Negara: India

  • Kota di Dunia Makin Gerah, Bisakah Kota Beradaptasi dengan Cuaca Ekstrem?

    Kota di Dunia Makin Gerah, Bisakah Kota Beradaptasi dengan Cuaca Ekstrem?

    Jakarta

    Apakah anda sering kepanasan sampai terasa hampir pingsan jika sedang berjalan kaki di perkotaan? Kawasan urban yang kini jadi habitat bagi lebih dari separuh populasi global, memanas lebih cepat dibanding kawasan pedesaan.

    Kota-kota harus menemukan cara untuk menghadapi gelombang panas, kekeringan, curah hujan tinggi, badai, dan kebakaran hutan yang semakin sering terjadi dan makin intens, yang terkait dengan pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia untuk menghasilkan energi, serta menggerakkan transportasi dan industri.

    Cara kota dibangun kerap memperbesar risiko dari cuaca ekstrem. Volume beton yang digunakan untuk membangun jalan dan gedung, membuat kota jadi lebih panas dan juga curahan hujan tinggi tak bisa lagi merembes ke tanah, yang akhirnya menyebabkan banjir.

    Kesadaran akan masalah ini semakin meningkat. Dalam survei tahun 2023 tentang bahaya iklim di antara 169 administrasi kota yang bertanggung jawab atas satu juta penduduk atau lebih, 122 di antaranya melaporkan bahwa banjir berdampak sedang atau tinggi di kota mereka.

    Beton juga memerangkap panas, sehingga memperparah gelombang panas. Menurut William Nichols, pimpinan tim iklim dan ketahanan di firma intelijen risiko global “Verisk Maplecroft”, beton memiliki dampak besar pada kesehatan manusia, infrastruktur kota, dan masyarakat.

    “Ada sejumlah cara di mana panas ekstrem dapat memberi tekanan pada sistem energi pasokan air, misalnya. Dan ada literatur yang meneliti bagaimana panas yang berkepanjangan dapat memengaruhi hal-hal seperti kerusuhan politik dan pembangkangan sipil,” tambahnya.

    Meningkatnya suhu panas di kota-kota

    Menanam pohon, merupakan salah satu cara kota-kota mengatasi meningkatnya suhu panas. Penelitian terbaru yang meneliti dampak pohon di jalanan terhadap suhu perkotaan menemukan, peningkatan dari tidak ada tutupan pohon menjadi 50% di lokasi tertentu menyebabkan penurunan suhu sebesar 0,5 derajat.

    “Panas ekstrem dan banjir, salah satu hal penting yang dapat kita lakukan untuk mengatasi keduanya adalah, menaturalisasi kembali tempat-tempat itu,” kata David Miller, direktur pelaksana sekelompok kota yang dikenal sebagai Pusat Kebijakan Iklim dan Ekonomi Perkotaan C40 dan mantan wali kota Toronto.

    “Manfaat terbesar berkorelasi dengan pencegahan kerusakan infrastruktur akibat bencana alam, seperti erosi pantai, banjir, kenaikan permukaan laut, dan tanah longsor,” kata Michail Kapetanakis, seorang analis riset di lembaga pemikir International Institute for Sustainable Development.

    Pohon dan hutan dapat membantu menanggulangi dampak banjir ekstrem dengan memperlambat aliran air, menstabilkan tanah, dan mencegah tanah longsor. Pohon dan hutan juga menyerap karbon dioksida yang membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi polusi udara.

    Ada potensi untuk memperluas proyek di Freetown hingga setidaknya 3,8 juta pohon pada tahun 2050, kata Kapetanakis, yang menganalisis biaya proyek versus manfaatnya. “Ini adalah solusi yang sangat mudah, murah, dan berkelanjutan yang mengatasi banyak masalah pada saat yang bersamaan,” katanya kepada DW.

    Kota-kota dengan risiko iklim tertinggi

    Kota-kota di Afrika dan Asia termasuk di antara kota-kota yang diperkirakan memiliki risiko tertinggi terkait dengan iklim. Khartoum di Sudan, Mogadishu di Somalia, Ahmedabad di India, Hyderabad di Pakistan, dan Lagos terhitung sebagai lima kota teratas dalam Indeks Bahaya dan Kerentanan Iklim Verisk Maplecroft 2050.

    “Bahaya dan kerentanan iklim sebenarnya merupakan gabungan dari ancaman fisik yang dihadapi dan juga kemampuan kota untuk menghadapi ancaman tersebut,” kata Nichols, dari Verisk Maplecroft.

    Negara seperti Nigeria di belahan bumi selatan, dan negara di belahan bumi utara, seperti Jerman, mungkin mengalami hujan lebat yang sama derasnya, misalnya, namun orang-orang di Nigeria akan lebih terdampak karena lebih sedikit mekanisme yang tersedia untuk membantu mereka mengatasinya.

    “Sementara wilayah perkotaan di Amerika Utara dan Eropa juga menghadapi tantangan yang semakin meningkat akibat cuaca ekstrem,namun infrastruktur yang lebih baik, respons bencana yang lebih baik, akses yang lebih baik ke layanan kesehatan membuat penduduk tidak terlalu rentan,” kata Nichols.

