Negara: Iran

  • Hamas Sebut Israel Terisolasi Usai Delegasi Walk Out Pidato Netanyahu di PBB

    Hamas Sebut Israel Terisolasi Usai Delegasi Walk Out Pidato Netanyahu di PBB

    Jakarta

    Delegasi ramai-ramai meninggalkan lokasi atau walk out saat Perdana Menteri Israel (PM) Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hamas menyebut hal itu menunjukkan Israel semakin terisolasi akibat perang Gaza.

    “Memboikot pidato Netanyahu merupakan salah satu manifestasi isolasi Israel dan konsekuensi perang pemusnahan,” ujar Taher al-Nunu, penasihat media kepala biro politik Hamas, dalam sebuah pernyataan dilansir kantor berita AFP, Sabtu (27/9/2025).

    Izzat al-Rishq, anggota biro politik Hamas, mengatakan perdana menteri Israel tidak mendapatkan apa pun selain “sekelompok pendukung yang memasuki aula PBB hanya untuk bertepuk tangan mendukung genosida”.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas menuduh Netanyahu mengulangi “kebohongan dan penyangkalan terang-terangan atas genosida, pemindahan paksa, dan kelaparan sistematis yang dilakukan olehnya” dan militer Israel di Gaza.

    “Jika dia benar-benar peduli pada tawanannya, dia akan mengakhiri pemboman brutal, pembantaian, dan penghancuran Gaza, tetapi sebaliknya, dia berbohong dan terus membahayakan nyawa mereka,” kata kelompok itu.

    Delegasi Ramai-ramai Walk Out

    Sidang Umum PBB ke-80 hari ke-4 ini berlangsung di Markas PBB, New York, Amerika Serikat (AS) dan disiarkan langsung di YouTube United Nations, Jumat (26/8). Pimpinan sidang mulanya mempersilakan Netanyahu naik ke atas podium.

    Begitu Netanyahu naik ke podium, delegasi dari berbagai negara ramai-ramai keluar ruangan. Terdengar juga teriakan, namun ada juga yang memberikan tepukan tangan.

    Keluarnya para delegasi itu membuat banyak bangku kosong di ruang sidang. Netanyahu tampak diam di atas podium sambil bersiap untuk pidato.

    “Bapak Presiden, keluarga dari para sandera kami mendekam di bawah penjara Gaza,” demikian kata Netanyahu memulai pidatonya.

    Membuka pidatonya, Netanyahu tampak mengangkat peta, yang menurutnya menunjukkan poros teror Iran.

    “Hadirin sekalian, tahun lalu saya berdiri di podium ini dan saya memperlihatkan peta ini, ini menunjukkan pores teror Iran. Akses ini mengancam kedamaian dari seluruh dunia,” kata Netanyahu.

    (whn/whn)

  • Netanyahu Ungkit Serangan Israel ke Iran di PBB, Puji-puji Trump

    Netanyahu Ungkit Serangan Israel ke Iran di PBB, Puji-puji Trump

    New York

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memuji pasukan Israel dan Amerika Serikat (AS) karena melumpuhkan kemampuan militer Iran selama perang 12 hari pada bulan Juni lalu. Netanyahu juga memuji-muji Presiden AS Donald Trump.

    “Pilot-pilot pemberani kami menetralkan pertahanan rudal Iran dan menguasai langit Teheran. Pilot pesawat tempur Israel dan pilot B-2 Amerika mengebom situs-situs pengayaan nuklir Iran,” ujar Netanyahu dalam sidang umum PBB, New York, Amerika Serikat (AS), seperti dilansir Aljazeera, Jumat (26/9/2025).

    “Perang ini akan tercatat dalam sejarah militer,” imbuhnya.

    Netanyahu kemudian memuji Trump “atas tindakannya yang berani dan tegas, Presiden Trump dan saya berjanji untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, dan kami menepati janji itu,” tutur dia.

    Netanyahu juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan kembali sanksi ke Iran. Dia menyebut stok uranium Iran harus dimusnahkan.

    “Kita harus tetap waspada. Kita harus tetap berpikiran jernih. Kita tidak boleh membiarkan Iran membangun kembali kapasitas nuklir militernya,” tambahnya.

    (lir/lir)

  • Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB, Delegasi Ramai-ramai Walk Out

    Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB, Delegasi Ramai-ramai Walk Out

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat Netanyahu naik podium, delegasi yang hadir di ruang sidang umum ramai-ramai meninggalkan lokasi atau walk out.

    Sidang Umum PBB ke-80 hari ke-4 ini berlangsung di Markas PBB, New York, Amerika Serikat (AS) dan disiarkan langsung di YouTube United Nations, Jumat (26/8/2025). Pimpinan sidang mulanya mempersilakan Netanyahu naik ke atas podium.

    PM Israel Benjamin Netanyahu pidato di PBB. Delegasi ramai-ramai walk out. (Foto: YouTube United Nations)

    Begitu Netanyahu naik ke podium, delegasi dari berbagai negara ramai-ramai keluar ruangan. Terdengar juga teriakan, namun ada juga yang memberikan tepukan tangan.

    “Tolong tertib di ruangan, dan tolong duduk,” kata pimpinan sidang sambil mengetuk palu.

    Keluarnya para delegasi itu membuat banyak bangku kosong di ruang sidang. Netanyahu tampak diam di atas podium sambil bersiap untuk pidato.

    “Bapak Presiden, keluarga dari para sandera kami mendekam di bawah penjara Gaza,” demikian kata Netanyahu memulai pidatonya.

    “Hadirin sekalian, tahun lalu saya berdiri di podium ini dan saya memperlihatkan peta ini, ini menunjukkan pores teror Iran. Akses ini mengancam kedamaian dari seluruh dunia,” kata Netanyahu.

    (lir/whn)

  • Kisah Pilu Ibu di Afghanistan Kehilangan 3 Anaknya Akibat Malnutrisi

    Kisah Pilu Ibu di Afghanistan Kehilangan 3 Anaknya Akibat Malnutrisi

    Kabul

    Hembusan angin menerbangkan debu saat Ghulam Mohiddin dan istrinya, Nazo, berjalan menuju makam tempat semua anak mereka dimakamkan.

