Negara: Inggris

  • Jerman Tarik Emas Besar-Besaran 1.200 Ton dari New York, Ada Apa?

    Jerman Tarik Emas Besar-Besaran 1.200 Ton dari New York, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jerman kemungkinan akan memulangkan sejumlah besar emas yang saat ini disimpannya di New York. Rencana ini mencuat di tengah kekhawatiran atas kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Isu ini dilaporkan oleh Telegraph pada Jumat (11/4/2025). Surat kabar yang berbasis di Inggris tersebut, mengutip laporan surat kabar Jerman Bild, mengatakan bahwa sejumlah tokoh senior dalam partai Persatuan Demokratik Kristen (CDU) telah membahas kemungkinan untuk menarik cadangan emasnya dari AS.

    CDU sendiri dijadwalkan untuk memimpin pemerintahan Jerman berikutnya. Ini setelah kemenangannya dalam pemilihan umum pada Februari lalu.

    “Tentu saja, pertanyaan itu muncul lagi,” kata mantan menteri CDU Marco Wanderwitz kepada Bild.

    Wanderwitz sebelumnya melobi untuk memeriksa sendiri cadangan emas New York pada tahun 2012, tetapi permintaannya ditolak. Ia telah menyerukan kebijakan yang akan memungkinkan pejabat Jerman untuk memeriksa emas secara berkala, atau mengembalikannya ke Jerman.

    Markus Ferber, anggota Parlemen Eropa untuk CDU, mengatakan kepada Bild bahwa ia juga bersikeras agar pejabat Jerman diizinkan untuk memeriksa sendiri emas batangan negara itu yang berbasis di AS.

    “Saya menuntut pemeriksaan rutin terhadap cadangan emas Jerman,” katanya.

    “Perwakilan resmi Bundesbank harus menghitung sendiri emas batangan dan mendokumentasikan hasilnya,” ujarnya lagi.

    Saat ini, Jerman masih memiliki sekitar 1.200 ton, atau sekitar sepertiga dari emasnya, yang disimpan di brankas Federal Reserve New York di Manhattan, ditambah 430 ton lainnya di Bank of England. Pada harga saat ini, emas yang dimiliki AS akan bernilai lebih dari 100 miliar euro.

    Selain itu, Jerman juga memiliki cadangan emas terbesar kedua di dunia sekitar 3.350 ton. Ini hanya di belakang AS yang memiliki 8.100 ton.

    Keinginan Jerman untuk mendapatkan emas telah terdokumentasi dengan baik karena sejarahnya yang bergejolak. Setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II, brankas emas batangan negara itu pada dasarnya dikosongkan.

    Namun, ledakan ekonomi pascaperang memberinya sarana keuangan untuk mulai menimbun logam kuning, yang dipermudah oleh sistem Bretton Woods. Pada tahun 1960-an, Jerman telah menjadi salah satu pemegang emas terbesar di dunia, dengan sebagian besar cadangannya disimpan di luar negeri- di New York, London, dan Paris- untuk memastikan aksesibilitas jika terjadi konflik.

    Di balik keputusan untuk menyimpan emas itu di luar negeri adalah besarnya kepercayaan yang telah dibangunnya dengan sekutu-sekutu Baratnya, khususnya AS. Namun, di bawah iklim geopolitik saat ini, kepercayaan itu mungkin telah memudar di antara anggota partai penguasa Jerman berikutnya.

    The New York Fed, sebagai kustodian emas terbesar di dunia, menyimpan sekitar 6.300 ton emas atas nama lebih dari 30 bank sentral asing. Selain Jerman, negara-negara Eropa terkemuka lainnya yang menyimpan emas mereka di New York Fed termasuk Italia dan Swiss.

    (sef/sef)

  • Indonesia perkuat peran dalam diplomasi maritim di kancah global

    Indonesia perkuat peran dalam diplomasi maritim di kancah global

    Technical Group ini memiliki peran strategis dalam memberikan rekomendasi teknis terkait penetapan wilayah laut yang sensitif

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia memperkuat peran dalam diplomasi maritim global lewat penunjukan Atase Perhubungan KBRI London sebagai Chair Technical Group dalam sidang International Maritime Organization (IMO) Marine Environment Protection Committee (MEPC) Ke-83 yang berlangsung di London, Inggris.

    Atase Perhubungan KBRI London Barkah Bayu Mirajaya mengatakan dengan kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia menjadi Chair Technical Group, merupakan salah satu pencapaian penting bagi diplomasi maritim Indonesia.

    Menurut dia, hal itu merupakan bentuk pengakuan internasional terhadap kompetensi dan peran aktif Indonesia dalam isu-isu perlindungan lingkungan maritim.

    “Technical Group ini memiliki peran strategis dalam memberikan rekomendasi teknis terkait penetapan wilayah laut yang sensitif dan memerlukan perlindungan khusus dari dampak kegiatan pelayaran internasional,” kata Barkah dalam keterangan sebagaimana dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

    Kementerian Perhubungan melalui Atase Perhubungan KBRI London dipercaya sebagai Chair Technical Group on the Designation of Particularly Sensitive Sea Areas (PSSA) and Special Areas dalam sidang IMO MEPC ke-83 yang berlangsung 7-11 April 2025, di London.

    Technical Group itu bertugas untuk mempertimbangkan proposal penetapan Emission Control Area (ECA), wilayah khusus bebas emisi SOx, PM dan NOx di the North-East Atlantic Ocean (Samudra Atlantik Timur Laut), serta usulan penetapan the Nasca Ridge National Reserve dan the Grau Tropical Sea National Reserve di Peru sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA), sesuai dengan panduan penetapan PSSA IMO.

    Indonesia dipilih untuk memimpin Technical Group ini, lanjut Barkah, juga merupakan pengakuan dari komunitas maritim internasional atas pengalaman dan keberhasilan Indonesia dalam mengajukan Selat Lombok sebagai PSSA pada tahun 2024.

