekan ini.

    Berbicara kepada stasiun radio Kol Berama, Fuchs menegaskan, Netanyahu sebetulnya sudah mengetahui sebelumnya tentang rencana perundingan AS dengan Iran.

    “Tetapi “dia tidak tahu perundingan tersebut akan berlangsung pada hari Sabtu,” katanya.

    “Ada hubungan dekat antara Trump dan Netanyahu. Tim presiden AS bersaing untuk menentukan siapa yang paling mencintai Israel,” kata Fuchs.

    Dalam rapat kabinet Rabu malam, Netanyahu dilaporkan mengatakan kepada para menterinya kalau Israel telah memperoleh informasi terlebih dahulu mengenai perundingan AS dengan Iran.

    “Washington juga telah bertanya kepada Yerusalem apa yang dianggapnya sebagai kesepakatan bagus,” tulis laporan tersebut memaparkan koordinasi AS-Israel terkait perundingan dengan Iran Sabtu mendatang tersebut.

    Lembaga penyiaran publik Israel, Kan mengutip sumber Israel yang mengatakan kalau Netanyahu menjawab AS dengan mengatakan “Proposal yang baik (dalam perundingan dengan Iran) akan serupa dengan proposal yang mengarah pada pembongkaran program nuklir Libya”.

    Artinya, Netanyahu meminta langsung ke AS untuk meniadakan sepenuhnya program nuklir apa pun yang dikerjakan Iran.

    “Netanyahu menambahkan ke AS,  kalau waktu untuk diplomasi terbatas,” tulis laporan tersebut.

    Sebelumnya dilaporkan, Netanyahu mengadakan pertemuan kabinet untuk membahas perjalanannya baru-baru ini ke Hungaria dan Amerika Serikat, dengan fokus pada AS.

    Perdana menteri Israel menyerukan agar forum tersebut diadakan segera setelah ia menyelesaikan pertemuannya dengan Trump, demikian yang dilaporkan The Times of Israel.

    Pertemuan Netanyahu dengan Trump berisi serangkaian kejutan bagi PM Israel.

    Di luar soal perundingan dengan Iran, kejutan lainnya bagi Netanyahu atas apa yang dinyatakan Trump adalah soal kurangnya keringanan tarif segera dan ketegangan atas Turki.

    Trump memuji Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, seorang kritikus keras Israel yang memiliki hubungan dekat dengan Hamas. Pujian ini, adalah kejutan yang sangat menampar bagi Netanyahu.

    Dalam rapat Netanyahu, hanya menteri kabinet Israel yang diundang ke pertemuan kabinet tersebut.

    Kepala keamanan, termasuk kepala Shin Bet Ronen Bar serta kepala IDF dan Mossad, tidak diundang, menurut media berbahasa Ibrani.

    Lembaga penyiar publik Israel, Kan mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang menegaskan hal ini terjadi karena sifat diplomatik dan non-keamanan dari pertemuan tersebut.

    Netanyahu juga bertemu dengan Direktur CIA John Ratcliffe di Yerusalem pada hari Rabu, kata kantornya, seraya menambahkan bahwa kepala Mossad David Barnea juga hadir.

    Upaya untuk menyelesaikan pertikaian mengenai program nuklir Iran, yang menurutnya semata-mata untuk penggunaan sipil tetapi negara-negara Barat melihatnya sebagai cikal bakal bom atom, telah pasang surut selama lebih dari 20 tahun tanpa penyelesaian.

    Gambar yang diambil pada 10 November 2019 menunjukkan bendera Iran di PLTN Bushehr Iran, selama upacara resmi untuk memulai pekerjaan pada reaktor kedua di fasilitas tersebut. (Atta Kenare/AFP)

    Rekam Jejak Perundingan AS-Iran Soal Nuklir

    Trump membatalkan kesepakatan tahun 2015 antara Iran dan enam negara adidaya dunia — AS, Rusia, Tiongkok, Prancis, Inggris, dan Jerman — selama masa jabatan pertamanya pada tahun 2018, dan juga memberlakukan sanksi yang berat.

    Iran menanggapinya dengan membatalkan beberapa komitmennya terhadap kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama.

