Negara: India

  • Pimpinan MPR: Kebijakan tarif AS momentum perkuat industri nasional

    Pimpinan MPR: Kebijakan tarif AS momentum perkuat industri nasional

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Eddy Soeparno mengemukakan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump akan menjadi momentum pemerintah untuk memperkuat industri nasional.

    “Saya memandang kebijakan tarif Donald Trump ini akan menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat industri nasional dan membuat TKDN (tingkat komponen dalam negeri) kita semakin berkualitas dan ekonomis,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Eddy meyakini pemerintah Indonesia tidak akan mengikuti kehendak pemerintah AS dengan melonggarkan kebijakan TKDN, sebagaimana yang dikhawatirkan beberapa kelompok pengusaha.

    “Kebijakan TKDN perlu dilanjutkan dan jangan dilonggarkan terhadap salah satu negara semata. Sekali kita memberikan kelonggaran TKDN, seluruh negara mitra dagang juga akan meminta hal yang sama,” katanya.

    Dia menjelaskan bahwa kebijakan TKDN bukan merupakan proteksionisme, melainkan menjadi inisiatif pemerintah untuk membangun industri dalam negeri agar pasar domestik tidak dibanjiri barang-barang impor.

    “Kebijakan TKDN adalah instrumen untuk memperkuat industri nasional, bukan untuk menutup diri dari perdagangan global. Apa yang dilakukan Indonesia dalam membangun industri dalam negerinya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan negara-negara mitra dagang Indonesia lainnya,” tuturnya.

    Namun, apabila kebijakan TKDN dipersepsikan sebagai hambatan oleh negara mitra, Eddy meyakini tim diplomasi yang dibentuk pemerintah akan memberikan penjelasan secara komprehensif.

    Dia pun meyakini strategi Presiden RI Prabowo Subianto dalam menghadapi kebijakan proteksionisme AS akan memperkuat posisi Indonesia dalam ekonomi global.

    Termasuk dalam kerja sama dengan negara-negara ASEAN maupun blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

    “Kebijakan Presiden Prabowo yang mencakup perluasan jaringan mitra dagang, peningkatan daya saing produk lokal, serta diversifikasi pasar ekspor merupakan strategi yang tepat. Ini akan menjaga kestabilan ekonomi nasional di tengah perubahan dinamika perdagangan global,” ujarnya.

    Dia menambahkan pula agar tekanan kebijakan tarif pemerintah AS tersebut jangan sampai mengganggu agenda percepatan hilirisasi dan industrialisasi di tanah air.

    “Kami mendukung komitmen Presiden Prabowo untuk mempercepat hilirisasi sebagai upaya menambah nilai dari produk mineral dan sumber daya alam di Indonesia,” ucapnya.

    Hal tersebut agar Indonesia tidak hanya menghasilkan produk turunan pertama atau antara, namun mampu menghasilkan produk jadi. Mulai dari, baterai, solar cell, kawat tembaga, perabotan rumah tangga dari aluminium, dan lain-lain.

    “Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi hasil industri nasional perlu didorong masuk ke pasar ekspor karena pertumbuhan ekonomi ke depannya harus mengandalkan investasi dan ekspor,” katanya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ekonom Sebut Tarif Timbal Balik Trump Berpotensi Tekan Industri IT Tanah Air

    Ekonom Sebut Tarif Timbal Balik Trump Berpotensi Tekan Industri IT Tanah Air

    Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economics and Law Studies (Celios) menilai kebijakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff yang diterapkan Presiden AS Donald Trump bakal berdampak ke sektor IT Indonesia.

    Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menilai pemberian tarif impor barang luar negeri, termasuk Indonesia ke AS sebesar 32% akan menyebabkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi oleh masyarakat AS. 

    “Akibatnya adalah permintaan agregat barang-barang impor tersebut akan mengalami koreksi,” kata Huda kepada Bisnis, Minggu (5/4/2025).

    Adanya kebijakan ini, kata Huda berpotensi membuat teknologi dan IT dalam negeri bakal mengalami tekanan. Hal ini dikarenakan, AS memiliki berkontribusi terhadap 30% ekspor produk teknologi dan IT dalam negeri.

    Apalagi, sektor permintaan barang teknologi dan IT dalam negeri belum berkembang pesat, sehingga ekspor masih menjadi salah satu pilihan pengembang industri teknologi dan IT nasional.

    “Dampaknya adalah sektor tersebut akan semakin mengalami tekanan karena berkurangnya permintaan,” ujar Huda.

    Senada dengan Huda, Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi mengatakan adanya kebijakan ini berpotensi memeperanghui bisnis telekomunikasi dan internet di Indonesia.

    Hal ini bisa terjadi jika adanya penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Heru mewanti-wanti agar nikai tukar rupiah terhadap dolar jangan sampai berada diangka lebih dari Rp17.000.

    “Ini tentu akan mempengaruhi bisnis telekomunikasi dan internet di Indonesia. Banyak proyek mangkrak dan sulit membayar ke vendor karena banyak proyek peralatannya dari luar negeri, yang akan mengikuti pergerakan rupiah,” ucap Heru.

