Negara: India

  • Apple Ungkap Aplikasi dan Game iPhone Terpopuler di Indonesia Sepanjang 2025, Ini Daftarnya

    Apple Ungkap Aplikasi dan Game iPhone Terpopuler di Indonesia Sepanjang 2025, Ini Daftarnya

    Apple dilaporkan sedang mempertimbangkan India sebagai lokasi baru untuk proses perakitan dan pengemasan chip iPhone. Langkah ini sejalan dengan strategi Perusahaan dalam memperluas basis produksi luar China.

    Mengutip GSM Arena, Kamis (18/12/2025), Apple saat ini tengah melakukan studi awal bersama sejumlah perusahaan semikonduktor di India. Fokus kajian tersebut mencakup kemungkinan perakitan dan pengemasan chip iPhone secara lokal.

    Salah satu perusahaan yang disebut telah menjalin komunikasi dengan Apple adalah CG Semi. Perusahaan saat ini sedang membangun fasilitas perakitan dan pengujian chip pihak ketiga atau Outsourced Semiconductor Assembly And Test (OSAT) di negara bagian Gujarat.

    Selama ini, Apple belum pernah menjalankan proses perakitan maupun pengemasan chip di India. Jika kerja sama dengan CG Semi terwujud, fasilitas tersebut pada tahap awal diperkirakan akan menangani chip berkaitan dengan komponen layar iPhone.

    Sumber laporan menegaskan, potensi kemintraan harus memenuhi standar kualitas dan keandalan ketat dari Apple. Selain CG Semi, Apple juga dikabarkan membuka komunikasi dengan perusahaan lain di India untuk peluang serupa.

    Saat ini, kebutuhan display driver integrated circuits (DDIC) Apple masih dipasok oleh sejumlah pemasuk global. Di antaranya ada Samsung, Himax, LX Semicon, dan Novatek. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki fasilitas produksi di Korea Selatan, Taiwan, dan China.

    Dalam beberapa tahun terakhir, Apple secara konsisten meningkatkan aktivitas manufakturnya di India. Seluruh varian iPhone 17 yang dipasarkan di Amerika Serikat dilaporkan diproduksi di negara tersebut, mempertegas posisi India sebagai bagian penting dari rantai pasok global Apple.

    Jika rencana perakitan chip iPhone di India teralisasi, langkah tersebut berpotensi memperdalam peran negara tersebut. Tidak hanya sebatas basis perakitan perangkat akhir, tetapi juga bagian dari proses manufaktur komponen inti.

  • Negara Maju Kian Batasi Pekerja Asing Meski Fatal Bagi Ekonomi

    Negara Maju Kian Batasi Pekerja Asing Meski Fatal Bagi Ekonomi

    Washington DC

    Negara-negara dengan mesin ekonomi terbesar di dunia membutuhkan pekerja asing, terlepas dari sentimen anti-migrasi semakin meningkat, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Namun, sebuah laporan yang dirilis bulan lalu menunjukkan bahwa migrasi tenaga kerja secara global menurun, bahkan saat perekonomian dengan masyarakat yang menua menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin pelik.

    Penurunan ini dimulai jauh sebelum terpilihnya kembali Donald Trump, yang berkampanye tahun lalu dengan janji untuk memangkas imigrasi secara drastis.

    Menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang melacak kebijakan ekonomi dan sosial global, migrasi terkait pekerjaan ke 38 negara anggotanya turun lebih dari seperlima tahun lalu (21%).

    Laporan International Migration Outlook 2025 dari OECD menemukan bahwa penurunan ini lebih disebabkan oleh meningkatnya oposisi politik terhadap imigrasi dan pembatasan visa yang lebih ketat di negara maju lain, daripada berkurangnya permintaan. Migrasi kerja sementara justru terus meningkat.

    Penurunan dipicu oleh dua negara

    “Kebanyakan penurunan … dalam migrasi tenaga kerja permanen disebabkan oleh perubahan kebijakan di Inggris dan Selandia Baru,” kata Ana Damas de Matos, analis kebijakan senior di OECD, kepada DW. “Di kedua kasus tersebut, migrasi tenaga kerja permanen tetap di atas tingkat 2019.”

    Di Selandia Baru, penurunan terkait dengan berakhirnya jalur residensi pasca-pandemi yang bersifat satu kali, yang memungkinkan lebih dari 200.000 migran sementara dan tanggungan mereka menetap secara permanen. Skema residensi terbesar negara itu ditutup pada Juli 2022.

    Setelah Brexit, Inggris mereformasi jalur visa Pekerja Kesehatan dan Perawatan, memperketat kelayakan pemberi kerja dan melarang tanggungan, yang mengakibatkan penurunan tajam dalam permohonan visa. OECD menyoroti sektor kesehatan sebagai area di mana pembatasan ini berisiko memperdalam kekurangan tenaga kerja.

    “Jalur dari mahasiswa ke pekerjaan kini dibatasi,” kata Sharma kepada DW. “Ketika itu terjadi, permohonan akan melambat, karena orang India, misalnya, tidak akan mengeluarkan banyak uang untuk pendidikan di luar negeri jika tidak ada kepastian hasil investasi.”

    Laporan OECD menunjukkan bahwa India merupakan negara asal terbesar bagi pekerja migran yang menetap di negara anggota OECD dengan 600.000 orang tahun lalu, diikuti oleh China dan Rumania.

    Pembatasan visa AS bagi pekerja terampil mengancam sektor teknologi

    Di AS, batas ketat pada visa H-1B, program utama yang memungkinkan profesional asing di bidang teknologi, teknik, dan kedokteran bekerja di negara itu, diperkenalkan di bawah pemerintahan Biden. Trump sejak itu telah meningkatkan biaya visa bagi pemberi kerja menjadi $100.000 (sekitar Rp 1,67 miliar), naik dari $2.000–$5.000. Agenda besarnya lebih menekankan pada pembatasan jalur permanen.

    Sementara itu, Australia menaikkan ambang gaji untuk visa terampil, sedangkan Kanada menyesuaikan jalur untuk pekerja sementara, yang juga berkontribusi pada penurunan migrasi terkait pekerjaan secara luas. Negara-negara Nordik juga mencatat penurunan besar, dengan Finlandia mencatat penurunan 36% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Di Jerman, kebijakan imigrasi yang lebih ketat dari mantan Kanselir Olaf Scholz menyebabkan penurunan 12% dalam masuknya migran permanen tahun lalu, ketika 586.000 pekerja asing masuk ke negara itu. Jumlah orang yang datang dengan visa kerja turun 32% dibandingkan tahun sebelumnya. Reformasi ini diperluas oleh pemerintah penerusnya, Friedrich Merz.

    Herbert Brücker, profesor ekonomi di Universitas Humboldt Berlin, berpikir bahwa penurunan ini akan menimbulkan masalah bagi ekonomi Jerman.

    “Selama bertahun-tahun, Jerman mendapat rata-rata migrasi 550.000 orang per tahun,” kata Brücker kepada DW. “Kita membutuhkan migrasi untuk menggantikan pekerja yang pensiun. Tanpa itu, kita tidak dapat menjaga pasokan tenaga kerja tetap stabil.”

    Permintaan migran yang tinggi di Eropa

    Di seluruh Uni Eropa, sekitar dua pertiga pekerjaan yang tercipta antara 2019 dan 2023 diisi oleh warga non-UE, menurut Dana Moneter Internasional (IMF), menekankan betapa Eropa sudah bergantung pada tenaga kerja migran.