    Mereka menunjukkan kepada kami makam ketiga putra mereka yang meninggal dalam dua tahun terakhir: Rahmat yang berusia satu tahun, Koatan yang berusia tujuh bulan, dan yang terakhir Faisal Ahmad yang berusia tiga bulan.

    Menurut Ghulam dan Nazo, ketiganya meninggal karena gizi buruk.

    “Bisa kalian bayangkan betapa sakitnya saya kehilangan tiga anak? Satu menit bayi itu ada di pelukan, menit berikutnya tak ada,” kata Nazo.

    “Saya berharap setiap hari ada malaikat yang bisa mengembalikan bayi-bayi saya ke rumah.”

    ‘Tiga juta anak dalam bahaya’

    Ghulam dan Nazo, pasangan suami istri asal Afghanistan, seringkali harus menahan lapar.

    Mereka tinggal di pemukiman Sheidaee di luar kota Herat di bagian barat Afghanistan dan sehari-hari mencari nafkah dengan memecahkan kulit kenari.

    Ghulam mengungkapkan rasa sakitnya saat melihat anak-anaknya menangis kelaparan.

    “Rasanya seperti seluruh tubuh saya terbakar. Seperti ada yang menggergaji saya dari kepala sampai kaki,” katanya.

    Kematian anak-anak Ghulam dan Nazo tidak tercatat secara resmi. Namun, kasus ini menjadi bukti nyata dari gelombang kematian yang melanda anak-anak di Afghanistan.

    Negara ini sedang menghadapi krisis kelaparan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut laporan PBB.

    John Aylieff, Direktur Program Pangan Dunia (WFP) di Afghanistan, menjelaskan situasi ini.

    “Awal tahun ini, kami mencatat kenaikan gizi buruk anak tertinggi sepanjang sejarah Afghanistan. Dan situasinya semakin memburuk,” ujarnya.

    “Bantuan makanan selama ini berhasil mengendalikan kelaparan dan gizi buruk, terutama bagi lima juta penduduk paling miskin yang sangat bergantung pada dukungan internasional.”

    “Sekarang, bantuan itu tidak ada lagi. Lonjakan gizi buruk ini menempatkan nyawa lebih dari tiga juta anak dalam bahaya.”

    Makam putra Ghulam dan Nazo (Aakriti Thapar/BBC)

    Bantuan untuk Afghanistan menurun drastis karena Amerika Serikat, yang merupakan penyumbang terbesar, telah menghentikan hampir seluruh bantuannya tahun ini.

    Selain itu, menurut WFP, delapan hingga sembilan donor lain juga berhenti memberikan dana, dan banyak yang mengurangi jumlah bantuan mereka secara signifikan.

    Penurunan ini disebabkan oleh dua hal: para donor kini harus merespons berbagai krisis di seluruh dunia, dan kebijakan pemerintah Taliban juga mempengaruhi kemauan masyarakat internasional untuk membantu.

    Apa upaya yang dilakukan pemerintah Taliban untuk membantu warganya?

    Menurut Suhail Shaheen, Kepala Kantor Politik Taliban di Doha, pemerintah Taliban telah melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan untuk membantu rakyatnya.

    Namun, ia menegaskan kepada BBC bahwa kelaparan dan gizi buruk yang melanda warga Afghanistan disebabkan oleh sanksi dan pemotongan bantuan dari lembaga internasional, bukan karena pemerintah.

    Ia menjelaskan bahwa anggaran pemerintah hanya bergantung pada pendapatan internal, sehingga terhambat oleh sanksi tersebut.

    Dua pertiga makam di pemakaman Sheidaee adalah makam anak-anak (Aakriti Thapar/BBC)

    Kebijakan Taliban yang tidak fleksibel soal hak-hak perempuan mempengaruhi upaya mereka untuk mendapat pengakuan internasional dan pencabutan sanksi.

    Selain itu, keputusan mereka baru-baru ini untuk melarang perempuan Afghanistan bekerja di LSM dinilai PBB sebagai langkah yang “sangat membahayakan penyaluran bantuan kemanusiaan yang sangat penting.”

    Darurat malnutrisi ini juga disebabkan faktor lain, seperti kekeringan parah yang merusak pendapatan pertanian di lebih dari separuh provinsi di Afghanistan.

    Selain itu, kepulangan paksa lebih dari dua juta warga Afghanistan dari Iran dan Pakistan, yang mengurangi jumlah uang kiriman yang biasa mereka kirimkan ke dalam negeri, juga menjadi salah satu faktor.

    ‘Kelaparan setiap waktu’

    Di pemakaman Sheidaee, kami menemukan bukti yang mencengangkan terkait kematian anak.

    Tak ada catatan terkait siapa yang dimakamkan di sana, jadi kami menghitung sendiri satu per satu.

    Sekitar dua per tiga dari ratusan makam yang ada di sana adalah makam anak-anak, tampak dari ukuran makam mereka yang kecil.

    Penduduk desa berkata kepada kami bahwa pemakaman ini relatif baru, baru ada sekitar dua hingga tiga tahun lalu.

    Mereka juga mengonfirmasi bahwa tidak ada pemakaman khusus untuk anak-anak.

    Seiring kami berjalan melintasi permukiman di Sheidaee, warga ke luar dengan memboyong anak-anak mereka.

    Rahila menggendong Hibatullah, yang di usianya yang menginjak dua tahun, tak bisa berdiri tegap.

    Sementara Durkhanee membawa putranya, Mohammad Yusud, yang hampir berusia dua tahun tapi juga tak mampu berdiri.

    Hampir setengah dari seluruh anak-anak Afghanistan yang berusia di bawah lima tahun mengalami stunting, kata PBB.

    Hanifa memberi makan Rafiullah dengan roti yang dicelupkan di teh, dan kadang kala, obat untuk membuatnya tertidur (Aakriti Thapar/BBC)

    Di salah satu rumah yang terbuat dari lumpur dan tanah liat, Hanifa Sayedi menatap Rafiullah, putranya yang berusia satu tahun. Rafiullah bahkan hampir tidak bisa duduk tegak.