    Diberitakan sebelummya, Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia. Kebijakan itu menjadi serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil.

    Trump mengatakan dirinya akan menerapkan tarif minimum 10% pada semua eksportir ke AS dan mengenakan bea masuk tambahan pada sekitar 60 negara dengan ketidakseimbangan perdagangan atau defisit neraca perdagangan terbesar dengan AS.

    “Selama bertahun-tahun, warga negara Amerika yang bekerja keras dipaksa untuk duduk di pinggir lapangan ketika negara-negara lain menjadi kaya dan berkuasa, sebagian besar dengan mengorbankan kita. Namun kini giliran kita untuk makmur,” kata Trump dalam sebuah acara di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat dilansir dari Bloomberg.

    Seperti diketahui, Kanada dan Meksiko sudah menghadapi tarif 25% yang terkait dengan perdagangan narkoba dan migrasi ilegal. Tarif tersebut akan tetap berlaku dan dua mitra dagang terbesar AS tersebut tidak akan terkena rezim tarif baru selama tarif terpisah masih berlaku.

    Pengecualian untuk barang-barang yang tercakup dalam perjanjian perdagangan Amerika Utara yang ditengahi oleh Trump pada masa jabatan pertamanya akan tetap ada.

    China akan dikenakan tarif sebesar 34%. Sementara Uni Eropa akan dikenakan pungutan 20% dan Vietnam akan dikenakan tarif 46%, menurut dokumen Gedung Putih.

    Negara-negara lain yang akan dikenakan tarif impor Trump yang lebih besar termasuk Jepang sebesar 24%, Korea Selatan sebesar 25%, India sebesar 26%, Kamboja sebesar 49%, dan Taiwan sebesar 32%.

  • Mimpi Buruk Apple, Semua Negara Andalannya Kena Tarif Mencekik Trump

    Mimpi Buruk Apple, Semua Negara Andalannya Kena Tarif Mencekik Trump

    Jakarta

    Apple telah mendiversifikasi rantai pasokannya di luar China ke tempat-tempat seperti India dan Vietnam. Namun tarif yang baru saja diumumkan oleh Gedung Putih juga akan berlaku di negara-negara tersebut.

    Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif ke lebih dari 180 negara. China menghadapi tarif 34%, tapi dengan tarif 20% yang berlaku saat ini, tarif sebenarnya untuk Beijing menjadi 54%. India menghadapi tarif 26%, sementara tarif Vietnam 46%. Berikut adalah rincian jejak rantai pasokan Apple yang dapat terpengaruh oleh tarif Trump, dikutip detikINET dari CNBC

    China

    Mayoritas iPhone Apple masih dirakit di China oleh mitranya, Foxconn. menurut perkiraan dari Evercore ISI, China menyumbang sekitar 80% dari kapasitas produksi Apple. Sekitar 90% iPhone dirakit di China. Artinya, Apple masih sangat bergantung pada China.

    Meskipun jumlah lokasi manufaktur di Tiongkok menurun antara tahun fiskal Apple 2017 dan 2020, jumlah tersebut telah meningkat kembali saat ini. Evercore ISI memperkirakan bahwa 55% produk Mac Apple dan 80% iPad dirakit di China.

    India

    Selama dua tahun terakhir, Apple telah melakukan upaya besar untuk meningkatkan produksi iPhone di India karena pemerintah di sana berupaya meningkatkan produksi barang-barang berteknologi tinggi di dalam negeri.

    Apple menargetkan sekitar 25% dari semua iPhone di dunia akan dibuat di India, Menurut estimasi Bernstein, India dapat mencapai sekitar 15%-20% dari keseluruhan produksi iPhone pada akhir tahun 2025. Evercore ISI mengatakan sekitar 10% hingga 15% iPhone saat ini dirakit di India.

    Vietnam

    Vietnam telah muncul dalam beberapa tahun terakhir sebagai pusat manufaktur populer untuk barang elektronik konsumen. Apple pun telah meningkatkan produksinya di negara tetangga itu.

    Sekitar 20% produksi iPad dan 90% perakitan produk perangkat yang dapat dikenakan Apple seperti Apple Watch dilakukan di Vietnam, menurut Evercore ISI.

    Negara-negara penting lainnya

    Malaysia adalah lokasi manufaktur yang berkembang untuk Mac dan menghadapi tarif sebesar 25%. Thailand juga merupakan pusat kecil untuk produksi Mac dan akan dikenakan pungutan sebesar 36%.

    Apple juga mendapatkan komponen dari Korea Selatan, Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat. Komponen dapat dikirim dari satu negara ke negara lain sebelum perakitan dilakukan di China atau tempat lain.

    Pada bulan Februari, Apple mengumumkan rencana membuka pabrik baru untuk server kecerdasan buatan di Texas sebagai bagian dari investasi USD 500 miliar di AS. Namun, Apple tidak memiliki produksi massal di Amerika Serikat. Apple hanya memproduksi Mac Pro di Texas.

    (fyk/fyk)

  • Rayu Trump Pangkas Tarif Impor, Indonesia hingga India Kirim Tim Lobi ke Amerika – Halaman all

    Rayu Trump Pangkas Tarif Impor, Indonesia hingga India Kirim Tim Lobi ke Amerika – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bertandang ke Gedung Putih, usai Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif impor tinggi sebesar 32 persen kepada barang-barang Indonesia.

    Hal tersebut diungkap langsung oleh Head of Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi. 

    Dalam keterangan resminya ia menyampaikan bahwa pemerintah berupaya semaksimal mungkin soal menyikapi kebijakan pembaharuan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Trump.

    Sebagai respons awal, saat ini pemerintah sedang menghitung dampak dari penerapan tarif resiprokal (timbal balik) yang dikenakan pemerintah AS. 

    Pemerintah juga turut mengkaji penyederhanaan regulasi agar produk Indonesia bisa lebih kompetitif, serta memperluas mitra dagang Indonesia, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri. 

    Lebih lanjut untuk mengurangi dampak negatif bagi perekonomian Indonesia, pemerintah turut mengirimkan tim lobi ke Amerika Serikat untuk bernegosiasi dengan pemerintah US.

    “Pemerintah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah US (United States),” kata Hasan Nasbi dalam keterangan tertulis pada Jumat, 4 April 2025.

    Melalui cara ini pemerintah berharap agar kebijakan tarif Trump tidak berdampak banyak bagi ekspor Indonesia. Mengingat total ekspor Indonesia ke AS mencapai 2,35 miliar dolar pada periode Februari 2025.

    Mengutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah ekspor tersebut tercatat lebih tinggi jika dibanding Februari 2024 yang hanya dipatok 2,10 miliar dolar dan Januari 2025 sebesar 2,33 miliar dolar.

    India hingga Vietnam Ikut Lobi Trump

    Tak hanya Indonesia, sejumlah negara di Asia Tenggara termasuk India yang terkena tarif baru Trump juga berupaya keras melobi AS agar memangkas kebijakannya.

    Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India mengatakan dalam sebuah pernyataan pada bahwa mereka sedang melangsungkan penyelesaian cepat lewat Perjanjian Perdagangan Bilateral multi-sektoral yang saling menguntungkan dengan AS, pasca Trump memberlakukan tarif impor 26 persen kepada New Delhi.

    Meski Trump memberlakukan tarif impor 26 persen, namun Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India menegaskan bahwa negaranya akan “tetap berhubungan” dengan AS terkait tarif terbaru Trump.

    Langkah serupa juga dilakukan pemerintah Vietnam, pasca Trump menghantam ekonomi Vietnam dengan tarif 46 persen pemimpin Vietnam mulai Gerak cepat, melobi Donald Trump untuk mengurangi tarif.

    Dikonfirmasi langsung oleh Presiden Trump, ia mengatakan bahwa Sekjen Partai Komunis Vietnam, To Lam baru saja melakukan panggilan telepon yang sangat produktif dengan dirinya pada Jumat (4/4/2025).

    Adapun panggilan telepon ini dilakukan Sekjen Partai Komunis Vietnam, To Lam untuk melobi Trump agar presiden AS itu mengurangi tarif impor. Sebagai tawaran Vietnam siap memangkas tarif barang dari AS menjadi nol jika bisa mendapat kesepakatan yang bagus dengan AS.

    “Baru saja melakukan panggilan telepon yang sangat produktif dengan To Lam, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam, yang mengatakan kepada saya bahwa Vietnam ingin memangkas Tarif mereka hingga nol jika mereka dapat membuat kesepakatan dengan AS,” kata Trump di Truth Social, mengutip dari The Guardian.

    Trump tak menjelaskan secara rinci kesepakatan apa yang telah ia buat dengan pemerintah Vietnam, dalam cuitannya ia hanya menyampaikan terima kasih kepada To Lam. Dia mengaku menantikan pertemuan dengan To Lam.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepadanya atas nama Negara kita, dan mengatakan saya menantikan pertemuan dalam waktu dekat,” ujarnya.

    Menyusul yang lainnya, Israel dilaporkan tengah berunding dengan AS untuk mendapat pengurangan tarif yang diberlakukan Trump.

    “Kementerian Keuangan terus melakukan dialog dengan pemerintah AS dengan tujuan mengurangi cakupan tarif dan mengurangi dampaknya terhadap industri Israel,” tulis Menteri Keuangan Bezalel Smotrich di X.

    Upaya ini dilakukan pemerintah Israel usai sekutu dekat AS ini terdampak tarif baru Trump sebesar 17 persen. Asosiasi Produsen Israel (MAI) mengatakan pengumuman tarif Trump benar-benar mengejutkan mereka, lantaran keputusan tersebut menimbulkan “tantangan besar” bagi ekonomi Israel.

    Mengantisipasi terjadinya gonjang-ganjing ekonomi di tengah perang, pemerintah Israel mengungkap pihaknya sedang menghubungi otoritas AS “untuk menjamin pengecualian Israel.

    Setelah sebelumnya Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengumumkan pencabutan semua bea masuk yang tersisa atas impor AS oleh Israel, yang memengaruhi satu persen barang Amerika yang masih dikenakan bea masuk tersebut.

  • Skenario RI Hadapi Perang Dagang Jilid II Donald Trump: Negosiasi atau Retaliasi?

    Skenario RI Hadapi Perang Dagang Jilid II Donald Trump: Negosiasi atau Retaliasi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia ikut kena getah kebijakan tarif timbal balik alias reciprocal tariff Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Trump tanpa pandang bulu mengenakan tarif impor barang asal Indonesia sebesar 32%. Jumlah itu setara 50% dari total bea masuk barang impor yang dipungut RI terhadap barang asal Amerika Serikat, yang menurut versi Trump, di angka 64%.

    Pengenaan tarif 32% berpotensi memukul ekonomi Indonesia yang sedang dalam ketidakpastian. Situasi semakin pelik, karena China, yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua telah mengumumkan aksi retaliasi. Ada kekhawatiran perang dagang antara dua raksasa itu akan memicu pelambatan ekonomi global. Supply chain terganggu. Skema paling buruk, bisa memicu resesi global.

    Implikasi negatif lainnya kepada Indonesia adalah, potensi banjir barang impor, imbas tersumbatnya pasar barang made in China ke AS karena kebijakan tarif Trump. Selain itu, reciprocal tariff Trump juga berpotensi menggerus kinerja ekspor Indonesia karena lesunya permintaan barang dari pasar AS.

    Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.

    Presiden Prabowo Subianto./Istimewa

    BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.

    Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar.  Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.

    Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.

    Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023.

    Presiden Prabowo Subianto telah berbicara dengan sejumlah pemimpin Asean. Pembicaraan itu terekam dalam unggahan media sosial Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Sebagian pemimpin Asean telah menyepakati untuk segera memberikan respons terhadap kebijakan Trump yang dianggap telah mengacak-acak konsesus global.

    “Hari ini saya berkesempatan melakukan diskusi melalui telepon untuk memperoleh pandangan dan mengoordinasikan tanggapan bersama mengenai masalah tarif timbal balik oleh Amerika Serikat (AS),” ujar Anwar Ibrahim. 

    Anwar juga mengatakan bahwa pertemuan Menteri Ekonomi Asean yang akan digelar pada minggu depan. Pertemuan itu akan menindaklanjuti pembicaraan terkait solusi terbaik menghadapi penerapan tarif resiprokal AS tersebut. “Insyaallah, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN minggu depan akan terus membahas masalah ini dan mencari solusi terbaik bagi seluruh negara anggota,” sambungnya.

    Peluang Negosiasi Terbuka

    Adapun Trump, sejatinya membuka peluang negosiasi untuk negara-negara yang dikenakan tarif timbal balik. Dia menegaskan tentang peluang negosiasi tersebut saat berbicara dengan para wartawan di pesawat kepresidenan Amerika Serikat pada tanggal 29 Maret 2025 lalu.

    “Saya tentu terbuka untuk itu, jika kita dapat melakukan sesuatu, kita bisa mendapatkan sesuatu untuk itu,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One.

    Sabtu kemarin, misalnya, Trump bahkan telah bertemu dengan perwakilan dari Vietnam, Israel dan India untuk membicarakan kebijakan tarif yang baru saja dikeluarkannya. Trump dan para delegasi asal ketiga negara itu berbicara mengenai kemungkinan keringanan tarif timbal balik.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump

    Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie mengaku optimistis langkah negosiasi terhadap penetapan tarif baru AS untuk Indonesia masih terbuka.

    Anindya menjelaskan, keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menetapkan pengenaan tarif timbal balik (resiprokal) sebesar 32% untuk Indonesia merupakan opening statement dan masih bisa berubah.

    “Saya melihat pernyataan Presiden Trump merupakan opening statement. Artinya pintu negosiasi masih terbuka,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).

    Pasalnya, tambah Anindya, Amerika dan Indonesia sebagai mitra bisnis strategis keduanya sama-sama saling membutuhkan dalam mendorong neraca perdagangan dan kinerja investasi kedua negara.

    Di samping itu, Anindya juga optimistis Trump bakal mempertimbangkan revisi pengenaan tarif timbal balik sebesar 32% untuk Indonesia lantaran beberapa faktor. Faktor Indonesia menjadi salah satu negara dengan populasi muslim terbesar masuk ke dalamnya.

    “Posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik. Selain bagian dari kekuatan ekonomi Asean, Indonesia adalah anggota APEC yang strategis. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan pimpinan negara nonblok, juga tentu menjadi pertimbangan Trump,” kaya Anindya.

    Negosiasi atau Retaliasi?

    Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mendesak supaya pemerintah mengedepankan upaya negosiasi dibandingkan melakukan tarif balasan ke AS.

    Menurutnya, pemerintah harus melakukan negosiasi secara strategis dengan penjelasan yang logis terkait kebijakan Indonesia yang dinilai protektif oleh Trump. Apalagi, Indonesia bukan negara kontributor utama dalam defisit perdagangan AS. Eko menekankan langkah reaktif dengan retaliasi tidak perlu menjadi opsi pertama.

    “Jalan diplomasi harus diupayakan. Kita [Indonesia] tidak punya kemewahan posisi seperti China yang memilih melakukan retaliasi karena berbagai kemampuan negara tersebut,” kata Eko.

    Eko mewanti-wanti bahwa dampak dari kebijakan tarif Trump akan melemahkan perdagangan Indonesia. Dia menyebut, dampak langsungnya relatif moderat lantaran porsi AS sekitar 10% dari total ekspor Indonesia. Namun, perdagangan dengan AS menjadi kontributor surplus tertinggi pada Januari—Februari 2025.

    Ilustrasi peti kemas

    Alhasil, dia menyebut pengenaan tarif sebesar 32% ini akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Tanah Air.“Mengingat ekspor utama Indonesia ke AS sebagian besar produk padat karya, risiko PHK memang meningkat,” imbuhnya.

    Selain itu, Eko menambahkan pengenaan tarif AS terhadap Indonesia ini juga berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “Dampak yang lebih perlu diwaspadai adalah dampak tidak langsung atau ikutan seperti melemahnya rupiah dan IHSG, serta naiknya imbal hasil utang SBN karena risiko meningkat,” ujarnya.

  • Tarif Trump Picu Kekhawatiran Perang Dagang, Resesi, dan iPhone Seharga Rp38 Juta

    Tarif Trump Picu Kekhawatiran Perang Dagang, Resesi, dan iPhone Seharga Rp38 Juta

    JAKARTA – Kebijakan tarif besar-besaran yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu 2 April langsung memicu kekhawatiran global akan potensi perang dagang, resesi ekonomi, dan lonjakan harga barang-barang konsumsi, termasuk produk populer seperti iPhone. Langkah tersebut menuai respons keras dari berbagai negara dan menyebabkan kejatuhan tajam di pasar saham dunia.

    Trump secara resmi menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk seluruh produk impor, dengan tarif tambahan yang lebih tinggi untuk puluhan negara. Menurut pemerintahannya, langkah ini bertujuan untuk memperkuat posisi negosiasi perdagangan AS dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Namun, para analis menyebut kebijakan ini sebagai tindakan sepihak yang dapat mengguncang fondasi ekonomi global yang telah dibangun selama puluhan tahun berdasarkan perdagangan bebas.

    Di Jepang, salah satu mitra dagang terbesar Amerika Serikat, Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut kebijakan tersebut sebagai “krisis nasional”. Bursa saham Tokyo mengalami pekan terburuknya dalam lima tahun terakhir, dipimpin oleh penurunan tajam pada saham-saham bank besar Jepang. Obligasi pemerintah Jepang juga mengalami lonjakan permintaan, menunjukkan kekhawatiran investor bahwa Bank of Japan mungkin terpaksa menunda rencana kenaikan suku bunga.

    Bank investasi JP Morgan meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi global dari 40% menjadi 60% pada akhir tahun 2025. Di AS sendiri, indeks Dow Jones turun hampir 4%, S&P 500 kehilangan hampir 5%, dan Nasdaq, yang banyak diisi oleh saham teknologi, anjlok hampir 6%—penurunan harian terbesar sejak awal pandemi COVID-19 pada Maret 2020.

    Salah satu dampak yang paling mencolok adalah potensi kenaikan harga barang-barang konsumsi. Menurut proyeksi Rosenblatt Securities, harga sebuah iPhone kelas atas dapat mencapai hampir 2.300 dolar AS (sekitar Rp38 juta) jika Apple memutuskan untuk meneruskan beban tarif kepada konsumen.

    Perusahaan-perusahaan besar AS yang bergantung pada produksi luar negeri segera melakukan penyesuaian. Produsen mobil Stellantis mengumumkan akan merumahkan sementara para pekerjanya di AS dan menutup pabrik di Kanada dan Meksiko. General Motors, sebaliknya, mengatakan akan meningkatkan produksi dalam negeri sebagai bentuk respons terhadap kebijakan tersebut.

    Negara-negara mitra dagang utama AS langsung mengecam langkah ini. Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyatakan bahwa Amerika Serikat telah “meninggalkan perannya sebagai pemimpin kerja sama ekonomi internasional” dan mengumumkan serangkaian tindakan balasan. China dan Uni Eropa juga menyatakan akan melakukan pembalasan terhadap tarif AS, sementara Prancis menyerukan agar negara-negara Eropa menangguhkan investasi di Amerika Serikat.

    Namun, sejumlah negara seperti Jepang, Korea Selatan, Meksiko, dan India memilih untuk menahan diri terlebih dahulu dan menunggu apakah kebijakan tersebut akan berubah arah melalui negosiasi.

    Di tengah ketidakpastian ini, Trump menyatakan bahwa tarif-tarif tersebut memberikan AS “kekuatan besar dalam bernegosiasi”, meskipun beberapa pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa tarif tersebut bukan bagian dari strategi tawar-menawar, melainkan kebijakan tetap.

    Di dalam negeri, reaksi juga terbelah. Wakil Presiden AS, JD Vance, membela langkah Trump dengan menyatakan bahwa tarif tersebut penting demi keamanan nasional dan kemandirian produksi barang-barang strategis seperti baja dan obat-obatan. Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat mendorong inflasi, meningkatkan biaya hidup keluarga Amerika hingga ribuan dolar per tahun, dan bahkan memicu resesi di dalam negeri.

    Selain itu, banyak pihak memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat merusak hubungan strategis Amerika Serikat dengan sekutu utamanya di Asia. Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan terkena tarif khusus masing-masing sebesar 24%, 25%, dan 32%, meskipun ketiganya merupakan mitra militer penting AS di kawasan Indo-Pasifik.

    Secara keseluruhan, langkah terbaru dari Gedung Putih ini menandai pergeseran besar dalam arah kebijakan perdagangan global. Analis dari Capital Alpha menyebut kebijakan ini tidak matang dan tidak mencerminkan pemahaman teknis yang dibutuhkan dalam diplomasi perdagangan. Meski tarif-tarif tersebut belum berlaku hingga 9 April, kekhawatiran telah menyebar luas dan menciptakan ketidakpastian besar di kalangan pelaku pasar, bisnis, dan pemerintah di seluruh dunia.

  • Vietnam, Korsel, Jepang dkk Diproyeksi Alihkan Ekspor Baja dari AS ke RI

    Vietnam, Korsel, Jepang dkk Diproyeksi Alihkan Ekspor Baja dari AS ke RI

    Bisnis.com, JAKARTA — The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) memproyeksi sejumlah negara, seperti Korea Selatan, Vietnam, Jepang dan Taiwan, akan mengalihkan ekspor produk baja ke Indonesia imbas tarif tinggi bea masuk ke Amerika Serikat (AS).

    Berdasarkan catatan IISIA, impor baja AS pada 2024 mencapai 26 juta ton, yang terutama dipasok oleh Kanada (7 juta), Brasil (4,1 juta), Meksiko (3,2 juta), Korea Selatan (2,5 juta), Vietnam (1,2 juta), Jepang (1 juta), Taiwan (0,9 juta), dan lainnya. 

    Chairman IISIA Akbar Djohan mengatakan, kinerja ekspor langsung produk baja Indonesia ke AS masih relatif kecil. Adapun, ekspor baja ke AS pada 2024 hanya 69.000 ton dari total 7,7 juta ton atau hanya kurang dari 1%. 

    “Sehingga dampak langsungnya terhadap ekspor baja baja Indonesia secara keseluruhan diperkirakan sangat kecil,” ujar Akbar kepada Bisnis, dikutip Sabtu (5/4/2025). 

    Tarif impor baja sebesar 25% telah dikenakan pemerintah AS pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump pertama yaitu pada Maret 2018 dengan target utama produk baja dari China. 

    Tarif 25% tersebut juga diberlakukan kembali ke semua negara, termasuk negara-negara sekutu AS oleh pemerintah Trump pada periode keduanya sejak Februari 2025, alhasil dampaknya semakin luas dan besar.

    “Kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak tidak langsung yang sangat signifikan terutama pada dampak meningkatnya potensi ekspor dari berbagai negara, khususnya China, ke pasar Indonesia,” tuturnya. 

    Akbar menerangkan, dampak kebijakan tarif bea masuk 25% atas produk China sebenarnya telah terjadi sejak penerapan tarif bea masuk impor baja pertama pada 2018 yang berdampak pada peningkatan ekspor China ke Indonesia pada periode 2020 – 2024.

    Penerapan tarif bea masuk oleh pemerintah Trump pada periode kedua masa jabatannya diperkirakan akan semakin meluas dan besar mengingat tarif ini diberlakukan kepada semua negara (without exceptions or exemptions), termasuk negara dekat/sekutu AS seperti Kanada, Uni Eropa, Korea Selatan, Brasil, Meksiko, India dan berbagai negara lainnya. 

    “Dampak dari kebijakan inilah yang akan sangat signifikan mengingat produsen baja dari negara-negara tersebut akan mencari pasar baru di luar AS, termasuk Indonesia,” jelasnya. 

    Akbar juga menerangkan, dengan penerapan bea masuk tinggi, tidak ada produsen baja di dunia yang mampu melakukan ekspor ke AS dengan tetap mendapatkan keuntungan mengingat EBITDA margin industri baja global dalam dekade terakhir hanya berkisar 8-9% (McKinsey). 

    Artinya, produsen baja yang selama ini mengekspor produknya ke AS harus mengalihkannya ke negara lain, dalam hal ini Indonesia disebut akan menjadi sasaran empuk. 

    “Negara yang berpotensi besar mengalihkan produknya ke Indonesia adalah Korea Selatan, Vietnam, Jepang dan Taiwan yang merupakan eksportir utama produk baja ke Indonesia,” jelasnya. 

    Di samping itu, Akbar melihat beberapa negara telah mulai melakukan proteksi dari serbuan produk baja China pada 2024. Pemerintah Uni Eropa, India, Kanada, Brasil, Asean, bahkan Korea dan Jepang telah melakukan perlindungan bagi produsen baja. 

    Beberapa kebijakan perlindungan dari masing-masing negara tersebut yakni melalui kebijakan tarif impor, pemberlakuan kuota impor, trade remedies (antidumping, counter vailing duty/CVD), safeguard), serta instrumen perlindungan perdagangan lainnya (pemberlakuan standar produk dan standar lingkungan atau CBAM/Carbon Border Adjustment Mechanism).

    Lebih lanjut, kebijakan Trump ini dikhawatirkan akan semakin mendorong negara lainya untuk menutup pasar masing-masing dari produk baja China.

    “Proteksi ini akan mengakibatkan produsen baja China mengalihkan produknya dan mencari pasar yang lebih terbuka, termasuk Indonesia, dengan perlindungan trade remedies yang masih terbatas,” ujarnya. 

    Secara langsung, terdapat sejumlah dampak yang dirasakan oleh produsen baja nasional. Pertama, kehilangan pangsa pasar domestik, porsi impor terus mengalami kenaikan dan mencapai lebih dari 44% pada 2024.

    Kedua, penurunan harga yang sangat signifikan karena harga jual produk baja China sangat rendah akibat subsidi dan dukungan Pemerintah China lainnya. 

    Ketiga, beberapa produsen baja nasional melaporkan adanya kesulitan untuk melakukan penjualan di pasar domestik dan mengalami penurunan penjualan hingga hingga mencapai 20-30% pada tahun 2024. 

  • Produk Kelistrikan RI Bisa Kena Getahnya Usai Trump Kenakan Tarif 32%

    Produk Kelistrikan RI Bisa Kena Getahnya Usai Trump Kenakan Tarif 32%

    Jakarta

    Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah melakukan negosiasi terkait kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Indonesia dikenakan tarif balasan sebesar 32%.

    Dewan Pengurus Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) menjelaskan penerapan tarif impor oleh AS akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor bagi produk kelistrikan dari Indonesia, karena dalam beberapa tahun terakhir industri ini mendapat kesempatan ekspor ke AS serta beberapa negara lainnya. Produk yang diekspor itu seperti Transformator Tenaga, Transformator Distribusi, Panel Listrik Tegangan Menengah, Panel Listrik Tegangan Rendah, Meter Listrik (kWh Meter).

    “Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar internasional, dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” kata APPI dalam keterangannya, Sabtu (5/4/2025).

    Selain itu, APPI juga khawatir Indonesia malah menjadi alternatif ekspor produk dari negara yang terdampak tarif Trump. Untuk itu, APPI meminta pemerintah melindungi industri dalam negeri.

    “Pasar domestik Indonesia, merupakan secondary market, size besar dan dengan daya beli tinggi. Oleh karena itu, perlu bagi industri atau asosiasi industri meminta perlindungan dari pemerintah atas pemberlakuan kebijakan BMI (Bea Masuk Imbalan) AS tersebut,” terang APPI.

    Banjirnya impor dari berbagai negara dikhawatirkan industri peralatan listrik akan bernasib sama dengan produk tekstil dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara manufaktur.

    Hal tersebut dikarenakan pengenaan bea masuk 0% untuk produk produk dari Asia Tenggara, China dan India sementara di dalam negeri sudah mampu untuk menghasilkan produk produk tersebut.

    “Yang menjadi kendala utama adalah tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, sehingga kita tergantung dengan impor, sementara di negara negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” lanjut keterangan APPI.

    Selain itu, APPI meminta agar kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespon kebijakan kenaikan BMI AS. Kebijakan TKDN telah terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.

    Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini.

    “Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia,” ungkap keterangan APPI.

    Apabila Kebijakan TKDN pemerintah Indonesia dianggap sebagai salah satu penyebab terbitnya kebijakan BMI AS tersebut perlu dibicarakan secara bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS, selektif produk apa yang diinginkan oleh Amerika Serikat untuk tidak dikenakan kebijakan TKDN ini.

    APPI juga mendorong agar pemerintah merespons perang tarif dengan tarif juga. Jangan isu perang tarif digeser pada isu NTM (Non Tariff Measure) atau NTB (Non Tariff Barrier). Kalau perlu, pemerintah Indonesia beri tarif masuk 0 (nol) persen pada produk manufaktur kelistrikan AS.

    (ada/ara)

  • Pengusaha Khawatir RI Kebanjiran Impor Keramik India Gegara Tarif Trump

    Pengusaha Khawatir RI Kebanjiran Impor Keramik India Gegara Tarif Trump

    Jakarta

    Pengusaha keramik khawatir Indonesia kebanjiran impor dari negara yang terdampak kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengkhawatirkan banjirnya produk keramik dari India yang selama ini menjadi eksportir keramik terbesar di AS.

    “Asaki mengharapkan atensi pemerintah melakukan perlindungan terhadap industri dalam negeri yang mana menjadi ancaman sasaran pengalihan ekspor atau tempat pembuangan bagi produk-produk negara lain yang tidak bisa tembus pasar AS pasca diterapkan Tarif Resiprokal tersebut,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto dalam keterangannya, Kamis (5/4/2025).

    Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah melakukan negosiasi tarif impor yang diberlakukan untuk Indonesia. Menurutnya, untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dan AS, ada potensi Indonesia melakukan impor gas alam cair yang besar dari AS.

    “Di mana saat ini Industri Keramik Nasional mengalami gangguan supply gas dan mahalnya harga regasifikasi gas US$ 16,77/MMBTU. Ini saatnya Indonesia membuka keran impor gas,” tuturnya.

    Edy mengatakan pengusaha juga tidak keberatan jika di dalam negosiasi dengan AS, bea masuk impor keramik dari AS yang saat ini 5% dibebaskan atau (0%) karena selama ini tidak melakukan praktik kecurangan seperti dumping.

    “Produk keramik nasional tidak kalah berdaya saing terhadap produk keramik buatan AS,” ucapnya.

    Sementara terkait dengan tarif impor Trump disebabkan oleh kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Edy menilai kebijakan itu perlu dipertahankan.

    “Sertifikasi TKDN telah terbukti efektif membantu penyerapan produk dalam negeri bagi Industri Keramik Nasional,” pungkasnya.

    (ada/ara)

  • Rayu Trump Pangkas Tarif Impor, Indonesia hingga India Kirim Tim Lobi ke Amerika – Halaman all

    Tarif Impor Trump, Begini Respons Indonesia dan Negara Asia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah di Asia, termasuk Indonesia, India, dan Vietnam, kini tengah melakukan lobi secara intensif kepada pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk meminta pengurangan tarif impor yang baru diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.

    Dalam konteks ini, bagaimana respons Indonesia dan negara-negara lain terhadap kebijakan tarif baru ini?

    Apa Dampak Tarif Impor Terhadap Ekspor Indonesia?

    Setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan tarif impor tinggi sebesar 32 persen untuk barang-barang asal Indonesia, pemerintah Indonesia merespons dengan mengirimkan tim lobi tingkat tinggi ke Gedung Putih.

    Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, menyatakan bahwa pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menyikapi kebijakan tarif baru ini.

    Pemerintah Indonesia juga sedang menghitung dampak dari penerapan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh AS, dan tengah mengkaji berbagai langkah untuk meningkatkan daya saing produk lokal di pasar internasional.

    Hasan menekankan, “Melalui cara ini pemerintah berharap agar kebijakan tarif Trump tidak berdampak banyak bagi ekspor Indonesia.” Total nilai ekspor Indonesia ke AS pada Februari 2025 mencapai 235 miliar dollar, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

    Bagaimana dengan Negara-Negara Lain di Asia?

    Negara-negara lain di Asia juga tidak tinggal diam.

    India, misalnya, tengah melakukan lobi untuk menuntut pengurangan tarif yang dikenakan sebesar 26 persen.

    Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India sedang mengupayakan penyelesaian cepat melalui Perjanjian Perdagangan Bilateral yang saling menguntungkan dengan AS.

    Di sisi lain, Vietnam menghadapi situasi yang lebih serius dengan tarif impor yang mencapai 46 persen.

    Presiden Vietnam, To Lam, melakukan komunikasi langsung dengan Trump, berharap agar tarif tersebut dapat dikurangi.

    Trump mengkonfirmasi bahwa percakapan dengan To Lam sangat produktif dan menyebutkan bahwa Vietnam bersedia memangkas tarif barang dari AS menjadi nol jika berhasil mencapai kesepakatan yang menguntungkan.

    Apa Harapan dari Lobi-lobi Ini?

    Dengan berbagai upaya yang dilakukan, baik oleh Indonesia, India, maupun Vietnam, semua negara berharap agar kebijakan tarif baru dari AS tidak menghancurkan potensi ekspor mereka.

    Keberhasilan lobi ini diharapkan dapat memberikan kelonggaran dalam perdagangan dan mendorong hubungan ekonomi yang lebih baik di masa mendatang.

    Sebagai kesimpulan, persaingan untuk melobi pemerintah AS ini menunjukkan betapa pentingnya kebijakan perdagangan bagi perekonomian negara-negara Asia.

    Dengan total nilai ekspor yang signifikan, negara-negara ini berharap dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan untuk memastikan keberlanjutan perdagangan di kawasan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).