Negara: Georgia

  • AS Temukan Kasus Mpox Varian Baru, 3 Orang Terpapar

    AS Temukan Kasus Mpox Varian Baru, 3 Orang Terpapar

    Jakarta

    Mpox varian baru ditemukan di Amerika Serikat. Departemen Kesehatan New York mengonfirmasi tiga kasus pertama strain Mpox baru, yang otomatis memicu kekhawatiran penularan meluas.

    Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebut tiga kasus tersebut teridentifikasi di California, Georgia, dan New Hampshire. Setelah dilakukan pelacakan, ketiganya disimpulkan tidak berkaitan erat, masing-masing memiliki sumber penularan berbeda.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan mpox sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat global untuk kedua kalinya. Teranyar pada bulan Agustus 2024, sebagai respons infeksi virus di Republik Demokratik Kongo yang telah menyebar ke negara-negara tetangga.

    Departemen Kesehatan Negara Bagian New York menolak memberikan informasi lebih lanjut tentang kasus tersebut.

    Seberapa Bahaya Varian Baru Mpox?

    Mpox varian baru sedikitnya sudah ditemukan di beberapa negara luar Afrika termasuk Jerman, Swedia, Pakistan, Thailand, hingga Filipina.

    Mpox memicu gejala demam, nyeri tubuh, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam yang membentuk lepuh, memiliki dua subtipe utama, klade 1b an klade 2b.

    Mpox klade 1b cenderung menyebabkan lebih banyak infeksi parah dan tingkat kematian lebih tinggi daripada mpox klade 2b, menurut pejabat kesehatan AS.

    Sejak Mei 2022, klade 2b menyebar ke 115 negara non-endemik di seluruh dunia, sebagian besar menyerang pria gay dan biseksual di Eropa dan Amerika Serikat.

    Vaksinasi dan upaya peningkatan kesadaran di banyak negara membantu membendung jumlah kasus di seluruh dunia dan WHO mencabut keadaan darurat pada Mei 2023 setelah melaporkan 140 kematian dari sekitar 87.400 kasus.

    Strain klade 1b muncul di DRC tahun lalu. Strain ini tampaknya menyebar lebih mudah melalui kontak dekat rutin, termasuk kontak seksual.

    (naf/kna)

  • 100 Wanita Dijadikan Budak Sel Telur oleh Gangster China, Diperlakukan seperti Hewan Ternak – Halaman all

    100 Wanita Dijadikan Budak Sel Telur oleh Gangster China, Diperlakukan seperti Hewan Ternak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Tiga wanita asal Thailand mengungkap praktik perbudakan oleh gangster China di Georgia.

    Pada akhir Januari 2025, tiga korban itu mengaku telah dieksploitasi sebagai budak sel telur selama setengah tahun.

    Setidaknya ada 100 wanita yang menjadi budak sel telur manusia di Georgia dan diperlakukan seperti hewan ternak.

    Dikutip dari Daily Mail, hal ini bermula saat ketiganya terpikat tawaran pekerjaan di Facebook yang menjanjikan bayaran antara 11.500 hingga 17.000 euro sebagai ibu pengganti bagi pasangan di Georgia yang tak bisa memiliki anak.

    Pada Agustus 2024, mereka berangkat ke Georgia bersama 10 wanita Thailand lainnya.

    Biaya perjalanan serta pengajuan paspor ditanggung oleh organisasi yang menawarkan pekerjaan itu.

    Mereka ditemani seorang wanita yang merupakan karyawanan dari organisasi tersebut.

    Tetapi, saat tiba di Georgia, mereka ditempatkan di rumah besar bersama sekitar 100 wanita lainnya.

    Ternyata, tawaran pekerjaan di Facebook sebagai ibu pengganti, hanyalah kedok untuk menutupi praktik perbudakan sel telur.

    “Mereka membawa kami ke sebuah rumah yang dihuni kebanyakan wanita Thailand.”

    “Mereka memberi tahu kami, tidak ada kontrak ibu pengganti atau orang tua,” kata seorang korban, dilansir Reuters.

    Di tempat itu, para wanita dipompa menggunakan hormon untuk merangsang indung telur mereka.

    Mereka kemudian dipaksa mengangkat sel telur selama satu bulan sekali.

    Salah satu korban mengatakan, mereka diperlakukan seperti hewan ternak dan “beberapa wanita bahkan tidak menerima kompensasi apapun atas sel telur mereka yang diambil.”

    “Setelah kami mendapatkan informasi ini, kami menjadi takut. Kami mencoba menghubungi orang-orang di rumah,” ujar korban yang lain.

    Tetapi, jika ingin keluar dari tempat itu, para wanita diwajibkan membayar biaya 2.000 euro untuk pemilik bisnis.

    Diketahui, telur-telur yang dikumpulkan dari para korban, telah dijual dan diperdagangkan ke negara lain untuk digunakan dalam fertilisasi in-vitro (IVF), kata pendiri yayasan Thailand untuk anak-anak dan wanita, Pavena Hongsakula, yang mendampingi korban.

    Yayasan Pavena bekerja sama dengan Interpol dan behasil membebaskan tiga wanita Thailand yang menjadi korban, setelah membayar uang tebusan.

    Tidak diketahui berapa banyak wanita yang masih ditahan di ‘peternakan manusia’.

    Pihak berwenang Thailand dan Interpol telah meluncurkan penyelidikan, sementara kepolisian Thailand mengatakan kemungkinan ada penyelamatan lain seiring perkembangan kasus ini.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

  • Anggota DPR usul bentuk satgas antisipasi kebijakan imigrasi AS

    Anggota DPR usul bentuk satgas antisipasi kebijakan imigrasi AS

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mengusulkan agar pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengantisipasi kebijakan imigrasi yang kini sedang dijalankan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Menurut dia, kebijakan tersebut perlu diwaspadai karena Trump berencana mendeportasi 11 juta imigran ilegal dengan melibatkan militer dan teknologi pengawasan sehingga Kementerian Luar Negeri harus memantau perkembangan terkini WNI yang berada di AS.

    “Kami mendorong KBRI Washington, Konsulat RI di AS agar mendata dan mendorong wajib lapor bagi WNI yang memiliki dokumen expired, overstay atau pekerja ilegal. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk pencegahan atas peraturan oleh Trump,” kata Amelia di Jakarta, Minggu.

    Untuk saat ini, dia mengatakan Kemenlu perlu mempersiapkan langkah antisipasi dan pendampingan hukum bagi dua orang WNI yang sudah terkena dampak kebijakan imigran di AS guna meminimalisasi hal-hal yang tak diinginkan.

    Selain itu, dia juga mengimbau masyarakat dalam negeri yang akan bermigrasi ke AS maupun bagi WNI yang sudah berada di AS agar tetap taat administrasi dan hukum agar kejadian penahanan WNI di AS tidak terulang kembali.

    “Kami mendorong Kemenlu dan kementerian/lembaga lainnya untuk melakukan sosialisasi bagi WNI yang akan bekerja atau belajar di luar negeri,” kata dia.

    Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan bahwa dua orang WNI ditangkap pihak otoritas Amerika Serikat akibat kebijakan imigrasi yang dilaksanakan Presiden AS Donald Trump.

    “Satu ditahan di Atlanta, Georgia. Satu ditahan di New York,” kata Direktur Pelindungan WNI Kemlu Judha Nugraha, Jumat (7/2).

    Dia menyampaikan pihaknya sudah menghubungi KJRI Houston mengenai WNI yang ditahan di Atlanta.

    Menurut dia, KJRI sudah bisa berkomunikasi dengan WNI tersebut dan dipastikan dalam kondisi baik, sehat, serta sudah mendapatkan akses pendampingan.

    Dia juga mengatakan pihaknya sudah menghubungi KJRI New York dan menerima informasi dari yang bersangkutan bahwa WNI tersebut dalam kondisi sehat dan sudah memiliki akses pendampingan hukum.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • 10
                    
                        2 WNI Ditangkap di AS Terkait Kebijakan Imigrasi Trump, Ini Upaya Kemenlu RI
                        Internasional

    10 2 WNI Ditangkap di AS Terkait Kebijakan Imigrasi Trump, Ini Upaya Kemenlu RI Internasional

    2 WNI Ditangkap di AS Terkait Kebijakan Imigrasi Trump, Ini Upaya Kemenlu RI
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia mengonfirmasi dua warga negara Indonesia (WNI) telah ditangkap oleh pihak otoritas Amerika Serikat sebagai dampak dari kebijakan imigrasi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump.
    “Satu ditahan di Atlanta, Georgia. Satu ditahan di New York,” ungkap Judha Nugraha, Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI)
    Kemenlu RI
    , dalam taklimat media di Jakarta pada Jumat (7/2/2025), seperti dikutip dari
    Antara News
    .
    Judha menjelaskan, WNI yang ditahan di Atlanta ditangkap pada 29 Januari 2025, dan hingga saat ini, pihaknya belum menerima informasi lebih lanjut mengenai proses penangkapan tersebut.
    Ia juga menyampaikan, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Houston telah berkomunikasi dengan WNI yang ditahan di Atlanta, yang kini dalam kondisi baik dan sehat serta telah mendapatkan akses pendampingan hukum.
    “Kami akan terus memonitor, sudah ada jadwal persidangan yang akan dijalani pada 10 Februari,” jelas Judha.
    Sementara itu, WNI yang ditahan di New York ditangkap pada 28 Januari 2025.
    Terkait penangkapan dua WNI tersebut, Kemenlu RI menyatakan telah berkoordinasi dengan enam Perwakilan RI di Amerika Serikat untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan imigrasi yang diterapkan oleh Presiden Trump.
    “Kemenlu dan enam Perwakilan RI telah melakukan langkah-langkah antisipasi. Kami sudah melakukan koordinasi secara virtual,” tambah Judha.
    Perwakilan RI di AS terdiri dari KBRI Washington DC, KJRI San Francisco, KJRI Los Angeles, KJRI Houston, KJRI Chicago, dan KJRI New York.
    Judha menegaskan, pihaknya akan terus berkoordinasi untuk menetapkan standar prosedur penanganan jika ada WNI yang ditangkap akibat kebijakan imigrasi baru AS.
    Perwakilan RI juga berkolaborasi dengan berbagai otoritas di AS, termasuk
    Immigration and Customs Enforcement
    (ICE),
    Customs and Border Protection
    (CBP), serta pihak
    Homeland Security Investigation
    .
    Judha menambahkan, Perwakilan RI telah menyampaikan imbauan melalui berbagai platform dan program edukasi kepada masyarakat.
    “Intinya adalah menyampaikan langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika terjadi proses penangkapan, serta hak-hak yang mereka miliki dalam proses hukum yang sedang dan akan dijalani,” ucap Judha.
    Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia yang berada di wilayah Amerika Serikat untuk tetap mematuhi aturan hukum setempat yang berlaku.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Spanyol Tangkap 2 Napi Kabur dari Penjara dengan Keamanan Super Ketat di Portugal

    Polisi Spanyol Tangkap 2 Napi Kabur dari Penjara dengan Keamanan Super Ketat di Portugal

    JAKARTA – Polisi Spanyol menangkap kembali dua dari lima narapidana yang melakukan pelarian spektakuler tahun lalu dari penjara dengan keamanan tinggi di Portugal.

    Warga Argentina dan Inggris itu diketahui bekerja untuk geng narkoba di Alicante.

    elima orang tersebut melarikan diri dari penjara Vale de Judeus selama jam berkunjung pada September dengan bantuan tangga panjang yang disediakan oleh seorang kaki tangan di luar.

    Dua warga negara Portugis dan satu warga negara Georgia ditangkap kembali pada bulan berikutnya – satu di Maroko, satu di Portugal, dan yang terakhir di Italia.

    Dilansir Reuters, Jumat, 7 Februari, kini polisi Spanyol juga menangkap warga Inggris Mark Cameron Roscaleer (36) yang dipenjara karena kejahatan kekerasan termasuk perampokan dan penyiksaan yang dilakukan di Portugal, dan warga negara Argentina Rodolfo Jose Lohrmann (61).

    Lohrmann menjalani hukuman 17 tahun penjara karena kejahatan termasuk perampokan bank dan sedang menunggu ekstradisi ke negara asalnya.

    Polisi mengatakan mereka telah menemukan keduanya melakukan pemerasan yang terkait jaringan narkoba di Spanyol tenggara setelah seorang korban ancaman pembunuhan melaporkan kejadian tersebut.

    Rekaman polisi menunjukkan momen penangkapan di bengkel mobil, petugas melompat keluar dari beberapa mobil dan menjepit para buronan ke tanah.