    “Akan tetapi, bahkan di negara-negara maju di belahan bumi utara, ada orang-orang yang lebih rentan daripada yang lain,” papar Thandile Chinyavanhu, juru kampanye Stop Drilling Start Paying dari LSM Greenpeace International.

    Hal ini juga didukung oleh survei bahaya iklim kota: Pemerintah dari kota-kota kaya dan miskin sama-sama melaporkan bahwa rumah tangga berpenghasilan rendah, orang lanjut usia dan penyandang disabilitas, anak-anak dan kelompok rentan lainnya, adalah yang paling terdampak oleh peristiwa cuaca ekstrem.

    “Ada dampak yang nyata di komunitas yang paling miskin dan paling rentan karena infrastrukturnya tidak berkembang seperti di daerah yang kaya,” kata Chinyavanhu kepada DW. Misalnya, di Johannesburg, Afrika Selatan, komunitas yang lebih miskin cenderung tinggal di daerah yang lebih rentan terhadap banjir bandang, karena mereka tidak mampu tinggal di tempat dengan drainase yang lebih baik, katanya.

    Membuat perubahan di komunitas yang rentan

    Beberapa kota mencoba membuat perubahan di lingkungan berpendapatan rendah sambil berjuang mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan. Di Kota Boston, AS, berbagai organisasi dan warga telah bersatu untuk mengembangkan taman di daerah miskin, yang sekaligus juga akan membantu melindungi kota dari pemanasan iklim.

    Perubahan yang direncanakan di kawasan pantai Moakley Park, mencakup integrasi bendungan ke dalam lanskap taman, penggunaan vegetasi tahan air asin, dan padang rumput sebagai tandon air hujan.

    “Idenya adalah ketika terjadi badai 50 tahunan atau 100 tahunan, taman-taman tersebut akan menjadi tempat yang akan menyerap air. Namun, pada tahun-tahun lainnya, taman-taman tersebut akan melayani kebutuhan rekreasi lokal untuk tempat yang sangat membutuhkan fasilitas semacam itu,” ujar Miller.

    Memperbaiki kondisi di daerah miskin dapat memberikan dampak positif yang luas. Namun, tantangan yang dihadapi banyak kota adalah meningkatnya areal permukiman informal dan kumuh, yang muncul untuk menampung semakin banyaknya orang yang berurbanisasi ke daerah perkotaan.

    “Kita melihat kota-kota seperti Lagos, misalnya, yang memiliki banyak sekali pembangunan yang tidak direncanakan, yang menjadi sebagian besar kawasan hunian penduduk. Jelas sangat sulit untuk mengatasi perubahan iklim. Di sana tidak ada struktur yang mendukungnya,” tandas Nichols.

    Bekerja dengan orang-orang termiskin untuk memenuhi kebutuhan mereka dapat membantu, kata Miller. Misalnya, karena tidak ada listrik untuk memasak, orang-orang di daerah miskin di Freetown, Sierra Leone, menebang pohon untuk dijadikan kayu. Pihak berwenang di sana bekerja dengan masyarakat di permukiman informal untuk menyediakan alternatif memasak yang lebih efisien dan lebih bersih.

    “Saya rasa praktik terbaik dalam skala global berasal dari filosofi, jika Anda akan mengatasi perubahan iklim, baik dampaknya maupun penyebabnya, Anda harus berbicara langsung dan melibatkan orang-orang yang paling terdampak dalam semua dialog,” kata Miller.

    Pendanaan perubahan di kota-kota global

    “Namun, satu masalah utama dalam penerapan solusi di kota-kota adalah pendanaan, khususnya di belahan bumi selatan,” imbuh Miller.

    Laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis pada tahun 2023 menyebutkan, meskipun ada kebutuhan untuk meningkatkan pendanaan bagi negara-negara berkembang guna membantu mereka mengatasi dampak perubahan iklim, aliran dana justru telah menurun.

    Menurut laporan penilaian keenam dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, langkah-langkah adaptasi yang saat ini direncanakan sudah dapat mengurangi dampak pemanasan global pada masyarakat kaya dan miskin. Menerapkan semua adaptasi yang memungkinkan –yang akan membutuhkan lebih banyak pendanaan– dapat memperkecil kesenjangan iklim lebih jauh lagi.

    Pada tahun 2022, pendanaan yang disiapkan oleh negara-negara industri untuk membiayai perubahan yang akan membantu masyarakat di negara-negara berkembang mengatasi dampak kenaikan suhu mencapai $32,4 miliar, dan hampir mencapai setengah dari target untuk menggandakan pendanaan adaptasi pada tahun 2025.

    “Jika Anda memikirkan proyek adaptasi, terutama yang canggih, diperlukan investasi besar-besaran. Jadi, kita perlu memobilisasi modal dalam jumlah besar, dan kita perlu memobilisasinya dengan sangat cepat,” pungkas Miller.