    Secara global, ada 167,7 juta pekerja migran pada 2022, menurut perkiraan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Ini merupakan 4,7% dari total tenaga kerja global. Lebih dari dua pertiga dari mereka (114,7 juta) tinggal di negara berpenghasilan tinggi.

    Meskipun terjadi penurunan tahun lalu, migrasi terkait pekerjaan global tetap di atas tingkat pra-pandemi. Namun laporan OECD mengungkapkan bahwa aliran migrasi tersebut dapat secara tiba-tiba dibatasi oleh resistensi politik, dipicu oleh ketakutan terhadap migrasi ilegal, bukan oleh permintaan ekonomi yang tetap tinggi.

    Agenda masa jabatan kedua Trump memperkuat dinamika ini, dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan sejak ia kembali menjabat pada Januari untuk membatasi baik imigrasi legal maupun ilegal. Pemerintahan Trump berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk melindungi pekerja AS dan memastikan sistem berbasis keterampilan.

    Visa sementara dibanding jalur permanen

    Migrasi tenaga kerja sementara atau musiman tetap stabil tahun lalu meski masuknya pekerja permanen menurun, menurut laporan OECD, mencerminkan preferensi pemerintah terhadap skema jangka pendek yang dapat diperluas atau dikurangi sesuka hati.

    “Keinginannya adalah: ‘Mari kita datangkan orang saat kita mau dan tutup pintu saat kita tidak mau. Tapi jangan biarkan ‘orang berbeda’ tinggal permanen di negeri kita’,” keluh Sharma.

    Program pekerja musiman dan sementara tetap diminati di Australia, Eropa, dan Amerika Utara, di mana pemberi kerja di sektor pertanian, perawatan, dan konstruksi telah mengisi kekosongan tenaga kerja. OECD mencatat bahwa program migrasi sementara juga semakin digunakan untuk pekerja teknologi dan terampil tinggi lainnya.

    Birokrasi membuat migran tetap bekerja di pekerjaan rendah

    Selain menarik lebih banyak migran kerja, OECD mendorong negara maju untuk fokus pada integrasi mereka ke dalam pasar tenaga kerja. Organisasi ini menyebut pelatihan bahasa dan akses ke layanan sosial sebagai syarat penting, bersama dengan pengakuan keterampilan dan kualifikasi, agar pekerja asing dapat berkontribusi sepenuhnya di negara tuan rumah mereka. Seringkali, mereka bekerja di pekerjaan yang jauh lebih rendah dari kualifikasi mereka.

    Brücker, yang juga kepala penelitian migrasi di Institute for Employment Research (IAB) Jerman, mencatat bahwa reformasi yang dimaksudkan untuk membuat ekonomi terbesar Eropa lebih menarik tidak berhasil karena proses persetujuan yang lambat dan birokratis.

    “Pengakuan gelar dan pelatihan vokasi memakan waktu bertahun-tahun dan itu menyulitkan pekerja terampil datang,” katanya kepada DW. Akibatnya, saat ini kita kekurangan sekitar tiga juta pekerja.

    Para pembuat kebijakan juga didorong untuk menciptakan jalur yang lebih jelas yang memungkinkan pekerja migran sementara beralih ke status permanen, sehingga keterampilan mereka dapat dimanfaatkan sepenuhnya dan mengurangi kekurangan tenaga kerja.

    Meskipun Trump sering berbicara positif tentang perlunya migrasi berbasis keterampilan, tahun pertamanya kembali di Gedung Putih ditandai oleh upaya untuk membongkar jalur tersebut, memperkuat kesenjangan antara kebutuhan ekonomi dan kehendak politik.

    Sharma mencatat bahwa retorika sering marah dari Trump dan politisi sayap kanan lainnya mengenai imigrasi mengirimkan “gelombang kejut” secara internasional, membentuk persepsi di India dan negara lain.

    “Pesan yang sampai adalah bahwa ini negara yang tidak ramah, di mana sulit mendapatkan pekerjaan … narasi itu sangat berperan dalam pergerakan migrasi,” kata Sharma kepada DW, menambahkan bahwa jika AS terus membatasi imigrasi terkait pekerjaan, hal itu bisa menyebabkan lebih banyak aliran migran ilegal.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rahka Susanto
    Editor: Rizki Nugraha

    (nvc/nvc)

  • ​Ekspansi Infrastruktur Medis, Mayapada Minimalisasi Pasien ke Luar Negeri

    ​Ekspansi Infrastruktur Medis, Mayapada Minimalisasi Pasien ke Luar Negeri

    Jakarta: Jumlah pasien yang berobat ke luar negeri disebut masih tinggi. Teknologi medis dinilai berperan utama dalam penanganan pasien.

    Hal itu yang membuat Mayapada Healthcare Group memulai ekspansi pembangunan Tower 3 Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS).

    Proyek itu ditandai dengan kerja sama konstruksi bersama China State Construction Engineering Corporation (CSCEC), perusahaan kontraktor asal Tiongkok.

    Pembangunan diarahkan untuk mengakomodasi kebutuhan layanan medis kompleks yang selama ini sering dicari pasien Indonesia ke luar negeri.

    Berdasarkan data teknis proyek, fasilitas ini akan difokuskan pada layanan spesialisasi seperti kedokteran nuklir untuk kanker, bedah tumor otak non-invasif, hingga ortopedi berbasis robotik.

    “Infrastruktur ini dirancang untuk teknologi modern dengan mengutamakan efisiensi dan keberlanjutan jangka panjang,” kata CEO Mayapada Healthcare, Navin Sonthalia.

    Gedung baru ini diproyeksikan menjadi rumah sakit swasta dengan total luas bangunan terbesar di Indonesia, yakni mencapai 110.209 meter persegi.

    Berdiri di atas lahan seluas 26.917 m², bangunan tersebut akan mencakup 24 lantai dan 4 lantai basement.

    Selain pembangunan fisik, Mayapada menggandeng Apollo Hospitals dari India untuk program alih pengetahuan (knowledge transfer) bagi tenaga medis lokal.

    Langkah ini diambil untuk memastikan standarisasi layanan pada unit-unit unggulan (center of excellence) yang akan beroperasi di sana. Proyek ini ditargetkan rampung dan mulai beroperasi pada semester kedua tahun 2027. 

    Pemilihan CSCEC sebagai mitra konstruksi merujuk pada portofolio perusahaan tersebut dalam membangun fasilitas kesehatan berskala besar di beberapa negara seperti Kamboja, Laos, dan Tiongkok dengan kapasitas hingga 2.000 tempat tidur.

    Di Indonesia sendiri, CSCEC tercatat terlibat dalam sejumlah proyek strategis nasional termasuk infrastruktur jalan tol dan pabrik. 

    Jakarta: Jumlah pasien yang berobat ke luar negeri disebut masih tinggi. Teknologi medis dinilai berperan utama dalam penanganan pasien.
     
    Hal itu yang membuat Mayapada Healthcare Group memulai ekspansi pembangunan Tower 3 Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS).
     
    Proyek itu ditandai dengan kerja sama konstruksi bersama China State Construction Engineering Corporation (CSCEC), perusahaan kontraktor asal Tiongkok.

    Pembangunan diarahkan untuk mengakomodasi kebutuhan layanan medis kompleks yang selama ini sering dicari pasien Indonesia ke luar negeri.
     
