Negara: Inggris

  • Inggris Cs Akui Palestina, 2 Menteri Israel Desak Pencaplokan Tepi Barat

    Inggris Cs Akui Palestina, 2 Menteri Israel Desak Pencaplokan Tepi Barat

    Tel Aviv

    Dua menteri kontroversial Israel mendesak aneksasi atau pencaplokan Tepi Barat setelah empat negara Barat, yang terdiri atas Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal, memberikan pengakuan resmi untuk negara Palestina.

    Pengakuan oleh keempat negara itu, seperti dilansir AFP, Senin (22/9/2025), diumumkan oleh para pemimpin dan pejabat tinggi masing-masing negara pada Minggu (21/9). Langkah itu didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    “Pengakuan oleh Inggris, Kanada, dan Australia atas negara Palestina… membutuhkan tindakan balasan segera: penerapan kedaulatan yang cepat di Yudea dan Samaria, dan pembubaran sepenuhnya Otoritas Palestina,” cetus Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir, menggunakan nama sebutan Israel untuk Tepi Barat.

    “Saya bermaksud untuk mengajukan proposal penerapan kedaulatan pada rapat kabinet mendatang,” imbuh Ben Gvir yang dikenal kontroversial.

    Senada dengan Ben Gvir, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich juga mencetuskan aneksasi terhadap Tepi Barat. Sosok Smotrich sudah berulang kali menyerukan pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki tersebut.

    “Masa-masa ketika Inggris dan negara-negara lainnya menentukan masa depan kita telah berakhir. Mandat telah berakhir, dan satu-satunya respons terhadap langkah anti-Israel adalah kedaulatan atas tanah air bersejarah orang-orang Yahudi di Yudea dan Samaria, dan menghapus secara permanen kebodohan negara Palestina dari agenda,” kata Smotrich dalam pernyataannya.

    “Bapak Perdana Menteri, waktunya sekarang dan ada di tangan Anda,” ujarnya, dalam pernyataan yang ditujukan untuk Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    Netanyahu menyebut pengakuan yang diberikan keempat negara itu sebagai “hadiah besar bagi terorisme”. Dia juga menegaskan bahwa “Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan”.

    Dalam pidato di hadapan kabinetnya, Netanyahu menegaskan Israel akan menentang langkah itu dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan depan.

    “Kita juga perlu berjuang, baik di PBB maupun di semua arena lainnya, melawan propaganda palsu yang ditujukan kepada kita dan melawan seruan untuk negara Palestina, yang akan membahayakan keberadaan kita dan menjadi imbalan yang absurd bagi teroris,” tegasnya.

    “Komunitas internasional akan mendengar dari kita tentang masalah ini dalam beberapa hari mendatang,” imbuh Netanyahu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Netanyahu Ngamuk Banyak Negara Akui Kemerdekaan Palestina

    Netanyahu Ngamuk Banyak Negara Akui Kemerdekaan Palestina

    GELORA.CO -Pengakuan resmi atas kenegaraan Palestina oleh sejumlah negara Eropa pada Minggu, 21 September 2025, menuai kecaman dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    Netanyahu bahkan menuduh Australia, Inggris, dan Prancis telah memberikan “hadiah” kepada Hamas. 

    “Itu tidak akan terjadi. Negara Palestina tidak akan berdiri di sebelah barat Sungai Yordan,” ujarnya, dikutip dari Associated Press, Senin 22 September 2025.

    Netanyahu dijadwalkan menyampaikan pidato di Majelis Umum PBB pada Jumat mendatang sebelum bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Ia mengatakan, tanggapan resmi Israel akan diumumkan setelah kunjungan tersebut.

    Sebagai respons, Netanyahu juga mengancam akan mengambil langkah sepihak, termasuk kemungkinan mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat.

    Sebelumnya, Australia, Inggris dan Kanada secara resmi mengakui kenegaraan Palestina. Sebuah langkah yang kemudian disusul oleh Portugal

  • Arab Saudi Puji Inggris Cs yang Akui Negara Palestina

    Arab Saudi Puji Inggris Cs yang Akui Negara Palestina

    Riyadh

    Pemerintah Arab Saudi menyambut baik langkah empat negara Barat, seperti Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal yang mengakui secara resmi negara Palestina. Riyadh memuji keputusan negara-negara tersebut sebagai “komitmen serius untuk mendukung proses perdamaian”.

    Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Senin (22/9/2025), menyebut pengakuan resmi yang diberikan keempat negara itu mencerminkan “komitmen serius… untuk mendukung proses perdamaian dan memajukan solusi dua negara”.

    “Kerajaan berharap lebih banyak negara mengakui negara Palestina dan mengambil langkah-langkah positif lebih lanjut, yang akan berkontribusi dalam memenuhi aspirasi rakyat Palestina untuk hidup damai di tanah mereka dan memungkinkan Otoritas Palestina untuk memenuhi tugasnya menuju masa depan yang aman, stabil, dan makmur bagi rakyat Palestina,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi.

    Inggris, Kanada, Australia dan Portugal kompak mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9) waktu setempat. Langkah tersebut didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza yang terus berkecamuk dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    Selain keempat negara tersebut, Prancis juga akan memberikan pengakuan serupa kepada negara Palestina pekan ini dalam forum Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS).

    Israel memberikan reaksi kemarahan, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menyebut langkah itu sebagai “hadiah besar bagi terorisme”.

    “Dan saya memiliki pesan lain untuk Anda: Itu tidak akan terjadi. Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan,” tegasnya.

    Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut pengakuan tersebut akan membantu membuka jalan bagi “negara Palestina untuk hidup berdampingan dengan negara Israel dalam keamanan, perdamaian, dan hubungan bertetangga yang baik”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Netanyahu Sebut Israel Tak Sudi Hidup Berdampingan dengan Palestina

    Netanyahu Sebut Israel Tak Sudi Hidup Berdampingan dengan Palestina

    GELORA.CO  – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara tegas menolak pengakuan negara Palestina yang diumumkan banyak negara Barat pada Minggu (21/9/2025).

    Dia menegaskan penolakan terhadap solusi dua negara seraya menegaskan bahwa Israel tidak sudi hidup berdampingan dengan Palestina. Menurut Netanyahu, gagasan negara Palestina merupakan ancaman langsung terhadap eksistensi Israel.

    “Tidak akan ada negara Palestina. Saya akan memberikan jawaban atas upaya terbaru untuk memaksakan negara teroris di jantung negara kami sekembalinya dari Amerika Serikat,” ujarnya, dikutip dari Sputnik, Senin (22/9/2025).

    Netanyahu juga melontarkan kritik keras terhadap Inggris, Kanada, dan Australia yang baru saja mengumumkan pengakuan resmi terhadap Palestina. Menurut dia, langkah itu justru memperkuat Hamas.

    “Anda memberi terorisme imbalan sangat besar,” kata Netanyahu.

    Selain itu, dia menegaskan Israel akan terus melanjutkan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat, meski dunia internasional berulang kali mengecam langkah tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Gelombang pengakuan negara Palestina terus meluas. Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal sudah menyatakan dukungan resmi. Lebih banyak negara lain akan mengumumkan pengakuan serupa di Sidang Umum PBB ke-80 pekan ini

  • AS Tegaskan Prioritas Keamanan Israel Usai Inggris Akui Negara Palestina

    AS Tegaskan Prioritas Keamanan Israel Usai Inggris Akui Negara Palestina

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) merespons keputusan sejumlah negara sekutu utamanya, termasuk Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal untuk memberikan pengakuan resmi terhadap negara Palestina. Washington menyebut langkah tersebut hanyalah gestur “performatif”.

    “Fokus kami tetap pada diplomasi yang serius, bukan gestur performatif,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, seperti dilansir AFP, Senin (22/9/2025).

    “Prioritas kami jelas: pembebasan para sandera, keamanan Israel, dan perdamaian serta kemakmuran bagi seluruh kawasan yang hanya mungkin terjadi jika terbebas dari Hamas,” tegas juru bicara tersebut.

    Sebagai sekutu dekat Israel, AS sejauh ini belum memberikan tanggapan resmi atas keputusan negara-negara Barat tersebut. Namun, Presiden Donald Trump sebelumnya telah memperjelas bahwa dirinya menentang langkah semacam itu.

    Inggris, Kanada, Australia dan Portugal kompak mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9) waktu setempat. Langkah tersebut didasari oleh rasa frustrasi atas perang Gaza yang terus berkecamuk dan dimaksudkan untuk mendorong solusi dua negara.

    Keputusan keempat negara itu, yang secara tradisional biasanya bersekutu dengan Israel, seperti dilansir Reuters, menyusul lebih dari 140 negara lainnya yang terlebih dahulu mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk negara sendiri yang merdeka dari pendudukan Tel Aviv.

    Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer dalam pengumumannya saat mengakui negara Palestina, menyebut “krisis kemanusiaan buatan manusia di Gaza telah mencapai titik terendah”. Dia juga menyebut kelaparan dan kehancuran di Gaza “benar-benar tidak tertahankam”.

    “Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui negara Palestina,” tegasnya.

    PM Kanada Mark Carney, dalam pernyataan terpisah, mengatakan pengakuan resmi untuk negara Palestina yang diberikan negaranya akan memberdayakan mereka yang menginginkan koeksistensi damai dan mengakhiri Hamas.

    “Ini sama sekali tidak melegitimasi terorisme, juga bukan imbalan untuk itu,” tegasnya.

    Dalam pernyataannya, PM Australia Anthony Albanese mengumumkan bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Penny Wong bahwa negaranya resmi mengakui negara Palestina.

    “Dengan demikian, Australia mengakui aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri,” ujar Albanese, seperti dilansir CNN.

    Pengakuan resmi oleh Portugal disampaikan melalui Menlu Paulo Rangel di markas besar misi tetap Portugal untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Rangel menegaskan bahwa pengakuan untuk negara Palestina menjadi “garis fundamental kebijakan luar negeri Portugal”.

    Selain keempat negara tersebut, Prancis juga akan memberikan pengakuan serupa kepada negara Palestina pekan ini dalam forum Sidang Majelis Umum PBB.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Inggris Cs Resmi Akui Negara Palestina, Israel-AS Bilang Gini

    Inggris Cs Resmi Akui Negara Palestina, Israel-AS Bilang Gini

    Jakarta

    Perdana Menteri Kerajaan Bersatu (United Kingdom/UK), Sir Keir Starmer, mengumumkan sikap UK yang mengakui negara Palestina, pada Minggu (21/09) sore waktu setempat.

    “Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian dan solusi dua negara, saya menyatakan dengan tegas sebagai perdana menteri negara besar ini, bahwa Kerajaan Bersatu secara resmi mengakui negara Palestina,” ucap Starmer dalam sebuah pernyataan video.

    “Hari ini kami bergabung dengan lebih dari 150 negara yang mengakui negara Palestina,” lanjut Starmer seraya mengatakan bahwa langkah ini merupakan “janji kepada rakyat Palestina dan Israel bahwa akan ada masa depan yang lebih baik”.

    “Saya tahu betapa kuatnya perasaan yang ditimbulkan oleh konflik ini,” tambah Starmer.

    “Kita telah menyaksikannya di jalan-jalan, di sekolah-sekolah, dan dalam percakapan kita dengan teman dan keluarga. Hal ini telah menciptakan perpecahan, beberapa orang telah menggunakannya untuk memicu kebencian dan ketakutan, tetapi itu tidak menyelesaikan apa pun.

    “Kita tidak hanya harus menolak kebencian, kita harus melipatgandakan upaya kita untuk memerangi kebencian dalam segala bentuknya.”

    Starmer melanjutkan dengan mengatakan bahwa krisis buatan manusia di Gaza telah mencapai titik terendah.

    “Kelaparan dan kehancuran ini benar-benar tak tertahankan.”

    Puluhan ribu orang telah tewas, katanya, termasuk orang-orang yang sedang mengumpulkan makanan dan air.

    “Kematian dan kehancuran ini membuat kita semua ngeri,” katanya.