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris

    (haf/haf)

  • 7 Zodiak yang Punya Hobi Gibah

    7 Zodiak yang Punya Hobi Gibah

    Jakarta, Beritasatu.com – Bercengkrama bersama teman-teman adalah salah satu kegiatan yang banyak disukai. Bertukar pikiran atau cerita mengenai diri sendiri hingga orang lain atau sering disebut sebagai gibah. Beberapa orang yang hobi gibah sering kali dikaitkan dengan zodiak.

    Zodiak merupakan tanda bintang kelahiran seseorang yang dibagi menjadi 12 tanda yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Dikutip dari Times of India, Kamis (14/11/20024), berikut ini tujuh zodiak yang punya hobi gibah.

    1. Libra
    Dilambangkan dengan timbangan, Libra gemar menggali cerita dari berbagai sumber untuk memahami suatu masalah dengan lebih jelas. Libra menjunjung tinggi keadilan dan selalu berusaha melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, bukan hanya satu sisi. Dengan bergibah, Libra mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat.

    2. Gemini
    Gemini sangat suka mencari informasi tentang orang yang menarik perhatiannya, baik dalam konteks positif maupun negatif. Gemini akan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk memahami kehidupan orang lain. Di mana ada gosip, biasanya Gemini akan hadir untuk berbagi cerita dan bertukar informasi dengan orang-orang di sekitarnya.

    3. Scorpio
    Scorpio memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka sangat tertarik memecahkan misteri atau mempelajari masalah yang melibatkan diri mereka sendiri maupun orang lain. Bergibah bagi Scorpio adalah cara untuk memenuhi rasa ingin tahunya.

    4. Pisces
    Mirip dengan Scorpio, Pisces gemar bergibah karena rasa ingin tahunya yang besar, tetapi mereka biasanya tidak memiliki niat buruk. Pisces akan terus bertanya-tanya mengenai kehidupan atau hubungan orang-orang di sekitarnya, bukan untuk menjelekkan, tetapi karena rasa ingin tahu yang alami.

    5. Leo
    Leo yang dilambangkan oleh singa dikenal percaya diri, karismatik, dan memiliki ego yang besar. Mereka senang menjadi pusat perhatian di lingkungannya. Leo mungkin tidak selalu memulai gibah, tetapi mereka menikmati mendengarkan cerita dari teman-temannya sebagai bagian dari lingkar sosialnya.

    6. Aries
    Aries sangat suka bergibah dan cenderung berbicara tanpa filter. Mereka biasanya berbicara langsung apa adanya tanpa merasa perlu memperhalus kata-kata, karena mereka menganggap pendapatnya benar. Aries juga kerap menceritakan pengalaman pribadi, tetapi sering kali terdengar seperti cerita tentang orang lain.

    7. Sagitarius
    Bagi Sagitarius, bergibah adalah salah satu cara untuk menjalin kedekatan dengan orang lain dan memperluas lingkaran sosial. Mereka mudah mendapatkan informasi dan sering berbagi cerita dengan orang-orang terdekatnya sebagai bentuk interaksi sosial.

    Setiap zodiak memiliki keunikannya dalam bergibah, mulai dari sekadar ingin tahu hingga menjadikan gibah sebagai cara bersosialisasi.

  • Duh! Lomba Marathon Digelar Saat Polusi Udara Parah di New Delhi

    Duh! Lomba Marathon Digelar Saat Polusi Udara Parah di New Delhi

    Foto Health

    REUTERS/Anushree Fadnavis – detikHealth

    Kamis, 14 Nov 2024 21:00 WIB

    New Delhi – Kualitas udara di New Delhi, India, masuk dalam katagori “berbahaya” akibat polusi udara. Meski demikian, lomba lari marathon tetap digelar.

  • Para Kepala Negara Absen di KTT Iklim COP29, Ada yang Undur Diri

    Para Kepala Negara Absen di KTT Iklim COP29, Ada yang Undur Diri

    Jakarta

    Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) terkait perubahan iklim COP29 sedang berlangsung di Baku, Azerbaijan. Para pemimpin dunia, negosiator, pelobi dan LSM bertemu di sini, membahas perubahan iklim dan lingkungan hidup.

    Lebih dari 100 kepala negara dan pemerintahan telah mengonfirmasi kehadiran mereka di COP29, menurut sumber PBB. Namun, sejumlah pemimpin dunia dan pejabat pemerintah telah menyatakan tidak akan menghadiri acara yang berlangsung 11-22 November 2024 ini. Siapa saja? Berikut daftar negara yang tidak hadir beserta alasannya, dikutip dari Euro News.

    Presiden Komisi Eropa

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tidak hadir. Alasannya, Komisi Eropa sedang dalam fase transisi. “Presiden akan fokus pada tugas kelembagaannya. Von der Leyen saat ini tengah mempersiapkan masa jabatan keduanya yang akan dimulai pada 1 Desember,” kata juru bicara Komisi Eropa.

    Sementara itu, Uni Eropa diwakili oleh Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Kepala Kebijakan Iklim Wopke Hoekstra, dan Komisaris Bidang Energi Kadri Simson.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron

    Presiden Prancis Emmanuel Macron juga absen dari KTT ini. Kabarnya, alasannya karena pertemuan tersebut diadakan di Azerbaijan dan Prancis menolak menginjakkan kaki di negara itu.

    Hubungan antara kedua negara menegang sejak tahun lalu ketika Paris mengutuk serangan militer Azerbaijan terhadap separatis Armenia di wilayah Karabakh yang memisahkan diri.

    Kanselir Jerman Ola Scholz

    Pemimpin negara adikuasa Eropa lainnya juga tidak hadir, yakni Kanselir Jerman Olaf Scholz. Jauh hari sebelumnya, ia telah mengumumkan tidak akan menghadiri COP29 setelah koalisi yang berkuasa bubar.

    Semula, ia berencana menghadiri COP29, tetapi kemudian membatalkan keputusan itu setelah runtuhnya pemerintahan koalisi tiga partai Jerman.

    Presiden AS ke-46 Joe Biden

    COP29 digelar beberapa hari setelah pemilihan umum di Amerika Serikat (AS), sehingga Joe Biden tidak hadir. Ini adalah tahun kedua berturut-turut ia tidak hadir dalam perundingan iklim global. Sebagai gantinya, delegasi AS dipimpin oleh John Podesta, penasihat senior presiden AS untuk kebijakan iklim internasional.

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva

    Setelah mengalami cedera kepala bulan lalu, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva membatalkan perjalanannya ke Baku. Negaranya akan menjadi tuan rumah COP30 di Belem tahun depan.

    Raja Charles III

    Raja Charles juga tidak menghadiri COP29 dikarenakan pemerintah Inggris memutuskan untuk tidak mengutusnya mewakili rakyat mengingat ia masih dalam masa pemulihan dari kanker. Namun Raja Charles III memiliki sejarah panjang dalam advokasi perubahan iklim dan telah menghadiri konferensi-konferensi PBB sebelumnya.

    Presiden Rusia Vladimir Putin

    Presiden Rusia Vladimir Putin juga tidak hadir, dan delegasi negaranya di COP29 akan dipimpin oleh Perdana Menteri Mikhail Mishustin. Ironisnya, Oktober lalu, duta besar Ukraina untuk Uni Eropa, Vsevolod Chentsov mengatakan bahwa masyarakat internasional harus menghindari perundingan tersebut jika Putin hadir.

    Pemimpin Kanada, India, China, Afrika Selatan, dan Australia

    Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden China Xi Jinping, Cyril Ramaphosa dari Afrika Selatan, dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese juga melewatkan konferensi iklim tahun ini. Namun alasan mereka absen tidak diketahui.

    Papua Nugini Protes dan Menarik Diri

    Pada Agustus tahun ini, Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengumumkan bahwa negara tersebut tidak akan menghadiri COP29 sebagai protes terhadap negara-negara besar karena kurangnya dukungan cepat bagi para korban perubahan iklim.

    Marape mengatakan, hal ini dilakukan demi kepentingan semua negara kepulauan kecil. Dikelilingi oleh lautan dan merupakan rumah bagi hamparan hutan hujan terbesar ketiga di planet ini, Papua Nugini sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Wilayah ini dirusak oleh berbagai dampak seperti naiknya permukaan air laut dan bencana alam.

    (rns/fay)

  • Saham Asia Melemah Seiring Menguatnya Dolar AS

    Saham Asia Melemah Seiring Menguatnya Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar saham di Asia melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (14/11/2024), seiring menguatnya dolar Amerika Serikat (AS).

    Indeks Nikkei 225 di Jepang melemah 0,4% menjadi 38.535,70, sedangkan Kospi Korea Selatan turun 0,1% ke level 2.415,23. S&P/ASX 200 di Australia naik 0,4% menjadi 8.224,00.

    Pasar saham China juga merosot. Hang Seng di Hong Kong turun 2% menjadi 19.435,95, sementara indeks Shanghai Composite melemah 1,7% menjadi 3.379,84.

    Indeks SET di Bangkok turun 0,2%, Taiex di Taiwan melemah 0,6%, dan Sensex di India turun 0,2%.

    Stephen Innes dari Capital Economics mengatakan, penguatan dolar cenderung memberikan tekanan pada ekonomi negara lain. Baht Thailand juga melemah terhadap dolar, begitu juga yuan China, yang saat ini berada pada level 7,2245 per dolar AS.

    “Bagi kawasan Asia, terutama negara-negara yang ekonominya terkait erat dengan China, dominasi dolar akan menjadi tantangan besar. Negara-negara dengan utang dalam dolar AS yang besar kini bersiap menghadapi dampaknya,” kata Stephen, dilansir dari AP.

    Sehari sebelumnya, indeks utama Wall Street ditutup bervariasi setelah laporan inflasi terbaru menambah harapan bahwa penurunan suku bunga bulan depan dapat memberi dorongan lebih bagi perekonomian.

  • Indonesia Naik 2 Peringkat di Daftar Daya Saing Digital Global, Unggul dari India dan Turki – Page 3

    Indonesia Naik 2 Peringkat di Daftar Daya Saing Digital Global, Unggul dari India dan Turki – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Peringkat daya saing digital Indonesia diketahui naik dua peringkat ke posisi 43 dunia dari total 67 negara. Peraingkat ini didasarkan pada riset the International Institute for Management Development World Digital Competitiveness Rangking (IMD WDCR) 2024.