    Berdasarkan data teknis proyek, fasilitas ini akan difokuskan pada layanan spesialisasi seperti kedokteran nuklir untuk kanker, bedah tumor otak non-invasif, hingga ortopedi berbasis robotik.
     
    “Infrastruktur ini dirancang untuk teknologi modern dengan mengutamakan efisiensi dan keberlanjutan jangka panjang,” kata CEO Mayapada Healthcare, Navin Sonthalia.
     
    Gedung baru ini diproyeksikan menjadi rumah sakit swasta dengan total luas bangunan terbesar di Indonesia, yakni mencapai 110.209 meter persegi.
     
    Berdiri di atas lahan seluas 26.917 m², bangunan tersebut akan mencakup 24 lantai dan 4 lantai basement.
     
    Selain pembangunan fisik, Mayapada menggandeng Apollo Hospitals dari India untuk program alih pengetahuan (knowledge transfer) bagi tenaga medis lokal.
     
    Langkah ini diambil untuk memastikan standarisasi layanan pada unit-unit unggulan (center of excellence) yang akan beroperasi di sana. Proyek ini ditargetkan rampung dan mulai beroperasi pada semester kedua tahun 2027. 
     
    Pemilihan CSCEC sebagai mitra konstruksi merujuk pada portofolio perusahaan tersebut dalam membangun fasilitas kesehatan berskala besar di beberapa negara seperti Kamboja, Laos, dan Tiongkok dengan kapasitas hingga 2.000 tempat tidur.
     
    Di Indonesia sendiri, CSCEC tercatat terlibat dalam sejumlah proyek strategis nasional termasuk infrastruktur jalan tol dan pabrik. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (FZN)

  • 6
                    
                        Kontrakan Rp 300.000 di Jakarta, Bukti Nyata Ketimpangan Sosial dan Persoalan HAM
                        Megapolitan

    6 Kontrakan Rp 300.000 di Jakarta, Bukti Nyata Ketimpangan Sosial dan Persoalan HAM Megapolitan

    Kontrakan Rp 300.000 di Jakarta, Bukti Nyata Ketimpangan Sosial dan Persoalan HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Di tengah gencarnya pembangunan gedung-gedung pencakar langit, kontrakan semi permanen dengan harga murah meriah tetap eksis berdiri di Ibu Kota Jakarta.
    Biasanya, kontrakan semi permanen tersebut dibangun di lokasi-lokasi terpencil, yakni di pinggir sungai, bantaran kali, hingga di sepanjang rel kereta api.
    Meski keberadaannya terpencil dan cenderung kumuh,
    kontrakan murah
    meriah ini kerap menjadi penyelamat bagi warga dengan keterbatasan ekonomi agar tetap memiliki tempat berlindung di tengah kerasnya kehidupan Kota Jakarta.
    Pinggir rel kereta api di Kampung Muara Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, menjadi salah satu lokasi yang dipenuhi puluhan kontrakan semi permanen dan dihuni oleh ratusan orang.
    “Di sepanjang rel ini kontrakan semua, harganya beda-beda, ada yang Rp 400.000, Rp 500.000, yang membedakan biasanya kamar mandinya di dalam. Terus agak lebih bagusan dikit, kalau gubuk kayak gini paling Rp 350.000, kamar mandinya bareng-bareng,” ucap salah satu penghuni kontrakan bernama Nur (25) ketika diwawancarai
    Kompas.com
    di lokasi, Kamis (18/12/2025).
    Biaya Rp 350.000 tersebut sudah termasuk biaya listrik. Namun, untuk kebutuhan air, Nur harus membeli dari tetangganya dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 10.000.
    Sesak, gelap, dan lembap menjadi gambaran yang tepat untuk kondisi kamar kontrakan Nur yang hanya seluas 3 x 3 meter. Dengan ukuran sekecil itu, kontrakan tersebut ia tempati bersama suami dan anaknya yang masih bayi.
    Selain sempit, atap kontrakannya kerap bocor dan membuat kasur lantai yang sudah lusuh menjadi basah. Saat kondisi itu terjadi, Nur dan keluarganya terpaksa tidur di lantai beralaskan kain sarung.
    Nur mengaku terpaksa membawa buah hatinya yang masih bayi tinggal di kontrakan tersebut karena keterbatasan ekonomi. Pendapatan suaminya yang bekerja sebagai juru parkir sering kali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
    “Penginnya mengontrak yang layak, siapa sih yang enggak mau punya kehidupan enak, tapi kan Tuhan berkehendak lain, nasib juga beda, kalau kita enggak usaha mau gimana lagi, jalanin dan syukuri saja,” kata Nur.
    Penghuni kontrakan lainnya, Diah (60), juga menyimpan harapan serupa. Ia berharap suatu hari nanti dapat memiliki tempat tinggal yang lebih layak.
    “Kepingin banget, setiap malam suka berdoa kapan ya punya tempat tinggal yang lebih layak buat anak dan cucu,” tutur Diah.
    Diah mengaku terpaksa tinggal di kontrakan semi permanen di pinggir rel kereta api karena tidak lagi mampu menyewa kontrakan yang layak.
    Sebelumnya, ia dan keluarganya mengontrak rumah di wilayah Warakas, Tanjung Priok, dengan harga Rp 1.000.000 per bulan. Namun, tarif tersebut tidak terjangkau dengan pendapatan suaminya yang hanya bekerja sebagai juru parkir.
    Akhirnya, Diah dan keluarga memilih pindah ke kontrakan di pinggir rel kereta Kampung Bahari dengan biaya sewa Rp 300.000 per bulan.
    Enam tahun tinggal di kontrakan kecil tersebut membuat Diah dan keluarganya tidak pernah benar-benar merasa nyaman.
    Pasalnya, kontrakan itu kerap dimasuki berbagai binatang, di antaranya tikus hingga ular yang berasal dari lahan kosong di belakang bangunan.
    “Dukanya itu banyak binatang, suka ada tikus, ular gitu sering masuk ke rumah pas tidur,” ungkap Diah.
    Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, memandang kemunculan kontrakan murah meriah di kawasan kumuh sebagai bagian dari krisis perumahan yang banyak dibahas di berbagai belahan dunia.
    Krisis perumahan merupakan bentuk ketidakadilan bagi masyarakat kurang mampu di perkotaan dalam mengakses tempat tinggal yang layak. 
    “Mereka yang tinggal di kontrakan kumuh, padat, penghuninya banyak, itu bagian atau manifestasi dari mereka yang mengalami krisis dari ketidakadilan dalam akses terhadap
    housing
    tersebut,” ungkap Rakhmat.
    Dalam banyak kajian perkotaan, krisis perumahan yang memicu ketidakadilan sosial ini bahkan dikaitkan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
    Menurut Rakhmat, memiliki rumah merupakan hak setiap warga negara. Namun, masyarakat miskin kerap terpinggirkan dalam struktur kebijakan perumahan di perkotaan sehingga tidak mampu mengakses hak tersebut.
    Salah satu kebijakan pemerintah yang dinilai membuat warga sulit memiliki rumah adalah keberpihakan yang terlalu besar terhadap pemilik modal.
    “Pemerintah terlalu akomodatif atau pro terhadap pemilik modal dengan membangun mal, apartemen, pusat perkantoran, ruko, tapi malah meminggirkan akses terhadap
    housing
    itu, bukan hanya sebuah kegagalan tapi pelanggaran HAM,” tegas Rakhmat.
    Akhirnya, banyak dari masyarakat berjuang semampunya dan hanya bisa menyewa kontrakan dengan harga murah yang jauh dari kata layak huni dan sehat.
    Bahkan, dalam kondisi yang lebih ekstrem, sebagian orang tidak mampu menyewa rumah sama sekali dan memilih menjadi gelandangan atau manusia gerobak.
    Tak heran jika krisis perumahan kini menjadi isu global yang hangat dibicarakan dan diperjuangkan para peneliti agar masyarakat kelas menengah bawah dapat mengakses hunian layak.
    Jika pemerintah tidak mengambil tindakan dan membiarkan warganya tinggal di kontrakan di samping rel kereta api, kondisi tersebut akan berdampak buruk terhadap kesehatan.
    “Dampaknya secara kesehatan tidak layak karena kita kan hidup butuh udara yang sehat, sirkulasi yang sehat, soal MCK bagaimana, higienitasnya bagaimana,” jelas Rakhmat.
    Ia menekankan bahwa rumah tidak hanya dipahami sebagai bangunan fisik berdasarkan ukuran, tetapi juga sebagai ruang untuk berinteraksi.
    Setiap orang berhak memiliki ruang di rumah untuk bersosialisasi dan mengaktualisasikan diri bersama keluarga, pasangan, dan anak-anaknya.
    Oleh karena itu, dalam standar global, luas rumah ideal harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya.
    Misalnya, satu orang setidaknya membutuhkan ruang sekitar sembilan meter persegi. Jika terdapat empat penghuni, maka luas rumah ideal sekitar 36 meter persegi.
    Namun, standar tersebut sulit dipenuhi oleh masyarakat dengan keterbatasan ekonomi. Bagi mereka, memiliki tempat berteduh untuk melepas lelah saja sudah merupakan sebuah keberuntungan.
    “Karena mereka enggak mampu untuk mengakses
    housing
    tersebut sehingga mereka tidak ada interaksinya, tidak sehat secara sosial karena interkasi mereka tidak berlangsung secara lancar, harmonis,” ucap Rakhmat.
    Dampak buruk selanjutnya adalah hilangnya rasa nyaman untuk setiap anggota keluarga yang terpaksa tinggal satu ruangan di kontrakan berukuran 3 x 3 meter.
    Mereka harus tidur berhimpitan sehingga tidak memiliki ruang untuk berdialog atau mengekspresikan dirinya masing-masing.
    Sempitnya kontrakan tentu akan membuat mereka sering berebut ruang sehingga mudah sekali mengalami gesekan satu sama lain.
    Rakhmat mengatakan, para peneliti global meminta agar pemerintah tidak lepas tanggung jawab terhadap warganya yang tinggal di rumah tak layak.
    Jika pemerintah mengabaikan persoalan ini, maka secara tidak langsung telah melakukan pelanggaran HAM.
    “Kalau lepas tangan itu pelanggaran HAM karena
    housing
    adalah hak dasar manusia, hak sosial ekonomi, dan terjadi di kota-kota dunia ketiga, terutama di Afrika dan Asia kayak Indonesia dan India,” tutur Rakhmat.
    Untuk mengatasi persoalan
    housing
    di Indonesia, pemerintah bisa membangun perumahan yang layak dan terjangkau untuk warga miskin kota.
    Di Jakarta yang lahannya terbatas, pemerintah bisa memperbanyak pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) atau rumah susun sederhana milik (rusunami), seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
    Dengan menyediakan rusunawa dan rusunami, pemerintah diharapkan dapat hadir bagi masyarakat miskin kota agar mereka memiliki tempat tinggal yang layak dan manusiawi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Samsung Mendominasi, Cip dari TSMC