    Beberapa anak yang sakit dan terluka telah dievakuasi, ujarnya. UK juga telah meningkatkan dukungan bantuan kemanusiaantetapi “bantuan yang sampai masih jauh dari cukup”.

    Starmer menyerukan kepada pemerintah Israel untuk mencabut pembatasan di perbatasan.

    “Hentikan taktik kejam ini dan biarkan bantuan mengalir deras,” cetusnya.

    Israel sebelumnya membantah adanya pembatasan bantuan.

    Soal Hamas, Starmer menolak anggapan bahwa sikap UK mengakui negara Palestina memberikan keuntungan bagi organisasi tersebut.

    “Seruan kami untuk solusi dua negara yang sejati adalah kebalikan dari visi [Hamas] yang penuh kebencian,” tambahnya.

    “Solusi ini bukanlah hadiah bagi Hamas,” tambahnya.

    Karena itu, menurut Starmer, berarti Hamas tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan Palestina dan tidak akan memiliki peran dalam keamanan Palestina.

    Langkah UK mengakui negara Palestina ditempuh pula oleh Kanada, Australia, dan Portugal, serta diikuti pula oleh Prancis.

    Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyatakan “Kanada mengakui negara Palestina dan menawarkan kerja sama dalam membangun harapan perdamaian di masa depan bagi negara Palestina dan negara Israel.”

    Hal senada diutarakan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese.

    “Australia mengakui legitimasi dan aspirasi rakyat Palestina sejak lama dalam membentuk negara mereka sendiri,” sebut Albanese dalam keterangan tertulis.

    ReutersSebuah keluarga Palestina mengungsi dari Kota Gaza akibat operasi militer Israel, pada Minggu (21/09).

    Keputusan ini menuai kritik keras dari pemerintah Israel, keluarga sandera yang ditawan di Gaza, dan beberapa anggota partai konservatif.

    Menanggapi hal ini, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (21/09), mengatakan negara Palestina “tidak akan terwujud”.

    Dia berujar bahwa dia memiliki “pesan yang jelas” kepada para pemimpin yang telah menyatakan pengakuan.

    “Kalian memberikan hadiah yang sangat besar kepada terorisme”.

    Sebaliknya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik keputusan itu.

    Hal itu telah dikonfirmasi oleh Starmer dalam suratnya kepada Abbas, dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut akan membantu membuka jalan bagi “negara Palestina untuk hidup berdampingan dengan negara Israel dalam keamanan, perdamaian, dan hubungan bertetangga yang baik”.

    Pada Juli lalu, Starmer menyatakan pemerintah UK akan mengakui negara Palestina pada September kalau Israel tidak mengambil “langkah-langkah substantif untuk mengakhiri situasi yang memprihatinkan di Gaza.”

    Starmer mengatakan Israel harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk menyetujui gencatan senjata, berkomitmen pada perdamaian berkelanjutan jangka panjang yang menghasilkan solusi dua negara, dan mengizinkan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memulai kembali pasokan bantuan.

    Jika Israel tidak melaksanakan persyaratan-persyaratan tersebut, menurut PM Starmer, UK akan mengakui negara Palestina pada Sidang Umum PBB bulan September.

    Pemerintah UK sebelumnya mengatakan pengakuan negara Palestina harus diputuskan ketika langkah tersebut bisa memberikan dampak maksimal sebagai bagian dari proses perdamaian.

    Pengakuan terhadap negara Palestina sudah lama diperjuangkan oleh banyak anggota Partai Buruh di UK.

    Perdana Menteri Starmer berada di bawah tekanan yang makin besar untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Israel, terutama dari kelompok sayap kiri partainya.

    Sesaat sebelum berpidato pada Juli lalu, lebih dari separuh anggota parlemen Partai Buruh menandatangani surat yang menyerukan agar pemerintah UK segera mengakui negara Palestina.

    Apa maknanya pengakuan negara Palestina?

    Paul Adams, Koresponden diplomatik BBC

    Palestina adalah negara yang ada dan tidak ada.

    Palestina mendapat pengakuan dari berbagai negara, perwakilan diplomatik di luar negeri, dan tim atlet yang bersaing dalam sejumlah kompetisi olahraga, termasuk Olimpiade.