    Disebutkan, dalam lima tahun terakhir, daya saing digital Indonesia berdasarkan IMD WDCR ini memang tercatat terus naik. Awalnya posisi 50 di 2020, 53 di 2021, 51 di 2022, kemudian 45 di 2023, dan 43 di 2024.

    Kendati demikian, dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, peringkat Indonesia cukup tertinggal. Indonesia tercatat hanya unggul dari Filipina. Nah, berikut daftar lima besar negara dengan daya saing digital terbaik di Asia Tenggara.

    Singapura (peringkat 1, dengan skor 100)
    Malaysia (peringkat 36, dengan skor 65,5)
    Thailand (peringkat 37, dengan skor 65,45)

    Indonesia (peringkat 43, dengan skor 61,36)
    Filipina (peringkat 61, dengan skor 45,18)

    Sementara jika dibandingkan dengan sejumlah negara Asia lain, peringkat daya saing digital Indonesia tercatat juga masih lebih baik dari India (51) dan Turki (55).

    Dijelaskan, peringkat daya saing digital kedua negara tersebut memang terus turun dalam lima tahun terakhir. Dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (14/11/2024), riset IMD WDCR 2024 dilakukan IMD World Competitiveness Center (WCC).

    Riset disusun berdasarkan data keras dan survei. Untuk mengukur kelebihan dan kekurangan daya saing digital suatu negara, WCC menggunakan 52 kriteria untuk menentukan peringkat.

    Kriteria itu lantas dikelompokkan menjadi tiga pilar utama, yaitu pengetahuan, teknologi, dan kesiapan masa depan. Ketiganya menjadi penentu tingkat inovasi, inklusi, dan transformasi digital suatu negara.

    “Untuk meningkatkan daya saing digital, negara harus menyeimbangkan ketiga faktor tersebut,” tutur Kepala Ekonom WCC Christos Cabolis.

     

  • Ngeri Banget, Ilmuwan Perkirakan Ada 800 Juta Orang di Dunia Idap Diabetes

    Ngeri Banget, Ilmuwan Perkirakan Ada 800 Juta Orang di Dunia Idap Diabetes

    Jakarta

    Sebuah studi mengungkapkan persentase orang dewasa yang mengidap diabetes di seluruh dunia meningkat dua kali lipat selama tiga dekade atau 30 tahun terakhir. Peningkatan terbesar terjadi di negara-negara berkembang.

    Menurut analisis baru dalam jurnal The Lancet, kondisi kesehatan serius itu mempengaruhi sekitar 14 persen dari semua orang dewasa di seluruh dunia pada tahun 2022. Jumlah ini naik dua kali lipat dari tahun 1990.

    Dengan mempertimbangkan populasi global yang terus bertambah, tim peneliti memperkirakan bahwa lebih dari 800 juta orang saat ini mengalami diabetes. Angka ini mencakup kedua jenis diabetes utama, yakni tipe 1 dan tipe 2.

    Tipe 1 mempengaruhi pasien sejak usia muda dan lebih sulit diobati karena disebabkan oleh kekurangan insulin. Sementara tipe 2, lebih sering dialami orang yang lebih tua yang telah kehilangan sensitivitasnya terhadap insulin.

    Di balik angka global, angka nasional di setiap wilayah atau negara sangat bervariasi.

    “Angka diabetes tetap sama atau bahkan menurun di beberapa negara kaya, seperti Jepang, Kanada, atau negara-negara Eropa Barat seperti Prancis dan Denmark,” tulis penelitian tersebut yang dikutip dari The Straits News.

    “Beban diabetes dan diabetes yang tidak diobati semakin ditanggung oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,” imbuhnya.

    Misalnya seperti yang terjadi di Pakistan. Hampir sepertiga wanita di sana saat ini mengidap diabetes, yang jumlahnya lebih besar dibandingkan pada tahun 1990.

    Kemungkinan Pemicu Naiknya Kasus Diabetes Global

    Para peneliti menekankan bahwa obesitas adalah pendorong penting atau salah satu pemicu diabetes tipe 2. Sama halnya seperti pola makan yang tidak sehat.

    Selain itu, kesenjangan pengobatan diabetes di negara-negara kaya dan miskin juga semakin melebar.

    Dari hasil studi ini, para peneliti memperkirakan tiga dari lima orang dengan diabetes yang berusia di atas 30 tahun tidak menerima pengobatan untuk diabetes pada tahun 2022. Sekitar hampir sepertiga dari kasus tersebut terjadi di India.

    Di Afrika sub-Sahara, hanya lima hingga 10 persen orang dewasa dengan diabetes yang menerima pengobatan pada tahun 2022. Beberapa negara berkembang seperti Meksiko berhasil dalam mengobati populasi mereka, tetapi secara keseluruhan kesenjangan global semakin melebar.

    “Hal ini terutama memprihatinkan karena orang dengan diabetes cenderung lebih muda di negara-negara berpenghasilan rendah dan, jika tidak ada pengobatan yang efektif, berisiko mengalami komplikasi seumur hidup,” kata penulis studi senior Majid Ezzati dari Imperial College London.