    Pengajuan tersebut menjadi salah satu contoh nyata kontribusi Indonesia dalam perlindungan lingkungan laut, serta menunjukkan kemampuan teknis dan diplomatik Indonesia di panggung global.

    “Penunjukan ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia, tetapi juga menjadi momentum untuk memperkuat posisi Indonesia dalam kancah diplomasi maritim global,” ucap Barkah.

    Selain itu, langkah tersebut juga menjadi bagian dari upaya strategis untuk meningkatkan profil Indonesia di sektor maritim, sekaligus mendukung kampanye pencalonan Indonesia sebagai anggota Council IMO untuk periode 2026–2027.

    Sebagai negara kepulauan dengan posisi geografis strategis, keterlibatan aktif Indonesia dalam forum-forum IMO sangat penting untuk memastikan kepentingan nasional maritim dapat terus diperjuangkan.

    “Dengan terus berperan aktif di level teknis maupun kebijakan internasional, Indonesia dapat menegaskan komitmennya dalam menjaga keberlanjutan lingkungan laut dan keamanan pelayaran dunia,” kata Barkah.

    Adapun terkait usulan penetapan ECA di Samudra Atlantik Timur Laut, Barkah menjelaskan, Technical Group telah meninjaunya berdasarkan kriteria dan prosedur yang ditetapkan dalam Lampiran III MARPOL Annex VI dan menganggap bahwa usulan tersebut telah memenuhi kriteria.

    Selain itu, terang Barkah, Technical Group juga membahas dan menyetujui rancangan amandemen yang diusulkan untuk Peraturan 13.5, 13.6, 14.3 dan Lampiran VII MARPOL Annex VI tentang penetapan ECA, wilayah khusus bebas emisi SOx, PM dan NOx di Samudra Atlantik Timur Laut.

    Rancangan amandemen tersebut mencakup tanggal konstruksi 1 Januari 2027 untuk kapal-kapal yang beroperasi di ECA Samudra Atlantik Timur Laut, sesuai dengan Peraturan 13.5.1.3 MARPOL Annex VI, dan juga “kriteria tiga tanggal” untuk konstruksi, peletakan lunas, dan pengiriman kapal.

    “Rancangan amandemen ini tentunya perlu diteruskan untuk diadopsi pada Sidang MEPC Luar Biasa yang akan digelan bulan Oktober tahun ini sebagai bagian dari MARPOL Annex VI yang direvisi, sehingga dapat diberlakukan secepat mungkin di tahun 2027,” kata Barkah.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Jumlah Pencari Suaka ke Eropa Menurun, Mengapa?

    Jumlah Pencari Suaka ke Eropa Menurun, Mengapa?

    Jakarta

    Di seluruh Uni Eropa, pada tahun 2024 diajukan lebih dari 1 juta aplikasi suaka. Jumlah permohonan suaka ini turun 11% dibanding tahun sebelumnya.

    Persentase pemohon suaka ini turun secara konstan sejak Oktober tahun lalu, yang terutama disebabkan makin sedikitnya aplikasi suaka yang diajukan warga negara Suriah, Afghanistan, dan Turki.

    Juga permohonan suaka ke Jerman, yang biasanya jadi tujuan utama pengungsi dilaporkan mengalami penurunan signifikan. Semakin sedikit orang yang mencari suaka di Jerman, menurut laporan sebuah media Jerman. Namun para ahli menyarankan untuk menafsirkan data tersebut dengan lebih hati-hati.

    Belum lama ini, surat kabar Jerman “Welt am Sonntag” melaporkan data yang diklasifikasikan belum dirilis, yang menunjukkan pada kuartal pertama 2025, Prancis menerima permohonan suaka paling banyak di Uni Eropa – 40.871 disusul Spanyol (39.318) dan Jerman (37.387).

    Badan Suaka Uni Eropa EUAA mengatakan kepada DW, bahwa mereka “mengetahui adanya laporan surat kabar “Welt am Sonntag”. “Tapi karena data yang diungkap media tersebut bukanlah data yang sah, maka kami tidak dapat mengomentari, atau mengonfirmasi, data yang dilaporkan media tersebut.”

    Meskipun EUAA tidak mengonfirmasi data tersebut, penurunan aplikasi suaka ke Jerman terbukti benar, sesuai laporan terbaru yang diterbitkan oleh Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi Jerman (BAMF).

    BAMF melaporkan sebanyak 10.647 aplikasi diajukan di Jerman selama bulan Maret 2025, jumlah terendah sejak pecahnya pandemi COVID-19.

    Mencari suaka bukan sebuah pilihan

    Orang-orang mungkin terpaksa meninggalkan negara asal mereka dan mencari suaka dikarenakan berbagai alasan, termasuk ketidakstabilan politik, konflik, ancaman terhadap keselamatan fisik, penganiayaan, dan perubahan iklim.

    “Menjadi pengungsi atau pencari suaka bukanlah sebuah pilihan,” kata Sarah Wolff, seorang profesor kebijakan migrasi dan suaka di Universitas Leiden, Belanda.

    Wolff juga mengatakan, para pencari suaka tidak “berkeliling” ke berbagai negara untuk mencari suaka.

    Biasanya, para pencari suaka hanya memiliki sedikit informasi mengenai negara tujuan ketika mereka melarikan diri, dan biasanya mereka akan mencari tempat yang aman yang dekat dengan asal mereka.

    “Jadi, Eropa belum tentu menjadi tujuan pertama karena sulit untuk mencapainya,” kata Wolff.

    Kehadiran komunitas sesama budaya – diaspora – sering kali menjadi salah satu pertimbangan terpenting ketika mengajukan suaka. Sebuah studi tahun 2024 dari Universitas Southampton, Inggris, mengidentifikasi faktor “koneksi sosial” sebagai alasan terkuat untuk mencari suaka.

    Dan meskipun angka resmi menunjukkan lebih sedikit permohonan suaka yang diajukan untuk pertama kalinya di Eropa, angka-angka tersebut tidak memberikan gambaran yang lengkap tentang latar belakang masalah yang kompleks.