  • Es Seluas Dua Kali London Patah dari Antartika, Pecahkan Rekor

    Es Seluas Dua Kali London Patah dari Antartika, Pecahkan Rekor

    Jakarta

    Potongan raksasa dari es yang seukuran lebih dari dua kali London Raya patah di Antartika. Besarnya mengalahkan rekor sebelumnya. Gunung es raksasa itu, yang beratnya hampir satu triliun ton, sebagian besar tetap utuh sejak mulai bergerak perlahan ke utara pada tahun 2020.

    Bongkahan es tersebut hanyut ke arah pulau terpencil South Georgia di Atlantik Selatan. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa gunung es tersebut dapat kandas di perairan yang lebih dangkal dan mengganggu kehidupan para bayi penguin dan anjing laut.

    Kabar terbaru, bongkahan es sepanjang sekitar 19 kilometer itu telah terbelah, kata Andrew Meijers dari British Antarctic Survey. Ini adalah tim yang menemukan gunung es tersebut pada akhir tahun 2023 dan telah melacaknya melalui satelit sejak saat itu.

    “Ini jelas merupakan potongan gunung es pertama yang terlihat jelas,” ujar ahli oseanografi fisik itu kepada AFP.

    Soledad Tiranti, seorang ahli glasiologi yang saat ini sedang dalam perjalanan eksplorasi Argentina di Antartika, juga mendukung pernyataan Meijers kepada AFP. Dia mengatakan bahwa satu bagiannya telah pecah atau terpisah. Potongan itu memiliki luas sekitar 80 kilometer persegi.

    Sebelumnya, gunung es raksasa lainnya hancur relatif cepat dalam beberapa minggu setelah mereka mulai terpisah. Karena itu, sulit untuk mengatakan apakah bagian yang baru terpisah ini layaknya ‘sebuah gigi goyang yang menunggu untuk dicabut’ atau bukti adanya perubahan yang jauh lebih besar sedang berlangsung.

    “Maaf untuk mengatakan, tetapi ini bukan ilmu pasti bagaimana hal-hal ini dapat hancur… sangat sulit untuk mengatakan apakah ini akan hancur sekarang, atau akan bertahan lebih lama,” jabar Meijers.

    Dikenal sebagai A23a, gunung es terbesar dan tertua di dunia terlepas dari lapisan Antartika pada tahun 1986. Gunung es ini tetap terjebak selama lebih dari 30 tahun sebelum akhirnya terlepas pada tahun 2020 dengan perjalanannya yang lamban ke utara karena tertunda kekuatan samudra yang membuatnya tetap berputar di tempatnya.

    Meijers berpendapat jika es itu runtuh lebih jauh, hal itu akan menimbulkan ancaman yang masih terbilang kecil bagi satwa liar. Alasannya karena hewan yang mencari makan dapat bergerak tanpa hambatan di antara bongkahan es yang lebih kecil untuk mencari makanan. Demikian mengutip Science Alert.

    (ask/ask)

  • Trump akan mengirim migran tak berdokumen ke Teluk Guantanamo – Tempat apa itu? – Halaman all

    Trump akan mengirim migran tak berdokumen ke Teluk Guantanamo – Tempat apa itu? – Halaman all

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memerintahkan pembangunan fasilitas penahanan migran di Teluk Guantanamo yang disebut-sebut akan menampung hingga 30.000 orang.

    Trump mengatakan bahwa fasilitas penahanan itu berada di Pangkalan Angkatan Laut AS di Kuba, terpisah dari penjara militer berkeamanan tinggi. Fasilitas tersebut, kata Trump, akan menampung “imigran gelap kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika.”

    “Kami akan mengirim mereka ke Guantanamo,” kata Trump pada Rabu (29/01).

    Teluk Guantanamo telah lama digunakan untuk menampung para migran, sebuah praktik yang dikritik oleh beberapa kelompok hak asasi manusia.

    Pangkalan AL AS di Teluk Guantanamo digunakan untuk apa?

    Pangkalan AL AS di Kuba terkenal sebagai tempat penampungan para tersangka setelah serangan 11 September 2001.

    Pangkalan ini memiliki pusat penahanan militer dan ruang sidang bagi orang-orang asing yang ditahan semasa pemerintahan Presiden George W Bush. Periode itu disebut pemerintah AS sebagai “perang melawan teror.”