    Komplikasi tersebut termasuk amputasi, penyakit jantung, kerusakan ginjal atau kehilangan penglihatan. Bahkan, dalam beberapa kasus bisa memicu kematian dini, ” pungkasnya.

    (sao/suc)

  • Jelang Debut Perdana Prabowo di KTT G20, Ini Fokus Presidensi Brasil

    Jelang Debut Perdana Prabowo di KTT G20, Ini Fokus Presidensi Brasil

    Bisnis.com, DOHA — Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil pada 18-19 November 2024. Kehadirannya di Brasil akan menjadi destinasi keempat dalam kunjungan kenegaraan pertamanya setelah dilantik sebagai RI 1. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Prabowo dijadwalkan untuk tiba di Rio de Janeiro, Brasil sekitar tanggal 16 November 2024. Dia akan mengikuti rangkaian KTT G20 Brasil pada 18-19 November 2024. 

    Presiden ke-8 RI itu sebelumnya melakukan lawatan ke beberapa negara, meliputi China, Amerika Serikat dan Peru untuk perhelatan KTT APEC. Masing-masing di China dan AS, Prabowo bertemu dengan kepala negara yakni Presiden Xi Jinping dan Presiden Joe Biden.

    “[Kunjungan luar negeri] Ini menunjukan bahwa Indonesia sangat dihormati dan Indonesia dirasakan perlu untuk diundang dan diadakan pertemuan-pertemuan bilateral dan multilateral membicarakan masalah penting bagi keadaan tidak hanya ekonomi tetapi geopolitik yang penuh ketegangan,” ujar Prabowo kepada wartawan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (8/11/2024). 

    Adapun, kehadiran Prabowo sebagsai Presiden RI di KTT G20, Brasil, akan menjadi debut atau kali perdananya pada forum tersebut sebagai kepala negara. 

    Lalu, seperti apa Forum G20 yang dipimpin Brasil sejak setahun belakang ini?

    Presidensi KTT G20 Brasil 

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Brasil memegang Presidensi G20 dari India yang sebelumnya menjadi tuan rumah di 2023 lalu. Pada tahun selanjutnya, Afrika Selatan dijadwalkan untuk melanjutkan estafet kepemipinan forum berisi 20 negara dengan ekonomi terbesar dunia itu. 

    Dilansir dari situs resmi G20 Brasil, pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Luiz Inacio Lula da Silva memiliki sejumlah agenda prioritas selama memegang presidensi forum tersebut sepanjang tahun ini. Beberapa prioritasnya meliputi membasmi kelaparan, kemiskinan dan ketimpangan, serta mereformasi tata kelola global. 

    Tidak hanya itu, G20 Brasil juga mengajukan proposal untuk memajaki taipan super kaya (super-rich) di dunia. Pemerintah Brasil memproyeksikan pemajakan orang kaya itu bisa menghimpun dana hingga US$250 miliar per tahun. 

    Kajian untuk pemajakan orang super kaya itu telah disiapkan oleh seorang ekonom asal Prancis, Gabriel Zucman. Kajian itu menyoroti soal pentingnya kerja sama internasional untuk menghindari pengemplangan pajak, serta tantangan dalam menerapkan standar pemajakan internasional. 

    Dalam kajian itu pula, pemajakan orang super kaya sebesar 2% minimal diperkirakan bisa menghasilkan penerimaan sekitar US$200 miliar hingga US$250 miliar per tahun. 

    Selain itu, pemajakan orang kaya bisa berdampak kepada sekitar 3.000 individu dengan kepemilikan harta lebih dari US$1 miliar. Kekayaan itu berbentuk aset, perumahan/properti, saham serta kepemilikan perusahaan. 

    Sekitar 3.000 ‘crazy rich’ itu disebut belum membayarkan minimal 2% pajak penghasilan mereka. 

    “Hanya orang-orang dengan kekayaan tinggi dan pembayaran pajak rendah yang akan terpengaruh,” demikian bunyi dokumen kajian yang diajukan ke Forum G20. 

  • ‘Ekonomi Perhatian’ dan Akibat Bias Memaknai Dunia

    ‘Ekonomi Perhatian’ dan Akibat Bias Memaknai Dunia

    Jakarta

    Saat Herbert A. Simon–psikolog, yang juga ekonom asal Amerika Serikat– pernah menyinggung soal The Attention Economy di tahun 1971. Ia mungkin tak menyangka, gagasannya bakal berpengaruh hingga hari ini. Gagasan yang bukan saja penting dalam penyusunan model bisnis media digital, namun juga mempengaruhi pemaknaan masyarakat, pada dunia yang dihayatinya. Dunia yang dialami panca indera telanjang, jauh berbeda dari dunia dalam pengalaman media digital. Atas karyanya itu, di tahun 1978 Herbet A. Simon meraih penghargaan Nobel di Bidang Ekonomi.