    Tren yang menurun? Angka-angka tidak memberi gambaran yang lengkap

    Membaiknya situasi di negara asal para pencari suaka dijadikan alasan menurunnya tren ini, namun ternyata ada alasan lainnya.

    “Ini benar-benar melibatkan banyak faktor,” kata Wolff.

    Contohnya saat Taliban menguasai Afghanistan pada tahun 2024, di saat yang sama aplikasi pencari suaka ke Uni Eropa turut turun secara substansial.

    “Bukan karena mereka tidak ingin datang dan mengajukan permohonan suaka, tetapi mereka tidak lagi dapat melarikan diri dari negara tersebut. Ini semakin sulit.”

    Faktor-faktor yang seringkali tidak terlihat jelas seperti penumpukan atau pembatasan proses aplikasi., atau juga faktor pengambilan keputusan oleh pihak berwenang, turut mempengaruhi statistik dan penurunan tren permohonan suaka.

    Secara historis, warga Suriah merupakan yang paling banyak mengajukan permohonan suaka di Jerman, dan jumlah permohonan ini menurun dalam beberapa bulan terakhir. Pada saat yang sama, penggulingan rezim Assad membuat pemerintah Jerman menghentikan sementara permohonan suaka dari warga Suriah.

    Jadi, tidak jelas apakah situasi politik yang berpotensi lebih stabil membuat lebih sedikit warga Suriah yang meninggalkan negaranya, atau apakah kebijakan pemerintah Jerman yang menghalangi pengajuan suaka para pemohon.

    “Dampak perubahan rezim terhadap jumlah warga Suriah yang datang ke Jerman mungkin belum dapat dilihat secara menyeluruh dan mendalam, kita perlu menunggu lebih lama lagi,” ujar Alberto-Horst Neidhard, kepala program Keanekaragaman dan Migrasi Eropa di Pusat Kebijakan Eropa kepada DW.

    Neidhard mengatakan, data yang dilaporkan lebih baik dilihat dari sisi tren jangka panjang daripada penurunan dari bulan ke bulan.

    “Kami telah melihat pasang surut dalam beberapa tahun terakhir yang perlu diwaspadai, terutama dalam hal statistik pencari suaka,” kata Neidhard.

    Bukan indikator keamanan

    Penurunan permohonan suaka di tiap negara, atau di blok regional seperti Uni Eropa, tidak berarti lebih sedikit orang yang mencari suaka.

    Perubahan kebijakan lokal, seperti negara yang menyatakan tidak akan memproses permohonan suak, ancaman deportasi, pengawasan perbatasan, atau permusuhan publik terhadap pengungsi di negara tujuan, berpotensi membuat mereka enggan mencari suaka ke negara tersebut, terutama bagi mereka yang mengungsi karena alasan kekerasan dan penganiayaan.

    “Mereka menghadapi situasi yang berbeda-beda, termasuk situasi berbahaya, mereka juga menginvestasikan sejumlah besar uang dan bergelut dengan berbagai jenis kerumitan hukum untuk mencapai negara tujuan mereka,” kata Neidhard.

    Selain mahal, proses mencari suaka juga memakan waktu.

    Pada akhirnya, data statistik pemohon suaka harus dilihat dari sisi historis dan sebagai bagian dari tren jangka panjang, kata Neidhard.

    “Secara historis dan dalam kaitannya dengan jumlah populasi secara keseluruhan, angka-angka ini secara umum konsisten dengan angka-angka yang telah kita lihat di masa lalu,” katanya.

    “Kecuali jika ada beberapa peristiwa yang benar-benar mengganggu seperti pandemi, misalnya, saya rasa kita tidak akan melihat penurunan signifikan lebih lanjut dalam jumlah [suaka].”

    “Penting juga untuk menghindari ekspektasi publik, bahwa migrasi tidak teratur dapat diturunkan menjadi nol, atau bahwa penurunan permohonan suaka merupakan indikasi betapa amannya dunia kita.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Sorta Lidia Caroline

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • RI Enggak Ikut Perang Dagang, Harga iPhone Naik Atau Tidak?

    RI Enggak Ikut Perang Dagang, Harga iPhone Naik Atau Tidak?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Harga iPhone di pasar global diprediksi naik menyusul kebijakan tarif kontroversial yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump.

    Tarif baru sebesar 145% terhadap barang-barang impor dari China, yang merupakan tempat sebagian besar iPhone dirakit, diperkirakan memicu kenaikan harga hingga ratusan dolar, tak hanya di AS tetapi juga di luar negeri.

    Menurut analis, Apple kemungkinan besar akan menaikkan harga iPhone secara global untuk menghindari disparitas harga antarnegara, yang bisa mendorong perdagangan lintas batas secara ilegal. Artinya, konsumen di Inggris, Eropa, dan negara lainnya ikut terdampak, meskipun tidak terlibat langsung dalam perang dagang.

    “Kecil kemungkinan perusahaan membedakan harga secara global,” kata Ben Wood analis dari CCS Insight, dikutip dari BBC, Jumat (11/4/2025).

    Karena menurutnya, raksasa teknologi asal AS ini ingin menghindari orang membeli perangkat dengan harga murah di Inggris dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan di AS.

    Peningkatan harga juga bisa diperparah jika tarif ini berdampak negatif pada nilai tukar dolar AS, yang akan membuat impor iPhone ke berbagai negara jadi lebih mahal.

    Di Inggris, harga iPhone 16 Pro yang saat ini dibanderol 999 euro bisa melonjak hingga 1.400 euro, menurut prediksi beberapa pakar. Bahkan di AS, beberapa analis memprediksi harga iPhone bisa naik hingga tiga kali lipat.

    Apple memiliki salah satu rantai pasokan paling rumit karena komponen iPhone berasal dari sekitar 50 negara, dengan berbagai komponen yang bersumber dari berbagai perusahaan terutama di Asia Timur. Dan banyak di antara negara tersebut terkena kebijakan tarif Trump

    Ketidakpastian ini telah membuat saham Apple anjlok, bahkan membuat perusahaan tersebut kehilangan status sebagai perusahaan paling bernilai di dunia, disalip oleh Microsoft.