    “Saya sudah membawanya ke klinik, dan mereka bilang dia kurang gizi. Tapi saya tidak punya uang untuk terus membawanya ke sana,” kata Hanifa.

    Hanifa dan suaminya memiliki dua anak lain. Setiap hari, makanan mereka hanya potongan roti kering dan teh hijau khas Afghanistan. Bahkan, terkadang mereka tidak makan sama sekali.

    Karena Rafiullah belum memiliki gigi, Hanifa merendam roti ke dalam teh sebelum menyuapinya.

    “Tapi itu tidak cukup. Dia selalu kelaparan,” keluhnya.

    “Untuk membuatnya tidur, saya berikan obat-obatan ini,” katanya, sambil menunjukkan dua lembar obat.

    Obat-obatan semacam ini bisa merusak jantung, ginjal dan hati anak-anak (Aakriti Thapar/BBC)

    Hanifa dengan putus asa, membeli dua jenis obat dari apotek: Lorazepam, obat penenang, dan Propanolol, obat pengendali tekanan darah tinggi.

    Ia berbohong kepada apoteker bahwa obat itu untuk dirinya sendiri, padahal niatnya adalah untuk membuat Rafiullah, putranya, tertidur. Satu strip obat tersebut berharga 10 Afghani (sekitar Rp2.486), sama dengan harga sepotong roti.

    Hanifa diliputi rasa bersalah karena tak bisa memberi makan anak-anaknya.

    “Saya merasa tercekik, dan rasanya saya harus membunuh anak-anak saya dan diri saya sendiri,” ujarnya.

    Para dokter memperingatkan bahwa pemberian obat-obatan seperti itu pada anak kecil bisa sangat berbahaya.

    Obat ini dapat merusak jantung, ginjal, dan hati anak, bahkan berpotensi mengancam nyawa jika diberikan dalam jangka waktu lama.

    Jeritan minta tolong Hanifa mewakili jutaan keluhan serupa.

    “Sangat menyayat hati berada di negara ini dan melihat semua ini terjadi,” kata John Aylieff dari WFP.

    Ia menceritakan bahwa WFP sampai harus melatih ulang operator hotline mereka karena banyak perempuan menelepon untuk mengancam bunuh diri.

    Mereka merasa putus asa dan tidak tahu lagi bagaimana cara memberi makan anak-anak mereka.

    Penghentian bantuan makanan di komunitas seperti Sheidaee dan wilayah Afghanistan lainnya telah mendorong lebih banyak anak menderita gizi buruk akut. Bukti dari dampak ini terlihat jelas di rumah sakit-rumah sakit.

    Di bangsal gizi buruk Rumah Sakit Regional Badakhshan, Afghanistan timur laut, 26 anak harus berbagi tempat di 12 ranjang.

    Di antara mereka ada Sana, bayi berusia tiga bulan yang menderita gizi buruk, diare akut, dan bibir sumbing.

    Sana adalah anak kedua dari ibunya, Zamira. Anak pertama Zamira, bayi perempuan lainnya, meninggal dunia saat baru berusia 20 hari.

    Zamira khawatir Sana akan meninggal dunia, seperti putri pertamanya (Aakriti Thapar/BBC)

    Zamira menatap pilu putrinya, Sana. “Saya takut anak ini juga akan bernasib sama,” katanya.

    “Saya lelah dengan hidup ini. Rasanya tidak layak untuk dijalani.”

    Saat Zamira berbicara, tangan dan kaki Sana membiru. Jantung kecilnya tidak bisa memompa darah dengan baik. Seorang perawat dengan sigap memberinya oksigen.

    Di ranjang lain, ada Musleha, bayi lima bulan yang menderita gizi buruk dan campak.

    Karima, ibunya, mengatakan Musleha nyaris tak membuka matanya selama beberapa hari terakhir.

    “Dia kesakitan dan saya tidak tahu harus berbuat apa. Kami miskin dan tidak punya akses ke makanan bergizi. Itu sebabnya dia dalam kondisi seperti ini,” jelas Karima.

    Di ranjang sebelah Musleha, terbaring dua bayi kembar, Mutehara dan Maziyan. Kedua bayi berusia 18 bulan itu juga menderita gizi buruk dan campak, dengan berat badan hanya setengah dari seharusnya.

    Terdengar tangisan Mutehara yang lemah, menunjukkan bahwa ia sedang kesakitan.

    Musleha yang baru berusia lima bulan mengalami gizi buruk dan campak pada saat yang sama (Aakriti Thapar/BBC)

    Sepekan setelah kunjungan ke rumah sakit, kami menghubungi kembali keluarga bayi-bayi tersebut. Kami mendapat kabar duka bahwa Sana, Musleha, dan Mutehara telah meninggal dunia.

    ‘Kami benar-benar tidak sanggup lagi memberi mereka makan’

    Ini bukan pertama kalinya kami mendokumentasikan kematian anak akibat gizi buruk di Afghanistan, tetapi situasi kali ini adalah yang terburuk yang pernah kami lihat.

    Dalam kurun waktu sepekan, tiga bayi dari satu bangsal rumah sakit menjadi korban terbaru dari krisis kelaparan di Afghanistan.

    Dan kondisinya diperkirakan akan semakin parah.

    John Aylieff dari WFP mengatakan bahwa dana bantuan kemanusiaan mereka akan habis pada bulan November.

    “Saat ini, kami sudah mulai menolak perempuan dan anak-anak penderita gizi buruk dari pusat-pusat kesehatan karena kami benar-benar tidak sanggup lagi memberi mereka makan,” jelasnya.

    “Pada November, kami akan berhenti total kecuali ada suntikan dana tambahan.”

    Dengan musim dingin yang akan datang, tingkat urgensi dari bencana yang sedang terjadi di Afghanistan tidak bisa diremehkan.

    Laporan tambahan oleh Mahfouz Zubaide, Aakriti Thapar, Sanjay Ganguly

    Lihat juga Video: Gempa Susulan Masih Terjadi, Warga Afghanistan Minta Bantuan

    (nvc/nvc)

  • Rusia Tiba-Tiba Kirim Jet Tempur ke Iran, Bantu Gempur Israel?

    Rusia Tiba-Tiba Kirim Jet Tempur ke Iran, Bantu Gempur Israel?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jet tempur MiG-29 Rusia telah mendarat di Iran. Hal ini disampaikan oleh anggota Komite Keamanan Nasional parlemen, Abolfazl Zohrevand, dikutip Newsweek Kamis (25/9/2025).

    Zohrevand mengatakan MiG-29 merupakan “solusi jangka pendek” sementara Teheran menunggu jet Sukhoi Su-35 yang lebih canggih.Ini menandakan dorongan yang lebih luas untuk memperkuat kemampuan militernya.

    “Setelah sistem ini sepenuhnya terpasang, musuh kita akan memahami bahasa kekuatan,” kata Zohrevand kepada media lokal, menyoroti tekad Teheran untuk memproyeksikan kekuatan sementara kekuatan regional dan global mengamati dengan saksama.

    Menyusul bentrokan baru-baru ini dengan Israel, Zohrevand menekankan bahwa jet MiG-29 merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperkuat kemampuan udara Iran secara cepat. Pesawat tersebut berfungsi sebagai langkah sementara hingga Su-35 tiba, meskipun Moskow belum secara resmi mengonfirmasi pengiriman apa pun.

    “Jet tempur MiG-29 Rusia telah tiba di Iran dan ditempatkan di Shiraz sementara jet Sukhoi Su-35 juga sedang dalam perjalanan,” kata Zohrevand.

    Ia menambahkan bahwa sistem pertahanan udara HQ-9 China dan sistem S-400 Rusia dipasok ke Iran “dalam jumlah yang signifikan”. Iran telah lama berjuang untuk memodernisasi angkatan udaranya, yang masih sangat bergantung pada jet buatan AS yang dibeli sebelum revolusi 1979, ditambah dengan sejumlah kecil pesawat Rusia dan platform yang ditingkatkan di dalam negeri.

    Kerentanan negara itu terungkap awal tahun ini ketika serangan Israel menghancurkan sistem pertahanan udara S-300 terakhir yang dipasok Rusia, yang diperoleh Teheran pada tahun 2016. Ini meninggalkan celah yang signifikan dalam jaringan pertahanannya.

    Sebagai kompensasinya, Iran telah memperkuat pertahanan udara dalam negerinya dengan mengembangkan rudal darat-ke-udara jarak jauh Bavar-373. Ada juga sistem rudal Khordad dan Sayyad, sistem pertahanan rudal anti-balistik jarak jauh Arman, dan rudal darat-ke-udara jarak jauh S-200 Ghareh.

    Selain pengembangan militernya, Iran berupaya memanfaatkan kapabilitasnya yang terus berkembang secara diplomatis. Merujuk pada perjanjian Kairo yang ditandatangani awal tahun ini dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Zohrevand menggambarkan akuisisi baru-baru ini sebagai “kartu kemenangan” di saat kekuatan-kekuatan Eropa mempertimbangkan untuk menerapkan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran.

    “Kita seharusnya tidak memandang ini secara negatif; ini memperkuat posisi kita,” tegasnya, seraya menunjukkan bahwa Teheran memandang peningkatan kapabilitas udara dan rudalnya sebagai pencegah sekaligus alat untuk memperkuat posisinya dalam negosiasi internasional,” tegasnya.

    (tps/șef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Iran Bantah Kembangkan Bom Atom, Barat Layangkan Ultimatum Terakhir

    Iran Bantah Kembangkan Bom Atom, Barat Layangkan Ultimatum Terakhir

    Jakarta

    Ketegangan nuklir antara Iran dan negara-negara Barat menunjukkan tanda-tanda mereda, hanya beberapa jam menjelang tenggat sanksi internasional yang berlaku secara otomatis.

    Di Sidang Majelis Umum PBB, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan kembali, negaranya tidak pernah dan tidak akan berambisi mengembangkan bom nuklir. Seakan gayung bersambut, utusan Amerika Serikat mengaku siap melanjutkan perundingan, meski peluang kesepakatan tetap tipis.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, pada Rabu (24/9), mencoba menyisipkan harapan. Tapi keduanya mensyaratkan langkah konkret dari Iran, termasuk membuka kembali akses penuh bagi inspektur nuklir PBB dan kembali ke meja perundingan.

    “Kami sedang berbicara dengan mereka. Dan kenapa tidak? Kami bicara dengan semua pihak, memang itulah tugas kami. Tugas kami adalah menyelesaikan masalah,” ujar Witkoff dalam forum Concordia di sela Sidang Umum PBB di New York. “Jika tidak berhasil, maka snapback akan diberlakukan. Itu adalah obat yang tepat.”

    Celah diplomasi dibayangi sanksi

    Sebelum serangan Israel dan AS terhadap fasilitas nuklirnya pada Juni lalu, Teheran dan Washington sempat menggelar lima putaran perundingan nuklir. Namun, pembicaraan tersandung sejumlah isu sensitif, seperti tuntutan Barat agar Iran tidak lagi memperkaya uranium di dalam negeri.

    Kini, di tengah tekanan sanksi yang makin dekat, beberapa diplomat Eropa menyatakan bahwa Inggris, Prancis, dan Jerman, yang disebut kelompok E3, bersedia menunda pemulihan sanksi hingga enam bulan ke depan. Syaratnya, Iran bersedia mengakomodasi tuntutan utama, yakni mengizinkan pengawasan penuh oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), melaporkan cadangan uranium yang sudah diperkaya, serta kembali berdialog dengan Amerika Serikat.

    “Kesepakatan masih mungkin. Hanya tersisa beberapa jam. Kini tergantung pada Iran untuk memenuhi syarat sah yang telah kami tetapkan,” tulis Macron di platform X usai bertemu Pezeshkian.

    Retorika moral Pezeshkian

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Presiden Pezeshkian tidak hanya menegaskan komitmen anti-bom nuklir, tetapi juga mengecam Israel dan Amerika Serikat atas serangan udara pada Juni lalu yang, menurut Teheran, menewaskan lebih dari 1.000 warga sipil.

    “Deklarasi saya kepada majelis ini jelas: Iran tidak pernah dan tidak akan pernah membangun bom nuklir,” tegas Pezeshkian. “Yang mengganggu perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah Israel, namun Iran yang dihukum.”

    Dia menyebut serangan udara oleh “rezim Zionis” dan Amerika Serikat terhadap kota-kota dan fasilitas nuklir Iran sebagai “pengkhianatan besar terhadap diplomasi,” yang terjadi di saat Iran tengah menapaki jalur negosiasi.

    Iran tetap berpegang pada argumen bahwa program nuklirnya sepenuhnya untuk tujuan damai. Mereka menunjuk pada fatwa Ayatollah Ali Khamenei yang secara eksplisit melarang senjata nuklir. Meski demikian, Barat—termasuk Israel dan AS—tetap mencurigai niat Teheran, terutama mengingat kapasitas teknologi nuklir Iran yang dianggap bisa dengan cepat dialihkan untuk membuat senjata.

    Titik nadir diplomasi

    Ketegangan teranyar berpangkal pada keputusan Presiden Trump pada 2018 yang menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), serta memberlakukan kembali sanksi sepihak terhadap Iran. Teheran membalas dengan meningkatkan aktivitas nuklirnya.

    Pezeshkian turut menyalahkan Eropa karena tidak berdaya melawan tekanan AS, dan bahkan menyebut UE sebagai pihak yang turut meruntuhkan JCPOA.

    “Mereka menyamar sebagai pihak yang beritikad baik dalam perjanjian, tapi mencemooh upaya tulus Iran sebagai tidak memadai,” ujar Pezeshkian. “Semua ini bertujuan untuk menghancurkan JCPOA yang dulunya mereka anggap sebagai pencapaian tertinggi diplomasi.”

    Dalam pidatonya, Pezeshkian ikut memamerkan foto-foto warga yang tewas dalam serangan Israel Juni lalu. “Ini bukan hanya serangan fisik. Ini adalah pembunuhan terhadap diplomasi itu sendiri,” katanya.

    Hari penentuan

    Tenggat 30 hari yang diluncurkan oleh E3 sejak 28 Agustus akan berakhir pada Sabtu, 27 September. Jika tidak ada kesepakatan, maka mekanisme snapback akan mulai berlaku: sanksi ekonomi dan militer PBB terhadap Iran akan dipulihkan.

    Sanksi mencakup embargo senjata, larangan pengolahan dan pengayaan uranium, pembekuan aset global, serta larangan perjalanan bagi entitas dan individu asal Iran.

    Dikhawatirkan, sanksi akan membuat kondisi ekonomi Iran yang sudah terpuruk semakin terjepit. Namun sumber Reuters di Iran mengatakan, beberapa pesan telah dikirimkan ke Washington lewat jalur mediasi selama beberapa minggu terakhir. Hingga kini, belum ada balasan.

    Ayatollah Khamenei pada Selasa (23/9) menegaskan, Iran tidak akan melakukan negosiasi di bawah ancaman. Posisi itu mengindikasikan jurang kepercayaan yang masih lebar, meskipun retorika AS kini sedikit melunak.

    “Kami tidak berniat menyakiti mereka,” ujar Witkoff. “Namun jika tak ada jalan keluar, maka snapback adalah konsekuensi yang tak terelakkan.”

    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video: Bom Atom Penghancur Dunia

    (ita/ita)

  • Trump Ulangi Klaim Palsu saat Berpidato di PBB

    Trump Ulangi Klaim Palsu saat Berpidato di PBB

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB pada hari Selasa (23/09) yang penuh dengan ketidakakuratan dan pernyataan yang dilebih-lebihkan. Ia mengulang berbagai klaim lama yang keliru tentang perubahan iklim, energi terbarukan, imigrasi, dan rekam jejak diplomatiknya.

    Meski artikel ini tidak membahas semua pernyataan keliru Trump secara menyeluruh, tim Cek Fakta DW menelusuri beberapa pernyataan utamanya.

    Benarkah Trump pernah menawarkan $500 juta untuk renovasi kantor PBB?

    Klaim: “Saya menawarkan untuk merenovasi markas PBB $500 juta, tapi mereka malah menghabiskan $2 hingga 4 miliar.”

    Cek fakta: Menyesatkan.

    Trump sudah lama mengklaim bahwa ia bisa merenovasi kantor pusat PBB dengan biaya jauh lebih murah. Pada 2001, ia menyebut angka $500 juta ke media, dan pada 2005 ia mengatakan kepada Kongres bahwa proyek itu bisa selesai dengan biaya hingga $700 juta.

    Namun, DW tidak menemukan bukti bahwa Trump Organization pernah mengajukan tawaran resmi melalui UN Global Marketplace atau arsip pengadaan resmi PBB. Sebaliknya, PBB memilih perusahaan Swedia, Skanska, sebagai manajer konstruksi pada 2007.

    Memang benar bahwa proyek renovasi ini mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya, dengan total pengeluaran melebihi $2 miliar. Namun, klaim Trump soal “$2 hingga $4 miliar” melebih-lebihkan. Data resmi dari PBB dan pemerintah AS menunjukkan biaya akhir berkisar antara $2,15 hingga $2,31 miliar, bukan $4 miliar.

    Apakah Trump mengakhiri tujuh perang selama masa jabatannya?

    Cek fakta: Salah.

    Faktanya, banyak dari konflik yang disebut masih belum terselesaikan atau tetap bergejolak, dan peran Trump dalam beberapa kasus pun diperdebatkan.

    Mesir dan Etiopia tidak pernah berperang selama masa jabatan Trump. Perselisihan mereka berkaitan dengan proyek Bendungan Grand Renaissance senilai $4 miliar milik Etiopia, yang dikhawatirkan akan mengurangi pasokan air Sungai Nil ke Mesir dan Sudan.

    Serbia dan Kosovo tidak sedang berperang. Kesepakatan Trump tahun 2020 hanya menyentuh aspek ekonomi, bukan perdamaian.

    Di Republik Demokratik Kongo, kekerasan masih terjadi meski ada kesepakatan tahun 2024 yang dimediasi selama masa pemerintahan Trump.

    Ketegangan antara Israel dan Iran juga belum terselesaikan dan berpotensi memanas kembali. Pejabat militer dari kedua negara telah mengeluarkan peringatan terbuka soal kemungkinan konflik.

    Secara keseluruhan, klaim Trump bahwa ia mengakhiri “tujuh perang” sangat melebih-lebihkan pencapaiannya.

    Apakah Jerman meninggalkan energi hijau demi nuklir dan bahan bakar fosil?

    Klaim: “Jerman kembali ke bahan bakar fosil dan nuklir, dan kini baik-baik saja setelah meninggalkan agenda hijau.”

    Cek fakta: Menyesatkan.

    Jerman secara resmi menutup tiga reaktor nuklir terakhirnya pada April 2023. Meski pembangkit batu bara sempat diaktifkan kembali saat krisis energi Eropa tahun 2022, penggunaannya kini menurun. Pada 2024, energi terbarukan menyumbang rekor 63% dari listrik Jerman, memperkuat posisinya sebagai pemimpin energi bersih.

    Jerman memang membangun terminal LNG untuk mengurangi ketergantungan pada gas Rusia, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa negara ini kembali ke energi nuklir.

    Apakah energi terbarukan mahal dan tak efektif?

    Klaim: “Energi terbarukan itu lelucon. Turbin angin tidak berfungsi, terlalu mahal, dan dibuat di Cina yang bahkan jarang menggunakannya.”

    Cek fakta: Salah.

    Energi terbarukan kini menjadi salah satu sumber energi baru termurah. Laporan Lazard tahun 2024 menunjukkan bahwa biaya pembangkitan listrik dari angin dan surya tanpa subsidi sering kali lebih murah dibandingkan pembangkit bahan bakar fosil baru, bertentangan dengan klaim Trump.

    Cina bukan hanya produsen turbin terbesar, tapi juga pengguna energi angin terbesar di dunia. Menurut Asosiasi Energi Angin Dunia (WWEA), Cina menghasilkan lebih dari 500 gigawatt energi angin pada 2024 atau hampir setengah dari kapasitas global. Jadi, klaim bahwa Cina “hampir tidak menggunakan” energi angin jelas salah.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Jakarta

    Hampir tak ada yang bisa diperbuat Qatar ketika Doha dihantam rudal Israel dua pekan silam.

    Pada hari itu, 10 jet tempur Israel terbang dari arah Laut Merah, meniti langit tanpa melintasi wilayah udara negara lain. Mereka lalu melepas tembakan yang dalam istilah militer disebut over the horizon atau tembakan di luar cakrawala, alias tak terlihat.

    Dalam serangan semacam ini, rudal balistik meluncur hingga ke atmosfer atas Bumi, sebelum menghujam target dengan kecepatan tinggi. Targetnya adalah pertemuan sekelompok petinggi Hamas di pengasingan. Di kota dengan hotel berbintang, gedung kaca, dan diplomasi tinggi. Enam orang tewas. Menurut kabar, bukan orang-orang yang dibidik Israel.

    Qatar, negeri kecil berpengaruh besar, mendadak seakan tak punya pelindung dari serangan Israel. Padahal di sana lah berdiri pangkalan militer terbesar Amerika di Timur Tengah. Padahal, Qatar juga diberi gelar sekutu utama non-NATO, setelah membantu evakuasi serdadu AS dari Afganistan 2022 silam.

    Namun, status “sekutu” tak cukup kuat mencegah Israel melancarkan serangan pertama terhadap negara Teluk. Pakar mempertanyakan, apakah AS mengetahui serangan ini? Jika ya, mengapa membiarkannya?

    Amerika tak lagi bisa diandalkan

    “Serangan Israel mengguncang keyakinan negara-negara Teluk terhadap Amerika Serikat dan akan mendorong mereka semakin mendekat satu sama lain,” tulis Kristin Diwan, peneliti senior di Arab Gulf States Institute, Washington.

    “Raja-raja minyak ini terlalu mirip satu sama lain… serangan langsung terhadap kedaulatan dan rasa aman mereka adalah sesuatu yang tak bisa ditoleransi,” imbuhnya.

    Dalam konteks ini, wacana pembentukan pakta pertahanan bergaya NATO kembali menguat dalam sepekan terakhir.

    Pada pertemuan darurat yang digelar Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pekan lalu, para pejabat Mesir mengusulkan pembentukan pasukan tugas bersama ala NATO untuk negara-negara Arab. Dalam pidatonya di forum tersebut, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani juga menyerukan pendekatan kolektif untuk keamanan Timur Tengah.

    Enam anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)—Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab—sepakat mengaktifkan ketentuan dalam perjanjian pertahanan bersama yang diteken tahun 2000, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua, serupa pasal 5 perjanjian NATO.

    Setelah KTT darurat itu, para menteri pertahanan Teluk menggelar pertemuan lanjutan di Doha dan sepakat berbagi informasi intelijen, laporan situasi udara, serta mempercepat sistem peringatan dini rudal balistik di kawasan. Latihan militer bersama juga diumumkan.

    Pada minggu yang sama, Arab Saudi menandatangani “perjanjian pertahanan timbal balik strategis” dengan adidaya nuklir Pakistan. Kedua negara menyatakan bahwa “setiap agresi terhadap salah satu pihak akan dianggap sebagai agresi terhadap keduanya.”

    Menuju “NATO Islam”?

    Apakah ini cikal bakal dari terbentuknya “NATO Islam”? Kenyataannya tidak sesederhana itu, kata sejumlah pengamat kepada DW.

    “Aliansi ala NATO tak realistis karena akan memaksa negara-negara Teluk terikat dalam konflik yang tak mereka anggap vital. Tak ada pemimpin Teluk yang ingin terseret konflik dengan Israel demi Mesir, misalnya,” ujar Andreas Krieg, dosen senior di School of Security Studies, King’s College London.

    Meski begitu, serangan ke Doha telah mengubah kalkulasi keamanan kawasan.

    “Keamanan Teluk selama ini berdasar pada logika upeti: membayar pihak lain untuk menjamin perlindungan. Tapi mentalitas ini mulai bergeser setelah serangan ke Doha,” lanjut Krieg. “Meski perubahan itu masih berjalan lambat.”

    Alih-alih “NATO Islam”, dunia kemungkinan akan melihat format “6+2”, jelas Cinzia Bianco, pakar Teluk dari European Council on Foreign Relations (ECFR). Format “6+2” mengacu pada enam negara GCC ditambah Turki dan Mesir.

    Menurut Bianco, format ini kemungkinan tengah dibahas di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

    “Namun ini bukan tentang pasal semacam Article 5 dalam NATO,” katanya kepada DW. “Komitmen pertahanan antarnegara Teluk tak sekuat antaranggota NATO. Ini lebih ke arah kolektivisasi posisi pertahanan dan keamanan, dan yang paling penting: pesan pencegahan terhadap Israel.”

    Dukungan militer dari luar

    Format “6+2” dinilai lebih masuk akal ketimbang “NATO Islam”, lanjut Krieg. Turki, menurutnya, adalah “mitra non-Barat paling kredibel bagi negara-negara Teluk, dengan pasukan yang telah ditempatkan di Qatar sejak 2017 dan kapabilitas nyata untuk bertindak cepat saat krisis.”

    Mesir, lanjut Krieg, lebih rumit. Negara itu memang punya kekuatan militer besar, tetapi keandalannya masih dipertanyakan oleh sejumlah negara Teluk.

    Namun jika format “6+2” benar-benar akan diwujudkan, prosesnya akan berlangsung perlahan dan tertutup, tegas Krieg dan Bianco.

    “Perubahan besar akan terjadi di balik layar,” kata Krieg. “Publik mungkin akan melihat komunike, KTT, dan latihan militer gabungan. Tapi kerja penting seperti berbagi data radar, integrasi sistem peringatan dini, atau pemberian hak pangkalan militer akan tetap berlangsung diam-diam.”

    Negara-negara Teluk, yang selama ini bergantung pada AS, juga mulai membuka opsi memperluas hubungan pertahanan dengan negara lain.

    “Pasti ada aktor lain seperti Rusia dan Cina yang siap menggantikan AS,” ujar Sinem Cengiz, peneliti di Pusat Studi Teluk Universitas Qatar. “Namun kecil kemungkinan ada pihak yang bisa menggantikan AS dalam waktu singkat.”

    Negara-negara Teluk memang tak ingin menggantikan AS sepenuhnya, tambah Bianco. Mereka masih sangat bergantung pada teknologi militer AS.

    “Setelah serangan ke Doha, Qatar langsung meminta jaminan dari AS bahwa mereka masih menjadi mitra,” ungkapnya.

    “Catatan pentingnya, AS sebenarnya tak pernah menentang regionalisasi pertahanan seperti ini,” ujar Bianco. “Washington justru mendukung adanya arsitektur pertahanan rudal balistik tunggal untuk negara-negara Teluk.”

    Faktanya, semakin dalam integrasi militer di kawasan, peran AS justru semakin penting, karena sistem pertahanan regional masih bertumpu pada teknologi militer Amerika.

    “Tapi makna politiknya telah berubah,” pungkas Krieg. “Washington tak lagi dilihat sebagai penjamin utama keamanan, melainkan mitra yang dukungannya bersifat kondisional dan transaksional. Para pemimpin Teluk kini mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa AS punya kepentingan, bukan sekutu, dan tengah membangun poros keamanan yang dipimpin Teluk sendiri—posisi tengah antara Iran dan Israel.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Panas! Drone Houthi Hantam Resor Wisata Israel, 22 Orang Luka

    Panas! Drone Houthi Hantam Resor Wisata Israel, 22 Orang Luka

    Jakarta

    Sebuah pesawat tanpa awak (drone) yang diluncurkan dari Yaman menghantam resor wisata Eilat di Israel selatan pada hari Rabu (24/9) waktu setempat. Menurut tim penyelamat, setidaknya 22 orang terluka dalam serangan drone tersebut.

    Kelompok milisi Houthi di Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, yang terjadi pada hari kedua Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi.

    Dilansir kantor berita AFP dan Al Arabiya, Kamis (25/9/2025), sebuah pernyataan militer Israel mengatakan bahwa drone tersebut “jatuh di wilayah Eilat” di pantai Laut Merah setelah sistem pertahanan udara gagal mencegatnya. Ini merupakan insiden kedua dalam beberapa hari terakhir.

    Layanan medis darurat Israel, Magen David Adom mengatakan timnya telah merawat 22 korban, termasuk dua pria, berusia 26 dan 60 tahun, yang berada dalam kondisi serius akibat luka terkena pecahan peluru.

    Satu orang mengalami luka sedang dengan luka pecahan peluru di punggung, dan 19 orang lainnya dalam kondisi luka-luka ringan yang menderita “pecahan peluru dan cedera lainnya,” kata layanan medis tersebut.

    Kepolisian Israel mengatakan drone tersebut jatuh di pusat kota Eilat, menyebabkan kerusakan di area yang sering dikunjungi wisatawan.

    Rekaman video yang dibagikan di media sosial, yang tidak dapat diverifikasi secara independen oleh AFP, menunjukkan sebuah drone terbang di atas kota resor tersebut sebelum jatuh dengan asap mengepul dari area yang terkena dampak.

    Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kemudian, mengatakan bahwa kelompok yang didukung Iran tersebut, telah meluncurkan dua drone ke dua sasaran di Israel selatan.

    Wali Kota Eilat, Eli Lankri, meminta pemerintah untuk “menyerang Houthi dengan keras” sebagai balasan atas serangan drone tersebut.

    Dalam sebuah wawancara dengan media Channel 12 Israel, Lankri mengatakan serangan berulang Houthi telah mengganggu operasi di pelabuhan Eilat.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemudian memperingatkan akan adanya respons yang keras atas serangan drone ini.

    “Setiap serangan terhadap kota-kota Israel akan direspons dengan serangan keras dan menyakitkan terhadap rezim teror Houthi, seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

    Israel telah melakukan beberapa serangan udara di wilayah-wilayah Yaman yang dikuasai Houthi. Bulan lalu, serangan Israel menewaskan kepala pemerintahan Houthi bersama 11 pejabat senior lainnya.

    Lihat juga Video ‘Israel Larang Kapal Bantuan Aktivis Pro-Palestina Datangi Gaza!’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, Guru Besar UI: Menggelegar!
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 September 2025

    Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, Guru Besar UI: Menggelegar! Nasional 25 September 2025

    Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, Guru Besar UI: Menggelegar!
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Guru Besar Hukum Internasional Univeristas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyanjung pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa (23/9/2025).
    Menurutnya, pidato Prabowo lebih baik ketimbang pandangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berpidato sebelumnya.
    “Wah menggelegar, menggelegar pokoknya, mantap. Apalagi disandingkan dengan Presiden Trump, wah abis itu Trump,” ujar Hikmahanto dalam
    Obrolan Newsroom Kompas.com
    , Rabu (24/9/2025).
    Ia menilai, Prabowo telah menunjukkan bentuk diplomasi internasional yang sangat baik dalam pidatonya di Sidang Umum PBB.
    Padahal awalnya ia khawatir, mengingat Trump berpidato dalam forum tersebut mencapai sekitar 45 menit, di luar batas waktu selama 15 menit.
    “Jadi kalau negara besar tuh suka-suka, sementara kita ini negara berkembang, kita patuh kepada aturan, patuh kepada hukum, hukum internasional. Nah itu yang disampaikan Pak Presiden Prabowo,” ujar Hikmahanto.
    Di samping itu, ia melihat dua sisi yang berbeda antara pidato Prabowo dengan Trump di Markas Besar PBB, New York, AS.
    Pertama terkait peran PBB, di mana Trump justru mempertanyakan kehadiran lembaga tersebut dalam menyelesaikan perang.
    Trump menyebut, AS justru menjadi pihak yang berhasil mendamaikan perang Israel-Iran, Kamboja-Thailand, dan Armenia-Azerbaijan.
    Sedangkan Prabowo dalam forum tersebut menegaskan kedudukan dan peran vital PBB dalam menjamin perdamaian dan keamanan.
    Kedua terkait perubahan iklim, di mana Trump menyebut bahwa isu tersebut merupakan penipuan terbesar sepanjang masa atau “greatest con job ever perpetrated on the world”.
    Sedangkan Prabowo yang berpidato setelah Trump menegaskan, perubahan iklim merupakan hal yang nyata karena Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak.
    Terakhir, terkait konflik Israel dan Palestina. Dalam Sidang Umum ke-80 PBB, Trump justru mengecam negara-negara yang mendukung kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
    Berbeda dengan Prabowo yang tegas menyatakan dukungannya terhadap Palestina lewat two state solution atau solusi dua negara.
    “Ini bukan cuma omon-omon, ini benar-benar kita mau memperlihatkan ini loh Indonesia. Nah yang bagus itu karena disejajarkan setelah Trump kemudian Prabowo, pada waktu saya lihat Trump berpidato banyak orang yang waduh gelisah, tapi mencoba tetap tenang, marah sama Trump,” ujar Hikmahanto.
    “Tiba-tiba Pak Prabowo dengan pidatonya langsung ditepuktangani, mantap saya bilang, keren,” sambungnya bangga.
    Diketahui, Prabowo kembali mengisi kekosongan Indonesia setelah absen selama 10 tahun di Sidang Umum PBB, pada Selasa (23/9/2025).
    Sidang Umum ke-80 PBB menjadi momen kembalinya Presiden Republik Indonesia yang hadir langsung di Markas PBB, New York, AS.
    Prabowo menjadi kepala negara ketiga yang diberi kesempatan berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tersebut, setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden AS Donald Trump.
    Setelah Trump menyampaikan pidatonya, giliran Prabowo yang menyampaikan pandangannya dalam Sidang Umum PBB.
    Seakan membantah pidato Trump, Prabowo menyatakan dukungannya terhadap PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki peran penting.
    Tanpa kehadiran PBB, ia menilai bahwa seluruh negara tidak pernah merasakan keamanan dan perdamaian.
    “Kita membutuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Indonesia akan terus mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa, meskipun kita masih berjuang, tetapi kita tahu dunia membutuhkan persatuan bangsa-bangsa yang kuat,” ujar Prabowo dalam pidatonya.
    Tangkapan layar kanal YouTube Setpres Presiden Prabowo Subianto ketika berpidato di Sidang Majelis Umum PBB, New York, AS pada Selasa (23/9/2025).
    Prabowo juga menegaskan sikap Indonesia yang mendukung penuh two state solution dalam menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel.
    Hanya lewat two state solution atau solusi dua negara, perdamaian dan kemerdekaan untuk Palestina dapat terwujud. Prabowo yakin tidak akan ada kebencian dan kecurigaan lagi jika solusi dua negara ini diterapkan.
    “Saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka. Namun kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan serta keamanan Israel,” ujar Prabowo.
    Tepuk tangan meriah kembali bergema saat Prabowo mengakhiri pidatonya. Bahkan, ada sejumlah delegasi melakukan berdiri untuk mengapresiasi atau standing ovation kepada Prabowo.
    Pidato Prabowo di PBB ditutup dengan ajakan untuk melanjutkan perjalanan kemanusiaan yang telah dirintis para pendiri bangsa.
    “Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang dimulai oleh para pendahulu kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan. Terima kasih,” tutup Prabowo.
    Sebagai informasi, Sidang Umum PBB pada 23 September 2025, dibuka dengan laporan dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock membuka forum tersebut.
    Tema dari sesi general debate yang bakal diisi dengan pidato dari 16 Kepala Negara itu adalah ”
    Better together: 80 years and more for peace, development and human rights
    ”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.