    Uraiannya semula, disiapkan sebagai makalah untuk ceramah yang diselenggarakan Johns Hopkins University dan Brookings Institution. Topiknya “Designing Organizations for an Information-Rich World”. Dengan judul ini, uraian nampak biasa-biasa saja. Juga tak punya unsur kejutan. Ia hendak mengajukan gagasan seputar merancang organisasi, di tengah dunia dalam kelimpahan informasi. Namun seluruhnya jadi berbeda, seiring diajukannya 2 pertanyaan: “Sudah berapa lama, dunia ini mengalami kelimpahan informasi? Dan apa implikasi dari kelimpahan itu, jika memang benar adanya?” Jawaban-jawaban yang muncul, berimplikasi luas.

    Untuk pertanyaan pertamanya yang diajukan tak kurang 53 tahun silam, kian terjawab gamblang di era sekarang. Era yang diwarnai perkembangan pemanfaatan internet, dengan berbagai tampilannya. Keadaan yang relevan, di tengah perkembangan teknologi informasi. Teknologi yang mentransformasi informasi analog, jadi digital. Seluruhnya menyebabkan, produksi dan distribusi informasi mencapai titik tertingginya. Kelimpahan informasi jadi realitasnya.

    Namun realitas itu berhadapan dengan stagnannya kognisi manusia. Proses evolusi tak mendorongnya mengalami pelipatgandaan kemampuan memperhatikan. Manusia tak jadi lebih mampu memperhatikan, akibat tingginya permintaan perhatian. Keadaan yang justru berkembang: perhatian manusia yang jumlahnya tetap, ditransaksikan dengan informasi yang berlimpah. Maka agar meraih kepuasan optimal, rasionalitas dipaksa melakukan seleksi perhatian agar memperoleh kepuasan optimal. Relasi perhatian vs informasi berlimpah itu tak ubahnya aktivitas ekonomi. Aktivitas yang dimengerti, sebagai upaya rasional manusia mengoptimalkan pilihannya dengan sumberdaya yang terbatas.

    Curt Steinhorst, 2024, lewat “Lost in The Scroll: The Hidden Impact of The Attention Economy”, mengungkap implikasi lanjut relasi yang melahirkan Ekonomi Perhatian itu. Steinhorst yang mengutip Michael Goldhaber, mengemukakan: keberhasilan diraihnya perhatian di tengah intensifnya produksi dan distribusi informasi tak berbeda dengan diperolehnya kekayaan yang bertahan lama. Perhatian jadi mata uang. Memperoleh perhatian berlimpah, berarti memperoleh uang banyak. Berlimpahnya perhatian, berarti kaya raya.

    Kekayarayaan yang dapat dikonversi dengan apa pun yang ditawarkan ekonomi, dalam kelimpahan informasi. Menjadi berharganya perhatian, lantaran kehadirannya dibutuhkan untuk mengubah informasi jadi bermakna. Tanpa perhatian informasi tak menembus panca indera dan membangun pemaknaan. Informasi akan tersapu waktu, berlalu jadi residu. Herbert A. Simon menyebutnya: kelimpahan informasi yang menciptakan kemiskinan perhatian.

    Realitas perhatian yang berpeluang jatuh pada hal-hal yang bersifat langka, sering dikaitkan dengan bias negatif. Bias negatif adalah kecenderungan diberikannya perhatian pada hal yang negatif. Perhatian lebih diberikan pada perkataan kasar, kecelakaan, kesedihan, bencana, juga kejadian tak masuk akal. Di tingkat individu, ini membentuk perbincangan luas. Terakumulasi jadi perhatian yang diperoleh.

    Seluruhnya dapat dipahami: rasionalitas manusia memilih kesenangan, seraya menghindari rasa sakit. Hal-hal yang negatif jadi bahan perhatian, lantaran dipersepsi mengandung ancaman. Karenanya, menghindari ancaman dengan cara, memberikan perhatian pada yang negatif.

    Mekanisme Ini disebut selective attention. Maka ketika perhatian dijatuhkan pada hal-hal yang negatif, juga yang langka terjadi, dimengerti sebagai tendensi memperbesar peluang hidup. Dalam realitasnya, yang negatif dan langka merupakan ancaman. Perhatian ditujukan pada yang negatif, justru untuk memperbesar peluang hidup.

    Namun demikian, dalam realitasnya informasi negatif tapi langka ini merupakan sumber gangguan mental. Ketaknyamanan, stress, bahkan depresi. Memang jika dikelola dengan baik, dapat mendatangkan kebahagiaan. Ujungnya, dipertahankannya hidup. Bangsa-bangsa yang punya sejarah hidup panjang, dihuni penduduk yang juga berumur panjang. Dalam kisahnya terbukti: mampu mengalihkan berbagai peristiwa yang menekan, tak nyaman bahkan merenggut kehidupan jadi kebijakan hidup. Ini dapat disaksikan pada Bangsa Mesir, Yunani, Mexico, India, Cina maupun Jepang.