    Iran, yang bersumpah untuk menghancurkan Israel, menyangkal berusaha mendapatkan senjata nuklir, tetapi telah meningkatkan pengayaan uraniumnya hingga mencapai kemurnian 60 persen, yang tidak memiliki aplikasi apa pun di luar senjata nuklir, dan telah menghalangi inspektur internasional untuk memeriksa fasilitas nuklirnya.

    Pembicaraan internasional untuk membawa kedua negara kembali ke kesepakatan telah terhenti.

    AS mengeluarkan sanksi baru terhadap Iran pada hari Rabu, dengan Departemen Keuangan mengatakan bahwa tindakan yang menargetkan lima entitas yang berbasis di Iran dan satu orang yang berbasis di Iran dijatuhkan karena dukungan mereka terhadap program nuklir Iran dengan tujuan mencegah Teheran memiliki senjata nuklir.

  • Daftar Lengkap Negara yang Kena Dampak Usai Jeda 90 Hari

    Daftar Lengkap Negara yang Kena Dampak Usai Jeda 90 Hari

    Jakarta: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali mengambil langkah tegas soal perdagangan internasional. Kali ini, ia mengumumkan jeda tarif selama 90 hari bagi sebagian besar negara kecuali kepada Tiongkok, yang justru mengalami kenaikan tarif signifikan.
     
    Melansir The Guardian, Kamis, 10 April 2025, kemarin Trump menaikkan tarif impor untuk produk dari Tiongkok dari 34 persen menjadi 125 persen.
     
    Sementara untuk negara lain yang belum menerapkan balasan terhadap tarif dari AS, akan diberikan penangguhan dan hanya dikenakan tarif sebesar 10 persen hingga bulan Juli.

    Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan bahwa kenaikan tarif terhadap Tiongkok diambil karena “Saat Amerika Serikat diserang, Presiden Trump akan membalas dengan lebih keras,”
     

    Tarif awal vs tarif baru sementara
    Berikut daftar lengkap tarif yang awalnya diancamkan Trump dan tarif terbaru yang diperbarui per negara:

    Tiongkok: dari 34% menjadi 125%
    Uni Eropa: dari 20% menjadi 10%
    Vietnam: dari 46% menjadi 10%
    Taiwan: dari 32% menjadi 10%
    Jepang: dari 24% menjadi 10%
    India: dari 26% menjadi 10%
    Korea Selatan: dari 25% menjadi 10%
    Thailand: dari 36% menjadi 10%
    Swiss: dari 31% menjadi 10%
    Indonesia: dari 32% menjadi 10%
    Malaysia: dari 24% menjadi 10%
    Kamboja: dari 49% menjadi 10%
    Inggris Raya: tetap 10%
    Afrika Selatan: dari 30% menjadi 10%
    Brasil: tetap 10%
    Bangladesh: dari 37% menjadi 10%
    Singapura: tetap 10%
    Israel: dari 17% menjadi 10%
    Filipina: dari 17% menjadi 10%
    Chile: tetap 10%
    Australia: tetap 10%
    Pakistan: dari 29% menjadi 10%
    Turki: tetap 10%
    Sri Lanka: dari 44% menjadi 10%
    Kolombia: tetap 10%
    Peru: tetap 10%
    Nicaragua: dari 18% menjadi 10%
    Norwegia: dari 15% menjadi 10%
    Kosta Rika: tetap 10%
    Yordania: dari 20% menjadi 10%
    Republik Dominika: tetap 10%
    Uni Emirat Arab: tetap 10%
    Selandia Baru: tetap 10%
    Argentina: tetap 10%
    Ekuador: tetap 10%
    Guatemala: tetap 10%
    Honduras: tetap 10%
    Madagaskar: dari 47% menjadi 10%
    Myanmar: dari 44% menjadi 10%
    Tunisia: dari 28% menjadi 10%
    Kazakhstan: dari 27% menjadi 10%
    Serbia: dari 37% menjadi 10%
    Mesir: tetap 10%
    Arab Saudi: tetap 10%
    El Salvador: tetap 10%
    Pantai Gading: dari 21% menjadi 10%
    Laos: dari 48% menjadi 10%
    Botswana: dari 37% menjadi 10%
    Trinidad dan Tobago: tetap 10%
    Maroko: tetap 10%
    Aljazair: dari 30% menjadi 10%
    Oman: tetap 10%
    Uruguay: tetap 10%
    Bahamas: tetap 10%
    Lesotho: dari 50% menjadi 10%
    Ukraina: tetap 10%
    Bahrain: tetap 10%
    Qatar: tetap 10%
    Mauritius: dari 40% menjadi 10%
    Fiji: dari 32% menjadi 10%
    Islandia: tetap 10%
    Kenya: tetap 10%
    Liechtenstein: dari 37% menjadi 10%
    Guyana: dari 38% menjadi 10%
    Haiti: tetap 10%
    Bosnia dan Herzegovina: dari 35% menjadi 10%
    Nigeria: dari 14% menjadi 10%
    Namibia: dari 21% menjadi 10%
    Brunei: dari 24% menjadi 10%
    Bolivia: tetap 10%
    Panama: tetap 10%
    Venezuela: dari 15% menjadi 10%
    Makedonia Utara: dari 33% menjadi 10%
    Ethiopia: tetap 10%
    Ghana: tetap 10%
    Moldova: dari 31% menjadi 10%
    Angola: dari 32% menjadi 10%
    Republik Demokratik Kongo: dari 11% menjadi 10%
    Jamaika: tetap 10%
    Mozambik: dari 16% menjadi 10%
    Paraguay: tetap 10%
    Zambia: dari 17% menjadi 10%
    Libanon: tetap 10%
    Tanzania: tetap 10%
    Irak: dari 39% menjadi 10%
    Georgia: tetap 10%
    Senegal: tetap 10%
    Azerbaijan: tetap 10%
    Kamerun: dari 11% menjadi 10%
    Uganda: tetap 10%
    Albania: tetap 10%
    Armenia: tetap 10%
    Nepal: tetap 10%
    Sint Maarten: tetap 10%
    Pulau Falkland: dari 41% menjadi 10%
    Gabon: tetap 10%
    Kuwait: tetap 10%
    Togo: tetap 10%
    Suriname: tetap 10%
    Belize: tetap 10%
    Papua Nugini: tetap 10%
    Malawi: dari 17% menjadi 10%
    Liberia: tetap 10%
    British Virgin Islands: tetap 10%
    Afghanistan: tetap 10%
    Zimbabwe: dari 18% menjadi 10%
    Benin: tetap 10%
    Barbados: tetap 10%
    Monako: tetap 10%
    Suriah: dari 41% menjadi 10%
    Uzbekistan: tetap 10%
    Republik Kongo: tetap 10%
    Jibouti: tetap 10%
    French Polynesia: tetap 10%
    Cayman Islands: tetap 10%
    Kosovo: tetap 10%
    Curaçao: tetap 10%
    Vanuatu: dari 22% menjadi 10%
    Rwanda: tetap 10%
    Sierra Leone: tetap 10%
    Mongolia: tetap 10%
    San Marino: tetap 10%
    Antigua and Barbuda: tetap 10%
    Bermuda: tetap 10%
    Eswatini: tetap 10%
    Marshall Islands: tetap 10%
    Saint Pierre and Miquelon: tetap 10%
    Saint Kitts and Nevis: tetap 10%
    Turkmenistan: tetap 10%
    Grenada: tetap 10%
    Sudan: tetap 10%
    Turks and Caicos Islands: tetap 10%
    Aruba: tetap 10%
    Montenegro: tetap 10%
    Saint Helena: tetap 10%
    Kirgistan: tetap 10%
    Yaman: tetap 10%
    Saint Vincent and the Grenadines: tetap 10%
    Niger: tetap 10%
    Saint Lucia: tetap 10%
    Nauru: dari 30% menjadi 10%
    Equatorial Guinea: dari 13% menjadi 10%
    Iran: tetap 10%
    Libya: dari 31% menjadi 10%
    Samoa: tetap 10%
    Guinea: tetap 10%
    Timor Leste: tetap 10%
    Montserrat: tetap 10%
    Chad: dari 13% menjadi 10%
    Mali: tetap 10%
    Maladewa: tetap 10%
    Tajikistan: tetap 10%
    Cabo Verde: tetap 10%
    Burundi: tetap 10%
    Guadalaraja: tetap 10%
    Bhutan: tetap 10%
    Martinique: tetap 10%
    Tonga: tetap 10%
    Mauritania: tetap 10%
    Dominica: tetap 10%
    Micronesia: tetap 10%
    Gambia: tetap 10%
    Guyana Prancis: tetap 10%
    Christmas Island: tetap 10%
    Andora: tetap 10%
    Republik Afrika Tengah: tetap 10%
    Kepulauan Solomon: tetap 10%
    Mayotte: tetap 10%
    Anguilla: tetap 10%
    Cocos (Keeling) Islands: tetap 10%
    Eritrea: tetap 10%
    Cook Islands: tetap 10%
    Sudan Selatan: tetap 10%
    Comoros: tetap 10%
    Kiribati: tetap 10%
    São Tomé and Príncipe: tetap 10%
    Norfolk Island: tetap 10%
    Gibraltar: tetap 10%
    Tuvalu: tetap 10%
    British Indian Ocean Territory: tetap 10%
    Tokelau: tetap 10%
    Guinea-Bissau: tetap 10%
    Svalbard and Jan Mayen: tetap 10%
    Heard and McDonald Islands: tetap 10%
    Réunion: tetap 10%

