Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan memberlakukan hukuman pidana kerja sosial (PKS) bagi pelaku tindak pidana ringan. Aturan ini berlaku mulai tahun 2026. Dengan demikian, seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan pidana oleh hakim, dihukum kerja sosial seperti membersihkan fasilitas umum dan penghijauan.
“Nantinya pelaku tindak pidana ringan tidak akan dijauhkan dari kehidupan sosialnya, melainkan diarahkan untuk memperbaiki kesalahan melalui kerja bermanfaat bagi lingkungan, seperti kebersihan fasilitas umum dan penghijauan,” kata Kasi Penkum Kejati NTT Raka Putra Dharmana, Kupang NTT, Selasa (16/12/2025).
Untuk merealisasikan hukuman ini Kejati menggandeng Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan semua kepala daerah, menandatangani nota kesepahaman.
Raka menegaskan, ruang lingkup kerja sama ini mencakup perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, hingga pengawasan pelaku.
Ia mengaku rencana pelibatan lintas sektor juga mendapat dukungan dari PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) yang berperan dalam aspek pengembangan sumber daya manusia serta tanggung jawab sosial.
“Melalui kolaborasi ini, diharapkan terbentuk model implementasi hukum yang tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga memulihkan hubungan sosial dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah di Nusa Tenggara Timur,” lanjutnya.
Kajati NTT, Rich Adi Wibowo mengatakan, PKS merupakan langkah transformasi hukum yang lebih restoratif dan rehabilitatif.
Menurut dia, dalam pelaksanaan PKS, kejaksaan membutuhkan kerja sama dan partisipasi seluruh stakeholder terutama dari Pemerintah Provinsi NTT maupun Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Tentunya nanti kita tunggu petunjuk yang sedang digodok oleh Jampidum sehingga nanti pelaksananya kita melibatkan Pemerintah Daerah,” jelas Adi Wibowo.
Dia menyakini, kehadiran KUHP yang baru terkait UU No. 1 Tahun 2023 akan merubah wajah tatanan hukum yang akan membawa dampak pemulihan sosial bagi pelaku pidana. Ia memastikan penerapan hukum kerja sosial bakal berjalan adil dan konsisten.
“Kita tetap junjung tinggi martabat pelaku, disertai pembinaan untuk mendorong perubahan sikap dari setiap pelaku pidana,” tegasnya.
Ia menambahkan, lokasi dan jenis kerja sosial harus dipilih secara selektif agar memberikan nilai tambah bagi masyarakat, seperti perbaikan fasilitas umum, kegiatan lingkungan hidup, serta layanan sosial yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.
Sementara itu, Gubernur NTT Melki Lakalena menyampaikan Pemerintah Provinsi maupun 21 Kabupaten Kota mendukung penerapan pemidanaan kerja sosial, yang akan diberlakukan pada tahun 2026 mendatang.
Ia mengatakan, pemerintah daerah tinggal menunggu petunjuk pelaksanaan baik dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi.
“Kita tunggu saja petunjuk teknis pelaksanaannya,” ujar Melki.
Menurutnya, rencana pelibatan Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrida) dalam program tersebut masih akan dibahas lebih lanjut sebelum diterapkan di NTT.
Ia menyebutkan, kerja sama ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan paradigma penegakan hukum yang inklusif.
“Pendekatan ini merupakan simbol transformasi dari keadilan retributif (pembalasan) menuju keadilan restoratif (pemulihan),” pungkasnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5175533/original/054260900_1743012085-WhatsApp_Image_2025-03-27_at_00.00.13.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)








