Negara: Irak

  • Media Asing Sorot Peluang Timnas RI ke Piala Dunia, Sebut ‘Dramatis’

    Media Asing Sorot Peluang Timnas RI ke Piala Dunia, Sebut ‘Dramatis’

    Jakarta, CNBC Indonesia – Peluang tim nasional (timnas) sepak bola Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia 2026 mendapat sorotan tajam dari dua media internasional terkemuka, Associated Press (AP) dan Agence France-Presse (AFP). Keduanya mengulas secara mendalam perjalanan dramatis Indonesia yang kini hanya berjarak dua kemenangan lagi dari penampilan pertamanya di panggung sepak bola dunia sejak kemerdekaan.

    Kebangkitan ini dinilai sangat dramatis karena terjadi hanya tiga tahun setelah sepak bola Indonesia dilanda duka mendalam akibat tragedi Stadion Kanjuruhan di Jawa Timur pada 1 Oktober 2022. Kedua media asing tersebut mengingatkan kembali bagaimana insiden kelam yang menewaskan 135 penonton itu sempat mencoreng wajah sepak bola nasional.

    AP, dalam laporan berjudul ‘Three Years After Stadium Disaster, Indonesia is Two Wins Away from Qualifying for the World Cup’, secara spesifik melaporkan bahwa tragedi tersebut dipicu oleh tembakan gas air mata oleh aparat keamanan yang menyebabkan kepanikan massal dan penumpukan fatal di pintu keluar dalam sebuah pertandingan domestik.

    Di tengah latar belakang kelam tersebut, kebangkitan timnas dianggap sebagai sebuah kejutan besar, bahkan di level elite sepak bola dunia. Presiden FIFA, Gianni Infantino, turut mengomentari betapa tidak terduganya pencapaian Indonesia.

    “Ini akan menjadi pertandingan yang sulit, tetapi beberapa waktu lalu tidak ada pihak yang mungkin memprediksi Indonesia akan menjalani dua pertandingan krusial untuk lolos ke Piala Dunia,” ujar Gianni Infantino seperti dikutip dari AP, Senin (6/10/2025).

    Faktor kunci di balik kemajuan pesat ini, menurut kedua media, adalah penunjukan legenda Belanda Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala pada Januari lalu. AFP, dalam laporannya yang berjudul ‘Indonesia Sense World Cup Chance as Asian Qualifying Reaches Climax’, Senin, menyoroti bagaimana Kluivert dan program naturalisasi pemain keturunan Eropa-Indonesia berhasil mendongkrak performa tim.

    “Kami melakukan yang terbaik untuk tampil di level tertinggi dan mempersiapkan para pemain sebaik mungkin,” lanjutnya. “Insya Allah kami siap membuat negara bangga pada kami.”

    Meskipun peluang terbuka, jalan Indonesia dipastikan tidak akan mudah. Indonesia tergabung di Grup B bersama Irak dan Arab Saudi, di mana semua pertandingan akan digelar di Jeddah. Hal ini memberikan keuntungan besar bagi Arab Saudi sebagai tuan rumah.

    Terlebih lagi, Arab Saudi bukanlah lawan sembarangan. AFP mencatat bahwa tim berjuluk Elang Hijau itu kini kembali dilatih oleh Herve Renard, sosok yang sukses membawa mereka meraih kemenangan mengejutkan 2-1 atas Argentina yang kemudian menjadi juara di Piala Dunia 2022 Qatar.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • OPEC+ akan tingkatkan output minyak pada November 2025

    OPEC+ akan tingkatkan output minyak pada November 2025

    Wina (ANTARA) – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan para mitranya, yang dikenal sebagai OPEC+, pada Minggu (5/10) memutuskan untuk meningkatkan output minyak sebesar 137.000 barel per hari (bph) pada November, setelah melakukan kenaikan serupa pada Oktober.

    Keputusan itu diumumkan usai pertemuan virtual negara-negara anggota, termasuk Arab Saudi, Rusia, Irak, Uni Emirat Arab, Kuwait, Kazakhstan, Aljazair, dan Oman, ungkap OPEC dalam sebuah pernyataan.

    “Mengingat prospek ekonomi global yang stabil dan fundamental pasar yang sehat, sebagaimana tecermin dalam rendahnya persediaan minyak, delapan negara tersebut akan menerapkan peningkatan produksi sebesar 137.000 bph pada November dari pemangkasan sukarela tambahan yang telah diumumkan sebelumnya,” kata organisasi itu.

    Penyesuaian produksi sukarela tambahan kelompok tersebut sebesar 1,65 juta bph pertama kali diterapkan pada April 2023 dan kemudian diperpanjang hingga akhir 2026.

    OPEC menjelaskan bahwa barel-barel tersebut dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya secara bertahap, bergantung pada kondisi pasar.

    Delapan negara itu akan kembali menggelar pertemuan pada 2 November mendatang untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.

    Sumber: Xinhua

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Anton Santoso
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Timnas Indonesia Berkekuatan 29 Pemain di Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026

    Timnas Indonesia Berkekuatan 29 Pemain di Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026

    JAKARTA – Timnas Indonesia akan melanjutkan perjuangan di Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan melawan Arab Saudi dan Irak. Untuk laga itu, sebanyak 29 pemain dipanggil untuk memperkuat Skuad Garuda.

    Nadeo Argawinata menjadi nama terbaru yang dipanggil paling akhir oleh Patrick Kluivert untuk membantu di bawah mistar gawang.

    Sebelumnya, pada 24 September 2025, PSSI telah merilis 28 nama pemain yang diproyeksikan tampil dalam dua pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia tersebut.

    Namun, jelang keberangkatan tim ke Arab Saudi pada Kamis, 2 Oktober 2025, siang WIB, Manajer Timnas Indonesia, Sumardji, memastikan adanya tambahan pemain baru di sektor penjaga gawang yaitu Nadeo Argawinata yang tampil cemerlang di Super League akhir-akhir ini.

    Dengan bergabungnya Nadeo, kini Indonesia berarti memiliki total 29 pemain. Selain Nadeo, di posisi penjaga gawang lebih dulu ada Maarten Paes, Emil Audero, dan Ernando Ari Sutaryadi.

    Kemudian di lini belakang meliputi pemain berposisi bek tengah maupun bek sayap. Kluivert punya 10 pemain, yaitu Justin Hubner, Jay Noah Idzes, Rizky Ridho Ramadhani, Jordi Amat Maas, Kevin Diks Bakarbessy, Shayne Elian Jay Pattynama, Eliano Johannes Reijnders, Yance Sayuri, Sandy Henny Walsh, dan Calvin Ronald Verdonk.  

    Bergeser untuk lini tengah maupun gelandang sayap, Timnas Indonesia juga memiliki banyak opsi. Ada tujuh pemain yang bisa beroperasi di sektor gelandang, seperti Dean Ruben James, Nathan Tjoe-A-On, Thom Haye, Joey Pelupessy, Marc Anthony Klok, Ricky Richardo Kambuaya, dan Stefano Lilipaly.

    Sama seperti Yance Sayuri, Dean James dan Nathan juga bisa beroperasi di pos sayap.

    Sementara di lini serang baik itu winger atau penyerang, Patrick Kluivert memanggil delapan pemain, yaitu Beckham Putra Nugraha, Ole Romeny, Mauro Nils Zjilstra, Ramadhan Sananta, Ragnar Anthonius Maria Oeratmangoen, Miliano Jonathans, Egy Maulana Vikri, dan Yakob Sayuri.

    Daftar 29 Pemain Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026

    Kiper

    Maarten Vincent Paes – Dallas FC

    Emil Audero Mulyadi – US Cremonese

    Ernando Ari Sutaryadi – Persebaya Surabaya

    Nadeo Argawinata – Borneo FC

    Belakang

    Justin Hubner – Fortuna Sittard

    Jay Noah Idzes – US Sassuolo Calcio

    Rizky Ridho Ramadhani – Persija Jakarta

    Jordi Amat Maas – Persija Jakarta

    Kevin Diks Bakarbessy – Borussia Monchengladbach

    Shayne Elian Jay Pattynama – Buriram United

    Eliano Johannes Reijnders – Persib Bandung

    Yance Sayuri – Malut United

    Sandy Henny Walsh – Buriram United

    Calvin Ronald Verdonk – LOSC Lille

    Tengah

    Dean Ruben James – Go Ahead Eagles

    Nathan Tjoe-A-On – Willem II

    Thom Haye – Persib Bandung

    Joey Pelupessy – Lommel SK

    Marc Anthony Klok – Persib Bandung

    Ricky Richardo Kambuaya – Dewa United

    Stefano Jantje Lilipaly – Dewa United

    Depan

    Beckham Putra Nugraha – Persib Bandung

    Ole Romeny – Oxford United

    Mauro Nils Zjilstra – FC Volendam

    Ramadhan Sananta – DPMM FC

    Ragnar Anthonius Maria Oeratmangoen – FC Dender

    Miliano Jonathans – FC Utrecht

    Egy Maulana Vikri – Dewa United

    Yakob Sayuri – Malut United

  • Irak Sambut Baik Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Irak Sambut Baik Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    JAKARTA – Irak menyambut baik rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang Israel di Gaza, membangun kembali wilayah tersebut, serta mencegah pengungsian paksa warga Palestina.

    Kementerian Luar Negeri Irak di platform media sosial AS, X, Rabu, 1 Oktober, memuji poin-poin dalam rencana tersebut yang meliputi penghentian perang, pembangunan kembali Jalur Gaza, pencegahan pengungsian paksa warga Palestina, serta menentang aneksasi Tepi Barat.

    Kementerian tersebut menyatakan harapan agar rencana ini dapat membantu mengakhiri penderitaan warga Palestina di Gaza dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang memadai tanpa pembatasan, sekaligus menghalangi segala upaya pemindahan paksa penduduk.

    Qatar pada Selasa (30/9) menegaskan kelompok Palestina, Hamas, telah menerima rencana yang diajukan Trump melalui mediator pada Senin (29/9) malam dan berjanji akan meninjaunya secara “bertanggung jawab.”

    Para menteri luar negeri dari Türkiye, Yordania, Uni Emirat Arab, Indonesia, Pakistan, Arab Saudi, Qatar, dan Mesir mengeluarkan pernyataan pada Senin yang menyatakan keyakinan mereka atas kemampuan Trump untuk menemukan jalan menuju perdamaian.

    Pada hari yang sama, Trump mengumumkan rencana 20 poin untuk mengakhiri perang Israel di Gaza dalam konferensi pers di Gedung Putih bersama kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu.

    Rencana tersebut menyerukan pembebasan semua sandera Israel dengan imbalan pembebasan puluhan tahanan Palestina, pelucutan senjata Hamas secara menyeluruh, penarikan bertahap pasukan Israel, serta pembentukan komite teknokratik dan apolitis Palestina untuk memerintah wilayah kantong tersebut.

    Rencana tersebut juga menyebutkan kemungkinan adanya jalan menuju penentuan nasib sendiri dan negara merdeka bagi Palestina, namun bukan sebagai jaminan.

    Sejak Oktober 2023, tentara Israel telah membunuh lebih dari 66.000 warga Palestina di Gaza, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Pengeboman tanpa henti telah membuat wilayah kantong tersebut tidak layak huni, menyebabkan kelaparan massal dan penyebaran penyakit.

  • Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Respons Hamas-Israel soal Rencana Trump Akhiri Perang Gaza

    Jakarta

    Janji terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk segera mengakhiri perang di Gaza tampaknya disambut skeptis oleh sebagian besar pengamat. Penilaian tersebut tak lepas dari klaim palsu Trump baru-baru ini yang mengatakan bahwa dia telah mengakhiri tujuh perang.

    “Kita punya peluang nyata untuk mencapai KEJAYAAN DI TIMUR TENGAH. SEMUA PIHAK SIAP UNTUK SESUATU YANG ISTIMEWA, UNTUK PERTAMA KALINYA. KITA AKAN WUJUDKAN!!!” tulis Donald Trump di platform Truth Social-nya, Minggu (28/09).

    Trump merujuk pada rencana 21 poin miliknya, yang rinciannya mulai terungkap akhir pekan lalu, menjelang pertemuannya di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin (29/09), pertemuan keempat mereka tahun ini.

    Namun, apa sebenarnya yang tercantum dalam rencana tersebut?

    Menuju pembentukan negara Palestina

    Yang paling penting, rencana ini membuka jalan menuju pembentukan negara Palestina, sesuatu yang secara konsisten dan tegas ditentang oleh Israel, serta peta jalan masa depan untuk Gaza. Rencana tersebut juga menuntut pembebasan 20 sandera yang masih hidup di Gaza dan sejumlah sandera yang telah meninggal untuk ditukar dengan pembebasan ratusan warga Palestina yang ditahan di Israel. Hal ini harus dilakukan dalam 48 jam setelah kesepakatan dicapai.

    “Setelah semua sandera dibebaskan, Israel akan membebaskan 250 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, serta 1.700 warga Gaza yang ditahan setelahserangan 7 Oktober. Untuk setiap sandera Israel yang jasadnya dikembalikan, Israel akan menyerahkan jasad 15 warga Gaza yang telah meninggal,” demikian laporan dari The Washington Post.

    Rencana ini juga menuntut penggulingan Hamas, yang diakui sebagai organisasi teroris oleh Jerman, Uni Eropa, AS, dan beberapa negara Arab, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjata.

    Poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB (UNHRC) baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Asal-usul rencana 21 poin Trump

    Pada Senin (23/09), utusan AS Steve Witkoff mengatakan bahwa Donald Trump mengajukan rencana tersebut dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin dari negara-negara Arab dan Islam, yaitu Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania di PBB. Saat itu Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas tidak diizinkan menghadiri Sidang Umum PBB, tempat pertemuan sela itu berlangsung, setelah pemerintah AS menolak memberinya visa.

    Dalam sebuah pernyataan bersama, negara-negara yang terlibat dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa mereka “menegaskan kembali komitmen untuk bekerja sama dengan Presiden Trump dan menekankan pentingnya kepemimpinannya untuk mengakhiri perang.”

    Rencana itu kabarnya juga mendapat dukungan dari Tony Blair Institute for Global Change yang dipimpin mantan perdana menteri Inggris tersebut. Beberapa laporan menyebut Blair akan memimpin Gaza International Transitional Authority (GITA) berdasarkan rencana ini. Namun, Blair dinilai tidak populer di Timur Tengah karena dukungannya terhadap invasi AS ke Irak tahun 2003. GITA bisa memegang kendali selama beberapa tahun hingga Otoritas Palestina dinilai memenuhi syarat yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.

    Rencana ini muncul di tengah meningkatnya jumlah negara Barat, seperti Inggris, Prancis, dan Kanada, yang mengakui negara Palestina. Namun, Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai “tindakan tercela.”

    Respons Hamas dan Israel

    Sementara Trump sangat percaya diri dengan rencananya, Netanyahu jauh lebih berhati-hati, meski tidak menolaknya. “Kami sedang mengerjakannya,” katanya kepada Fox News, Minggu (28/09). “Ini belum final, tapi kami sedang bekerja sama dengan tim Presiden Trump saat ini.”

    Pada Jumat (26/09), kepada kantor berita Reuters, seorang pejabat Hamas yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas belum pernah menerima pemaparan soal rencana tersebut.

    Kelompok itu kemudian merilis pernyataan pada hari Minggu (28/09) mengatakan “Hamas siap untuk mempertimbangkan secara positif dan bertanggung jawab setiap proposal yang datang dari para mediator, asalkan proposal itu melindungi hak-hak nasional rakyat Palestina.”

    Sementara itu, Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, menguraikan kesulitan yang akan dihadapi Netanyahu, meski dia mendukung rencana tersebut. Hal itu disampaikannya lewat akun X, Senin (29/09).

    Dia menulis bahwa keamanan Israel bergantung pada “tindakan, kendali kami atas wilayah, dan penegakan tanpa kompromi yang hanya bergantung pada (militer Israel) dan aparat pertahanan kami.” Bezalel juga menolak segala bentuk keterlibatan Otoritas Palestina, yang pernah memerintah Gaza hingga Hamas mengambil alih pada 2007.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad dan Muhammad Hanafi

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    (ita/ita)

  • Gelombang Protes di Jerman Menentang Perang-Penguatan Militer

    Gelombang Protes di Jerman Menentang Perang-Penguatan Militer

    Jakarta

    Lebih dari 10.000 orang berkumpul di depan monumen bersejarah Brandenburger Tor Berlin menyerukan “Hentikan genosida di Gaza” juga tema lain seperti Perang Rusia terhadap Ukraina yang melanggar hukum internasional.

    Politisi Sahra Wagenknecht menjadi salah satu penggagas demonstrasi 13 September lalu. Pada Januari 2024 ia mendirikan partai seturut namanya, Bndnis Sahra Wagenknecht (BSW). Selain politisi, beberapa selebritis nampak di atas panggung, termasuk musisi Peter Maffay.

    Menyerukan negosiasi damai, menentang pengiriman senjata

    Kelompok yang beragam menuntut pemerintah federal untuk “secara aktif dan kredibel mendukung negosiasi perdamaian, baik di Timur Tengah maupun di Ukraina”. Selain itu, mereka juga menuntut penghentian pengiriman senjata ke daerah perang secara umum.

    “Kita semua ada di sini karena kita bersuara menentang perang yang tidak manusiawi di dunia ini,” kata Wagenknecht. “Kami juga mengutuk pembantaian mengerikan yang dilakukan Hamas dan penyanderaan.” Namun, tidak ada yang bisa membenarkan “pemboman, pembunuhan, kelaparan, dan pengusiran terhadap dua juta orang di Jalur Gaza, setengahnya adalah anak-anak”.

    Demonstrasi (13/09) adalah awal dari serangkaian demonstrasi yang terjadi di Berlin. Pada Sabtu (27/09) demonstrasi besar digelar di Berlin. Menurut pihak kepolisian diikuti sekitar 50.000 sebagai aksi solidaritas untuk Palestina dan Gaza, dengan tuntutan utama menghentikan perang di Gaza, mengakhiri ekspor senjata Jerman ke Israel, dan mendorong Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada Israel atas dugaan pelanggaran HAM.

    Demonstrasi ini diorganisir oleh aliansi luas kelompok pro-Palestina, organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International Jerman dan Medico International, partai kiri Die Linke, serta komunitas diaspora Palestina dan kelompok budaya. Aksi tersebut diklaim sebagai salah satu protes terbesar di Jerman di tahun 2025.

    Demo masih terfragmentasi

    Mungkinkah aksi demonstrasi di Jerman ini mampu memobilisasi massa dan mempengaruhi perubahan politik? Seperti yang terjadi pada 1980-an, ketika Jerman yang saat itu masih terpecah antara barat dan timur, sekitar setengah juta orang berdemonstrasi di Bonner Hofgarten mengkhawatirkan terjadinya perang nuklir atau seperti pada tahun 2003, setengah juta orang di Berlin orang turun ke jalan memprotes perang Irak.

    “Ini berbeda dengan, misalnya, mobilisasi melawan perang Irak atau gerakan perdamaian yang ada sebelumnya. Saat ini masih relatif terfragmentasi. Namun, itu tidak berarti bahwa hal ini tidak dapat berkembang,” kata Grimm.

    Berupaya menyatukan banyak orang dalam isu wajib militer

    Wagenknecht yang memimpin orasi 13 September lalu sempat menuai kontroversi. Presiden Dewan Pusat Yahudi di Jerman, Josef Schuster, menuduhnya memicu “kebencian terhadap Israel di Jerman” dengan “sikap politis yang cenderung populis”.

    Ketua Partai Kiri, Jan van Aken mengkritik demonstrasi yang digagas BSW, “Menurut saya, kerja politik harus melibatkan sebanyak mungkin orang. Dan bagi saya, hanya mengandalkan beberapa nama saja bukanlah kerja politik.”

    Van Aken dan partainya ingin melakukan hal yang berbeda dalam demonstrasi (27/09), “Kami telah membentuk aliansi khusus dengan organisasi non-pemerintah, dengan organisasi Palestina. Kita harus menyatukan semuanya: orang Israel yang kritis, orang Israel yang beragama Yahudi.”

    Besar dalam gerakan perdamaian di tahun 1980-an, van Aken merasa salah satu isu yang dapat memobilisasi banyak orang adalah pertanyaan tentang wajib militer, “Ini bisa menjadi isu besar karena secara langsung mempengaruhi banyak kaum muda, yang mungkin akan turun ke jalan untuk memprotesnya.”

    Van Aken berharap protes di internet dapat berlanjut ke jalanan. Di internet petisi telah dimulai seorang pemuda: “Tidak ada wajib militer tanpa hak suara bagi kaum muda!”. Hingga 26 September, lebih dari 70.000 orang telah menandatangani petisi tersebut.

    “Jerman adalah negara yang pasifis”

    Partai Kiri menganggap perdebatan wajib militer sebagai salah satu isu terpenting, “Ini akan turut menentukan masa depan militer Jerman,” jelas van Aken. Selama 40 tahun terakhir, kekuatan militer selalu berhasil ditahan. “Jerman adalah negara pasifisme (menolak perang dan kekerasan). Namun saat ini, situasinya berubah,” katanya dengan cemas.

    Peneliti perdamaian dan konflik Jannis Grimm juga berpendapat bahwa protes yang semakin meningkat terhadap gerakan militer, khususnya terhadap kembalinya wajib militer adalah hal yang mungkin terjadi.

    Awalnya, Partai Hijau yang berhaluan pasifislah yang bahkan mendukung pembubaran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) namun kini Partai Kiri dan BSWlah yang mengambil posisi tersebut saat Partai Hijau mulai berubah arah. Banyak anggota Partai Hijau mengatakan, “Menolak segala bentuk kekerasan bersenjata dan militer juga bukan cara untuk melindungi hak asasi manusia dan hukum internasional di dunia.”

    Gerakan perdamaian yang dulunya homogen dan bersatu kini terpecah belah. Yang paling aktif adalah kelompok kiri dan aliansi yang memisahkan diri dari mereka, Bndnis Sahra Wagenknecht (BSW). “Hal ini menyebabkan situasi di mana tidak ada satu pun partai yang secara jelas memiliki keterkaitan dengan aksi di jalanan,” menurut Grimm.

    Protes diperkirakan semakin meningkat. Puncaknya mungkin akan tercapai pada 3 Oktober di Hari Unifikasi Jerman. Pada hari itu, demonstrasi besar-besaran akan berlangsung bersamaan di Berlin dan Stuttgart. Lebih dari 400 inisiatif, organisasi, dan partai menyerukan “Tidak ada lagi perang! Mari berjuang untuk perdamaian!”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Menlu Jerman Soroti Kondisi Gaza: Perang Ini Harus Diakhiri!” di sini:

    (ita/ita)

  • AS Siap Kirim Rudal Canggih Tomahawk ke Ukraina, Rusia: Percuma

    AS Siap Kirim Rudal Canggih Tomahawk ke Ukraina, Rusia: Percuma

    Jakarta

    Amerika Serikat sedang mempertimbangkan permintaan Ukraina atas rudal jarak jauh Tomahawk. Tomahawk adalah salah satu rudal canggih dan legendaris andalan militer aS.

    Wakil Presiden AS JD Vance menyebut bahwa Presiden Donald Trump akan membuat keputusan akhir terkait hal ini. Ukraina telah lama meminta mitra Baratnya untuk menyediakan senjata yang dapat menghantam kota-kota besar Rusia yang jauh. Hal itu akan membantu Ukraina melemahkan industri militer Rusia dan mengakhiri perang.

    “Jika biaya melanjutkan perang bagi Moskow terlalu tinggi, Moskow akan terpaksa memulai perundingan damai,” kata Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Ivan Havryliuk yang dikutip detikINET dari BBC.

    Menanggapi kemungkinan hadirnya Tomahawk, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut bahwa tidak ada obat mujarab yang dapat mengubah situasi di garis depan bagi rezim Kyiv. “Baik itu Tomahawk atau rudal lainnya, mereka tidak akan mampu mengubah dinamika,” cetusnya.

    Rudal Tomahawk memiliki jangkauan sekitar 2.500 km, yang akan menempatkan Moskow dalam jangkauan Ukraina. Utusan khusus AS untuk Ukraina, Keith Kellogg, tampaknya mengisyaratkan bahwa Trump telah mengizinkan serangan jauh ke wilayah Rusia.

    Ketika ditanya di Fox News apakah Washington telah mengizinkan Kyiv untuk melakukan serangan jarak jauh di wilayah Rusia dalam kasus-kasus tertentu, Kellogg berkata: “Jawabannya adalah ya, gunakan kemampuan untuk menyerang jauh,” cetusnya.

    Komentar Vance dan Kellogg sejalan dengan perubahan nada pemerintah AS baru-baru ini terkait perang tersebut, di mana sekarang pemerintahan Trump tampaknya akan sepenuhnya membantu Ukraina. Terlebih, belakangan ini terjadi pemboman terus-menerus yang dilakukan Moskow terhadap kota-kota Ukraina.

    Spek Tomahawk

    Tomahawk, peluru kendali strategis terbang rendah buatan perusahaan Raytheon, dapat diluncurkan dari kapal angkatan laut atau kapal selam untuk menyerang sasaran di darat.

    Rudal ini terbang di ketinggian rendah untuk menyerang sasaran tetap, seperti lokasi komunikasi dan pertahanan udara, di lingkungan berisiko tinggi di mana pesawat berawak mungkin rentan terhadap rudal permukaan ke udara.

    Tomahawk adalah senjata jarak jauh tanpa awak sepanjang 5,6 meter dan memiliki jangkauan hingga sekitar 2.500 km. Ia dapat melaju secepat 885 km per jam.

    Tomahawk diluncurkan secara vertikal dari kapal, dapat pula diluncurkan secara horizontal dari tabung torpedo pada kapal selam penyerang atau dari peluncur eksternal yang terpasang pada lambung kapal selam.

    Rudal ini ditenagai oleh propelan padat selama fase peluncurannya. Setelah itu ditenagai oleh mesin turbofan yang tidak mengeluarkan banyak panas sehingga menyulitkan pendeteksian infra merah. Ia juga dapat menghindari deteksi radar karena beroperasi pada ketinggian rendah.

    Setelah mencapai daratan, Tomahawk menggunakan panduan radar inersia dan pencocokan kontur medan (TERCOM), di mana peta yang disimpan di komputer rudal terus dibandingkan dengan medan sebenarnya untuk menemukan target. Saat TERCOM memindai lanskap, rudal Tomahawk mampu berputar seperti pesawat tempur yang menghindari radar, melintasi lanskap pada ketinggian hanya 30-90 meter.

    Rudal Tomahawk pertama kali digunakan pada tahun 1991 selama Perang Teluk Persia sebagai bagian dari Operasi Badai Gurun. Saat itu, rudal ini menghancurkan sasaran seperti lokasi rudal permukaan ke udara, pusat komando dan kendali, istana kepresidenan Irak di Bagdad, dan pembangkit listrik.

    (fyk/fyk)

  • Hamas Tolak Rencana AS Siapkan Tony Blair Pimpin Pemerintahan Sementara Gaza

    Hamas Tolak Rencana AS Siapkan Tony Blair Pimpin Pemerintahan Sementara Gaza

    JAKARTA – Hamas menyebut mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair sebagai “sosok yang tidak diinginkan” dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.

    Hal itu disampaikan anggota Biro Politik Hamas, Husam Badran, lewat aplikasi pesan Telegram, menanggapi laporan media Israel, Haaretz, yang menyebutkan Amerika Serikat tengah menyiapkan Blair untuk memimpin pemerintah sementara di Gaza.

    Badran menyebut keterkaitan Blair dengan rencana itu sebagai “pertanda buruk bagi rakyat Palestina.”

    Badran juga menggambarkan Blair sebagai sosok negatif yang layak diadili atas kejahatannya, khususnya dalam perang Irak (2003–2011), dan menyebut Blair sebagai “saudara iblis” yang selama ini tidak membawa kebaikan bagi Palestina dan dunia Arab.

    Menurut Badran, urusan Palestina, baik di Gaza maupun Tepi Barat, adalah “masalah internal yang harus diputuskan melalui konsensus nasional, bukan dipaksakan pihak asing.”

    “Rakyat Palestina mampu mengatur diri mereka sendiri; kami memiliki sumber daya dan keahlian untuk mengelola urusan kami sendiri serta hubungan kami dengan kawasan dan dunia,” kata dia dilansir ANTARA dari Anadolu, Senin, 29 September.

    Dia juga mengungkapkan sejak Desember 2023, Hamas sudah memutuskan secara internal untuk tidak terus memerintah Gaza sendirian, bahkan sebelum eskalasi konflik saat ini.

    Soal gencatan senjata, Badran menegaskan pihaknya belum menerima usulan resmi melalui mediator, melainkan hanya mendengar isu dari media, termasuk yang dikaitkan dengan Presiden AS Donald Trump.

    Dia menambahkan, sering kali ide-ide dari AS dan Israel baru dikirimkan resmi setelah lama beredar.

    Hamas sebelumnya menyebut perundingan gencatan senjata terhenti sejak upaya pembunuhan oleh Israel terhadap para pemimpin Hamas di Doha, Qatar, pada 9 September, dan belum ada usulan baru sejak itu.

    Di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-80 pekan lalu, Trump mempresentasikan rencana 21 poin kepada pemimpin Arab dan Muslim untuk mengakhiri perang Israel di Gaza yang telah berlangsung dua tahun.

    Pada 18 Agustus, Hamas menyetujui usulan mediator soal gencatan senjata parsial dan pertukaran tawanan, tetapi Israel tidak memberikan respons. Padahal, rencana itu sesuai dengan inisiatif yang diajukan sebelumnya oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dan disetujui oleh Tel Aviv.

  • Empat Orang Tewas dalam Penembakan di Gereja Michigan, Pelaku Mantan Marinir Veteran Perang Irak

    Empat Orang Tewas dalam Penembakan di Gereja Michigan, Pelaku Mantan Marinir Veteran Perang Irak

    JAKARTA – Seorang pria tewas dalam baku tembak dengan polisi, setelah sebelumnya menabrakkan kendaraannya ke pintu depan gereja Mormon di Michigan, Amerika Serikat dan kemudian melepaskan tembakan dengan senapan serbu dan membakar gereja tersebut.

    Peristiwa yang terjadi pada Hari Minggu waktu setempat itu menewaskan sedikitnya empat orang dan melukai delapan orang lainnya.

    Polisi mengatakan pelaku, yang diidentifikasi sebagai Thomas Jacob Sanford (40) merupakan mantan Marinir AS dari kota terdekat, Burton, sengaja membakar gereja tersebut, yang kemudian dilalap api dan mengepulkan asap.

    Dua korban penembakan meninggal dunia dan delapan lainnya dirawat di rumah sakit, kata para pejabat.

    Beberapa jam setelah penembakan, polisi melaporkan menemukan setidaknya dua jenazah lagi di reruntuhan gereja yang hangus, yang belum dibersihkan dan kemungkinan berisi korban lainnya.

    “Ada beberapa yang belum ditemukan,” kata Kepala Polisi Grand Blanc William Renye, melansir Reuters 29 September.

    Ratusan orang berada di dalam gereja ketika Sanford melaju masuk ke dalam gedung, kata Renye.

    Dua petugas penegak hukum, satu dari Departemen Sumber Daya Alam negara bagian dan satu lagi dari Grand Blanc Township, bergegas ke tempat kejadian dalam waktu 30 detik setelah menerima panggilan dan terlibat baku tembak dengan tersangka, menembaknya hingga tewas di tempat parkir sekitar delapan menit setelah insiden dimulai, jelas Renye.

    Penyelidik akan menggeledah rumah dan catatan telepon penembak untuk mencari motifnya, kata Renye.

    Seorang perempuan yang mengaku bernama Paula menggambarkan pelariannya sebagai “surealis” dalam sebuah wawancara dengan televisi WXYZ.

    “Kami mendengar ledakan besar dan pintu-pintu terbuka. Lalu semua orang bergegas keluar,” ujarnya, menambahkan tidak ada petugas keamanan dan penembak melepaskan tembakan ke arah jemaat saat mereka melarikan diri.

    “Saya kehilangan teman-teman di sana dan beberapa anak SD saya yang saya ajar setiap Hari Minggu terluka. Ini sangat menghancurkan bagi saya,” tambahnya.

    Terpisah, Presiden Donald Trump dalam pernyataan di Truth Social mengatakan, penembakan itu “tampaknya merupakan serangan terarah lainnya terhadap umat Kristen di Amerika Serikat” dan mengatakan FBI telah berada di lokasi kejadian.

    “EPIDEMI KEKERASAN DI NEGARA KITA INI HARUS DIAKHIRI, SEGERA!,” tulisnya.

    Grand Blanc, kota berpenduduk 7.700 jiwa, terletak sekitar 100 km di barat laut Detroit.

    “Hati saya hancur untuk komunitas Grand Blanc,” kata Gubernur Michigan Gretchen Whitmer dalam sebuah pernyataan yang diunggah di media sosial.

    “Kekerasan di mana pun, terutama di tempat ibadah, tidak dapat diterima.”

    Catatan militer AS menunjukkan Sanford adalah seorang Marinir AS dari tahun 2004 hingga 2008 dan seorang veteran perang Irak.

    Secara kebetulan, seorang veteran Marinir berusia 40 tahun lainnya yang bertugas di Irak juga merupakan tersangka dalam penembakan di Carolina Utara yang menewaskan tiga orang dan melukai lima lainnya kurang dari 14 jam sebelum insiden di Michigan.

    Peristiwa di Michigan menandai penembakan massal ke-324 di AS pada tahun 2025, menurut Arsip Kekerasan Senjata, yang melacak insiden semacam itu dan menggambarkan penembakan massal sebagai penembakan yang menewaskan empat orang atau lebih, tidak termasuk pelakunya.

    Penembakan massal ini juga merupakan yang ketiga di AS dalam waktu kurang dari 24 jam, termasuk insiden di Carolina Utara dan penembakan beberapa jam kemudian di sebuah kasino di Eagle Pass, Texas, yang menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai beberapa lainnya.

  • Eks PM Inggris Tony Blair Disiapkan Pimpin Pemerintahan Transisi di Gaza

    Eks PM Inggris Tony Blair Disiapkan Pimpin Pemerintahan Transisi di Gaza

    London

    Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, terlibat dalam diskusi tentang kepemimpinan otoritas transisi pascaperang di Gaza, Palestina. Proposal yang berisi tentang pemerintahan sementara di Gaza itu disebut mendapat dukungan Amerika Serikat (AS).

    Dilansir BBC, Minggu (28/9/2025), proposal yang kabarnya mendapat dukungan dari Gedung Putih itu disebut akan menempatkan Blair sebagai pemimpin otoritas pemerintahan yang didukung oleh PBB dan negara-negara Teluk sebelum menyerahkan kendali Gaza kembali kepada Palestina.

    Kantor Blair menyatakan tidak akan mendukung proposal apa pun yang menggusur penduduk Gaza dari Gaza. Blair, yang membawa Inggris ke dalam Perang Irak pada tahun 2003, telah menjadi bagian dari pembicaraan perencanaan tingkat tinggi dengan AS dan pihak-pihak lain tentang masa depan Gaza.

    Pada bulan Agustus 2025, dia juga bergabung dalam pertemuan di Gedung Putih dengan Trump untuk membahas rencana yang digambarkan oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, sebagai ‘sangat komprehensif’. Namun, hanya sedikit informasi lain yang diungkapkan tentang pertemuan tersebut.

    Rencana tersebut dapat menempatkan Blair sebagai kepala badan bernama Otoritas Transisi Internasional Gaza (Gita). Media Economist dan media Israel melaporkan rencana ini akan mengupayakan mandat PBB untuk menjadi ‘otoritas politik dan hukum tertinggi’ Gaza selama 5 tahun.

    Rencana ini akan dimodelkan berdasarkan pemerintahan internasional yang mengawasi transisi Timor Timur dan Kosovo menuju status negara. Awalnya, rencana ini akan berpusat di Mesir, dekat perbatasan selatan Gaza, sebelum memasuki Gaza setelah Jalur Gaza stabil bersama pasukan multinasional.

    Sebagai PM, Blair telah mengambil keputusan mengerahkan pasukan Inggris dalam Perang Irak 2003 yang dikritik keras dalam penyelidikan resmi atas konflik tersebut. Dia disebut telah bertindak berdasarkan intelijen yang cacat tanpa kepastian tentang produksi senjata pemusnah massal yang disebut-sebut ada di Irak.

    Setelah meninggalkan jabatannya pada tahun 2007, Blair menjabat sebagai utusan Timur Tengah untuk Kuartet kekuatan internasional (AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB). Dia berfokus pada upaya membawa pembangunan ekonomi ke Palestina dan menciptakan kondisi untuk solusi dua negara.

    Laporan mengenai diskusi tentang keterlibatannya dalam otoritas transisi untuk Gaza muncul setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan dia siap bekerja sama dengan Trump dan para pemimpin dunia lainnya untuk mengimplementasikan rencana perdamaian dua negara. Abbas menekankan penolakannya terhadap peran pemerintahan Hamas di Gaza dan menuntut pelucutan senjatanya.

    Sepanjang konflik, berbagai proposal untuk masa depan Gaza telah diajukan oleh berbagai pihak. Misalnya, Donald Trump melontarkan rencana AS mengambil ‘posisi kepemilikan jangka panjang’ atas Gaza dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut dapat menjadi ‘Riviera Timur Tengah’.

    Ide tersebut termasuk pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza yang melanggar hukum internasional. AS dan Israel mengatakan hal itu akan melibatkan emigrasi ‘sukarela’.

    Pada bulan Maret, AS dan Israel menolak rencana Arab untuk rekonstruksi pascaperang Jalur Gaza yang akan memungkinkan 2,1 juta warga Palestina yang tinggal di sana untuk tetap tinggal. Otoritas Palestina dan Hamas menyambut baik rencana Arab tersebut, yang menyerukan agar Gaza diperintah sementara oleh komite ahli independen dan pasukan penjaga perdamaian internasional dikerahkan di sana.

    Pada Juli, sebuah konferensi internasional yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi di New York mengusulkan ‘komite administratif transisi’ untuk Gaza yang akan beroperasi ‘di bawah payung Otoritas Palestina’. AS maupun Israel tidak hadir dalam konferensi itu.

    Deklarasi New York yang dihasilkan oleh konferensi tersebut kemudian didukung oleh mayoritas anggota Majelis Umum PBB dalam sebuah resolusi awal bulan ini. Awal pekan ini, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina, bersama Prancis, Kanada, Australia, dan beberapa negara lainnya.

    Sebagai informasi, situasi kemanusiaan di Gaza semakin parah sejak militer Israel melancarkan perang di Gaza dengan dalih tanggapan atas serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan Hamas itu sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.

    Sementara, serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 65.502 orang Gaza sejak Oktober 2023. Sebuah komisi penyelidikan PBB juga menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, yang dibantah Israel.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/imk)