    Namun, karena pertikaian yang berkepanjangan dengan Israel, ada beberapa hal yang tidak dimiliki Palestina:

    Tidak ada batas wilayah yang disepakati secara internasional

    Tidak ada ibu kota

    Tidak ada tentara resmi

    Akibat pendudukan militer Israel di Tepi Barat, Otoritas Palestina yang dibentuk setelah perjanjian damai pada tahun 1990-an, tidak sepenuhnya mengendalikan tanah atau rakyatnya.

    Gaza, yang sekarang diduduki Israel kekuatan pendudukan, dilanda serangan Israel.

    Mengingat status Palestina sebagai semacam negara semu, pengakuan terhadap negara Palestina bersifat simbolis.

    Pengakuan tersebut mewakili pernyataan moral dan politik yang kuat, tetapi secara konkret hanya sedikit perubahan di lapangan.

    Namun, simbolismenya kuat.

    Sebagaimana yang ditunjukkan oleh mantan Menteri Luar Negeri UK, David Lammy, dalam pidatonya di PBB Juli lalu, “Britania memikul beban tanggung jawab khusus untuk mendukung solusi dua negara”.

    Respons Israel dan AS

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menanggapi pengumuman UK dengan menulis di media sosial: “Sebuah negara jihadis di perbatasan Israel HARI INI akan mengancam Britania BESOK.”

    “Pemberian konsesi terhadap teroris jihadis selalu gagal. Itu juga akan membuat Anda gagal. Itu tidak akan terjadi.”

    Pemerintah Israel saat ini menentang langkah-langkah menuju solusi dua negara.

    Di Washington DC, Presiden AS, Donald Trump, mengatakan dirinya dan Starmer “tidak pernah membahasnya” selama pertemuan di Skotlandia pada Senin (28/07).

    Ketika ditanya apakah ia tahu pernyataan PM Starmer akan keluar, Trump mengatakan: “Anda bisa berargumen… bahwa Anda memberi penghargaan kepada Hamas jika Anda melakukan itu. Dan saya rasa mereka [Hamas] tidak seharusnya diberi penghargaan.”

    AS dan sejumlah negara Eropa telah menegaskan hanya akan mengakui negara Palestina sebagai bagian dari langkah-langkah menuju resolusi jangka panjang untuk menyelesaikan konflik.

    Negara mana saja yang sudah mengakui negara Palestina?

    Sekitar 139 negara telah secara resmi mengakui negara Palestina, termasuk Indonesia.

    Bahkan, Indonesia termasuk salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Palestina pada 15 November 1988.

    Irlandia, Norwegia, dan Spanyol sudah menempuh langkah tersebut secara resmi mulai 28 Mei 2024 guna memberikan tekanan diplomatik untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza.

    Perwakilan Palestina saat ini memiliki hak terbatas untuk berpartisipasi dalam kegiatan PBB, dan wilayah tersebut juga diakui oleh berbagai organisasi internasional, termasuk Liga Arab.

    Sejumlah kalangan yang skeptis berpendapat bahwa pengakuan tersebut hanya akan menjadi isyarat simbolis jika kepemimpinan dan luasnya negara Palestina tidak dibahas terlebih dahulu.

    (ita/ita)

  • Taliban Tolak Upaya Trump Rebut Kembali Pangkalan Udara di Afghanistan

    Taliban Tolak Upaya Trump Rebut Kembali Pangkalan Udara di Afghanistan

    Jakarta

    Pemerintah Taliban menolak upaya Presiden AS Donald Trump untuk merebut kembali Pangkalan Udara Bagram. Terhitung sudah empat tahun, pasukan Amerika menarik diri dari Afghanistan dan meninggalkan fasilitas militer yang luas itu.

    Dilansir AP News, Senin (229/2025), Trump pada hari Sabtu kembali menyerukan untuk membangun kembali kehadiran AS di Bagram, bahkan mengatakan “kami sedang berbicara dengan Afghanistan” mengenai masalah tersebut. Ia tidak memberikan detail lebih lanjut tentang dugaan percakapan tersebut.