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Makin Panas dengan Houthi, Serangan AS di Yaman Tewaskan 3 Orang

    Makin Panas dengan Houthi, Serangan AS di Yaman Tewaskan 3 Orang

    Jakarta

    Kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengatakan bahwa serangan udara Amerika Serikat menewaskan tiga orang di ibu kota Yaman yang dikuasai Houthi, Sanaa. Kelompok yang didukung Iran itu menuding Amerika Serikat melakukan serangan tersebut.

    Wilayah-wilayah yang dikuasai Houthi di Yaman telah mengalami serangan hampir setiap hari, sejak Amerika Serikat pada tanggal 15 Maret mengintensifkan serangan udara terhadap kelompok tersebut. Serangan itu dilakukan AS untuk memaksa mereka berhenti mengancam kapal-kapal di rute-rute maritim utama.

    “Tiga warga tewas dalam agresi Amerika di kawasan Sabeen di ibu kota,” kata kantor berita Houthi, Saba pada Kamis (10/4), mengutip kementerian kesehatan, dilansir AFP, Kamis (10/4/2025).

    Media Houthi tersebut juga melaporkan serangan di Pulau Kamaran, di wilayah Hodeida, Yaman, setelah Houthi sebelumnya mengatakan serangan udara AS di Hodeida pada Selasa malam menewaskan 13 orang, termasuk wanita dan anak-anak.

    Sejak 15 Maret, Houthi juga telah melanjutkan serangan yang menargetkan kapal-kapal militer AS dan Israel. Houthi mengatakan bahwa mereka bertindak sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Jalur Gaza.

    Houthi mulai menargetkan kapal-kapal yang melintasi Laut Merah dan Teluk Aden, serta wilayah Israel, setelah perang Gaza dimulai pada Oktober 2023. Houthi menghentikan serangan mereka selama gencatan senjata di Gaza pada Januari.

    Israel memutus semua pasokan ke Gaza pada awal Maret, dan melanjutkan serangannya di wilayah Palestina itu pada 18 Maret, yang mengakhiri gencatan senjata selama dua bulan.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth, telah mengatakan bahwa operasi gempuran AS terhadap Houthi yang sedang berlangsung “akan semakin buruk”.

    Setelah pertemuan di Gedung Putih dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (8/4/2025), Hegseth menegaskan kembali sikap tegas pemerintah AS, dengan mengatakan kepada wartawan: “Tiga pekan ini merupakan pekan yang buruk bagi Houthi, dan akan semakin buruk.”

    Dia menggambarkan operasi militer AS itu sebagai operasi yang “menghancurkan”, dengan menargetkan fasilitas-fasilitas bawah tanah, bunker produksi senjata, para petempur Houthi, dan sistem pertahanan udara.

    Hegseth juga melontarkan kritikan terhadap Iran, dengan memperingatkan Teheran agar tidak terus mendukung Houthi.

    “Kami memiliki lebih banyak pilihan dan lebih banyak tekanan untuk diberikan,” tegasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini