Negara: Irak

  • AS dan Inggris Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Hitam Organisasi yang Dulu Mereka Sebut ‘Teroris’ – Halaman all

    AS dan Inggris Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Hitam Organisasi yang Dulu Mereka Sebut ‘Teroris’ – Halaman all

    AS dan Inggris Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Hitam Organisasi yang Dulu Mereka Sebut ‘Teroris’

    TRIBUNNEWS.COM- Pejabat AS sedang mempertimbangkan untuk menghapus Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dari daftar teroris Amerika Serikat setelah cabang Negara Islam Irak (yang kemudian dikenal sebagai ISIS) membantu mencapai tujuan jangka panjang AS untuk menggulingkan pemerintah Suriah yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad, The Washington Post melaporkan pada tanggal 9 Desember.

    Hayat Tahrir al-Sham menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad pada hari Sabtu, mencapai tujuan jangka panjang kebijakan luar negeri AS.

    “Pejabat AS tengah berhubungan dengan semua kelompok yang terlibat dalam pertempuran di Suriah, termasuk kelompok utama yang menggulingkan Assad, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang pernah berafiliasi dengan Al-Qaeda dan masih masuk dalam daftar teroris AS,” tulis surat kabar itu.

    Seorang pejabat AS mengatakan kepada The Post bahwa pemerintah AS belum mengesampingkan kemungkinan mencabut sebutan teroris dari HTS untuk memungkinkan kontak dan kerja sama AS yang lebih dalam dengan kelompok tersebut.

    “Kita harus cerdas … dan juga sangat memperhatikan dan pragmatis terhadap realitas di lapangan,” kata pejabat tersebut.

     

     

     

     

     

    Pejabat AS lainnya mengatakan Gedung Putih tengah melakukan “penilaian waktu nyata” tentang HTS, yang menguasai Damaskus pada hari Sabtu setelah serangan kilat selama dua minggu yang dilancarkan dari bentengnya di Provinsi Idlib, barat laut Suriah.

    Pemerintah Inggris juga mempertimbangkan untuk menghapus HTS dari daftar kelompok teroris terlarang.

    Menteri Kabinet Pat McFadden mengatakan kepada BBC bahwa situasi di negara itu “sangat tidak menentu,” dan jika keadaannya stabil, setiap perubahan dalam larangan tersebut akan menjadi “keputusan yang relatif cepat.”

    HTS dilarang sebagai organisasi teror di Inggris setelah ditambahkan sebagai alias Al-Qaeda pada tahun 2017.

    McFadden menegaskan Inggris saat ini tidak dapat berkomunikasi dengan HTS.

    Kota-kota besar Suriah, Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus, jatuh ke tangan HTS setelah Presiden Assad memerintahkan penarikan tentara Suriah dari posisi yang mempertahankan masing-masing kota tersebut.

    “Jatuhnya rezim Assad memenuhi tujuan kebijakan luar negeri AS yang sudah lama, setelah Rusia dan Iran mendukung Assad di tengah upaya pemerintahan Obama untuk menggulingkannya,” tambah The Post .

    Mantan utusan khusus AS untuk Suriah mengatakan dalam sebuah  kutipan wawancara pada bulan Maret 2021 bahwa HTS merupakan “aset” bagi strategi AS di Suriah. 

    Duta Besar James Jeffrey mengatakan bahwa cabang Al-Qaeda adalah “pilihan yang paling tidak buruk dari berbagai pilihan di Idlib, dan Idlib adalah salah satu tempat terpenting di Suriah, yang merupakan salah satu tempat terpenting saat ini di Timur Tengah.”

    Saat itu, strategi AS adalah menggulingkan pemerintah Suriah melalui sanksi ekonomi yang menghukum , serupa dengan sanksi AS terhadap Irak yang menewaskan 500.000 anak selama tahun 1990-an.

    Pada hari Minggu, Wakil Presiden terpilih JD Vance menyatakan kekhawatirannya mengenai sifat militan HTS, yang sering disebut di media barat sebagai “pemberontak.”

    “Banyak dari ‘pemberontak’ adalah cabang ISIS,”  tulis Vance . “Kita bisa berharap mereka telah berubah. Waktu yang akan menjawabnya.”

    The Post menambahkan bahwa Presiden AS Joe Biden mengatakan dia berusaha memastikan bahwa Suriah tetap stabil semaksimal mungkin.

    Surat kabar itu mengklaim bahwa kekhawatiran utama pemerintahan Biden adalah ISIS dapat memanfaatkan situasi kacau untuk membangun kembali dirinya sebagai kekuatan utama di negara tersebut.

    Namun, AS telah mendukung ISIS di masa lalu, termasuk menyediakan senjata bagi organisasi tersebut untuk menaklukkan Mosul, kota terbesar kedua di Irak, pada bulan Juni 2014. ISIS melakukan genosida terhadap suku Yazidi di distrik Sinjar di dekatnya dua bulan kemudian, pada bulan Agustus, dengan bantuan dari pemimpin Kurdi Irak Masoud Barzani, sekutu dekat AS dan Israel.

    Awal musim panas ini, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS membebaskan lebih dari seribu tahanan ISIS dari penjara pusat di Hasakeh di timur laut Suriah.

    Warga Irak di Irak bagian barat, termasuk kaum Yazidi di Sinjar dan warga Arab Sunni di Mosul, menyatakan kekhawatiran mereka atas tindakan SDF, karena khawatir kelompok teror itu akan kembali.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Teks Tersembunyi Al-Qur’an Berusia 1.000 Tahun Terungkap, Apa Isinya?

    Teks Tersembunyi Al-Qur’an Berusia 1.000 Tahun Terungkap, Apa Isinya?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Para peneliti dari Zayed National Museum (ZNM), Uni Emirat Arab, berhasil mengungkap teks tersembunyi di bawah lapisan dekorasi emas pada salah satu halaman Al-Qur’an Biru (Blue Qur’an) yang berusia 1.000 tahun. Apa isinya?

    Penemuan ini berhasil terungkap berkat teknologi pencitraan canggih yang mampu mengungkap detail yang tidak terlihat oleh mata manusia.

    Al-Qur’an Biru adalah salah satu manuskrip Al-Qur’an yang paling langka dan signifikan. Manuskrip ini diperkirakan berasal dari abad ke-9 hingga ke-10 dan dikenal karena keunikan halamannya yang berwarna biru tua atau indigo, dihiasi dengan dekorasi perak dan kaligrafi emas.

    Teks dalam manuskrip ini ditulis menggunakan skrip Kufi, salah satu gaya kaligrafi Arab tertua yang kini sulit dibaca. Para ahli meyakini bahwa manuskrip ini pada awalnya terdiri dari 600 halaman yang terbuat dari kulit domba, namun saat ini hanya sekitar 100 halaman yang diketahui keberadaannya dan tersebar di koleksi museum ataupun pribadi di seluruh dunia.

    “Diperkirakan hanya ada satu salinan Al-Qur’an Biru, sedangkan sekitar 100 halamannya yang diketahui telah memukau para cendekiawan selama beberapa dekade,” kata Nurul Iman Bint Rusli, kurator ZNM, melansir Newsweek, Kamis (5/12).

    Teknologi pencitraan multispektral yang digunakan oleh tim ZNM mampu mengungkap teks dan gambar yang telah memudar atau tersembunyi di balik lapisan dekorasi. Pada halaman yang diteliti, terungkap bahwa dekorasi emas yang rumit mungkin ditambahkan untuk menutupi kesalahan yang dibuat oleh penulis manuskrip.

    Mengingat tingginya biaya pembuatan halaman dari kulit domba yang diwarnai indigo, pembuatan ulang halaman yang baru dianggap terlalu mahal. Oleh karena itu, pola dekoratif digunakan untuk menyembunyikan teks yang keliru.

    “Teknologi canggih yang digunakan untuk memberikan pencerahan baru pada halaman manuskrip ini membantu memberikan perspektif tambahan mengenai produksi salinan Al-Qur’an yang langka ini,” kata Rusli.

    Meskipun asal-usul manuskrip ini masih menjadi misteri, para ahli menduga bahwa naskah ini mungkin berasal dari Afrika Utara, Irak, atau Andalusia di Spanyol selatan. Lima halaman dari manuskrip ini dijadwalkan akan dipamerkan di Zayed National Museum setelah museum tersebut resmi dibuka.

    Penemuan ini tidak hanya membuka wawasan baru tentang proses produksi Al-Quran Biru tetapi juga menyoroti pentingnya teknologi modern dalam mengungkap sejarah tersembunyi.

    “Penelitian inovatif Museum Nasional Zayed tentang Al-Qur’an Biru memberikan pandangan baru tentang asal-usul dan produksi manuskrip penting ini,” tambah Mai al-Mansouri, kurator asosiasi ZNM.

    Apa isinya?

    Sekilas, bagian rumit tersebut terlihat seperti hiasan pada umumnya. Namun, dengan menggunakan teknik canggih, para peneliti berhasil menemukan sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya.

    Melansir Turkiye Today, penemuan ini mengungkapkan bahwa di balik hiasan terdapat kesalahan dalam penulisan ayat-ayat Surat An-Nisa yang ditutupi oleh penulis aslinya.

    Koreksi ini, yang tersembunyi di balik hiasan artistik, hanya dapat dilihat melalui pencitraan multispektral, sebuah teknik yang memungkinkan para ahli untuk mengungkapkan teks yang sebelumnya tidak terlihat atau pudar.

    Menurut petugas museum, jenis koreksi ini sangat jarang terjadi pada manuskrip Islam dari periode tersebut, dan memberikan wawasan yang berharga tentang praktik para juru tulis awal.

    Al-Qur’an Biru diyakini dibuat pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, kemungkinan besar untuk komunitas Muslim Kairouan yang terletak di Tunisia modern. Naskah yang dikenal dengan tinta biru dan kaligrafi emas dan perak yang mewah di atas perkamen domba ini terdiri dari sekitar 600 halaman.

    Dari jumlah tersebut, hanya 100 halaman yang diketahui keberadaannya, dengan lima halaman yang disimpan di Museum Nasional Zayed, menjadikannya artefak yang sangat berharga.

    (wnu/dmi)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kronologi Milisi Suriah Gulingkan Rezim Al Assad

    Kronologi Milisi Suriah Gulingkan Rezim Al Assad

    Jakarta, CNN Indonesia

    Milisi Suriah berhasil menggulingkan rezim otoriter Presiden Bashar Al Assad pada Minggu (8/12).

    Militer Suriah memberitahukan para perwira bahwa pemerintahan Assad telah berakhir setelah serangan kilat pemberontak berhasil menduduki sejumlah besar wilayah, termasuk ibu kota Damaskus.

    Kronologi

    Jatuhnya rezim Presiden Bashar Al Assad di Suriah bermula dari peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada akhir November lalu.

    Saat itu, HTS tiba-tiba menyerang salah satu kota yang dikuasai oleh pemerintah Suriah sejak perang saudara berakhir pada 2011, Aleppo. Serangan itu akhirnya membuat Aleppo kembali jatuh ke tangan HTS.

    Merespons serangan ini, Al Assad berjanji bakal merebut kembali Aleppo dari HTS. Ia juga bakal dibantu oleh kelompok milisi dari Irak yang dibantu oleh Iran, yakni Badr dan Nujaba.

    Pada 1 November lalu, 300 pasukan yang berasal dari kelompok milisi Badr dan Nujaba dilaporkan telah menuju Suriah lewat jalur yang jauh dari permukiman warga. Hal ini dilakukan guna menghindari serangan udara dari milisi Suriah.

    Namun, empat hari setelah milisi Irak dilaporkan menuju Suriah, keadaan kembali meradang. Pada 5 November, kelompok pemberontak HTS kembali melakukan serangan ke salah satu kota penting di Suriah, Hama.

    HTS kala itu juga mengeklaim bahwa mereka telah merebut penjara Hama dan membebaskan para narapidana yang berada di sana.

    Pada sore harinya, tentara Suriah mengakui kehilangan kendali atas kota yang terletak di antara Aleppo dan basis kekuasaan Presiden Bashar al-Assad di ibukota Damaskus tersebut.

    Rezim Al Assad digulingkan

    Berselang tiga hari, tepatnya pada 8 November, milisi Suriah dilaporkan berhasil menguasai ibu kota Damaskus dan menggulingkan rezim otoriter Al Assad. Keberhasilan mereka menguasai Damaskus ini menandai berakhirnya rezim Al Assad usai puluhan tahun berkuasa di Suriah.

    Di saat yang bersamaan, warga Suriah juga menyerang kediaman Al Assad di Damaskus. Mereka kala itu menjarah barang-barang berharga yang ada di sana. Beberapa di antaranya, seperti lukisan mewah, peralatan dapur, senjata, hingga uang tunai.

    Tidak hanya itu, mereka juga menjarah sebuah garasi yang berisi mobil mewah, seperti Porsche, Audi, Mercedes-Benz, Ferrari, hingga beberapa mobil jenis SUV.

    Usai resmi digulingkan, Al Assad yang sudah menjadi mantan Presiden Suriah pun langsung melarikan diri ke Rusia guna mencari suaka politik. Ia dilaporkan terbang ke Moskow pada hari yang sama saat milisi Suriah menguasai Damaskus.

    Negeri Beruang Merah saat ini juga sudah memberi suaka politik kepada Al Assad. Pemberian suaka politik ini merupakan bentuk solidaritas Rusia kepada Suriah yang sudah berjalan sejak 2000-an.

    Al Assad saat ini juga sudah meminta Suriah untuk melakukan transisi pemerintahan.

    Milisi Suriah kini juga sudah menunjuk mantan Perdana Menteri Mohammed Ghazi Al Jalali sebagai pemimpin sementara negara tersebut usai Presiden Bashar Al Assad digulingkan.

    Pemimpin milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammed Al Julani, mengatakan Al Jalali akan menjadi pemimpin sementara Suriah sampai pemerintahan selesai menjalani transisi.

    (gas/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Assad, Pemimpin yang Tak Disengaja dan Tiran dari Suriah – Halaman all

    Assad, Pemimpin yang Tak Disengaja dan Tiran dari Suriah – Halaman all

    Sebuah dinasti dan pemerintahan yang telah berlangsung selama beberapa dekade tampaknya telah berakhir di Suriah. Presiden Bashar Assad dilaporkan telah digulingkan. Ia dan keluarganya melarikan diri ke Rusia.

    Hingga kekuasaannya diruntuhkan oleh pasukan pemberontak pada Minggu (8/12), Assad sejatinya dikenal sebagai pemimpin dengan jaringan sekutu yang kuat: Rusia, Iran, dan milisi yang didanai Iran seperti Hizbullah di Lebanon. Tanpa dukungan dari mereka, Assad kemungkinan besar sudah tersingkir oleh revolusi rakyat Suriah beberapa tahun sebelumnya. Namun, sekutu-sekutu tersebut kini tampaknya telah meninggalkannya.

    Dipicu oleh revolusi damai pada tahun 2011, perang saudara Suriah sempat mendorong rezim Assad ke ambang kebangkrutan pada tahun 2015. Pemerintah Suriah hampir tidak mampu membayar militernya sendiri, dan Assad hanya menguasai sekitar 10% wilayah negaranya pada saat itu.

    Namun, saat itu, ketika pemerintah Suriah meminta bantuan dari Rusia, Moskow merespons dengan mengirimkan kekuatan militer.

    Jet tempur Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran di wilayah Suriah, dengan dalih menyerang “teroris” dan bukan revolusioner.

    Kebrutalan yang melegenda

    Tentu saja, ada teroris di Suriah saat ini, termasuk kelompok-kelompok ekstremis seperti Islamic State (ISIS). Namun, eksistensi mereka juga dipicu sebagian oleh kebijakan Assad sendiri. Pada akhir 2011 misalnya, Assad memerintahkan pembebasan banyak tahanan ekstremis Sunni dari penjara, yang kemungkinan dilakukan untuk mendiskreditkan revolusi.

    Namun, para ekstremis ini kemudian bergabung dengan para revolusioner untuk mewujudkan tujuan mereka sendiri, yang pada akhirnya malah mendominasi perlawanan terhadap rezim Suriah. Langkah Assad ini, yang awalnya dirancang untuk melemahkan revolusi, justru menciptakan ancaman baru yang lebih besar.

    Meski begitu, langkah Assad tersebut bukanlah sebuah kejutan besar. Sejak awal revolusi melawan pemerintahannya, Assad telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang kejam demi mempertahankan kekuasaan, meskipun akhirnya tak dapat bertahan selamanya.

    Contoh paling terkenal dari kekejaman ini adalah serangan gas sarin di Ghouta pada 2013. Roket-roket berisi gas saraf mematikan itu menghantam daerah-daerah yang dikuasai oposisi di sekitar Damaskus, menewaskan ratusan orang. Ini adalah salah satu serangan senjata kimia paling mematikan sejak perang Iran-Irak.

    Assad juga tidak ragu-ragu untuk menjatuhkan bom barel ke sekolah-sekolah dan rumah sakit di Suriah. Karena kebrutalan pemerintahannya, diperkirakan ratusan ribu orang tewas selama konflik yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, dan puluhan ribu orang disiksa dan dibunuh di penjara-penjara pemerintah.

    Harapan awal yang pupus

    Ironisnya, awal kekuasaan Assad diwarnai harapan perubahan. Setelah pada tahun 2000 mewarisi jabatan dari ayahnya – diktator Hafez Assad yang telah berkuasa selama 30 tahun – banyak yang berharap dokter mata lulusan Inggris kelahiran 1965 itu akan menjadi pemimpin yang lebih liberal.

    Enam bulan pertama kepemimpinannya bahkan dikenal sebagai “Musim Semi Damaskus”, di mana kebebasan media dan suara-suara liberal sempat berkembang. Saat itu, Bashar Assad tampaknya ingin mengembalikan apa yang telah dirampas oleh ayahnya kepada negaranya, seperti kebebasan politik, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan di atas segalanya, media yang diizinkan untuk lebih terbuka dan lebih kritis, bahkan terhadap pemerintahnya sendiri.

    Tidak sedikit warga berpendidikan di negara itu yang percaya pada kata-katanya. Namun, bagi para elit penguasa, kebebasan itu sudah kelewat batas. Optimisme ini pun hanya bertahan setahun. Pada bulan Agustus 2001, penangkapan pertama mulai dilakukan terhadap mereka yang menyatakan oposisi, termasuk anggota parlemen Suriah.

    Bashar Assad, dokter yang menjelma jadi diktator

    Awalnya, Bashar Assad tidak pernah dipersiapkan menjadi pemimpin. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Damaskus dan London. Bahkan, Bashar Assad sebenarnya tidak pernah diharapkan untuk menggantikan ayahnya. Pekerjaan itu sebenarnya diperuntukkan bagi kakak laki-lakinya, Basil – tetapi Basil meninggal dalam kecelakaan mobil pada tahun 1994.

    Ketika sang ayah, Hafez Assad, meninggal pada Juni 2000, konstitusi Suriah harus diubah secara khusus agar Bashar Assad, yang secara resmi masih terlalu muda untuk menduduki jabatan itu, dapat diangkat menjadi presiden.

    Hal ini sejalan bagi banyak orang dalam di kalangan militer dan politik senior Suriah. Seperti yang dijelaskan oleh David W. Lesch dalam biografinya tentang Bashar Assad, mereka melihat anak laki-laki yang lebih muda sebagai pilihan terbaik untuk mempertahankan posisi politik, keuangan, dan sosial mereka.

    Negeri yang porak-poranda

    Ketika Arab Spring melanda wilayah negara-negara tetangga seperti Mesir dan Tunisia pada 2011, Assad awalnya menawarkan janji reformasi agar kerusuhan serupa tidak terjadi di negaranya. Namun pada bulan Maret di tahun yang sama, terutama setelah beberapa anak ditangkap dan disiksa oleh pasukan rezim di kota Daraa karena membuat grafiti anti-pemerintah, semakin banyak penduduk setempat yang ikut serta dalam aksi protes melawan kediktatoran yang telah berlangsung lama di wilayah tersebut.

    Assad kemudian meremehkan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi setelahnya, dengan menggambarkannya sebagai kampanye media untuk melawannya. Tidak lama kemudian, militer Suriah diberi izin untuk menggunakan senjata terhadap para demonstran damai. Meskipun banyak orang yang terlibat dalam demonstrasi pertama berkukuh bahwa mereka melakukannya secara damai, posisi tersebut berubah setelah militer dan polisi rahasia Assad mulai menyerang mereka dan keluarga mereka.

    Selama berbulan-bulan berikutnya, para demonstran damai akhirnya melawan, yang secara bertahap berubah menjadi pemberontak; musuh pemerintah Assad yang tidak akan puas kecuali dengan penggulingannya.

    Meskipun perang saudara telah berlangsung selama lebih dari satu dekade, termasuk kehancuran dan nyawa yang tak terhitung jumlahnya, Assad tetap mampu memerintah Suriah. Harga untuk mempertahankan kekuasaan sangat mahal, di mana jutaan warga Suriah terpaksa mengungsi, baik di dalam maupun luar negeri.

    Kesetiaan Assad kepada Rusia dan Iran juga berarti bahwa kedua negara tersebut memiliki jejak ekonomi dan militer yang signifikan di Suriah.

    Pada Mei 2023, Suriah diterima kembali ke Liga Arab, menandai upaya Assad untuk memulihkan posisi negaranya di panggung internasional. Namun, perkembangan pada Desember 2024 telah mengubah segalanya.

    Masa depan Suriah dan Bashar Assad kini tidak pasti, tetapi warisannya telah ditetapkan: sebuah negara yang hancur, rakyat yang menderita, catatan panjang kekejaman terhadap kemanusiaan, dan tatanan internasional yang terganggu baik secara geopolitik maupun moral.

    Artikel ini diadaptasi dari DW bahasa Inggris

  • Milisi Suriah HTS Pastikan Tak Terkait Al Qaeda: Kami Benci Kekerasan

    Milisi Suriah HTS Pastikan Tak Terkait Al Qaeda: Kami Benci Kekerasan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani memastikan kelompoknya tak terkait dengan Al Qaeda dan ISIS meski pernah menjalin hubungan dengan kedua kelompok ekstremis tersebut.

    HTS merupakan milisi Suriah yang memimpin pemberontakan dan berhasil menggulingkan rezim Presiden Bashar Al-Assad dalam 11 hari pertempuran. Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, al-Julani mengatakan HTS merupakan kelompok yang menjunjung tinggi persatuan dan antikekerasan.

    Ia menuturkan meski dirinya sempat terlibat dengan Al Qaeda dan ISIS selama berada di Irak dahulu, namun hal itu semata-mata karena ingin membantu rakyat Irak bukan karena ingin melakukan kekerasan.

    “Situasi ini harus dipahami dalam konteks sejarahnya. Terjadi perang besar di Irak yang sangat menggugah emosi masyarakat, mendorong banyak orang untuk pergi ke sana,” ucapnya.

    “Keadaan perang itu membawa orang ke berbagai tempat, dan jalan yang saya tempuh membawa saya ke salah satu lokasi tersebut. Mengingat tingkat kesadaran dan usia saya yang masih muda saat itu, tindakan saya berkembang hingga ke tempat saya saat ini,” lanjut al-Julani.

    Al-Julani berujar dirinya tak pergi ke Irak dengan niat melakukan peperangan. Ia hanya ingin membela rakyat Irak, dan ketika kembali ke Suriah, negara asalnya, ia tak mau membawa apa yang terjadi di sana ke negaranya.

    “Itulah sebabnya terjadi perselisihan antara kami dan ISIS,” ujarnya seperti dikutip CNN.

    Saat ditanya mengenai kekhawatiran masyarakat mengenai cap teroris yang disematkan negara-negara Barat kepada al-Julani, ia meminta agar masyarakat tak menilai hanya dari kata-kata.

    “Jangan menilai dari kata-kata, tapi nilailah dari tindakan. Klasifikasi ini terutama bersifat politis dan pada saat yang sama salah,” ujarnya.

    Ia berujar definisi teroris yakni orang yang dengan sengaja membunuh warga sipil, melukai orang yang tak bersalah, hingga menggusur orang.

    Definisi ini, kata dia, tak sesuai dengan dirinya dan HTS tetapi justru negara-negara Arab yang terlibat perang dan pembunuhan terhadap ribuan orang.

    Al-Julani merupakan mantan anggota Al Qaeda. Ia bergabung dengan milisi di Irak setelah invasi Amerika Serikat pada 2003 dan dipenjarakan di Kamp Bucca pada 2005.

    Dilansir dari BBC, selama di penjara, al-Julani meningkatkan afiliasi jihadisnya dan akhirnya diperkenalkan kepada Abu Bakr al-Baghdadi, ulama pendiam yang kemudian menjadi pemimpin ISIS.

    Pada 2011, Baghdadi mengirim al-Julani ke Suriah dengan dana untuk mendirikan Front al-Nusra, sebuah faksi rahasia yang terkait Negara Islam Irak (ISI).

    Pada 2012, front tersebut berubah menjadi pasukan tempur Suriah, sambil menyembunyikan hubungannya dengan ISI dan Al Qaeda.

    Ketegangan kemudian muncul pada 2013 ketika kelompok Baghdadi di Irak secara sepihak mendeklarasikan penggabungan ISI dan Front al-Nusra serta mendeklarasikan pembentukan negara Islam Irak dan Syam (ISIS).

    Al-Julani menolak bergabung karena tak sepakat dengan taktik kekerasan ISIS.

    Ia pun mencoba keluar dengan berjanji setia kepada Al Qaeda pada 2013 untuk menjadikan Front al-Nusra sebagai cabangnya di Suriah.

    Hubungan Front al-Nusra dengan Al Qaeda telah membuat hubungannya dengan ISIS menjauh. Selama berada di Suriah, al-Julani juga terus menjauhkan diri dari kebrutalan ISIS dan menekankan pendekatan jihad yang lebih pragmatis.

    Namun, hubungannya dengan Al Qaeda juga tak berlangsung lama. Al-Julani memutuskan hubungan dengan Al Qaeda pada 2016 karena merasa afiliasi tersebut tak berdampak pada upayanya yang ingin mendapat dukungan dari masyarakat lokal Suriah.

    Pada Minggu (8/12), Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan usai HTS memimpin upaya pemberontakan selama kurang dari dua pekan.

    Pasukan milisi yang dipimpin oleh HTS merebut ibu kota Damaskus dalam serangan kilat hingga al-Assad melarikan diri ke Rusia.

    Upaya penggulingan ini sebetulnya telah terjadi sejak lebih dari satu dekade lalu. Suriah dilanda perang saudara selama 13 tahun buntut dominasi kekuasaan al-Assad.

    Kini, pemerintahan Suriah akan dipegang sementara oleh mantan Perdana Menteri Mohammad Ghazi al-Jalali. Al-Jalali telah ditunjuk oleh HTS untuk mengawasi jalannya kementerian dan lembaga hingga pemerintahan baru menyelesaikan masa transisi.

    (blq/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Bagaimana Pemberontak Suriah HTS Gulingkan Assad Hanya dalam 11 Hari?

    Bagaimana Pemberontak Suriah HTS Gulingkan Assad Hanya dalam 11 Hari?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintahan panjang Presiden Suriah Bashar Al Assad resmi berakhir pada Minggu (8/12) usai kelompok pemberontak melancarkan serangan signifikan dalam waktu 11 hari atau kurang dari dua pekan.

    Pemberontakan itu dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebuah organisasi yang dikepalai Abu Mohammed al-Julani. Ia merupakan mantan anggota kelompok ekstremis Al Qaeda yang pernah membawa kelompoknya menjalin kerja sama dengan Al Qaeda dan ISIS.

    Bagaimana kelompok HTS memimpin pemberontakan hingga menggulingkan rezim Al Assad dalam waktu cepat?

    Hayat Tahrir Al Sham (HTS) telah memimpin pemberontakan terhadap rezim al-Assad sejak 27 November lalu. Serangan itu dimulai di Idlib, yang tiga hari kemudian dilanjutkan di Aleppo.

    HTS terus merebut wilayah-wilayah yang dikuasai rezim al-Assad dalam kurun waktu itu hingga mereka berhasil merebut Damaskus pada 8 Desember. Damaskus merupakan wilayah yang menjadi tempat tinggal Presiden Bashar al-Assad.

    Al Assad melarikan diri dari Damaskus ketika pasukan pemberontak memasuki kota itu dan membuat para pemberontak tak perlu repot-repot bertempur.

    Menurut para analis, kaburnya al-Assad dari Suriah ini bukan tanpa sebab. Pasalnya, Suriah tengah menghadapi masalah ekonomi parah, ditambah Rusia dan Iran tak lagi memberikan pasokan pertahanan bagi rezim Assad sebanyak dulu.

    Rusia dan Iran merupakan negara-negara yang sangat mendukung pemerintahan Bashar al-Assad. Kendati begitu, Rusia belakangan terjebak dalam invasinya di Ukraina, serta Iran dan milisi Hizbullah Lebanon mulai goyah gegara serangan Israel.

    Mereka tak bisa lagi fokus membantu pertahanan rezim Al Assad.

    Di tengah situasi ini, Hayat Tahrir al-Sham membuat keputusan. Mereka memimpin pemberontakan setelah selama ini menyatukan nyaris seluruh kelompok oposisi, milisi, dan warga sipil di Suriah untuk melawan bersama sang Presiden.

    Suriah telah dilanda perang saudara selama 13 tahun sejak protes damai 2011. Saat itu, warga dan oposisi ingin pemerintah diganti namun justru menghadapi kekerasan dari rezim Al Assad.

    Perang saudara Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi. Negara-negara lain bahkan ikut mengintervensi seperti Iran, Rusia, Amerika Serikat, Arab Saudi, serta Turki.

    Kondisi ini membuat perang saudara Suriah semakin runyam hingga akhirnya Hayat Tahrir al-Sham memutuskan untuk menyatukan seluruh elemen penentang Al Assad demi menyudahi perang sia-sia tersebut.

    Dilansir dari Al Jazeera, HTS telah bersekutu dengan sejumlah faksi antara lain Front Nasional untuk Pembebasan, Ahrar al-Sham, Jaish al-Izza, Gerakan Nour al-Din Al Zenki, serta faksi-faksi yang didukung Turki yang berada di bawah payung Tentara Nasional Suriah.

    Persekutuan ini dibangun bukan dalam waktu sebentar. HTS telah menjalin hubungan dengan mereka selama lebih dari satu tahun terakhir.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Dilansir dari BBC, HTS memulai beberapa reformasi usai menghadapi kritik karena dianggap menghindari pertempuran melawan pasukan pemerintah.

    HTS merupakan kekuatan dominan di Idlib. Namun kelompok ini disebut-sebut bersikap otoriter layaknya rezim al-Assad dengan menekan perbedaan pendapat serta membungkam para kritikus. Banyak yang akhirnya menyebut HTS sebagai pengikut setia Al Assad.

    Merespons kritik ini, HTS pun memulai reformasi. Mereka membubarkan atau mengganti nama pasukan keamanan kontroversial yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan mendirikan “Departemen Pengaduan” untuk memungkinkan warga mengajukan aduan terhadap mereka.

    HTS dan sayap sipilnya, Pemerintah Keselamatan Suriah (SG), kemudian berusaha keras menampilkan citra modern dan moderat untuk memenangkan hati masyarakat dan komunitas internasional.

    Mereka mengusung persatuan di bawah kepemimpinan tunggal dan pada saat yang sama, mempertahankan identitas Islamis guna memuaskan kelompok garis keras di wilayah yang dikuasai pemberontak dan jajaran HTS.

    Pemimpin HTS, Abu Mohammed Al Julani, dalam wawancaranya dengan The New York Times mengatakan bahwa tujuan utama HTS yakni “membebaskan Suriah dari rezim yang menindas ini.”

    Kepemimpinan HTS di bawah Al Julani sedikit banyak telah berhasil memikat masyarakat dan oposisi rezim karena ia secara tak langsung mengubah gerakan ekstremis seperti Al Qaeda dan ISIS menjadi tak lagi efektif.

    Al Julani sendiri merupakan mantan anggota Al Qaeda. Menurut laporan media Arab dan pejabat AS, ia sempat menghabiskan beberapa tahun di penjara Amerika di Irak.

    Pada 2011, ia membentuk Front Al Nusra, sebuah faksi rahasia yang terkait dengan Negara Islam Irak (ISI). Pada 2012, faksi itu berubah menjadi pasukan tempur Suriah yang menonjol, yang menyembunyikan hubungannya dengan ISI dan Al Qaeda.

    Ketegangan kemudian terjadi pada 2013 kala ISI secara sepihak mendeklarasikan penggabungan dengan Front Nusra dan mendeklarasikan pembentukan ISIS.

    Al-Julani tak ingin terlibat kekerasan seperti ideologi ISI sehingga berpura-pura berjanji kepada Al Qaeda untuk menjadikan Front Nusra sebagai cabangnya di Suriah.

    Ia kemudian membawa Front Nusra ke Suriah sekitar awal perang saudara. Kelompok ini akhirnya berkembang menjadi Hayat Tahrir al-Sham yang menekankan pendekatan jihad yang lebih pragmatis.

  • 8 Peristiwa Kunci Perang Saudara Suriah, 13 Tahun Pertumpahan Darah – Halaman all

    8 Peristiwa Kunci Perang Saudara Suriah, 13 Tahun Pertumpahan Darah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Saudara di Suriah, yang berlangsung selama 13 tahun.

    Konflik yang berlangsung begitu lama ini telah menciptakan dampak yang mendalam.

    Ratusan ribu nyawa melayang, jutaan orang jadi pengungsi, dan perpecahan besar di dalam negara.

    Dalam artikel ini, kita akan melihat beberapa peristiwa kunci yang telah menjadi titik balik dalam konflik yang berkepanjangan ini.

    1. Maret 2011: Aksi Protes Damai yang Berubah Menjadi Pemberontakan

    Perang ini bermula pada Maret 2011, ketika aksi protes damai meletus di Damaskus dan Deraa.

    Masyarakat menginginkan reformasi, tetapi pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad merespons dengan tindakan keras.

    Tindakan ini akhirnya memicu pemberontakan bersenjata, menandai awal dari konflik yang brutal ini.

    2. Juli 2012: Pertempuran Aleppo dan Eskalasi Konflik

    Konflik semakin memanas pada Juli 2012 dengan Pertempuran Aleppo, di mana pasukan oposisi berhasil merebut sebagian besar kota tersebut.

    Meskipun tentara Suriah mampu merebut kembali Aleppo empat tahun kemudian, pertarungan ini menunjukkan intensitas konflik yang semakin meningkat.

    3. Agustus 2013: Serangan Senjata Kimia yang Menciptakan Kecaman Internasional

    Satu peristiwa yang sangat mencolok terjadi pada Agustus 2013, ketika serangan senjata kimia di Ghouta Timur menewaskan ratusan warga sipil.

    Tragedi ini memicu kecaman internasional yang meluas dan memaksa Suriah untuk setuju menghancurkan persediaan senjata kimianya, meskipun banyak pihak skeptis akan kepatuhan tersebut.

    4. Juni 2014: Kebangkitan ISIS di Suriah

    Krisis semakin rumit dengan munculnya ISIS pada Juni 2014, ketika kelompok ini mendeklarasikan kekhalifahan di Suriah dan Irak setelah menguasai sebagian besar wilayah Raqqa.

    Raqqa kemudian menjadi ibu kota de facto ISIS di Suriah, dan kekuasaan mereka bertahan hingga 2019.

    5. September 2015: Intervensi Rusia yang Mengubah Arah Konflik

    Intervensi Rusia yang dimulai pada September 2015 menjadi momen penting dalam konflik ini.

    Rusia melancarkan operasi militer untuk mendukung pemerintahan al-Assad, dan serangan udara mereka membantu mengubah arah pertempuran mendukung pasukan pemerintah.