    Samsung Mendominasi, Cip dari TSMC

    Bisnis.com, JAKARTA — Rantai pasokan iPhone 17 yang diluncurkan Apple pada 2025 melibatkan sejumlah pemain besar global dengan peran strategis berbeda. Mulai dari dominasi Samsung di sektor memori dan layar, inovasi chip, hingga pergeseran manufaktur ke India dan Vietnam.

    Berikut pembedahan rantai pasokan iPhone 17 merangkum dari beberapa sumber dan dokumen resmi Jumat (19/12/2025).

    Dalam upaya mendorong performa artificial intelligence (AI) pada perangkat, Apple meningkatkan kapasitas DRAM pada model iPhone 17 Pro menjadi 12GB. 

    Mengutip data TrendForce, Samsung Electronics diperkirakan menjadi pemain kunci dengan menguasai sekitar 70% pangsa pasar pasokan memori tersebut.

    Peningkatan kapasitas ini dinilai sangat krusial agar perangkat mampu menjalankan fitur AI canggih dalam ekosistem Apple Intelligence yang memerlukan sumber daya komputasi tinggi.

    Selain memori, dominasi Samsung juga merambah ke sektor layar. Apple dilaporkan telah mengalihkan sebagian besar pesanan layar iPhone 17 ke Samsung Display setelah pemasok asal China, BOE, mengalami kendala teknis dalam memproduksi panel OLED dengan teknologi Low-Temperature Polycrystalline Oxide (LTPO).

    Hal ini menempatkan Samsung sebagai pemasok paling dominan untuk komponen inti iPhone generasi terbaru.

    Di sektor prosesor, seri iPhone 17 menggunakan chip keluarga A19 yang diproduksi secara eksklusif oleh Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC). 

    Cip ini menggunakan proses fabrikasi 3-nanometer (N3P) yang dirancang khusus untuk efisiensi termal dan optimalisasi Neural Engine.

    Untuk kebutuhan fotografi, LG Innotek asal Korea Selatan masih memegang kendali lebih dari 50% pasokan aktuator Optical Image Stabilization (OIS) untuk lensa periskop. 

    Menariknya, meski Apple mulai memperkenalkan modem 5G internal (C1X) pada model iPhone 17 Air, model kelas atas seperti iPhone 17 Pro dan Pro Max dipastikan masih menggunakan perangkat keras dari Qualcomm, yakni modem Snapdragon X80. 

    Apple juga  kini secara sistematis mengurangi ketergantungan pada China dalam proses perakitan dan desain awal. 

    Di India, Tata Group yang kini mengelola fasilitas manufaktur eks-Wistron dan Pegatron memegang peran vital dalam merakit iPhone secara utuh.

    Laporan terbaru mengindikasikan bahwa untuk pertama kalinya, Apple melibatkan teknisi lokal di India dalam tahap pengembangan produk awal untuk model dasar iPhone 17. 

    Sementara itu, Vietnam juga dipercaya untuk memproduksi kategori produk baru Apple yang didorong AI, seperti perangkat rumah pintar, kamera keamanan, hingga robot desktop interaktif. 

    President dan Principal Analyst di SmartTech Research Mark N. Vena menilai diversifikasi Apple ke negara-negara seperti India dan Vietnam menandakan kalibrasi ulang besar dalam strategi globalnya.

     “Ini juga merupakan pengakuan bahwa ketahanan kini sama pentingnya dengan efisiensi dalam rantai pasok,” ujarnya dikutip dari TechNewsWorld. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • MPV Murah Terbaru Nissan Bakal Dinamakan Gravite

    MPV Murah Terbaru Nissan Bakal Dinamakan Gravite

    Jakarta

    Nissan akhirnya mengonfirmasi nama MPV kompak tiga baris terbarunya untuk pasar India. Model anyar tersebut akan dipasarkan dengan nama Gravite dan dijadwalkan melakukan debut resmi pada Januari 2026. Nissan Gravite dibangun dari basis Renault Triber.

