Negara: Inggris

  • Upaya Hukum Ditempuh Macron Buktikan Istri Wanita Sejak Lahir

    Upaya Hukum Ditempuh Macron Buktikan Istri Wanita Sejak Lahir

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menempuh jalur hukum untuk membuktikan istrinya Brigitte adalah perempuan sejak lahir. Macron siap membawa bukti ke pengadilan Amerika Serikat (AS).

    Seperti dilansir BBC, Kamis (18/9/2025), pengacara Macron dan Brigitte mengatakan akan membawa bukti ilmiah dalam sidang pencemaran nama baik terhadap influencer Amerika Serikat (AS) Candace Owens. Owens sebelumnya menuding Brigitte Macron terlahir sebagai pria.

    Berbicara kepada podcast Fame Under Fire milik BBC, pengacara Macron dalam kasus tersebut, Tom Clare, mengatakan Brigitte Macron menganggap klaim tersebut sangat meresahkah dan merupakan pengalihan perhatian.

    “Saya tidak ingin mengatakan bahwa hal itu entah bagaimana telah membuatnya kehilangan kendali. Namun, seperti halnya siapa pun yang harus menyeimbangkan karier dan kehidupan keluarga, ketika keluarga Anda diserang, hal itu akan terasa berat. Dan dia tidak kebal terhadap hal itu karena dia adalah presiden suatu negara,” ujarnya.

    Clare mengatakan pihaknya akan menghadirkan ahli untuk mengungkap bukti ilmiah. Clare mengatakan Macron dan Brigitte siap untuk menunjukkan sepenuhnya baik secara umum maupun khusus bahwa tuduhan tersebut salah.

    “Ini adalah proses yang harus dia jalani secara terbuka. Tapi dia bersedia melakukannya. Dia bertekad kuat untuk melakukan apa pun demi meluruskan masalah ini,” katanya.

    Ketika ditanya apakah keluarga Macron akan memberikan foto Brigitte yang sedang hamil dan membesarkan anak-anaknya, Clare mengatakan foto-foto itu ada dan akan disajikan di pengadilan yang memiliki aturan dan standar.

    Gugatan Macron di Pengadilan AS

    Macron dan istrinya mengajukan gugatan hukum atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap Owens pada Juli lalu.

    Gugatan yang diajukan ke pengadilan tinggi Delaware, AS, itu menuduh Owens telah menyebarkan ‘kebohongan’. Gugatan itu termasuk atas tuduhan soal Brigitte terlahir sebagai laki-laki dengan nama Jean-Michel Trogneux.

    Gugatan itu diajukan setelah Owens berulang kali mengabaikan permintaan untuk mencabut pernyataan palsu dan pencemaran nama baik yang dibuat dalam rentetan video YouTube dan podcast delapan episode berjudul ‘Becoming Brigitte’.

    Macron Sewan Detektif Swasta

    Pengacara juga menyewa investigator atau detektif swasta untuk menyelidiki Candace Owens yang mereka gugat terkait tuduhan Brigitte terlahir sebagai pria.

    Penyelidikan yang dilakukan oleh detektif swasta itu, seperti dilansir Financial Times, Selasa (12/8), disebut menghasilkan sejumlah informasi detail mengenai Owens, termasuk soal hubungannya dengan tokoh-tokoh sayap kanan di Prancis dan popularitasnya di media pemerintah Rusia.

    Macron dan istrinya menggugat Owens, seorang influencer sayap kanan terkenal di AS, atas apa yang mereka sebut sebagai “fiksi yang aneh, memfitnah, dan mengada-ada” dalam rentetan podcast berseri yang menarik jutaan pendengar. Tuduhan utama dalam podcast itu adalah Brigitte terlahir sebagai laki-laki.

    Penyelidikan terhadap Owens itu dilakukan oleh firma hukum Nardello & Co yang berkantor di AS, sebelum Macron dan istrinya mengajukan gugatan hukum terhadap Owens bulan Juli.

    Sejumlah informasi yang didapat dari investigasi itu tidak hanya menjelaskan soal hubungan Owens dengan para tokoh sayap kanan di Prancis, tetapi juga keterkaitannya dengan tokoh populis sayap kanan di AS dan Inggris, serta interaksi onlinenya dengan seorang nasionalis di Rusia.

    “Keluarga Macron mengajukan gugatan hukum ini dengan pengetahuan penuh tentang siapa yang bersekutu dengan Owens,” kata pemimpin eksekutif Nardello & Co, Dan Nardello, yang merupakan mantan jaksa federal New York.

    Keputusan untuk menyewa investigator menyoroti keseriusan Macron dan istrinya dalam gugatan hukum mereka terhadap Owens. Ini menjadi contoh langka seorang pemimpin dunia, yang masih aktif menjabat, dalam menggugat seorang influencer online terkait konten mereka.

    Pengacara Macron, Tom Clare, dari firma hukum Clare Locke — spesialis kasus pencemaran nama baik, mengatakan keputusan mengajukan gugatan itu sebagian didorong oleh keinginan Macron dan istrinya untuk memahami mengapa seorang influencer AS tertarik pada mereka.

    Clare menambahkan bahwa Macron dan istrinya bersedia hadir di pengadilan Delaware untuk menghadiri persidangan secara langsung.

    Tonton juga Video: Momen Macron dan Istri Cipika-cipiki di Depan Prabowo

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • Anggota DK PBB Sepakat Gencatan Senjata Gaza tapi Lagi-lagi Diveto AS

    Anggota DK PBB Sepakat Gencatan Senjata Gaza tapi Lagi-lagi Diveto AS

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) lagi-lagi memakai hak veto untuk menolak resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina. AS sudah memakai hak veto terkait Perang Gaza sebanyak 16 kali.

    Sebagaimana diketahui, AS sudah memakai hak veto berkali-kali untuk menolak gencatan senjata di Gaza. Pada bulan Juni lalu, AS pernah memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen antara Israel dan militan Hamas di Gaza.

    AS sekaligus menolak resolusi DK PBB yang juga menuntut dibukanya akses bantuan tanpa hambatan di seluruh wilayah kantong yang dilanda perang itu.

    “Amerika Serikat telah menegaskan ‘Kami tidak akan mendukung tindakan apa pun yang gagal mengutuk Hamas dan tidak menyerukan Hamas untuk melucuti senjata dan meninggalkan Gaza’,” kata Penjabat Duta Besar AS untuk PBB Dorothy Shea kepada dewan sebelum pemungutan suara, dilansir Reuters, Kamis (5/6/2025).

    AS beralasan bahwa resolusi tersebut juga akan merusak upaya yang dipimpin AS untuk menjadi perantara gencatan senjata. Diketahui AS adalah sekutu dan pemasok senjata terbesar Israel.

    14 Negara Dukung Gencatan Senjata

    Ke-14 negara lain di DK PBB memberikan suara mendukung rancangan resolusi gencatan senjata tersebut karena krisis kemanusiaan mencengkeram wilayah kantong yang dihuni lebih dari 2 juta orang itu. Diketahui Gaza dilanda kelaparan dan bantuan hanya mengalir masuk sejak Israel mencabut blokade.

    Pemungutan suara Dewan Keamanan PBB dilakukan saat Israel terus melancarkan serangan di Gaza setelah mengakhiri gencatan senjata selama dua bulan pada bulan Maret. Pihak otoritas kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel menewaskan 45 orang pada hari Rabu, sementara Israel mengatakan seorang tentara tewas dalam pertempuran.

    Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengkritik keputusan pemerintah Israel untuk memperluas operasi militernya di Gaza dan sangat membatasi bantuan kemanusiaan sebagai “tidak dapat dibenarkan, tidak proporsional, dan kontraproduktif.”

    Israel telah menolak seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat atau permanen, dengan mengatakan Hamas tidak dapat tinggal di Gaza. Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan kepada anggota dewan yang memberikan suara mendukung rancangan tersebut, “Anda memilih peredaan dan penyerahan. Anda memilih jalan yang tidak mengarah pada perdamaian. Hanya menuju lebih banyak teror.”

    Merespons sikap AS tersebut, Hamas lalu mengutuk veto AS. Hamas menggambarkannya sebagai menunjukkan “bias buta pemerintah AS” terhadap Israel. Rancangan resolusi Dewan Keamanan juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang ditahan oleh Hamas dan pihak lain.

    AS Pakai Hak Veto Lagi

    Terbaru, AS kembali menggunakan hak veto terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Jalur Gaza, serta agar Israel mencabut semua pembatasan pengiriman bantuan ke daerah kantong Palestina tersebut.

    Draft resolusi terbaru yang disusun oleh 10 anggota terpilih dari total 15 negara anggota DK PBB itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (19/9/2025), juga menuntut pembebasan segera, secara bermartabat, dan tanpa syarat semua sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan militan lainnya di Jalur Gaza.

    Resolusi yang divoting oleh DK PBB pada Kamis (18/9) waktu setempat itu mendapatkan dukungan 14 negara anggota, kecuali AS.

    16 Kali Pakai Hak Veto Terkait Perang Gaza

    Ini berarti sudah keenam kalinya AS menggunakan hak veto dalam voting resolusi DK PBB menyangkut perang Gaza yang berkecamuk selama hampir dua tahun terakhir antara Israel dan Hamas.

    “Kelaparan telah dipastikan terjadi di Gaza — tidak diproyeksikan, tidak dideklarasikan, tetapi terkonfirmasi,” kata Duta Besar Denmark untuk PBB, Christina Markus Lassen, di hadapan para anggota DK PBB sebelum voting digelar.

    “Sementara itu, Israel telah memperluas operasi militernya di Kota Gaza, yang semakin memperparah penderitaan warga sipil. Akibatnya, terjadinya situasi bencana ini, kegagalan kemanusiaan, yang memaksa kita untuk bertindak hari ini,” tegasnya.

    AS selalu melindungi Israel, sekutu dekatnya, dalam forum PBB. Meskipun pekan lalu, Washington mendukung pernyataan bersama DK PBB yang mengecam serangan Tel Aviv terhadap Qatar, meskipun pernyataan itu tidak menyebut langsung Israel yang bertanggung jawab.

    Langkah itu mencerminkan ketidakpuasan Presiden Donald Trump dengan serangan yang diperintahkan oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    Namun, veto yang diberikan AS dalam voting pada Kamis (18/9) menunjukkan bahwa sepekan kemudian, Washington kembali dengan teguh memberikan perlindungan diplomatik kepada Israel.

    Konselor Misi AS untuk PBB, Morgan Ortagus, yang juga Wakil Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, dalam pernyataannya di forum DK PBB mengatakan bahwa resolusi terbaru ini gagal mengecam Hamas atau mengakui hak Israel untuk melindungi diri.

    “Sikap AS menentang resolusi ini bukanlah hal yang mengejutkan. Resolusi ini gagal mengutuk Hamas atau mengakui hak Israel untuk membela diri, dan secara keliru melegitimasi narasi palsu yang menguntungkan Hamas, yang sayangnya telah beredar luas di Dewan ini,” sebutnya.

    “Hamas bertanggung jawab atas dimulainya dan berlanjutnya perang ini. Israel telah menerima usulan persyaratan yang akan mengakhiri perang, tetapi Hamas terus menolaknya. Perang ini dapat berakhir hari ini jika Hamas membebaskan para sandera dan meletakkan senjatanya,” kata Ortagus.

    Palestina Sesalkan Keputusan AS

    Otoritas Palestina menyesalkan dan mengecam veto yang digunakan AS. Palestina menyebut veto AS hanya akan semakin mendorong Israel untuk melanjutkan kejahatan di wilayahnya.

    “Kami menyampaikan penyesalan dan keheranan kami bahwa pemerintah AS sekali lagi memblokir resolusi gencatan senjata, meskipun semua anggota Dewan Keamanan telah menyetujui rancangan tersebut,” kata juru bicara kantor kepresidenan Otoritas Palestina, Nabil Abu Rudeineh, seperti dilansir Anadolu Agency, Jumat (19/9/2025).

    Abu Rudeineh dalam pernyataannya menyebut resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB itu telah “secara eksplisit menyerukan gencatan senjata dan diakhirinya genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina”.

    Dia mengatakan bahwa veto AS hanya akan “mendorong pendudukan Israel untuk melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat Palestina dan melawan semua legitimasi dan hukum internasional”.

    Lebih lanjut, Abu Rudeineh menyerukan Washington untuk “meninjau kembali keputusannya demi menegakkan hukum internasional”.

    Halaman 2 dari 5

    (rdp/rdp)

  • PBB Beri Sanksi ke Iran Terkait Program Nuklir yang Aktif Kembali

    PBB Beri Sanksi ke Iran Terkait Program Nuklir yang Aktif Kembali

    Jakarta

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi memberikan sanksi ekonomi yang berat terhadap Iran atas program nuklirnya yang kembali aktif, yang memicu reaksi keras dari Teheran. Hal itu setelah mendapat tekanan dari Eropa

    Dilansir AFP, Sabtu (20/9/2025), Inggris, Prancis, dan Jerman diketahui telah menandatangani kesepakatan tahun 2015 yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang bertujuan untuk menghentikan Teheran memperoleh senjata nuklir.

    Ketiga negara tersebut menuduh Iran telah mengingkari janjinya dalam perjanjian tersebut.

    “Kami mendesak (Iran) untuk bertindak sekarang,” kata Duta Besar Inggris Barbara Woodward, yang memberikan suara menentang resolusi yang akan memungkinkan perpanjangan penangguhan sanksi.

    Ia membuka pintu bagi diplomasi di Majelis Umum PBB minggu depan, ketika para kepala negara dan pemerintahan akan berkumpul di New York.

    Namun, Amir Saeid Iravani selaku utusan Iran untuk PBB, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa pemungutan suara tersebut merupakan “politik pemaksaan.”

    “Tindakan hari ini tergesa-gesa, tidak perlu, dan melanggar hukum. Iran tidak mengakui kewajiban untuk melaksanakannya,” ujarnya.

    Kemudian, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan pada hari Jumat sebelumnya bahwa ia telah mengajukan proposal yang “adil dan berimbang” kepada negara-negara Eropa untuk mencegah penerapan kembali sanksi.

    Menjelang pemungutan suara, Presiden Prancis Emmanuel Macron sempat mengatakan dalam sebuah wawancara televisi Israel bahwa ia memperkirakan sanksi internasional akan diberlakukan kembali pada akhir bulan ini. Namun, duta besar Prancis untuk PBB mengatakan pada hari Jumat bahwa opsi penyelesaian melalui negosiasi masih tersedia.

    Dalam sebuah surat kepada PBB pada pertengahan Agustus, “Tiga Negara Eropa” mengecam Iran karena telah melanggar beberapa komitmen di bawah JCPOA, termasuk meningkatkan stok uranium hingga lebih dari 40 kali lipat dari tingkat yang diizinkan dalam kesepakatan tersebut.

    Meskipun terdapat serangkaian pembicaraan diplomatik antara negara-negara Eropa dan Teheran, trio negara Barat tersebut bersikeras bahwa tidak ada kemajuan.

    “Dewan masih punya waktu untuk menyetujui resolusi lebih lanjut yang memperpanjang penangguhan sanksi ika Iran dan Eropa mencapai kesepakatan di menit-menit terakhir,” kata Gowan.

    Israel, musuh bebuyutan Iran, menyambut baik langkah Dewan Keamanan, yang ditentang oleh Aljazair, Tiongkok, Pakistan, dan Rusia.

    “Tujuan komunitas internasional harus tetap sama: mencegah Iran memperoleh kemampuan nuklir,” tulis Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar di X.

    (azh/azh)

  • Visa Ditolak AS, Presiden Palestina Akan Pidato Lewat Video di Sidang PBB

    Visa Ditolak AS, Presiden Palestina Akan Pidato Lewat Video di Sidang PBB

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menolak dan mencabut visa para pejabat Palestina termasuk Presiden Mahmud Abbas. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk mengizinkan Mahmud Abbas berpidato melalui sambungan video.

    “Negara Palestina dapat mengirimkan pernyataan Presidennya yang telah direkam sebelumnya, yang akan diputar di Ruang Sidang Umum,” kata keterangan PBB dilansir kantor berita AFP, Jumat (19/9/2025).

    Debat Umum Tingkat Tinggi PBB akan dimulai pada 23 September ini di New York, AS. Rangkaian Sidang Majelis Umum PBB ke-80 ini telah dibuka sejak 9 September lalu.

    Sebagaimana diketahui, Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa mereka tidak akan mengizinkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk melakukan perjalanan ke New York, untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, di mana beberapa negara sekutu AS akan mengakui negara Palestina.

    Pemerintahan Presiden Donald Trump, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (30/8), telah menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena telah “merusak prospek perdamaian”.

    Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh keputusan yang diumumkan pada Jumat (29/8) waktu setempat.

    Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB tingkat tinggi yang digelar secara tahunan di markas besar PBB di Manhattan, New York, AS.

    Abbas juga awalnya dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina.

    Kantor Abbas mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS menolak dan mencabut visa tersebut. Ditegaskan bahwa keputusan semacam itu melanggar “perjanjian markas besar” PBB.

    Berdasarkan “perjanjian markas besar” PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York.

    Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.

    Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu, dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstrmisme, sambil mendorong “pengakuan sepihak” atas negara Palestina.

    “Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS.

    Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.

    Dikatakan Departemen Luar Negeri AS bahwa mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk “secara konsisten menolak terorisme”, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.

    Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan bahwa mereka terbuka untuk kembali terlibat “jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel”.

    Lebih lanjut, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut.

    (wnv/lir)

  • Video: SPBU Swasta Beli BBM Pertamina-Trump Bawa Rp700 T ke Inggris

    Video: SPBU Swasta Beli BBM Pertamina-Trump Bawa Rp700 T ke Inggris

    Jakarta, CNBC Indonesia -Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Badan Usaha Penyedia BBM Nonsubsidi seperti Shell, BP-AKR dan Vivo Energy telah sepakat membeli BBM dari Pertamina.

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersama sejumlah raksasa teknologi seperti Microsoft dan Nvidia melakukan kunjungan kerja ke Inggris. Dalam kunjungan ini, mereka langsung mengucurkan investasi senilai USD 42 Miliar atau setara Rp 684 Triliun.

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Jumat (19/09/2025).

  • Palestina Kecam Veto Amerika Serikat Terhadap Resolusi DK PBB

    Palestina Kecam Veto Amerika Serikat Terhadap Resolusi DK PBB

    JAKARTA – Juru bicara Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh menyatakan penyesalan dan keterkejutan yang mendalam atas veto Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, meskipun mendapat dukungan bulat dari 14 anggota Dewan lainnya.

    Abu Rudeineh menekankan, rancangan resolusi tersebut telah menerima dukungan yang sangat besar, dengan 14 negara jelas menuntut gencatan senjata segera dan diakhirinya kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina yang tak berdaya.

    “Amerika Serikat memilih untuk memblokir resolusi tersebut dengan menggunakan hak vetonya,” ujarnya, dikutip dari WAFA 19 September.

    Ia memperingatkan, veto AS mengirimkan pesan berbahaya, mendorong Israel untuk melanjutkan kejahatannya dan pembangkangannya terhadap hukum dan legitimasi internasional, termasuk pendapat penasihat baru-baru ini dari Mahkamah Internasional, yang menyusul resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan diakhirinya agresi, pendudukan, dan penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza.

    Abu Rudeineh mendesak Pemerintah AS untuk mempertimbangkan kembali posisinya guna menjaga hukum internasional.

    Diberitakan sebelumnya, Negeri Paman Sam pada Hari Kamis memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza dan agar Israel mencabut semua pembatasan pengiriman bantuan ke wilayah Palestina tersebut.

    Rancangan resolusi tersebut juga menuntut pembebasan segera, bermartabat, dan tanpa syarat semua sandera yang ditawan oleh Hamas dan kelompok-kelompok lainnya.

    Veto ini terjadi saat jumlah korban tewas di wilayah kantong Palestina itu tembus 65 ribu jiwa, termasuk 400 lebih di antaranya akibat kelaparan dan malnutrisi, sejak Oktober 2023.

    Rancangan resolusi ini disponsori oleh 10 anggota tidak tetap DK PBB atau E10 yang kali ini terdiri dari Aljazair, Denmark, Yunani, Guyana, Pakistan, Panama, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia dan Somalia, dikutip dari UN News.

    Dewan ini total beranggotakan 15 negara, di mana lima negara lainnya, Amerika Serikat, Inggris, China, Prancis dan Rusia merupakan anggota tetap dengan hak veto.

    Rancangan resolusi tersebut menerima 14 suara setuju. Ini adalah keenam kalinya AS mengajukan veto di Dewan Keamanan atas perang hampir dua tahun antara Israel dan militan Palestina, Hamas.

  • Trump Bertemu PM Starmer Hasilkan Investasi Rp3.365 Triliun di Inggris

    Trump Bertemu PM Starmer Hasilkan Investasi Rp3.365 Triliun di Inggris

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Inggris mengumumkan berhasil mengamankan investasi senilai £150 miliar atau sekitar Rp3.365 triliun dari Amerika Serikat yang diharapkan dapat menciptakan 7.600 lapangan kerja baru.

    Melansir BBC pada Jumat (19/9/2025), pengumuman ini disampaikan bertepatan dengan penandatanganan Tech Prosperity Deal oleh Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, yang mencakup komitmen investasi dari raksasa teknologi seperti Microsoft dan Google.

    Dari total investasi £150 miliar, sekitar £90 miliar akan datang dari Blackstone dalam 10 tahun ke depan, meski detail penggunaannya belum sepenuhnya ditentukan. Pada Juni lalu, perusahaan ekuitas swasta AS itu juga mengumumkan rencana investasi £370 miliar di Eropa dalam kurun waktu sama.

    Melalui kesepakatan teknologi ini, Inggris dan AS akan memperkuat kerja sama di bidang kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, hingga energi nuklir. Microsoft berkomitmen menggelontorkan £22 miliar dalam empat tahun, sementara Google akan menginvestasikan £5 miliar untuk memperluas pusat data di Hertfordshire.

    Menteri Bisnis dan Perdagangan Peter Kyle menilai masuknya investasi jumbo dari AS menunjukkan kepercayaan terhadap strategi industri Inggris. 

    “Rekor investasi ini akan menciptakan ribuan pekerjaan berkualitas tinggi di seluruh Inggris,” katanya.

    Starmer menyebut masuknya investasi jumbo tersebut sebagai bukti kekuatan ekonomi Inggris sekaligus sinyal bahwa negaranya terbuka, ambisius, dan siap memimpin.

    “Ini adalah tonggak penting bagi perekonomian Inggris,” ujarnya.

    Meski diharapkan dapat mendorong pertumbuhan lapangan kerja, data Office for National Statistics (ONS) menunjukkan pasar tenaga kerja domestik justru sedang melemah. 

    Jumlah pekerja pada daftar gaji turun 127.000 sepanjang tahun hingga Agustus 2025, sementara jumlah lowongan juga merosot 14% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

    Biaya operasional yang kian tinggi, termasuk kewajiban pembayaran upah minimum dan iuran asuransi nasional, disebut banyak perusahaan sebagai alasan menahan investasi. 

    Industri farmasi juga menyoroti masalah regulasi. Merck membatalkan rencana investasi £1 miliar dan memindahkan riset ke AS, sementara AstraZeneca menunda proyek senilai £200 juta di Cambridge yang sebelumnya diproyeksikan menyerap 1.000 tenaga kerja.

    Tak hanya itu, aliran investasi justru bergerak ke arah sebaliknya. GSK, misalnya, menyiapkan hampir £22 miliar untuk riset dan manufaktur di AS dalam lima tahun.

    Mantan Wakil Perdana Menteri Inggris Sir Nick Clegg mengkritisi kesepakatan ini sebagai remah dari meja Silicon Valley. Menurutnya, Inggris masih menghadapi masalah mendasar: perusahaan rintisan dan talenta lokal kerap berakhir di AS demi mencari pendanaan.

    “Bukan hanya teknologi yang kita impor, tapi juga orang-orang dan ide terbaik yang kita ekspor,” tegas Clegg.

  • Siapkah NATO Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

    Siapkah NATO Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

    Jakarta

    Sudah lebih dari sepekan ini kemunculan drone Rusia jadi buah bibir di Eropa. Pada malam 9–10 September, gelombang drone tempur Rusia untuk pertama kali menembus wilayah udara Polandia. Sebanyak 19 wahana nirawak terdeteksi, beberapa di antaranya berhasil ditembak jatuh.

    Hanya beberapa hari berselang, drone Rusia kembali melintasi wilayah Rumania — anggota NATO lain. Pada Senin (15/9), otoritas Polandia menembak jatuh sebuah drone yang terbang di atas gedung pemerintah di ibu kota Warsawa, dan dilaporkan menahan dua tersangka: seorang warga Belarus dan seorang warga Ukraina.

    Tidak ada korban luka dalam insiden-insiden tersebut. Moskow sendiri menyangkal bahwa pelanggaran itu disengaja. Namun, NATO merespons dengan meluncurkan misi baru untuk mengamankan ruang udara di sisi timurnya.

    Operasi di perbatasan timur

    Operasi yang dinamakan Eastern Sentry ini digambarkan sebagai “aktivitas multidomain” yang mencakup penguatan pangkalan darat dan pertahanan udara, serta akan “berlangsung untuk waktu yang tidak ditentukan,” menurut pernyataan resmi NATO pada 12 September.

    Melalui operasi ini, NATO ingin menyampaikan pesan jelas kepada negara anggotanya di timur Eropa, sekaligus gertakan kepada Rusia. Inggris dan Denmark sudah menyatakan dukungan, Jerman menggandakan jumlah jet tempur untuk pertahanan udara di Polandia dari dua menjadi empat, sementara Prancis mengerahkan jet Rafale.

    Jet vs Drone: ‘Palu Godam untuk Paku Payung’

    Meski jet tempur dan rudal udara-ke-udara terbukti ampuh menjatuhkan drone, cara ini dinilai jauh dari efisien.

    “Drone yang kita lihat di Ukraina harganya hanya 10 ribu sampai 30 ribu Euro per unit. Tapi kalau kita menembakkan rudal seharga jutaan dolar sebagai respons, stok senjata kita akan cepat habis,” ujar Chris Kremidas-Courtney, pakar pertahanan dari lembaga European Policy Centre (EPC) di Brussel, Belgia, kepada DW. “Kita memakai palu godam untuk menghantam paku payung.”

    Menurutnya, negara-negara Eropa anggota NATO seharusnya berinvestasi pada teknologi pertahanan modern yang lebih hemat biaya, seperti sistem rudal anti-drone Nimbrix buatan Swedia. Jika tidak, Eropa akan terus terjebak dalam perang “asimetris biaya” yang merugikan.

    Membangun ‘Tembok Drone’ di Eropa?

    Bersama Polandia dan Finlandia , negara-negara Baltik — yang kerap menghadapi pelanggaran wilayah udara oleh Rusia — sudah lama mendesak peningkatan koordinasi pertahanan drone. Konsep ini sering disebut sebagai “tembok drone”, istilah yang kemudian dipakai Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato kenegaraan tahunan beberapa waktu lalu.

    Komisi Eropa bahkan mengumumkan proyek produksi drone bersama senilai 6 miliar Euro, dengan keahlian Ukraina akan menjadi kunci. “Kita perlu belajar dari Ukraina,” kata Ian Bond, wakil direktur Centre for European Reform (CER) di Brussel. “Mereka cukup berhasil menjatuhkan drone Rusia. Kalau mereka punya teknologinya, kita harus memilikinya juga.”

    NATO: ‘Kami akan respons’

    Salah satu tantangan NATO adalah memperluas penerapan teknologi pertahanan drone baru. Admiral Rob Bauer, mantan ketua Komite Militer NATO, mengatakan bahwa selain perangkat keras, Eropa perlu mengubah cara pandang terhadap Rusia.

    “Kita perlu memberi tahu publik, dan masyarakat harus menerima bahwa ada ancaman,” ujarnya kepada DW.

    Sementara itu, Kremlin terus mengulang narasi bahwa NATO sedang berperang dengan Rusia. NATO membantah, namun Bauer menyebut aliansi itu kini berada di “zona abu-abu antara damai dan perang” dan siaga penuh: “Ini pesan penting untuk Tuan Putin: NATO akan merespons, apa pun yang terjadi.”

    Dia menambahkan bahwa keberhasilan menembak jatuh drone di Polandia membuktikan keampuhan sistem pertahanan aliansi: “Saya kira kita telah lulus tes, tapi kita harus lebih baik menghadapi ancaman baru ini.”

    NATO siap perang drone?

    Namun, Ian Bond dari CER skeptis terhadap kemampuan pertahanan drone NATO saat ini. “Kesan yang muncul, NATO belum siap menghadapi drone. Mereka harus meningkatkan kemampuan secara signifikan,” katanya.

    Bond menilai NATO perlu lebih tegas dan menembak jatuh drone Rusia, bahkan jika terbang di atas Ukraina barat. Hingga kini, beberapa negara anggota masih menahan diri.

    Pada Juli lalu, Lituania melaporkan dua drone Rusia melintasi wilayahnya, namun tidak ditembak jatuh. Militer menyebut hanya akan bertindak dalam kondisi ekstrem. Setelah itu, Lituania meminta peningkatan pertahanan udara dari NATO. Terbaru, Rumania juga tidak menembak jatuh drone Rusia di wilayahnya, yang kemudian berbalik arah ke Ukraina. Menurut Kementerian Pertahanan Rumania, pilot AU yang melihat drone itu “menilai risiko tambahan” dan memutuskan tidak menembak.

    Bond memperingatkan, sikap pasif semacam ini bisa dianggap Rusia sebagai sinyal positif, sementara drone tersebut bisa saja melanjutkan serangan ke target di Ukraina.

    Perlindungan sipil jadi pertimbangan

    Selain menembak jatuh drone, para pakar juga menekankan pentingnya langkah perlindungan sipil, seperti aplikasi peringatan serangan udara dan peningkatan kapasitas tempat perlindungan.

    “Itu akan jadi langkah menakutkan, tapi tidak berlebihan,” kata Bond. Dia yakin Rusia akan terus menguji sekutu Ukraina kecuali mereka meningkatkan pertahanan dan dukungan secara signifikan.

    Kremidas-Courtney sependapat: “Kita harus berasumsi Rusia akan mencoba ini setiap beberapa minggu, sampai kita membuat mereka membayar harga yang membuat mereka berhenti.”

    NATO berharap Operasi Eastern Sentry bisa mewujudkan hal itu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video: PM Polandia Geram Banyak Drone Rusia Mondar-mandir di Negaranya

    (ita/ita)

  • Raja Hacker Ternyata Masih 19 Tahun, Kaya Raya Punya Simpanan Rp 1,9 T

    Raja Hacker Ternyata Masih 19 Tahun, Kaya Raya Punya Simpanan Rp 1,9 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Remaja berusia 19 tahun, Thalha Jubair, terungkap sebagai hacker yang berhasil membobol dan melakukan pemerasan dengan korban puluhan perusahaan di Amerika Serikat. Jubair adalah bagian dari kelompok penjahat siber yang bernama “scattered spider” atau menebar laba-laba.

    Departemen Kehakiman AS membuka nama Jubair dalam dokumen tuntutan mereka. Jubair ditahan pada Selasa di rumahnya di London Timur dan disebut terlibat paling tidak dalam 120 serangan siber.

    Jubair menghadap hakim di pengadilan bersama rekannya, Owen Flowers yang berusia 18 tahun. Keduanya dituduh terlibat dalam serangan siber yang menargetkan Transport for London, badan yang mengelola sistem transportasi publik di London, pada 2024.

    Scattered Spider adalah kelompok penjahat siber yang terdiri dari remaja dan pemuda berbahasa Inggris, yang disebut sebagai “advanced persistent teenagers” karena kemampuan teknologi dan serangan siber berulang yang mereka lakukan.

    Para remaja tersebut mampu meretas ke banyak perusahaan hanya mengandalkan teknik rekayasa sosial yang sederhana, seperti menghubungi unit bantuan perusahaan dengan berpura-pura sebagai pegawai yang lupa password.

    Di AS, Jubair disebut melakukan peretasan komputer, pemerasan, dan pencucian uang terkait aksinya yang sukses meraup US$ 115 juta (Rp 1,9 triliun) dari pembayaran tebusan.

    Setelah berhasil membobol sistem IT perusahaan lewat soceng, Jubair mencuri data internal perusahaan kemudian mengunci akses ke server. Perusahaan yang ingin mengakses server harus membayar uang tebusan.

    Ketika disita, server milik Jubair berisi dompet kripto yang menyimpan aset kripto senilai US$ 36 juta. Mayoritas aset kripto tersebut adalah aset kripto yang dikirim oleh perusahaan korban pemerasan.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Paradoks Perawat Indonesia

    Paradoks Perawat Indonesia

    Jakarta

    Perawat memegang peranan yang penting dalam sistem kesehatan Indonesia, bukan hanya sebagai tenaga pendamping dokter, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memastikan pelayanan kesehatan berlangsung dengan manusiawi dan berkesinambungan. Keberadaan perawat di Indonesia tidak sekadar tentang jumlah, tetapi juga kualitas, dedikasi, dan pengakuan akan perannya sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan.

    Data Kementerian Kesehatan 2025 menunjukkan Indonesia membutuhkan sekitar 40.000-50.000 perawat baru setiap tahun, sedangkan lulusan perawat baru setiap tahun yang berhasil dicetak sekitar 60.000. Sepintas, angka ini menunjukkan “surplus”, tapi ada yang janggal dengan data statistik tersebut.

    Kilas Balik Profesi Perawat di Indonesia

    Sejarah profesi perawat Indonesia dimulai dari era kolonial Belanda. Perawat waktu itu difungsikan untuk melayani tuan-tuan Eropa dan rumah sakit militer. Pasca kemerdekaan, Indonesia mulai membangun sistem pendidikan keperawatan nasional melalui Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), yang kemudian berkembang ke jenjang diploma dan sarjana seiring modernisasi pada 1970-2000-an dan saat ini bahkan sudah ada spesialis dan jenjang doktoral.

    Pendirian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada 1974 dan pengesahan Undang-Undang Kesehatan serta Keperawatan membuat landasan perawat sebagai tenaga profesional semakin kuat.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan proporsi tenaga kesehatan di Indonesia masih jelas terlihat, meski perawat mendominasi dengan persentase 38,80% atau sejumlah 582.023 orang.

    Namun, laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dirangkum oleh William Russell pada tahun 2024 menunjukkan bahwa rasio perawat di Indonesia hanya 2,28 per 1.000 penduduk, padahal idealnya menurut WHO 4 per 1.000 penduduk, menempatkan Indonesia di peringkat keempat terendah di dunia.

    Berjuang Dalam Senyap

    Kita coba masuk lorong waktu ke tahun 2020, saat bencana biologis COVID-19 menerjang Indonesia, disinilah ketahanan infrastruktur kesehatan suatu negara diuji. Gelombang COVID-19 mengubah rumah sakit menjadi “gelanggang tempur”.

    Dokter dan perawat berguguran karena kelelahan dan terinfeksi, sementara pasien berjejal di lorong-lorong tanpa tempat tidur dan oksigen. Nakes terpaksa harus “memilih” siapa yang hidup atau mati akibat keterbatasan ventilator, sementara masyarakat panik berebut ambulans dan tabung oksigen.

    Di balik APD yang pengap, air mata perawat bercampur keringat demi memberi penghormatan terakhir bagi pasien tanpa keluarga yang boleh mendekat. Layanan kesehatan kolaps, dokter junior dipaksa handle ICU, perawat bekerja 24 jam nonstop, dan mayat-mayat dibungkus plastik menumpuk.

    Dalam momen heroik itu banyak dari kita (masyarakat) baru merasa terhubung ikatan emosionalnya dan terharu melihat betapa kerasnya perjuangan para perawat.

    Mereka seperti pahlawan tanpa tanda jasa terutama di saat negara sedang menghadapi krisis kesehatan. Namun, begitu pandemi mereda, kesadaran dan ikatan batin itu kembali mulai longgar dan goyah, profesi ini kembali mendapat stigma pahit sebagai profesi “kelas 2”.

    Surplus Perawat Yang Semu

    Pulau Jawa-Bali menyerap sekitar 70% perawat, sehingga distribusi secara nasional menjadi timpang. Banyak wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) mengalami “kekeringan” perawat. Akibatnya, fasilitas kesehatan di daerah terpencil mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kesehatan, di sisi lain di kota besar terjadi surplus.

    Dalam penelitian dari Ferry Efendi (2022) Indonesia menghadapi ketimpangan antara surplus dan defisit tenaga perawat. Kebijakan terkait jenjang pendidikan keperawatan, penempatan, dan remunerasi belum sepenuhnya optimal. Program Nusantara Sehat dan pengiriman perawat ke luar negeri masih berdampak minimalis

    Berkaca dari Negara Tetangga

    Indonesia butuh berkontemplasi sejenak, negara-negara tetangga (Asia), seperti Jepang, Taiwan, dan Thailand, yang menghadapi tantangan serupa tetapi memiliki cara berbeda dalam menanggulanginya.

    Menurut International Council of Nurses (ICN) dalam Asia Workforce Forum: highlights widening gap in global supply and demand of nurses menjelaskan bahwa Jepang, menghadapi peningkatan populasi lansia yang signifikan, mereka merespons tantangan ini dengan mengembangkan jalur karier berjenjang bagi perawat, mulai dari Registered Nurse (RN), Certified Nurse (CN), hingga Certified Nurse Specialist (CNS).

    Taiwan mengambil pendekatan berbeda. Mereka memiliki dua jalur pendidikan, yakni Technical and Vocational Education (TVE) dan General University Education (GUE). Sejak awal 2000-an, Taiwan bahkan mengembangkan program Nurse Practitioner (NP) untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis spesialis. Dengan pendekatan pada kurikulum internasional dan kemampuan berbahasa Inggris, perawat Taiwan kini sangat diminati di pasar internasional.

    Sementara itu, Thailand mensyaratkan pendidikan minimal Bachelor of Nursing Science (BSN) untuk perawatnya. Pemerintah Thailand secara aktif memberikan insentif khusus dan beasiswa agar perawat mau bertugas di daerah-daerah terpencil. Walaupun demikian, isu “brain drain” ke perkotaan masih menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana dengan Indonesia?

    Pentingnya “Merawat Perawat” Indonesia

    Dunia keperawatan Indonesia memiliki catatan kelam akan tindak korban kekerasan, mulai dari cacian, ancaman, pukulan, hingga pelecehan seksual. saat mengalami segala sesuatu yang tidak memuaskan maka perawat yang akan menjadi “samsak”. Berikut sebagian cuplikan kasus kekerasan terbaru yang dialami nakes perawat:

    Fakta Baru Kasus Pengeroyokan Perawat Saat Pertahankan Tabung Oksigen, 3 Pengeroyok Perawat Puskesmas di Bandar Lampung Mengaku Keluarga Pejabat Dinkes (Kompas, 2021), Perawat di ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari inisial EL dianiaya keluarga pasien yang meninggal dunia (Detik, 2023), Perawat dianiaya Keluarga Pasien Gara-gara Cabut Jarum Infus di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang (Kompas, 2021) hingga berita Perawat di Garut Dianiaya Keluarga Pasien COVID-19, Terekam CCTV hingga Kronologi (Kompas, 2021).

    Fenomena tidak mengenakkan ini seringkali dipicu oleh emosi keluarga pasien yang tidak terkendali atau mispersepsi terhadap layanan kesehatan. Dampaknya bukan hanya luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi seorang perawat. Data tersebut membuka mata kita bahwa dibalik megahnya rumah sakit ada pejuang kesehatan yang nasibnya memprihatinkan.

    Tantangan kian pelik saat masuk ke urusan dapur (kesejahteraan), masih banyak perawat berstatus honorer atau kontrak dengan gaji yang jauh di bawah standar, padahal tanggung jawab yang mereka pikul sama besarnya dengan para pegawai tetap. Baru-baru ini publik dihebohkan demonstrasi terkait Tunjangan Hari Raya (THR) Insentif 2025 nakes RSUP Sardjito yang hanya dibayar 30% (Kompas, 2025), ini menambah daftar panjang catatan kelam kesejahteraan profesi perawat

    Melihat fenomena yang terjadi, maka sudah waktunya Indonesia serius memperhatikan konsep “Merawat Perawat.” Ini bukan hanya sekedar slogan, tetapi memang kebutuhan mendesak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dengan jelas, jika kesejahteraan perawat ditingkatkan, angka kesalahan medis dan burnout dapat berkurang signifikan.

    Ketika seorang perawat diperlakukan dengan adil, jam kerjanya wajar, dan pendapatannya cukup, ia dapat bekerja lebih tenang dan fokus pada perawatan kesembuhan pasien dan diharapkan tidak akan ada lagi menemukan stigma “perawat galak/perawat judes”

    Refleksi dan Harapan

    Pemerintah sebagai regulator seyogyanya membuat perubahan kebijakan yang berkeadilan. Pertama pemerintah perlu memikirkan strategi insentif yang efektif bagi perawat yang rela bertugas di daerah 3T, beasiswa pendidikan lanjut yang terus digalakkan, serta fasilitas tempat tinggal layak, Kedua, penerapan jalur advanced practice nurse, sebagaimana di Jepang dan Taiwan, bisa memotivasi perawat untuk terus belajar dan naik tingkat pendidikan.

    Ketiga, standar gaji dan tunjangan yang pantas akan berdampak langsung pada kualitas hidup dan layanan yang mereka berikan, Keempat, inovasi layanan di tengah modernisasi praktik mandiri perawat di bidang tertentu, misalnya klinik luka, perawatan geriatrik, atau homecare. Di sinilah regulasi yang jelas soal kewenangan dan perlindungan hukum menjadi krusial.

    Dalam beberapa tahun terakhir, profesi keperawatan di Indonesia telah mengalami sejumlah kemajuan yang cukup membuat optimis. diantaranya adalah berdirinya Kolegium Keperawatan Indonesia, yang menjadi tonggak penting dalam upaya untuk memajukan profesi ini. Kolegium ini berperan sebagai wadah untuk mengembangkan standar pendidikan, praktik, dan penelitian di bidang keperawatan, serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan profesi perawat di Indonesia.

    Menanam pohon, tidak tumbuh dalam sehari, sehingga merawat profesi perawat butuh perjalanan maraton yang panjang dan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang terbaik. Maju terus perawat Indonesia.

    Yayu Nidaul Fithriyyah. Ahli di bidang keperawatan onkologi. Dosen Departemen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, UGM.

    (rdp/imk)