    6. April 2017: Serangan Militer AS terhadap Suriah

    Keterlibatan internasional semakin mendalam pada April 2017, ketika Amerika Serikat meluncurkan serangan rudal terhadap target pemerintah Suriah sebagai respons terhadap serangan senjata kimia di Khan Sheikhoun.

    Ini merupakan aksi militer langsung pertama AS terhadap pasukan al-Assad, yang menambah ketegangan dalam konflik ini.

    7. November 2021: Kebekuan Konflik

    Setelah bertahun-tahun pertempuran yang intens, konflik di Suriah sebagian besar menjadi beku selama empat tahun terakhir.

    Namun, kelompok bersenjata kembali melancarkan operasi dari Idlib pada 27 November 2021, menandakan bahwa meskipun ada penurunan intensitas, konflik belum sepenuhnya berakhir.

    Perang Saudara di Suriah bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan juga pelajaran penting tentang dampak dari konflik berkepanjangan terhadap masyarakat dan dunia.

    Dengan ratusan ribu jiwa yang hilang dan jutaan pengungsi, penting bagi komunitas internasional untuk terus memperhatikan perkembangan di kawasan ini.

    8. Desember 2024: Jatuhnya Rezim Assad

    Pemberontak Suriah mengumumkan rezim Presiden Bashar Al Assad yang telah berkuasa selama 24 tahun berakhir usai menduduki ibu kota Damaskus pada Minggu (8/12/2024) pagi.

    “Setelah 50 tahun penindasan di bawah pemerintahan Baath dan 13 tahun kejahatan, tirani, serta pengungsian, dan setelah perjuangan panjang melawan segala bentuk kekuatan pendudukan, kami mengumumkan hari ini, 8 Desember 2024, berakhirnya era kelam itu dan dimulainya era baru bagi Suriah,” kata para pemberontak dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera.

    Pemberontak mengumumkan bahwa mereka berhasil “merebut” dan menduduki ibu kota Damaskus, dan Presiden Assad telah keluar dari Suriah.

    “Kami mengumumkan akhir dari era kegelapan dan dimulainya era baru Suriah. Di era baru Suriah, semua orang berdampingan dengan damai, keadilan ditegakkan, dan kebenaran ditetapkan,” bunyi pernyataan pemberontak.

    Dikutip dari CNN, pemberontak juga mengeklaim berhasil “membebaskan ibu kota Damaskus dari Bashar Al Assad.”

    “Kami mendeklarasikan Kota Damaskus bebas dari tirani Bashar Al Assad. Untuk orang-orang yang terusir di dunia, sebuah Suriah yang bebas menunggu kalian semua,” bunyi pernyataan pemberontak di saluran Telegram mereka.

    Pengumuman ini muncul setelah pemberontak berhasil merangsek masuk menduduki ibu kota Damaskus dalam 24 jam terakhir.

    Sejumlah video yang beredar di media social memperlihatkan ribuan warga turun ke jalan bersuka cita.

    Salah satu video memperlihatkan ribuan orang berkumpul di Ummayad Square, berdiri di tank-tank militer pasukan Assad yang ditinggalkan sambil bernyanyi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Biden Bahas Pemberontakan di Suriah dengan Penasihat Keamanan

    Biden Bahas Pemberontakan di Suriah dengan Penasihat Keamanan

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan bertemu dengan penasihat keamanan nasionalnya untuk membahas pemberontakan di Suriah. Diketahui, kelompok Islamis menyatakan bahwa mereka telah merebut Damaskus dan menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.

    Dilansir AFP, Senin (9/12/2024), AS sejauh ini bungkam dalam tanggapannya. Sementara para pemimpin dunia lainnya telah mempertimbangkan untuk mendesak perdamaian, memuji jatuhnya Assad hingga mendorong solusi politik untuk menstabilkan.

    “Presiden akan bertemu dengan tim keamanan nasionalnya pagi ini untuk menerima informasi terkini tentang situasi di Suriah,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Sean Savett di media sosial X.

    Militer AS terhitung memiliki sekitar 900 tentara di Suriah dan 2.500 di Irak sebagai bagian dari koalisi internasional yang dibentuk pada tahun 2014 untuk membantu memerangi kelompok jihadis ISIS.

    Koalisi ini secara rutin menyerang target-target di negara tersebut, termasuk yang terkait dengan milisi yang didukung Iran. Teheran merupakan pendukung utama pemerintahan Assad.

    Presiden Assad Hilang

    Sebelumnya, Assad dilaporkan kabur dari Damaskus setelah pemberontak memasuki ibu kota pada Minggu pagi waktu setempat. Setelah itu, pemberontak mendeklarasikan era baru di Suriah dan menyatakan pemerintahan Assad telah berakhir.

    Assad telah memimpin Suriah sejak 2000. Dia menjadi presiden setelah ayahnya, Hafez al-Assad, yang menjadi Presiden Suriah sejak 1971, meninggal pada 2000.

    Pimpinan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Al Julani mengatakan semua pasukan oposisi di Damaskus dilarang mengambil alih lembaga publik. Dia mengatakan semua lembaga pemerintah tetap berada di bawah pengawasan PM Suriah sampai pengalihan kekuasaan secara resmi. Dia juga melarang ada tembakan perayaan.

    “Tetap berada di bawah pengawasan mantan Perdana Menteri sampai diserahkan secara resmi. Tembakan perayaan juga dilarang,” ujar Al-Julani dalam sebuah pernyataan.

    (azh/azh)

  • Suriah Usai Rezim al-Assad Tumbang: Kelompok Sunni Tahrir al-Sham Jadi Penguasa dan Ancaman ISIS – Halaman all

    Suriah Usai Rezim al-Assad Tumbang: Kelompok Sunni Tahrir al-Sham Jadi Penguasa dan Ancaman ISIS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS – Pemberontak Suriah mendeklarasikan penggulingan Presiden Bashar al-Assad setelah menguasai Damaskus pada hari Minggu(8/12/2024).