    Melansir Auto Car, pengumuman harga Nissan Gravite direncanakan menyusul pada Maret 2026. Kehadiran Gravite disebut menjadi bagian penting strategi produk Nissan untuk memperkuat eksistensinya di segmen mobil terjangkau di India.

    Nissan Gravite dikembangkan berbasis Renault Triber dan menggunakan platform CMF-A+. Dengan basis tersebut, mobil MPV ini diposisikan sebagai model di bawah Nissan Magnite dalam jajaran produk Nissan, sekaligus menjadi rival langsung Triber di segmen MPV murah tujuh penumpang.

    MPV murah terbaru Nissan bakal dinamakan Gravite Foto: Dok. Nissan

    Dari sisi desain, Gravite mempertahankan proporsi dasar Triber, termasuk konfigurasi tiga baris kursi dan panjang bodi di bawah empat meter. Namun Nissan memberikan sentuhan pembeda lewat desain bumper depan baru, gril khas Nissan, serta velg alloy dengan motif segar.

    Bentuk lampu depan masih menyerupai Triber, tetapi elemen pencahayaan di dalamnya diubah agar tampil lebih modern. Di bagian belakang, Gravite mendapatkan bumper baru, serta desain lampu belakang yang direvisi, lengkap dengan tulisan ‘Gravite’ di pintu bagasi.

    Bicara kabin, interior Nissan Gravite memang belum diperlihatkan secara resmi. Meski demikian, layout-nya diperkirakan mirip Triber, dengan sentuhan warna dan material khusus Nissan. Beberapa fitur yang berpotensi hadir antara lain panel instrumen semi-digital 7 inci, layar sentuh 8 inci, wireless charging, tombol start/stop, dan AC manual dengan ventilasi hingga baris kedua dan ketiga. Dari sisi keselamatan, Gravite diproyeksikan dibekali enam airbag, sensor parkir depan dan belakang, hill start assist, TPMS, dan kamera belakang.

    MPV murah terbaru Nissan bakal dinamakan Gravite Foto: Dok. Nissan

    Untuk dapur pacu, Nissan Gravite diperkirakan mengusung mesin bensin 1.0 liter naturally aspirated yang menghasilkan tenaga sekitar 76 dk dan torsi 95 Nm, sama seperti yang digunakan pada Triber, Magnite, dan Renault Kiger. Pilihan transmisinya mencakup manual 5 percepatan dan AMT. Ke depan, opsi CNG juga berpeluang ditawarkan.

    Nissan akan membuka selubung Gravite sepenuhnya pada Januari 2026, sebelum akhirnya meluncurkan MPV murah ini ke pasar dengan harga resmi pada bulan Maret 2026.

    (lua/din)

  • India Dekati Taliban di Tengah Konflik Melawan Pakistan

    India Dekati Taliban di Tengah Konflik Melawan Pakistan

    Jakarta

    Hubungan Pakistan dan Afganistan merosot ke titik terendah dalam beberapa bulan terakhir, menyusul bentrokan mematikan lintas batas yang menewaskan puluhan orang. Sejumlah jalur perdagangan utama, termasuk pintu perbatasan Torkham dan Chaman, ditutup. Penutupan ini melumpuhkan arus barang, yang mengakibatkan lonjakan harga, dan memperdalam jurang ketegangan antara kedua negara.

    Penutupan perlintasan perbatasan Pakistan dengan Afganistan juga memicu pergeseran besar dalam pola perdagangan regional. India berusaha memetik keuntungan maksimal dari perseteruan antara sekutu lama itu dengan tampil sebagai mitra dagang alternatif.

    Perdagangan Pakistan–Afganistan anjlok

    Konflik yang berlangsung memangkas hampir separuh volume perdagangan antara Pakistan dan Afganistan. Pada tahun fiskal 2024–2025, nilai perdagangan bilateral sempat tumbuh 25 persen dan mendekati US$ 2 miliar. Namun, akibat penutupan perbatasan dan meningkatnya ketegangan militer, angka tersebut kini turun menjadi sekitar US$ 1 miliar, kata anggota Dewan Kamar Dagang Afganistan, Khan Jan Alokozay.

    Penurunan ini berdampak besar bagi Afganistan, negara yang nilai ekspornya hanya mencapai US$ 992 juta, sementara impor menembus US$ 5,76 miliar pada 2022, menurut data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

    Afganistan berpaling ke India

    Menyusutnya hubungan dagang dengan sekutu lama Pakistan mendorong Afganistan—yang sejak kembalinya Taliban relatif terisolasi dari komunitas internasional—untuk mencari jalur perdagangan alternatif. India bergerak cepat memosisikan diri sebagai mitra utama.

    Menteri Perdagangan Afganistan Nooruddin Azizi baru-baru ini mengunjungi New Delhi untuk merundingkan perluasan kerja sama ekonomi. Pembahasan mencakup peningkatan penerbangan kargo ke Kabul dari kota-kota India seperti Delhi, Amritsar, dan Mumbai. Kedua negara juga menunjuk atase perdagangan di masing-masing kedutaan guna memfasilitasi hubungan dagang.

    Chabahar, gerbang strategis India

    Inti strategi India adalah Pelabuhan Chabahar di Iran, yang memberi Afganistan—negara tanpa akses laut—jalur langsung ke perairan internasional tanpa melalui wilayah Pakistan. India menanamkan investasi besar di pelabuhan tersebut, yang menjadi rute alternatif bagi impor kebutuhan pokok Afganistan.

    Sejak hubungan Kabul–Islamabad memburuk, para pedagang Afganistan mulai mengalihkan impor pangan, bahan bangunan, komoditas, dan barang konsumsi melalui Chabahar.

    Dia juga menyoroti pentingnya memanfaatkan pembebasan sanksi Amerika Serikat terhadap Chabahar yang diberikan pada Oktober lalu. Menurutnya, India harus menawarkan keunggulan kecepatan dan keandalan guna menandingi jalur Pakistan yang lebih cepat dan murah.

    Pandangan serupa disampaikan mantan duta besar India untuk Afganistan, Gautam Mukhopadhaya. Ia menyebut krisis Pakistan–Afganistan membuka peluang strategis bagi India untuk mengukuhkan diri sebagai gerbang utama perdagangan Afganistan. Namun, dia mengingatkan bahwa keberhasilan bergantung pada apakah rute Chabahar dapat dibuktikan andal dan menguntungkan secara komersial.

    Tantangan infrastruktur dan ketidakpastian

    Pakar Afganistan Shanthie Mariet D’Souza menilai Chabahar masih membutuhkan peningkatan besar, mulai dari derek pelabuhan hingga fasilitas penyimpanan, untuk menampung potensi perdagangan Afganistan senilai lebih dari US$ 2 miliar. Ia menekankan pentingnya aktivasi jalur kereta Chabahar–Zahedan.

    Namun, tantangan utama tetap ada, terutama sanksi Amerika Serikat terhadap Iran, yang berpotensi menghambat pengembangan infrastruktur. Ketidakpastian durasi blokade perdagangan Pakistan–Afganistan juga membuat perbaikan sistemik sulit diwujudkan dalam jangka pendek.

    D’Souza menilai India perlu mengamankan pengaruh jangka panjang dengan membingkai kerja sama dagang yang mendorong kemandirian ekonomi Afganistan. Dia menyebut India memiliki modal reputasi yang baik di kalangan masyarakat Afganistan, serta hubungan yang relatif pragmatis dengan Taliban.