    Ketika ditanya oleh seorang reporter apakah ia akan mempertimbangkan untuk mengerahkan pasukan AS untuk merebut pangkalan tersebut, Trump menolak.

    “Kami tidak akan membicarakan hal itu. Kami menginginkannya kembali, dan kami menginginkannya kembali segera. Jika mereka tidak melakukannya, kalian akan tahu apa yang akan saya lakukan,” ujar Trump.

    Pada hari Minggu, juru bicara utama Taliban Zabihullah Mujahid menolak pernyataan Trump dan mendesak AS untuk mengadopsi kebijakan “realisme dan rasionalitas.”

    Afghanistan memiliki kebijakan luar negeri yang berorientasi ekonomi dan mengupayakan hubungan yang konstruktif dengan semua negara berdasarkan kepentingan bersama, tulis Mujahid di X.

    AS telah secara konsisten dikomunikasikan dalam semua negosiasi bilateral bahwa kemerdekaan dan integritas wilayah Afghanistan merupakan hal yang paling penting, ujarnya.

    “Perlu diingat bahwa, berdasarkan Perjanjian Doha, Amerika Serikat berjanji bahwa ‘mereka tidak akan menggunakan atau mengancam kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik Afghanistan, atau mencampuri urusan internalnya,’” ujarnya.

    “AS perlu tetap setia pada komitmennya, tambahnya.

    Mujahid tidak menjawab pertanyaan dari The Associated Press tentang percakapan dengan pemerintahan Trump mengenai Bagram dan mengapa Trump yakin AS dapat merebutnya kembali.

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan bahwa ia sedang berupaya merebut kembali pangkalan udara Bagram di Afghanistan. Pangkalan udara itu diserahkan Amerika Serikat ke pemerintah Afghanistan sebelum Taliban mengambil alih negara itu pada tahun 2021.

    “Ngomong-ngomong, kami sedang berusaha mendapatkannya kembali, itu mungkin berita yang cukup mengejutkan. Kami berusaha mendapatkannya kembali karena mereka membutuhkan sesuatu dari kami,” kata Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dilansir AFP, Jumat (19/9/2025).

    “Kami ingin pangkalan itu kembali,” sambung Trump.

    Lihat Video ‘Ditanya Genosida di Gaza, Trump Malah Ungkit Serangan 7 Oktober’:

    (azh/yld)

  • Optimisme Bos PB Djarum pada Erick Thohir, Menpora yang Baru Dilantik Presiden Prabowo

    Optimisme Bos PB Djarum pada Erick Thohir, Menpora yang Baru Dilantik Presiden Prabowo

    Di mata Yoppy, Erick Thohir bukanlah orang asing di dunia olahraga di Indonesia. Pria berusia 55 tahun itu pernah aktif menjadi Ketua Komite Olimpiade Indonesia, menjadi pemilik klub basket Satria Muda, menjadi pengurus klub Persib Bandung, dan terakhir menjadi Ketua Umum PSSI.

    “Selanjutnya di kancah sepak bola internasional, Erick pernah menjadi pemilik klub asal Amerika Serikat, DC United. Kemudian klub Italia, Inter Milan, serta klub basket NBA, Philadelphia 76ers,” ucap dia.

    Saat ini, lanjut Yoppy, Erick Thohir juga masih mempunyai klub di luar negeri. Bersama Anindya Bakrie, dia menjadi pemilik saham mayoritas Oxford United yang bermain di Divisi Championship atau divisi kedua dalam sistem Liga Inggris.

    Dengan berbagai pengalaman berkecimpung langsung di dunia olahraga, Yoppy memberikan penilaian positif terhadap Menpora yang baru. Pihaknya menyebut bahwa Erick adalah praktisi sejati yang tepat untuk memimpin dunia olahraga di tanah air.

    “Bagus, dia sangat mengerti mengenai olahraga, sangat mengerti dan praktisi olahraga sejak beberapa puluh tahun yang lalu,” papar Yoppy.