    China merupakan pusat utama perakitan iPhone (80 persen) yang dijual dengan India menyumbangkan 10-15 persen dan sisanya berasal dari Vietnam.

    Pembuat chip Taiwan yang sangat penting, TSMC, memproduksi prosesor yang dirancang Apple untuk iPhone, sementara perusahaan Korea Selatan, Samsung dan LG, menyediakan sebagian besar layarnya.

    Komponen kamera berasal dari Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, sementara sensor dan baterai berasal dari Timur Jauh, Amerika Serikat, Prancis dan Jerman.

    Meski Trump sempat mengumumkan penangguhan tarif selama 90 hari bagi sebagian negara, China tetap menjadi pengecualian. Hal ini memperkeruh situasi, mengingat 9 dari 10 iPhone dirakit di China.

    Di tengah gejolak ini, Apple berusaha mempercepat produksi iPhone di India, yang selama ini hanya menyumbang sekitar 20% dari total produksi iPhone untuk pasar AS.

    Mengutip Daily Mail, Apple bahkan dilaporkan menyewa penerbangan kargo khusus untuk mengirim lebih dari 600 ton iPhone dari India ke AS dalam beberapa hari terakhir.

    (dem/dem)

  • OpenAI Tingkatkan Fitur Memori ChatGPT, Apa Keunggulannya?

    OpenAI Tingkatkan Fitur Memori ChatGPT, Apa Keunggulannya?

    Bisnis.com, JAKARTA — OpenAI memperbarui fitur memori ChatGPT yang memungkinkan chatbot tersebut merujuk pada percakapan sebelumnya dengan pengguna.

    Melansir dari Techcrunch, Jumat (11/4/2025) fitur yang dinamakan “memori” ini dirancang untuk membuat respons ChatGPT menjadi lebih relevan dan personal.

    Dalam pengumuman perilisan, OpenAI menyebut bahwa fitur memori akan memungkinkan ChatGPT mengingat informasi yang dibagikan pengguna, seperti nama, preferensi gaya komunikasi, dan detail lainnya. 

    Informasi ini kemudian akan digunakan untuk menyesuaikan jawaban dalam percakapan berikutnya, tanpa pengguna harus mengulang data yang sama.

    Pembaruan ini awalnya akan diluncurkan untuk pelanggan ChatGPT Pro dan Plus. Namun belum tersedia di beberapa wilayah termasuk Inggris, Uni Eropa, Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss. 

    OpenAI menjelaskan bahwa wilayah-wilayah tersebut memerlukan tinjauan regulasi tambahan, tetapi perusahaan berkomitmen untuk menghadirkan fitur ini di sana di masa mendatang.

    Namun, sampai dengan saat ini belum ada informasi mengenai ketersediaan fitur baru ini bagi pengguna gratis ChatGPT.

    “Kami fokus pada peluncuran ke tingkatan berbayar untuk saat ini,” kata juru bicara OpenAI.

    Fitur memori akan aktif secara default untuk pengguna yang sebelumnya telah mengaktifkan kemampuan memori di ChatGPT. Namun, OpenAI menegaskan bahwa pengguna tetap memiliki kontrol penuh atas data mereka. 

    Fitur ini bisa dinonaktifkan kapan saja melalui pengaturan, dan pengguna juga bisa melihat apa saja yang diingat oleh ChatGPT atau menghapus memori tertentu. Untuk percakapan yang tidak ingin disimpan, pengguna dapat memilih mode Obrolan Sementara.

    Langkah ini menyusul peluncuran fitur serupa oleh Google di chatbot Gemini pada Februari lalu, menandai tren baru dalam pengembangan kecerdasan buatan yang lebih personal dan adaptif.

  • Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Jakarta

    “Pengurangan risiko, diversifikasi, dan mengarahkan ulang lokasi perdagangan” adalah sebuah mantra yang dahulu ditujukan untuk melawan cengkeraman Cina yang semakin kuat dalam perdagangan global.. Namun kini mantra itu justru digunakan untuk menghadapi Amerika Serikat.

    Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, yang kini mencapai angka mencengangkan sebesar 125% terhadap barang-barang buatan Cina, telah mengguncang pasar keuangan, mulai dari Sydney, Australia, hingga Sao Paolo, Brasil.

    Karena banyak barang Cina diproduksi khusus untuk pasar Amerika Serikat, para ekonom khawatir bahwa Cina akan kesulitan untuk menjual barang-barang tersebut ke konsumen domestik.

    Sebagai gantinya, Beijing tengah menata ulang strategi ekspornya, mengutamakan mitra dagang global lain demi meredam pukulan akibat menurunnya ekspor ke Amerika Serikat.

    Diana Choyleva, pendiri sekaligus kepala ekonom di Enodo Economics, sebuah lembaga riset berbasis di London, Inggris, yang berfokus pada Cina, meyakini bahwa Beijing akan berupaya meningkatkan ekspor ke negara-negara tetangganya di kawasan, termasuk mereka yang secara historis pernah berselisih.

    Cina mencoba merajut kembali hubungan dengan musuh lama

    “Pemulihan dialog ekonomi Beijing dengan Jepang baru-baru ini — yang pertama kali setelah enam tahun — dan Korea Selatan menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan regional tengah menilai ulang hubungan mereka sebagai respons terhadap ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat,” ujar Choyleva kepada DW.

    “Meskipun Seoul membantah klaim media negara Cina tentang ‘respons bersama’ terhadap tarif AS, dimulainya kembali kerja sama ekonomi trilateral setelah bertahun-tahun hubungan yang tegang menunjukkan titik balik yang strategis,” imbuhnya.

    “[Para produsen Cina] akan mencari celah-celah kesempatan di Asia Tenggara yang sebelumnya mungkin tidak mereka investasikan waktu, tenaga dan uang di masa lalu karena mereka memiliki pasar Amerika yang menguntungkan yang menyerap semua yang mereka produksi,” ujar Kepala Kebijakan Perdagangan Hinrich Foundation yang bermarkas di Singapura, Deborah Elms.

    Eropa pun perlu mendiversifikasi perdagangan

    Meskipun diberi jeda selama 90 hari, Uni Eropa menghadapi ancaman tarif baru sebesar 20% terhadap ekspor senilai hingga €380 miliar ke Amerika Serikat.

    Para pengambil kebijakan di Brussels. Belgia, kini tengah menimbang langkah serupa seperti yang dilakukan Cina. Uni Eropa menyatakan rencananya untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik dan Selatan Global sebagai upaya menghadapi proteksionisme Amerika.

    Dalam kunjungan tiga harinya ke Vietnam pekan ini, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menegaskan bahwa Eropa harus menjelajahi pasar-pasar baru dan menyatakan bahwa pemerintahnya “sangat berkomitmen” untuk membuka Spanyol dan Eropa bagi lebih banyak perdagangan dengan Asia Tenggara.

    Namun analis kebijakan dari European Policy Centre (EPC), Varg Folkman, memperingatkan bahwa Eropa akan kesulitan menggantikan pasar ekspor lintas-Atlantik dengan pasar lain, karena ekonomi Amerika Serikat “lebih besar dan lebih makmur.”

    Folkman mencatat adanya “perlawanan kuat” di antara negara-negara anggota Uni Eropa terhadap perjanjian dagang baru, dan menyoroti kewaspadaan Prancis dalam membuka sektor pertaniannya terhadap Brasil dan Argentina dalam kesepakatan dagang Uni Eropa dengan Mercosur, blok regional Amerika Selatan.

    Kesepakatan tersebut memakan waktu 25 tahun untuk dinegosiasikan, namun hingga kini belum juga diratifikasi.

    “Perjanjian perdagangan memang kontroversial,” katanya kepada DW. “Mungkin akan sangat sulit untuk menerapkan yang baru, meskipun dengan urgensi yang kita saksikan saat ini.”

    Walau Uni Eropa dan Cina dapat saling meningkatkan perdagangan bilateral, para ekonom dan pembuat kebijakan juga khawatir Eropa akan kesulitan menghadapi pukulan ganda berupa lonjakan tarif AS dan persaingan dagang baru dengan Cina — ekonomi terbesar kedua di dunia.

    Kelebihan pasokan Cina mengancam pesaing di Eropa

    Dalam sebuah komentar yang dipublikasikan pekan ini, Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah lembaga pemikir di Washington, menulis bahwa “Tarif AS terhadap Cina kemungkinan besar akan mengarah pada pengalihan barang ekspor Cina ke Uni Eropa, yang akan memberikan tekanan tambahan pada produsen Eropa dan kemungkinan besar akan memicu tuntutan untuk respons proteksionis dari Brussels.”

    Uni Eropa telah lama menyuarakan keprihatinan atas besarnya subsidi negara yang diberikan kepada produsen Cina, yang memungkinkan mereka “membuang” barang dengan harga yang sangat murah ke pasar Eropa. Subsidi ini, bersama dengan biaya tenaga kerja yang rendah dan skala ekonomi yang besar, telah menekan para pesaing di Eropa, menyebabkan kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja yang signifikan.

    Kendaraan listrik (EV) adalah contoh terbaru. Berkat subsidi pemerintah, insentif pajak, dan pinjaman murah, merek-merek EV Cina seperti BYD, Nio, dan XPeng kini menyerbu pasar Uni Eropa dengan harga jauh lebih rendah dari pesaing lokalnya.

    Industri otomotif Eropa kini tengah menjalani restrukturisasi besar-besaran, mengancam penutupan pabrik, pengurangan kapasitas produksi, dan hilangnya puluhan ribu lapangan kerja — terutama di Jerman.

    Sementara Washington memberlakukan tarif 100% terhadap kendaraan listrik buatan Cina, yang secara efektif menutup pasar Amerika bagi para pembuat mobil Cina, tarif Uni Eropa bervariasi menurut produsen. Maksimalnya 35,3%, dan hanya 17% untuk BYD.

    Elms, dari Hinrich Foundation, meyakini akan terjadi “ledakan awal” barang-barang murah dari Asia ke berbagai penjuru dunia karena para produsen saat ini sedang “duduk di atas gunungan produk.”

    “Tapi mereka tidak akan terus memproduksi barang-barang yang tidak menghasilkan untung, jadi perusahaan-perusahaan Cina akan segera beralih untuk membuat produk lain. Kalau tidak, mereka akan gulung tikar,” tambahnya.

    Sistem peringatan dini baru dapat mencegah ‘dumping’

    Jörg Wuttke, mantan kepala raksasa industri Jerman BASF di Cina, memperingatkan akan datangnya “tsunami kapasitas berlebih” dari Cina ke Eropa — yang ia harapkan takkan memicu penghalang dagang baru dari Uni Eropa. Ia menyerukan perbaikan “komunikasi dan kepercayaan” antara Brussels dan Beijing guna menghindari gelombang dumping barang yang baru.

    Volkman, pakar kebijakan industri Eropa, meragukan bahwa Uni Eropa akan menerima distorsi perdagangan lebih lanjut tanpa perlawanan, dan mengatakan kepada DW: “Komisi Eropa telah memberi isyarat bahwa mereka akan mengawasi dengan ketat arus impor dan akan mengambil tindakan jika terjadi lonjakan dari Cina atau dari mana pun, yang memaksa mereka untuk bertindak.”

    Pada tahun 2023, Uni Eropa mengumumkan rencana pembentukan satuan tugas pengawasan impor guna memantau lonjakan tiba-tiba dalam arus barang masuk yang dapat mengancam industri dalam negeri. Sistem peringatan dini ini diciptakan sebagai bagian dari upaya Uni Eropa untuk derisk dari Cina di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas praktik dumping.

    Namun demikian, ada pula kekhawatiran bahwa eksportir Asia lain — bahkan Amerika Serikat — bisa ikut membanjiri pasar Eropa dengan barang murah. Satuan tugas tersebut diharapkan mampu membuat Brussels bergerak lebih sigap dalam menghadapi ancaman dari berbagai penjuru, melalui penyelidikan antidumping, tarif, dan pembatasan sementara terhadap impor.

    Namun, langkah semacam itu kemungkinan akan memicu kritik, karena dianggap meniru kebijakan proteksionis Trump — suatu penyimpangan dari komitmen lama Uni Eropa terhadap perdagangan bebas, sekaligus memperlemah norma-norma Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan berisiko memperuncing ketegangan dagang global.

    *Artikel ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Masalah Musik Indonesia di Awal Kemerdekaan

    Masalah Musik Indonesia di Awal Kemerdekaan

    Surabaya (beritajatim.com) – Jika seseorang bertanya kepada para seniman (sandiwara)-kroncong, “apa yang mendorong praktik musik mereka”, sering kali mereka menjawab “Film”. Yang dimaksud tentu saja film “bersuara”. Kadang-kadang juga terdengar: “Film dan Radio”.

    Sangat menarik bahwa film (bersuara) hampir selalu berada di urutan pertama. Keunggulan dari keterkaitan antara yang terlihat dan yang terdengar bagi para seniman, yang begitu sering harus berakting dan bernyanyi, tentu dapat dijelaskan. “Radio” mulai populer di Indonesia antara tahun 1920 dan 1930, dan film “bicara” setelah tahun 1930.

    Sebelum tahun 1920, Gramofon merajai. Jauh di pelosok kampung pun orang dapat menemukan kotak kayu dengan piringan putar dan corong besar. Banyak seniman keroncong yang lebih tua mendapatkan kesan pertama mereka tentang musik Barat melalui gramofon bekas yang murah.

    Sangat mungkin bahwa mereka akan lebih menikmati, misalnya, “Washington Post” march karya Sousa atau “Alexander’s Ragtime Band” karya Irving Berlin daripada, misalnya, “Unvollendete” karya Schubert atau “Prélude à l’après-midi d’un faune” karya Debussy.

    “Makanan ringan” di semua bidang seni memang lebih mudah dan oleh karena itu lebih mudah dicerna oleh kelompok orang yang lebih besar daripada menu makanan berat. Penduduk asli dari semua ras menerima pengaruh musik Barat pertama mereka melalui jalur mekanis: gramofon-radio-film bersuara.

    Barat mencapai mereka, seperti di banyak bidang lain, pertama-tama “dalam kaleng”. Sayuran kaleng, keju kaleng, mentega kaleng, bahkan perahu kaleng, begitu juga musik kaleng. Ini tentu saja tidak ada hubungannya dengan politik, paling-paling dengan kepentingan komersial-teknis atau teknis-komersial.

    Kritikus-eseis Inggris terkenal G. K. Chesterton pernah dengan jenaka dan tepat menggambarkan hal itu dalam puisi berikut: Ekspor utama kami, dikemas dan diberi label, tiba utuh di ujung pengiriman: Sabun atau garam kami dapat bepergian dalam kaleng, antara dua kutub dan sama seperti dua peniti, sehingga pedagang Lancashire, kapan pun mereka suka, dapat mencampur bir seorang pria di Klondike atau meracuni daging seorang pria di Bombay, dan itulah arti Kekaisaran.

    Kontak musik pertama antara Timur dan Barat di negara ini adalah kontak mekanis dan tidak langsung. Hubungan langsung antara seniman dan murid atau pendengar praktis tidak ada bagi “orang kecil”.

    “Sekolah musik” telah muncul dan menghilang berulang kali sejak paruh kedua abad lalu. Para seniman yang terdampar (misalnya dari opera Italia yang dulunya memberikan pertunjukan sukses secara artistik di sini) atau para seniman keliling (dari semua tingkatan) kadang-kadang berusaha untuk mempertahankan “sekolah” semacam itu, tetapi selalu berakhir dengan penutupannya.

    Biasanya itu adalah bisnis perseorangan (dengan gelar “sekolah”), jadi usaha swasta di mana pengajaran musik bukanlah prioritas utama. Para seniman pertunjukan yang tampil di sini untuk “kepentingan sendiri” atau untuk lingkaran seni (Barat) yang didirikan antara tahun 1910 dan 1920 di berbagai kota besar di Indonesia, juga tidak menjangkau “orang kecil” dengan seni musik mereka.

    Perbedaan rasial dan norma penerimaan tertentu masih ada saat itu, harga masuk dan keanggotaan terlalu tinggi bagi mereka, dan terlebih lagi para seniman memainkan musik Barat (misalnya dari Bach, Beethoven, Chopin, Liszt, Debussy, dll.), yang bagi mereka tidak dapat dipahami dan oleh karena itu tidak dapat dinikmati. Di perkumpulan, hotel, restoran, dan sejenisnya, kadang-kadang musik yang dapat dipahami dan dinikmati (seperti polka, waltz, mars, kemudian juga cake-walk, ragtime, dll.) dimainkan untuk mereka, tetapi mereka praktis tidak memiliki akses ke tempat-tempat itu.

    Jadi, bagi mereka yang membantu membentuk budaya sandiwara dan keroncong, tidak ada jalan lain menuju musik Barat selain jalur mekanis atau tidak langsung. Keadaan ini kini berubah.

    Berbagai tembok dan sekat pemisah buatan sedang diruntuhkan. Dan jika kepercayaan timbal balik meningkat dan orang tidak lagi menganggapnya di bawah martabat mereka untuk saling “berkunjung”, jalan pengaruh musik Barat langsung yang selama ini terhambat juga akan menjadi lebih luas.

    Jalan inilah yang harus diikuti oleh Timur, juga Indonesia, untuk mencapai seni musik baru.

    Berabad-abad yang lalu, musisi Barat mengadopsi elemen musik Timur dan membangunnya lebih lanjut. Saat ini, musisi Timur harus meminjam dari rekan-rekan Barat mereka untuk terutama menguasai teknik musik modern.

    Setelah mereka menguasainya, barulah dapat dibicarakan tentang pembentukan seni musik nasional modern yang terhormat, yang dapat dimasukkan dalam dunia musik internasional.

    Adopsi teknik musik Barat—dengan penekanan pada teknik—tidak perlu mengandung elemen yang merendahkan bagi orang Indonesia.

    Mungkin fakta sejarah bahwa tempat lahir musik adalah di Timur (Cina, India, dan Mesir) dapat mendamaikan mereka dengan gagasan adopsi itu. Lebih lanjut, mereka mungkin mempertimbangkan bahwa jauh lebih terhormat untuk tampil di forum dunia dengan seni musik nasional yang diakui daripada dengan pertunjukan regional di pameran internasional dan di teater museum asing, di mana para pengunjung pameran yang penasaran terutama mengagumi yang aneh dan tidak dikenal dan bukan yang indah dalam musik “eksotis”. [but]

    *) Terjemahan bebas dari tulisan G.H. von Faber (Direktur Pendidikan Umum) yang dimuat di koran berbahasa Belanda “De Vrije Pers” (22-4-1949).

  • WhatsApp Warga RI Disadap! Ribuan Jadi Korban, Kenali Ciri-cirinya

    WhatsApp Warga RI Disadap! Ribuan Jadi Korban, Kenali Ciri-cirinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ribuan pengguna WhatsApp dilaporkan jadi korban penyadapan oleh perusahaan asal Israel, NSO Group. Kejadian tersebut melibatkan Spyware perusahaan Pegasus pada 2019 lalu.

    Dalam dokumen yang menjadi bagian gugatan WhatsApp disebutkan, 1.223 pengguna menjadi target dalam peretasan enam tahun lalu. Semua pengguna berasal dari 51 negara berbeda, dikutip dari Tech Crunch, Jumat (11/4/2025).

    Indonesia masuk dalam salah satu negara korban Pegasus. Jumlah yang terdampak mencapai 54 orang.

    Negara dengan jumlah korban terbanyak dari aktivitas peretasan ini adalah Meksiko sebanyak 456 orang. Selain itu ada juga 100 warga India yang menjadi target Pegasus.

    Sejumlah negara lain yang ikut menjadi korban adalah Bahrain (82 orang), Maroko (69 orang), Pakistan (58 orang), Israel (51 orang), Spanyol (21 orang), Belanda (11 orang), Hungaria (8 orang), Perancis (7 orang), Inggris (2 orang), dan Amerika Serikat (1 orang).

    Dalam pengaduannya, WhatsApp mengatakan peretasan dilakukan selama April hingga Mei 2019. Artinya lebih dari 1000 pengguna menjadi target aktivitas dalam waktu dua bulan saja.

    Tech Crunch mencatat belum jelas apakah pelanggan NSO Group berasal dari pemerintah negara karena adanya korban berasal dari sana. Sebab situs CTech mencatat terdapat korban dari Suriah namun perusahaan tidak bisa melakukan pengiriman teknologi ke negara tersebut.

    Dalam laporan sebelumnya juga terungkap NSO Group memutus hubungan dengan 10 pelanggan pemerintah setelah adanya laporan penyalahgunaan spyware. Adapula catatan nilai alat peretasan WhatsApp hingga US$6,8 juta (Rp 114 miliar) untuk lisensi selama setahun.

    Ciri-ciri WhatsApp Disadap

    1. OTP

    Anda perlu berhati-hati jika pesan berisi kode One Time Password (OTP) WhatsApp masuk ke ponsel. Sebab OTP hanya diberikan saat akan mengakses akun WhatsApp.

    Jika Anda tidak masuk akun WhatsApp dan menerima OTP, bisa jadi ada yang berusaha mengaksesnya dari jarak jauh. Ingat untuk tidak memberikan kode OTP kepada siapapun.

    2. Keluar dari WhatsApp Secara Tiba-tiba

    Tanda lain adalah tiba-tiba akun keluar atau logout sendiri. Bisa jadi ada pihak lain yang masuk dan mencoba mengeluarkan Anda dari akun sendiri.

    3. Pesan Terbaca

    Anda juga perlu berhati-hati jika ada pesan yang sudah terbuka atau terbaca. Ini bisa jadi pertanda akun WhatsApp telah disadap orang lain.

    4. Pesan Terkirim Sendiri

    Akun WhatsApp mungkin sudah disadap jika terdapat chat yang terkirim sendiri ke akun lain, padahal Anda tidak pernah mengirimkan.

    5. Status WA

    Pertanda akun sudah dibajak adalah saat ada status yang terunggah secara misterius.

    6. Melakukan Panggilan Telepon

    Seperti ciri-ciri lainnya, akun WhatsApp mungkin sudah disadap jika terdapat panggilan telepon yang tidak Anda lakukan.

    (fab/fab)

  • Dokumenter Investigasi Deduktif.id Raih Special Recognition Awards CIR

    Dokumenter Investigasi Deduktif.id Raih Special Recognition Awards CIR

    Jakarta (beritajatim.com) – Dokumenter investigasi Deduktif.id meraih penghargaan Special Recognition Award di ajang The Centre of Information Resilience (CIR) Open Source Film Award 2025 pada Rabu (10/4/2025). Penghargaan tersebut dinobatkan untuk laporan dengan judul Border Hell: The Online Gambling Mafia and Digital Slavery in Asia, yang merupakan hasil kolaborasi antara Deduktif.id bersama End Modern Slavery Now!

    “Suatu kehormatan bagi Deduktif.id dan End Modern Slavery Now! menerima pengakuan ini dari CIR untuk dokumenter kami. Kisah yang kami bagikan bukan hanya kisah kami sendiri, tetapi kisah dari banyak korban yang terperangkap dalam bayang-bayang jaringan kriminal transnasional,” demikian pernyataan pengelola Deduktif.id, yang diterima beritajatim.com, Jumat (11/4/2025).