    Dipenuhi sikap waspada

    Meski belum mengakui pemerintahan Taliban secara resmi, India dan Afganistan rajin merangkai kerja sama bilateral dalam beberapa bulan terakhir, didorong oleh kebutuhan dan dinamika geopolitik di kawasan.

    Namun, jika Pakistan melonggarkan blokade dan memperbaiki hubungan dengan Kabul, jalur dagang India diperkirakan akan sulit bersaing. Meski demikian, pengalaman Afganistan menghadapi kebijakan penutupan perbatasan Pakistan di masa lalu dapat mendorong Kabul memilih jalur yang lebih stabil dan terdiversifikasi.

    Mantan Komisaris Tinggi India untuk Pakistan, T.C.A. Raghavan, mengingatkan agar India tidak menganggap gangguan perdagangan saat ini sebagai perubahan struktural permanen. Ia menilai keterbatasan infrastruktur dan isu sanksi masih menjadi hambatan besar.

    “Saya tidak melihat kebuntuan ini akan berlangsung bertahun-tahun, tetapi juga kecil kemungkinan ada perbaikan cepat dalam waktu dekat,” ujarnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    BERMULA
    dari seringnya nomor telepon Whatsapp dibajak orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kemudian oleh mereka digunakan untuk melakukan penipuan seolah-olah berinteraksi dengan nomor kontak yang ada di ponsel, saya tergerak menulis artikel ini.
    Bukan semata-mata curhat pribadi, tetapi ada persoalan besar mengenai mudahnya data pribadi penduduk Indonesia, termasuk saya di dalamnya, dibajak oleh peretas. Mungkin juga pengalaman pribadi ini pernah dialami oleh para pembaca.
    Dengan tulisan ini, niatan saya adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman, jangan sampai pembajakan nomor telepon dan mungkin juga akun-akun penting lainnya terjadi pada para pembaca dan menjadi bencana digital.
    Jujur, saya agak trauma tatkala nomor telepon atau akun media sosial kena bajak orang lain dengan tujuan busuk, yakni penipuan digital.
    Tahun 2010, saat berkunjung ke markas Kaspersky di Moskow, Rusia, saya melihat paparan sekaligus demo bagaimana para peretas di kawasan Rusia dan negara-negara dekatnya seperti Estonia dan Ukraina, menjebol akun bank hanya menggunakan ponsel di telapak tangan.
    Kaspersky sebagai produsen software antivirus terkemuka saat itu memperkenalkan antivirus khusus untuk ponsel.
    Dalam demo itu diperlihatkan, bagaimana seorang peretas muda dengan mudah mencuri password akun bank seseorang hanya dalam hitungan menit. Padahal kata sandi yang diretas terdiri dari 13 karakter; gabungan angka, huruf dan lambang yang ada di keyboard ponsel atau laptop.
    Dari sinilah saya “parno” seandainya tiba-tiba nomor Whatsapp saya diretas. Ini pastilah aksi sindikat terorganisir, pastilah ada orang berlatar IT atau seseorang yang punya bisnis menjual nomor-nomor Whatsapp ke sembarang orang.
    Keamanan ponsel dari pabrikan itu dianggap biang dari penyerapan -kalau tidak mau disebut perampokan- data pribadi para penggunanya.
    Dengan banyaknya aplikasi, seorang pengguna bisa dengan sukarela menyerahkan nomor KTP, nomor ponsel, alamat email beserta password-nya, lokasi di mana pengguna berada, rekening bank dan data-data sensitif lainnya.
    Kembali kepada persoalan mengapa akun media sosial dan nomor Whatsapp demikian sering kena retas? Itulah yang membuat saya coba menesuri akar persoalannya, syukur-syukur bisa menjawab ketidakpahaman saya.
    Tentu saya paham bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya melindungi warganya di ranah digital melalui beberapa kebijakan dan institusi, utamanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mulai berlaku sejak 2022 dan mengatur hak subjek data, kewajiban pengendali data, serta sanksi atas pelanggaran.
    Di sisi lain, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertugas mengawasi keamanan siber nasional, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sering memblokir situs pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).
    Ada juga strategi nasional keamanan siber untuk mencegah serangan dari dalam maupun dari luar.
    Namun, secara realistis, perlindungan ini belum benar-benar efektif menjaga kerahasiaan data digital penduduk Indonesia. Buktinya Whatsapp saya sering coba dibajak.
    Implementasi UU PDP masih lambat, kesadaran dan penegakan hukum rendah, serta insiden kebocoran data terus meningkat.
    BSSN mencatat ratusan serangan siber setiap tahun, dan Indonesia sering masuk peringkat atas negara dengan kebocoran data terbanyak secara global. Saya termasuk salah satu “korban” di dalamnya tentu saja.
    Contoh kasus kebocoran data yang merugikan rakyat yang masuk kategori kasus besar dalam kurun waktu 2023-2025, menunjukkan kerentanan sistem itu sendiri.
    Kebocoran data Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2024, misalnya, di mana peretas berhasil membobol ratusan juta data pribadi dari berbagai instansi pemerintah, termasuk data ASN dan layanan publik. Perlindungan yang jauh dari maksimal.
    Kemudian Data Dukcapil dan NPWP (2023-2024) di mana peretas seperti Bjorka membocorkan jutaan data kependudukan dan pajak untuk kemudian dijual di forum gelap.
    Bank Syariah Indonesia dan BPJS Kesehatan juga tidak luput dari serangan peretas di mana jutaan data nasabah dan pasien bocor, menyebabkan risiko penipuan identitas dan kerugian finansial. Mengerikan.
    KPU dan PLN Mobile jelas berisi data pemilih dan pelanggan listrik, juga bocor dengan total ratusan juta rekaman pada 2023-2025.
    Kasus-kasus ini jelas merugikan rakyat karena data pribadi (NIK, nomor HP, alamat) digunakan untuk penipuan, pinjol ilegal, atau pencurian identitas, menyebabkan kerugian materiil dan psikologis.
    Pertanyaan yang menggantung pada benak saya, mengapa momor telepon (Whatsapp) sering dibajak? Boleh jadi nomor telepon, terutama yang terkait Whatsapp, karena banyaknya layanan digital (bank, email, media sosial) menggunakan verifikasi SMS/OTP (One Time Password).
    Indonesia merupakan salah satu pengguna Whatsapp terbanyak di dunia, sehingga menjadi target empuk sasaran penipuan digital. Diperkirakan mencapai lebih dari 112 juta pengguna pada tahun 2025, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah India dan Brasil.
    Dari literatur yang saya susuri, saya paham bagaimana cara utama pembajakan, yakni dengan cara yang disebut SIM Swapping, yakni kejahatan siber di mana pelaku menipu operator seluler untuk mentransfer nomor ponsel korban ke kartu SIM mereka, sehingga pelaku bisa menerima SMS dan panggilan korban, termasuk kode OTP untuk membajak akun bank, e-wallet dan media sosial, lalu menguras dana atau mencuri data.