    Hal ini sebagai penanda berakhirnya pemerintahan tangan besi keluarganya setelah lebih dari 13 tahun perang saudara dalam sebuah momen yang menggemparkan di Timur Tengah.

    Pemberontak juga memberikan pukulan besar terhadap pengaruh Rusia dan Iran di wilayah tersebut, sekutu utama yang mendukung Assad pada saat-saat kritis dalam konflik tersebut. Kedutaan Besar Iran juga diserbu oleh pemberontak Suriah setelah mereka merebut Damaskus.

    Komando militer Suriah memberi tahu para perwira bahwa pemerintahan Assad telah berakhir. Namun tentara Suriah kemudian mengatakan pihaknya terus melanjutkan operasi melawan kelompok teroris di kota-kota utama Hama dan Homs serta di pedesaan Deraa.

    Assad yang telah menghancurkan segala bentuk perbedaan pendapat, terbang keluar dari Damaskus ke tujuan yang tidak diketahui pada Minggu pagi, kata dua perwira senior militer kepada Reuters, ketika pemberontak mengatakan mereka memasuki ibu kota tanpa tanda-tanda pengerahan tentara.

    “Kami bersama rakyat Suriah merayakan berita pembebasan tahanan kami dan melepaskan belenggu mereka serta mengumumkan berakhirnya era ketidakadilan di penjara Sednaya,” kata pemberontak, merujuk pada sebuah penjara besar di pinggiran Damaskus tempat pemerintah Suriah menahan diri.

    Koalisi pemberontak Suriah mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka terus berupaya untuk menyelesaikan pengalihan kekuasaan di Suriah kepada badan pemerintahan transisi dengan kekuasaan eksekutif penuh.

    “Revolusi besar Suriah telah beralih dari tahap perjuangan menggulingkan rezim Assad ke perjuangan membangun Suriah bersama yang sesuai dengan pengorbanan rakyatnya,” tambahnya dalam sebuah pernyataan.

    Ribuan orang yang mengendarai mobil dan berjalan kaki berkumpul di alun-alun utama di Damaskus sambil melambaikan tangan dan meneriakkan “Kebebasan” dari setengah abad pemerintahan keluarga Assad.

    Keruntuhan tersebut menyusul pergeseran keseimbangan kekuasaan di Timur Tengah setelah banyak pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran, yang merupakan tulang punggung pasukan Assad dibunuh oleh Israel selama dua bulan terakhir. Rusia, sekutu penting Assad lainnya, fokus pada perang di Ukraina.

    Pemerintahan Transisi

    Apa yang terjadi di Suriah mengejutkan negara-negara Arab dan menimbulkan kekhawatiran akan gelombang baru ketidakstabilan regional terutama di Timur Tengah.

    Peristiwa ini menandai titik balik bagi Suriah yang hancur akibat perang bertahun-tahun yang telah mengubah kota-kota menjadi puing-puing, menewaskan ratusan ribu orang, dan memaksa jutaan orang mengungsi ke luar negeri.

    Menstabilkan wilayah barat Suriah yang dikuasai pemberontak akan menjadi kuncinya. Pemerintah negara-negara Barat yang telah menghindari negara yang dipimpin Assad selama bertahun-tahun harus memutuskan bagaimana menghadapi pemerintahan baru kelompok Islam Sunni Hayat Tahrir al-Sham (HTS) tampaknya akan memiliki pengaruh.

    “Amerika Serikat akan terus mempertahankan kehadirannya di Suriah timur dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah kebangkitan kembali ISIS, ” ujar Wakil Asisten Menteri Pertahanan untuk Timur Tengah Daniel Shapiro mengatakan pada konferensi keamanan Dialog Manama di ibu kota Bahrain dikutip dari Reuters.

    HTS yang mempelopori kemajuan pemberontak di Suriah barat, sebelumnya merupakan afiliasi Al Qaeda yang dikenal sebagai Front Nusra hingga pemimpinnya Abu Muhammed al-Golani memutuskan hubungan dengan gerakan jihad global pada tahun 2016.

    “Pertanyaan sebenarnya adalah seberapa tertib transisi ini, dan tampaknya cukup jelas bahwa Golani sangat ingin transisi ini berjalan dengan tertib,” kata Joshua Landis, pakar Suriah dan Direktur Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma.

    Golani tidak ingin terulangnya kekacauan yang melanda Irak setelah pasukan pimpinan Amerika menggulingkan Saddam Hussein pada tahun 2003.

    “Mereka harus membangun kembali mereka membutuhkan Eropa dan Amerika untuk mencabut sanksi,” kata Landis.

    HTS adalah kelompok pemberontak terkuat di Suriah dan sebagian warga Suriah masih khawatir kelompok itu akan menerapkan aturan Islam yang kejam atau memicu aksi pembalasan.

    Negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Mesir, keduanya merupakan sekutu dekat AS, memandang kelompok militan Islam sebagai ancaman nyata, sehingga HTS mungkin menghadapi perlawanan dari kekuatan regional.

    Dalam sebuah konferensi di Manama, Anwar Gargash, penasihat diplomatik presiden Uni Emirat Arab, mengatakan kekhawatiran utama negara itu adalah “ekstremisme dan terorisme.”

    Dia mengatakan Suriah belum keluar dari masalah dan menambahkan bahwa dia tidak tahu apakah Assad berada di UEA atau tidak.

    Gargash menyalahkan jatuhnya Assad karena kegagalan politik dan mengatakan dia belum pernah menggunakan ‘jalur penyelamat’ yang ditawarkan kepadanya oleh berbagai negara Arab sebelumnya, termasuk UEA.(reuters)

     

  • Tentara Suriah Cari Perlindungan di Irak usai Damaskus Dikuasai

    Tentara Suriah Cari Perlindungan di Irak usai Damaskus Dikuasai

    Jakarta, CNN Indonesia

    Setidaknya dua ribu tentara Suriah menyeberangi perbatasan ke Irak untuk mencari perlindungan pada Sabtu (7/12).

    Kendaraan militer, tentara Irak dan beberapa perangkat keras militer dikumpulkan di perbatasan.

    Pemberontak Suriah dilaporkan telah merangsek ibu kota Damaskus di saat perang sipil berkecamuk.