    CIR, organisasi independen berbasis di London, Inggris, yang memiliki dedikasi terhadap pengungkapan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), kejahatan perang, serta beragam bentuk ancaman terhadap demokrasi. Organisasi ini aktif merilis berbagai penelitian tentang Open Source Investigations (OSINV), investigasi digital, pengembangan kapasitas bersama sejumlah peneliti dan jurnalis di beberapa negara, dan kolaborasi dengan media untuk mengamplifikasi visinya.

    CIR Open Source Film Awards sendiri merupakan ajang penghargaan tahunan yang diselenggarakan CIR untuk mengapresiasi penggunaan teknik investigasi sumber terbuka (OSINV) dalam jurnalisme, dan menjadi bagian International Journalism Festival di Perugia, Italia, yang digelar setiap tahun.

    Penghargaan ‘Special Recognition Award’ dari CIR Open Source Film Awards adalah salah satu kategori penghargaan istimewa dari CIR bagi ruang redaksi kecil yang belum mampu bersaing dengan ruang redaksi besar di semua tingkatan, namun telah menghasilkan karya investigasi yang luar biasa.

    Border Hell sendiri mengungkap sisi gelap teknologi, pusat penipuan, perjudian online, dan perbudakan dunia maya yang merajalela di sepanjang perbatasan Myanmar, dan tempat di mana lebih dari 120 ribu orang dipaksa bekerja untuk penipuan online.

    “Meski kami dapat dengan bangga mengatakan bahwa dokumenter ini merupakan bukti kekuatan kolaborasi internasional, dokumenter ini juga menjadi pengingat akan bahaya yang dihadapi jurnalis, terutama di wilayah-wilayah yang kebebasan persnya terancam,” demikian pernyataan pengelola Deduktif.id.

    Di Indonesia, peran jurnalis investigasi sangat penting namun menanggung bahaya besar seiring menguatnya cengkeraman militerisme. Jurnalis semakin diintimidasi, diserang, dan ditekan. Pemerintah bahkan telah mengusulkan undang-undang untuk membatasi jurnalisme investigasi di platform siaran, yang semakin membungkam kebenaran

    “Kami mempersembahkan penghargaan ini kepada semua jurnalis pemberani yang bekerja tanpa lelah untuk mengungkap korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya di Myanmar, Palestina, dan belahan dunia lain di mana harga kebenaran terlalu sering dibayar dengan darah,” lanjut pengelola. “Kita harus bersama-sama menggerakkan upaya-upaya baik untuk kontrol sosial, meski harus dengan investigasi dan kolaborasi, agar jurnalisme kita semakin berkualitas.” [beq]

  • Prancis Pertimbangkan Akui Negara Palestina, Macron: Kita Perlu Membuat Pengakuan

    Prancis Pertimbangkan Akui Negara Palestina, Macron: Kita Perlu Membuat Pengakuan

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prancis Immanuel Macron menyatakan bahwa negaranya sedang mempertimbangkan secara serius rencana untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Pernyataan ini disampaikan pada Rabu, 9 April 2025 kemarin dan mengindikasikan potensi perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri Prancis terkait konflik Israel-Palestina.

    Macron mengungkapkan bahwa pengakuan ini kemungkinan akan diumumkan dalam sebuah konferensi internasional yang rencananya akan digelar bersama oleh Prancis dan Arab Saudi pada bulan Juni mendatang.

    “Kita perlu membuat pengakuan… Tujuan kita adalah menjadi ketua bersama dalam sebuah konferensi dengan Arab Saudi pada Juni, di mana kita bisa menyelesaikan pengakuan ini,” ujar Macron dalam wawancaranya dengan stasiun televisi France 5.

    Langkah yang dipertimbangkan oleh Prancis ini terjadi di tengah meningkatnya seruan internasional untuk solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan di kawasan Timur Tengah. Saat ini, lebih dari 140 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah secara resmi mengakui keberadaan negara Palestina.

    Sejarah mencatat bahwa Majelis Umum PBB pada tahun 1947 mengeluarkan resolusi yang menyerukan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara, satu untuk bangsa Arab dan satu untuk bangsa Yahudi, dengan Yerusalem berada di bawah pengelolaan internasional khusus.

    Rencana pembagian ini seharusnya diimplementasikan pada Mei 1948, bertepatan dengan berakhirnya mandat Inggris atas Palestina. Namun, realitas yang terbentuk justru berbeda, dengan hanya berdirinya negara Israel.

    Respons Palestina akan Diakui Prancis

    Pemerintah Palestina menyambut baik pernyataan Presiden Macron ini. Melalui pernyataan resmi yang dipublikasikan oleh Kementerian Luar Negeri Palestina melalui platform media sosial X, langkah Prancis ini dipandang sebagai cerminan kepatuhan terhadap hukum internasional.

    “Langkah ini menunjukkan komitmen Prancis terhadap nilai-nilai internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendukung hak-hak rakyat Palestina, khususnya hak mereka untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak bernegara,” demikian bunyi pernyataan Kemlu Palestina.

    Lebih lanjut, Palestina mendesak negara-negara lain yang hingga kini belum mengakui kedaulatan Palestina untuk mengikuti jejak Prancis. Mereka juga menyerukan dukungan penuh dari seluruh anggota PBB terhadap upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh organisasi internasional tersebut.

    Selain itu, Palestina mengajak semua negara untuk berpartisipasi aktif dalam konferensi internasional yang direncanakan di Arab Saudi pada bulan Juni. Konferensi ini diharapkan dapat menjadi platform penting untuk membahas implementasi solusi dua negara secara konkret dan mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif bagi Palestina dan Israel.

    Potensi pengakuan negara Palestina oleh Prancis, sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dapat memberikan momentum signifikan bagi upaya internasional untuk mencapai solusi dua negara. Langkah ini juga dapat mendorong negara-negara Eropa lainnya untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka terkait pengakuan negara Palestina, yang selama ini didominasi oleh kehati-hatian dan penundaan. Konferensi di Arab Saudi pada bulan Juni mendatang diharapkan menjadi tonggak penting dalam dinamika politik internasional terkait isu Palestina.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News