     

  • Bandara di Eropa Kena Serangan Siber: Penerbangan Batal-Penumpang Terlantar

    Bandara di Eropa Kena Serangan Siber: Penerbangan Batal-Penumpang Terlantar

    Jakarta

    Serangan siber menghantam bandara-bandara tersibuk di Eropa. Insiden ini terjadi pada Sabtu kemarin, serangan itu membuat sistem check-in dan boarding penumpang menjadi terganggu.

    Operasional bandara pun ikut terdampak insiden ini. Penumpang menumpuk di bandara, bahkan beberapa maskapai ada yang menunda dan membatalkan penerbangannya.

    Dikutip dari Reuters, Minggu (21/9/2025), serangan siber pada hari Sabtu terpusat pada perangkat lunak MUSE yang dibuat oleh Collins Aerospace. Perangkat lunak itu menjadi sistem yang menyediakan layanan check in dan boarding untuk beberapa maskapai di bandara-bandara di seluruh dunia.

    RTX, perusahaan induk Collins Aerospace, membenarkan serangan siber memang terjadi pada perangkat lunak buatannya di bandara-bandara tertentu. Dalam keterangannya, RTX enggan menyebutkan nama bandara yang terkena masalah.

    Meski begitu, beberapa otoritas bandara secara resmi menyatakan mereka menjadi bagian dari serangan siber tersebut. Mulai dari Bandara Heathrow di Inggris, Bandara Brussel di Belgia, Bandara Berlin di Jerman, hingga Bandara Dublin dan Cork di Irlandia.

    “Sejauh ini dampaknya terbatas pada proses check-in pelanggan secara elektronik dan drop bagasi, dan dapat dikurangi dengan operasi check-in manual. Kami berupaya memperbaiki masalah ini secepat mungkin,” ujar RTX dalam pernyataan resmi.

    Sayangnya, RTX tidak memberikan informasi apa pun tentang siapa yang mungkin berada di balik serangan tersebut.

    Di Bandara Heathrow, Berlin, dan Brussels, ada sekitar 29 keberangkatan dan kedatangan penerbangan telah dibatalkan hingga pukul 11.30 GMT. Secara total, 651 keberangkatan dijadwalkan dari Heathrow, 228 dari Brussels, dan 226 dari Berlin pada hari Sabtu. Angka ini mengutip penyedia data penerbangan Cirium.

    Otoritas Bandara Brussels mengatakan telah terjadi empat pengalihan penerbangan, serta penundaan pada sebagian besar penerbangan yang berangkat. Bandara Brussels menyatakan telah meminta maskapai untuk membatalkan separuh jadwal keberangkatan penerbangan mereka pada hari Minggu guna menghindari antrean panjang dan pembatalan yang terlambat.

    Pada Minggu pagi, beberapa bandara besar di Eropa bergegas untuk memulihkan operasional agar kembali normal. Otoritas Bandara Berlin di Jerman menyatakan hingga Minggu pagi, sistem check in masih bermasalah, tetapi pihaknya sedang bekerja sama dengan perusahaan pembuat perangkat lunak untuk menyelesaikan masalah tersebut. Perusahaan yang dimaksud adalah Collins Aerospace yang merupakan bagian dari RTX.

    Bandara Berlin kini fokus melakukan standar operasional manual untuk para penumpang. Penundaan atau pembatalan penerbangan pun tidak terjadi sebesar kemarin.

    Otoritas Bandara Heathrow di Inggris juga mengatakan pada Minggu pagi pemulihan operasional terus dilakukan usai gangguan sistem check-in. Sebagian besar penerbangan tetap beroperasi dengan penanganan penumpang secara manual.

    Penumpang Terlantar

    Para calon penumpang yang akan terbang menjadi salah satu pihak yang mendapatkan kerugian besar karena kejadian ini. Banyak penumpang terlantar menunggu kepastian penerbangannya di bandara.

    Melansir Reuters, salah satu penumpang di Bandara Berlin sudah menunggu seharian untuk kepastian jadwal penerbangannya Sabtu kemarin. Kim Reisen, telah tiba di bandara sejak pukul 10.45 waktu setempat, namun hingga malam tiba penerbangannya tak kunjung jelas

    “Saya tiba di stasiun bandara sekitar pukul 10.45, dan kami belum diberi tahu apa pun kecuali bahwa ada kesalahan teknis. Tentu saja, di internet Anda dapat membaca bahwa itu mungkin serangan siber, dan sekarang kami hanya bisa menunggu di sini untuk melihat apa yang terjadi,” ungkap Kim Reisen.