    Bagaimana cara kerjanya? Penjahat siber mengumpulkan data pribadi korban (via phishing atau kebocoran data), lalu menghubungi operator seluler dengan berpura-pura sebagai korban untuk memindahkan nomor ke SIM baru mereka.
    Mereka lalu menerima OTP dan mengambil alih Whatsapp/akun bank sebagaimana telah saya jelaskan tadi.
    Phishing
    dan
    social engineering
    juga sering dilakukan, yakni mengirim
    link
    (tautan) palsu atau menipu korban dengan memberikan kode verifikasi Whatsapp, atau menggunakan data bocor untuk reset akun email/media sosial.
    Banyak cara lainnya, termasuk serangan
    malware
    sebagaimana yang saya lihat di Moskow, Rusia itu.
    Tatkala ponsel Whatsapp saya digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan maksud melakukan penipuan, jelas saya dirugikan.
    Setidak-tidaknya kredibilitas saya jatuh karena dalam aksi penipuannya para pembajak bisa berpura-pura meminjam uang atau menawarkan produk tertentu, biasanya lelang fiktif.
    Memang saya tidak kehilangan akses akun Whatsapp, email atau media sosial, tetapi penjahat tentu telah berkirim pesan ke “circle” saya dengan maksud menipu teman atau keluarga. Paling sering modus pinjam uang itu tadi, misalnya.
    Mungkin orang lain yang lebih sial dari saya telah kehilangan akses terhadap ponselnya sendiri di mana aplikasi Whatsapp ada di ponsel tersebut.
    Padahal, di dalamnya ada aplikas bank dan boleh jadi akses rekening bank seperti transfer ilegal dapat mengakibatkan kerugian jutaan bahkan miliaran rupiah.
    Penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh seseorang juga dapat digunakan untuk teror, pinjol ilegal, atau pencemaran nama baik.
    Apa dampak dari nomor Whatsapp yang dibajak orang berkali-kali? Jelas akan waswas dan traumatis, apalagi “parno” yang tidak hilang begitu saja setelah melihat bagaimana anak-anak remaja di Rusia sedemikian gampangnya membobol akun bank dengan
    password
    rumit sekalipun.
    Tambahan lagi dampak psikologis berupa stres dan kehilangan privasi. Di berbagai tempat, banyak kasus bunuh diri akibat teror melalui
    peretasan
    akun aplikasi percakapan maupun akun media sosial.
    Pemerintah Indonesia aktif memblokir ribuan situs judol dan pinjol ilegal, serta ada Satgas Pemberantasan Judi Online.
    Namun, regulasi itu masih longgar dibanding Eropa, yang menerapkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang sangat ketat soal data dan batasan usia untuk media sosial/ponsel. Misalnya, anak di bawah 13-16 tahun dilarang memakai platform tertentu tanpa izin orangtua.
    Di Indonesia, anak muda sangat rentan, mereka banyak terjebak pinjol ilegal (bunga mencekik, teror penagihan) dan judol (kecanduan cepat).
    Dampaknya tentu parah, yakni kerugian finansial, utang menumpuk, depresi, gangguan mental, hingga bunuh diri.
    Laporan menunjukkan korban pinjol/judol didominasi usia 19-35 tahun, sering dari kalangan mahasiswa atau pekerja muda.
    Dari penelusuran ini timbul pertanyaan pada diri saya, apakah penipuan digital ini terorganisir dan justru melibatkan aparat yang paham seluk-beluk data penduduk?
    Bukan saya berburuk sangka, tetapi memang banyak penipuan digital (terutama judol dan scam investasi) karakteristiknya menurut para pemerhati siber bersifat terorganisir, sering melibatkan sindikat internasional (WNA China , Rusia dan Ukraina di Indonesia atau WNI dipaksa menjadi bagian dari kriminalitas ilegal digital di Kamboja dan Myanmar).
    Ini seperti “bisnis” dengan
    call center, script
    penipuan, dan target korban massal.
    Soal keterlibatan aparat, ada dugaan oknum aparat penegak hukum terlibat di beberapa kasus lokal, misalnya “kebal hukum” karena kuatnya
    backing
    , tetapi ini bukan bukti sistematis atau melibatkan institusi secara keseluruhan.
    Kebanyakan kasus yang terungkap justru ditangani aparat, seperti penggerebekan sindikat WNA. Rumor ini sering beredar di media sosial, tetapi sumber kredibel lebih menunjuk ke korupsi oknum secara individu ketimbang konspirasi besar institusi.
    Atas semua fakta dan kejadian itu, secara pribadi saya berpendapat bahwa pemerintah Indonesia belum cukup serius dan efektif dalam melindungi rakyat di ranah digital, meski ada kemajuan seperti UU PDP tadi.
    Bukti nyata adalah kebocoran data masih saja terus terjadi, bahkan setelah regulasi baru diberlakukan dan hal itu menunjukkan
    enforcement
    masih lemah, tata kelola buruk, dan kurangnya investasi di keamanan siber di sini.
    Sementara semua layanan (e-KTP, bank, pemilu) sudah beralih online, rakyat dibiarkan “terpapar” tanpa perlindungan memadai. Ini ibaratnya seperti membangun pasar digital besar tanpa pagar dan personel keamanan yang kuat.
    Bandingkan dengan Eropa dan Singapura di mana mereka sangat peduli terhadap generasi mudanya dengan pemberlakuan ketat batas usia dan sanksi berat bagi perusahaan yang melanggar privasi.
    Sementara di sini, anak muda justru “terpenjara” pinjol/judol hanya karena edukasi literasi digital yang tidak serius, bahkan masih minim, regulasi yang masih longgar, dan blokir situs mudah diakali VPN (Virtual Private Network).
    Penipuan terorganisir memang seperti bisnis haram yang menguntungkan segelintir orang, dan dugaan oknum aparat terlibat semakin memperburuk kepercayaan publik. Bagi saya, ini mencerminkan masalah korupsi struktural yang lebih dalam lagi.
    Solusi yang saya usulkan adalah perlunya penegakan hukum super tegas (sanksi berat bagi pengelola data ceroboh), edukasi masif sejak di sekolah, batasan usia untuk platform berisiko, dan kolaborasi internasional melawan sindikat digital terorganisir.
    Tanpa itu, rakyat akan terus menjadi korban di “pasar digital” yang tak terkendali ini.
    Pemerintah harus bertindak lebih proaktif, bukan reaktif setelah kejadian demi kejadian. Jangan juga seolah menjadi korban seperti yang saya alami dan kesannya putus asa dengan terus menerusnya bertambah korban dari waktu ke waktu.
    Karena
    keamanan digital
    bukan sekadar pilihan, tapi keharusan bagi negara untuk melindungi rakyatnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dokter Harvard Beberkan Alasan Main Ponsel di Toilet Bisa Picu Ambeien