    Bias negatif yang bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan hidup, berubah jadi paradoks. Ini saat bias negatif dijadikan sebagai formula penangguk keuntungan. Realitas hidup hari ini mengkonfirmasinya. Di antara intensifnya produksi dan distribusi informasi lewat media digital, perhatian–dengan kurva normal yang berbentuk lonceng–jatuh pada area ekstrim kiri dan kanan. Sumbu imajiner datar yang bergerak dari kiri ke kanan, menunjukkan pergerakan spektrum kualitas isi informasi: dari yang berkualitas sangat buruk ke yang berkualitas sangat baik. Sedangkan sumbu imajiner tegak dari atas ke bawah, menunjukkan peluang terjadinya peristiwa. Di titik atas artinya, peluang kejadiannya sangat besar. Dan makin ke bawah, peluang kejadiannya mendekati nol. Sangat langka.

    Ini kemudian dapat dibaca–dengan mengacu pada uraian McAdam di atas–pada kualitas informasi yang semakin buruk, juga semakin baik dan peluang kejadiannya makin langka, perhatian dicurahkan. Sedangkan pada timbangan informasi buruk vs informasi baik, bias negatif manusia mengantarnya memilih informasi dengan kandungan bias negatif. Artinya, makin kiri dan makin ke bawah, terjadi pemusatan perhatian.

    Inilah formula produksi dan distribusi informasi yang berlaku hari ini. Jika seluruhnya ditelaah lebih dalam, informasi di sebelah kiri dan bawah, berciri, pertikaian, kontroversi, sensasi, disinformasi, spekulasi, konspirasi, irasionalitas. Informasi tak berkualitas jadi pengisinya. “Supermarket” keburukan digelar di area ini. Sebaliknya pada area kanan, memuat: pencapaian usaha, keberhasilan pendidikan, kemajuan riset, tips & trick produktivitas, nasihat hidup bermoral dan etis, kisah sukses dan ketokohan, sejarah obyektif. Sisi yang memuat dunia berkeadaan baik-baik saja. Dunia yang layak dihuni.

    Namun lantaran dianggap sebagai normalitas kehidupan, tak mengancam dan tanpa kejutan, kehadirannya tak perlu memperoleh prioritas perhatian. Karenanya perhatian lebih berpeluang jatuh pada informasi area kiri bawah. Negatif tapi langka.

    Implikasi upaya produksi dan distribusi informasi ~dengan berpijak pada formula attention economy ini~ mengantar manusia era sekarang memandang dunia sebagai tempat yang buruk. Perhatian yang hanya tertuju pada informasi yang negatif tapi langka, membiaskannya dari harapan yang dapat diraih. Dunia baik-baik saja memang terus diupayakan, tapi kalah perhatian dibanding yang buruk.

    Brooke Auxier, 2020, dalam “64% of Americans say social media have a mostly negative effect on the way things are going in the U.S. today”, ~dengan mengutip penelitian Pew Research Center pada 13-19 Juli 2020~ mengkonfirmasi keadaan di atas. Sedikitnya 2/3 warga Amerika menyebut media sosial memiliki efek negatif terhadap keadaan di negara itu. Hanya satu dari sepuluh orang yang mengatakan adanya efek positif. Sementara hanya satu dari dua puluh lima orang, mengatakan platform ini tak punya efek positif maupun negatif.

    Dunia yang tampak sakit, bukan lantaran dunianya benar-benar sakit. Realitas terformulasi yang jadi penyebabnya. Perhatian yang berhasil terserap tanpa sisa, membiaskan pemaknaan pada dunia. Pengguna media sosial jadi korban sukarelanya. Seluruhnya lantaran, hidup tercuri formula attention economy.

    Firman Kurniawan S. Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital dan Pendiri LITEROS.org.

    (rdp/rdp)

  • Kompak, Mata Uang Asia dan Rupiah Hari Ini Melemah pada Awal Perdagangan

    Kompak, Mata Uang Asia dan Rupiah Hari Ini Melemah pada Awal Perdagangan

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah hari ini Kamis (14/11/2024) terhadap kurs dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi melemah atau terdepresiasi dibandingkan perdagangan sebelumnya.

    Pergerakan negatif rupiah terjadi di tengah mata uang Benua Kuning yang berada di zona merah.

    Data Bloomberg menyatakan, rupiah pukul 09.24 WIB di pasar spot exchange berada di level Rp 15.850 per dolar AS atau melemah 66 poin (0,42%) dibandingkan perdagangan sebelumnya.

    Sementara yen Jepang di pasar spot exchange melemah 0,4 poin (0,26%) mencapai 155,8 yen per dolar AS dibandingkan perdagangan sebelumnya.

    Adapun dolar Hong Kong melemah 0,0008 (0,01%) mencapai 7,7 per dolar AS, won Korea melemah 3,4 poin (0,24%) mencapai 1.408 won per dolar AS, rupe India menguat 0,008 poin (0,01%) mencapai 84,3 rupe per dolar AS, yuan Tiongkok melemah 0,009 (0,13%) mencapai 7,2 yuan per dolar AS.

    Di tengah pelemahan rupiah hari ini, dolar Singapura ditransaksikan melemah 0,002 (0,016%) mencapai 1,34 per dolar AS, peso Filipina melemah 0,06 (0,11%) mencapai 58,8 peso per dolar AS, ringgit Malaysia melemah 0,03 poin (0,7%) mencapai 4,4 ringgit per dolar AS, baht Thailand melemah 0,03 poin (0,37%) mencapai 35,1 baht per dolar AS.