    Seorang pelancong lainnya di Bandara Berlin, Siegfried Schwarz, mengatakan serangan siber ini tidak masuk akal. Menurutnya, serangan semacam ini tidak dapat dipahami. Di tengah kemajuan teknologi yang pesat mengapa otoritas bandara tidak bisa melindungi diri.

    “Saya juga merasa tidak masuk akal bahwa, dengan teknologi saat ini, tidak ada cara untuk melindungi diri dari hal seperti itu,” kaga Schwarz.

    Kondisi yang sama terjadi di Bandara Heathrow London, yang menjadi bandara tersibuk di Inggris. Salah seorang penumpang, Lucy Spencer, mengaku sudah dua jam melakukan check in namun tak kunjung bisa melakukan penerbangan. Petugas menurutnya bagaikan saling lempar tanggung jawab soal pengurusan penumpang.

    Dia akan melakukan penerbangan dengan Malaysia Airlines. Menurutnya petugas nampak kesulitan melakukan semua pekerjaan secara manual, antrean panjang pun tak terelakkan terjadi di Terminal 4 Bandara Heathrow.

    “Mereka meminta kami menggunakan boarding pass di ponsel, tetapi ketika kami sampai di gerbang, boarding pass tersebut tidak berfungsi. Mereka sekarang mengarahkan kami kembali ke gerbang check-in, ini seperti dilempar-lempar,” ujar Spencer dilansir dari BBC.

    Penumpang lain, Monazza Aslam, mengatakan dia telah duduk di landasan selama lebih dari satu jam tanpa tahu kapan dia dan keluarganya akan terbang. Bahkan, Aslam mengatakan dirinya telah ketinggalan penerbangan transitnya di Doha karena kekacauan di Bandara Heathrow.

    “Saya sudah berada di Heathrow bersama orang tua saya yang sudah lanjut usia sejak pukul 05.00. Kami sudah lapar dan lelah,” sebut Aslam.

    Tonton juga video “Bandara Polandia Tangguhkan Penerbangan gegara Rusia” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (hal/ara)

  • Hamas Sambut Inggris Cs Akui Negara Palestina, Desak Israel Setop Gempur Gaza

    Hamas Sambut Inggris Cs Akui Negara Palestina, Desak Israel Setop Gempur Gaza

    Jakarta

    Hamas menyambut terbuka sikap negara-negara Barat yang mengakui negara Palestina. Kelompok Hamas menilai hal itu sebagai kemenangan warga Palestina.

    “Perkembangan ini merupakan kemenangan bagi hak-hak Palestina dan keadilan perjuangan kami,” kata pejabat senior Hamas Mahmud Mardawi dilansir AFP, Senin (22/9/2025).

    Dia mengatakan pengakuan dari negara barat terhadap negara Palestina merupakan bukti keteguhan rakyat Palestina dalam mempertahankan tanah airnya.

    “Sejauh apa pun pendudukan melakukan kejahatannya, mereka tidak akan pernah bisa menghapus hak-hak nasional kami,” ujar Mardawi.

    Pernyataan itu disampaikan Hamas pada Minggu (21/9). Usai adanya pengakuan dari negara Barat terhadap negara Palestina, Hamas juga mendesak Israel segera menghentikan operasi militernya di jalur Gaza.

    “Langkah-langkah tersebut harus mencakup penghentian segera perang genosida yang dilancarkan terhadap rakyat kami di Jalur Gaza dan menghadapi proyek-proyek aneksasi dan Yahudisasi yang sedang berlangsung di Tepi Barat dan Yerusalem,” kata kelompok Hamas dalam sebuah pernyataan.

    Sejauh ini ada empat negara yang telah secara resmi mengumumkan mengakui negara Palestina. Keempat negara itu mulai dari Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal. Pengumuman itu disampaikan oleh Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri masing-masing negara pada Minggu (21/9)

    (ygs/yld)