    Dokter Harvard Beberkan Alasan Main Ponsel di Toilet Bisa Picu Ambeien

    Jakarta

    Bagi banyak orang, toilet kini tidak lagi sekadar tempat buang air. Aktivitas scroll media sosial, membaca berita, atau membalas pesan sering ikut terbawa ke toilet.

    Meski terlihat sepele, para dokter mengingatkan kebiasaan membawa ponsel ke toilet bisa berdampak buruk bagi kesehatan, terutama meningkatkan risiko ambeien atau wasir. Masalahnya bukan hanya soal kebersihan, tetapi durasi duduk yang lebih lama serta tekanan berlebih pada area rektum.

    Dokter dari Harvard spesialis gastroenterologi, Dr Saurabh Sethi, menyoroti bahwa penggunaan ponsel di toilet dapat mempengaruhi kesehatan rektum. Duduk terlalu lama, minimnya penopang dasar panggul, serta aplikasi yang membuat orang lupa waktu menjadi kombinasi yang berisiko.

    Kenapa Bawa Ponsel ke Toilet Bisa Picu Ambeien?

    Dikutip dari Times of India, penggunaan ponsel mengubah kebiasaan duduk di toilet, baik dari sisi durasi maupun posisi tubuh. Hal ini berdampak langsung pada kesehatan area panggul dan rektum.

    Beberapa studi menunjukkan orang yang menggunakan ponsel saat di toilet memiliki risiko wasir yang lebih tinggi, dibandingkan mereka yang tidak. Bahkan, setelah memperhitungkan faktor usia, pola makan, berat badan, olahraga, dan kebiasaan mengejan.

    Risiko ini terutama dipicu oleh lamanya waktu duduk, bukan sekadar proses buang air itu sendiri.

    1. Ponsel Membuat Waktu Duduk Lebih Lama

    Saat membawa ponsel, waktu di toilet sering molor tanpa disadari. Banyak orang yang menghabiskan lebih dari lima menit sekali duduk, jauh lebih lama dibanding mereka yang tidak bermain ponsel.

    Aktivitas scroll ponsel membuat waktu terasa cepat berlalu.

    2. Tekanan pada Jaringan Sensitif Meningkat

    Duduk lebih dari lima menit di toilet terbukti meningkatkan risiko wasir, bahkan dalam beberapa kasus lebih berisiko dibanding mengejan. Semakin lama duduk, maka semakin besar tekanan pada pembuluh darah dan jaringan di area anus.

    3. Dudukan Toilet Tak Menopang Dasar Panggul

    Berbeda dengan kursi atau sofa, dudukan toilet tidak dirancang untuk menopang dasar panggul dalam waktu lama. Duduk berkepanjangan, apalagi sambil bermain ponsel, menambah beban pada jaringan wasir.

    4. Aplikasi Dirancang Bikin Lupa Waktu

    Media sosial dan aplikasi berita dibuat agar pengguna terus bertahan lama. Fitur scroll tanpa akhir dan video otomatis membuat orang tidak sadar sudah duduk terlalu lama di toilet, yang akhirnya memicu tekanan fisik tanpa disadari.

    Wasir Umum Terjadi dan Membebani Sistem Kesehatan

    Sekitar setengah orang dewasa pernah mengalami wasir, setidaknya sekali seumur hidup. Kondisi ini menyumbang jutaan kunjungan medis setiap tahun dan menjadi beban tersendiri bagi layanan kesehatan.

    Kebiasaan kecil sehari-hari, termasuk lamanya duduk di toilet, ikut berperan. Lantas, bagaimana cara mencegahnya?

    Caranya dengan membatasi waktu di toilet untuk mengurangi risiko. Aturan sederhana yang disarankan dokter adalah membatasi waktu kurang dari lima menit.

    Cara paling efektif adalah meninggalkan ponsel di luar kamar mandi. Waktu duduk yang lebih singkat membantu mengurangi tekanan pada jaringan sensitif dan menjaga kesehatan rektum dalam jangka panjang.

    Meski terlihat sepele, kebiasaan membawa ponsel ke toilet dapat diam-diam meningkatkan risiko wasir. Mengurangi distraksi dan mempercepat waktu di toilet bisa menjadi langkah kecil dengan dampak besar bagi kesehatan.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Mitos atau Fakta: Kebanyakan Duduk Saat Mudik Bisa Bikin Ambeien”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/kna)

  • Pemerintah Ingin AI Berdikari, Namun Dukungan dari APBN Belum Terlihat

    Pemerintah Ingin AI Berdikari, Namun Dukungan dari APBN Belum Terlihat

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mendorong pengembangan sovereign artificial intelligence (AI) atau kecerdasan artifisial yang berdikari. 

    Konsep sovereign AI merujuk pada kemampuan suatu negara untuk menciptakan, mengelola, dan mengamankan teknologi AI dengan sumber daya sendiri, mulai dari infrastruktur data hingga talenta manusia.

    Upaya tersebut salah satunya ditempuh melalui program unggulan AI Talent Factory yang digadang-gadang menjadi langkah strategis pemerintah dalam mencetak 12 juta talenta digital. 

    Namun, untuk mencapai sovereign AI secara utuh, Indonesia dinilai masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain, terutama dari sisi dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Executive Director Catalyst Policy Works Wahyudi Djafar menilai hingga kini belum terlihat alokasi anggaran negara yang signifikan untuk pengembangan AI.

    “India misalnya memperkuat software AI melalui India AI Mission. Ini inisiatif yang mencapai US$,25 miliar. Kalau kita lihat APBN 2026, belum nampak ini angka sampai US$1 miliar untuk pengembangan AI,” kata Wahyudi dalam Diskusi Publik “Menjelajahi Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional, Pijakan untuk Berdikari?” di Kantor Bisnis Indonesia, Kamis (18/12/2025).

    Kondisi tersebut, menurut Wahyudi, memunculkan tanda tanya mengenai tingkat keseriusan pemerintah dalam mewujudkan sovereign AI. 

    Dia menyebut sejumlah negara telah melangkah lebih jauh dengan membangun kolaborasi strategis lintas perusahaan untuk mengembangkan model AI lokal atau sovereign foundation model.

    Dia mencontohkan Uni Emirat Arab, Prancis, dan Korea Selatan yang telah menunjuk atau memfasilitasi kerja sama antarperusahaan untuk pengembangan model AI nasional. 

    Arab Saudi bahkan memanfaatkan sovereign fund untuk mendorong inisiatif serupa. Sementara itu, Kanada dan Inggris telah membentuk unit khusus di tingkat pemerintahan yang secara spesifik menangani pengembangan sovereign AI.

    Menurutnya, pembentukan unit semacam Sovereign AI Unit di Inggris menunjukkan pengembangan AI berkaitan erat dengan kepentingan strategis, termasuk keamanan nasional. Oleh karena itu, negara-negara tersebut secara aktif mendorong kemandirian AI melalui kebijakan, kelembagaan, dan pendanaan yang jelas.

    Lebih lanjut, Wahyudi menekankan pencapaian sovereign AI sangat bergantung pada komitmen pemerintah dalam menyiapkan berbagai prasyarat utama. 

    Prasyarat tersebut mencakup ketersediaan infrastruktur data, penguatan talenta, hingga standar kompetensi yang jelas agar tenaga kerja benar-benar siap terlibat dalam pengembangan AI tingkat lanjut. Dia menyoroti peluncuran AI Talent Factory oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang telah dilakukan beberapa bulan lalu. Namun, menurutnya, capaian konkret dari program tersebut masih belum tergambarkan secara jelas.

    “Tapi kita kan belum mengetahui secara jelas ya, AI Talent Factory ini, talent yang diciptakan itu sampai pada level, apakah dia sebatas bisa melakukan prompt dengan baik, ataupun dia sampai level mana gitu kan,” katanya.

    Dia mempertanyakan apakah talenta yang dihasilkan sudah mencapai tingkat hands-on dalam pemodelan, atau bahkan telah didorong untuk melakukan riset dan pengembangan model AI secara mandiri. 

    Menurutnya, hal tersebut sangat bergantung pada keseriusan pemerintah dalam menyiapkan prasyarat pendukung secara menyeluruh. Wahyudi menegaskan, tantangan sovereign AI tidak hanya soal talenta, tetapi juga mencakup sejauh mana pemerintah menyalurkan dukungan terhadap infrastruktur digital, pengembangan tenaga kerja, riset dan inovasi, kerangka regulasi dan etika, stimulasi industri AI, hingga kerja sama internasional.

    Pengembangan AI di Berdikari di Jepang …..