    Didirikan pada tahun 2002 oleh Bush, fasilitas tersebut kini menampung 15 tahanan, termasuk sosok yang dituduh sebagai dalang serangan 11 September 2001 atau kerap disebut dengan istilah 9/11, Khalid Sheikh Mohammed.

    Sosok lainnya yang ditahan di Guantanamo adalah Hambali. Pria asal Indonesia itu disebut sebagai ‘otak’ serangan teror bom di Bali, Oktober 2002, dan beberapa serangan bom lainnya,

    Pria yang bernama asli Encep Nurjaman, bersama dua orang terduga teroris asal Malaysia, telah muncul di pengadilan di pusat penahanan Guantanamo pada 2021.

    Pascaserangan 11 September 2021, AS menjebloskan hampir 800 orang ke Guantanamo.

    Beberapa presiden dari Partai Demokrat, termasuk Barack Obama, berjanji untuk menutupnya tetapi tidak dapat melakukannya.

    Pangkalan ini juga memiliki fasilitas kecil terpisah yang digunakan selama beberapa dekade untuk menahan para migran. Dikenal sebagai Pusat Operasi Migran Guantanamo (GMOC), fasilitas ini telah digunakan oleh sejumlah presiden AS, baik dari Partai Republik maupun Demokrat.

    Pangkalan ini terutama menampung orang-orang yang dicegat saat mencoba mencapai AS secara ilegal dengan perahu, sebagian besar berasal dari Haiti dan Kuba.

    “Kami hanya akan memperluas pusat migran yang sudah ada,” kata Tom Homan, orang yang ditunjuk Trump menangani imigrasi AS.

    Tom menambahkan bahwa pusat tersebut akan dikelola oleh Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE).

    Apa yang ingin Trump lakukan?

    Pengumuman Trump mengemuka saat ia menandatangani Undang-Undang Laken Riley. UU ini mengharuskan migran tak berdokumen resmi yang ditangkap karena pencurian atau kejahatan kekerasan untuk ditahan di penjara sambil menunggu persidangan.

    UU tersebut, yang dinamai berdasarkan nama seorang mahasiswa keperawatan Georgia yang dibunuh tahun lalu oleh seorang migran Venezuela, telah disetujui oleh Kongres minggu lalu. Hal itu menandai kemenangan legislatif pertama bagi pemerintahan Trump.

    Trump mengatakan bahwa para migran dapat diangkut ke sana secara langsung setelah dicegat di laut oleh Penjaga Pantai AS. Trump membuat klaim bahwa standar penahanan “tertinggi” akan diterapkan dalam pelaksanaannya.

    Menurutnya, fasilitas tersebut akan menggandakan kapasitas AS untuk menahan migran tidak berdokumen.

    Siapa saja yang akan ditahan di Guantanamo?

    Fasilitas penahanan migran di Guantanamo akan digunakan untuk menahan orang-orang “terburuk dari yang terburuk,” kata pejabat pemerintah AS.

    Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, dan Kepala Badan Imigrasi, Tom Homan, sama-sama menggunakan frasa tersebut saat berbicara kepada wartawan di luar Gedung Putih.

    Pernyataan Gedung Putih soal siapa yang akan ditahan di Guantanamo justru kurang spesifik.

    Gedung Putih mengatakan fasilitas yang diperluas itu akan “memberikan ruang penahanan tambahan bagi kriminal asing berprioritas tinggi yang secara ilegal berada di Amerika Serikat, dan untuk memenuhi kebutuhan penegakan hukum imigrasi terkait.”

    Bagaimana reaksi terhadap rencana Trump?

    Deepa Alagesan, seorang pengacara senior di International Refugee Assistance Project (IRAP), menyebut rencana Trump untuk menambah jumlah migran yang ditahan di Guantanamo sebagai “prospek yang menakutkan.”

    Deepa yakin fasilitas migrasi itu digunakan untuk menahan orang “dalam jumlah dua digit,” paparnya dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AP.

    Vince Warren, direktur eksekutif Center for Constitutional Rights yang berbasis di New York, sebuah kelompok advokasi hukum yang telah mewakili puluhan pria yang ditahan di pangkalan itu sejak 9/11, mengatakan keputusan Trump “harus membuat kita semua ngeri.”

    Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan keputusan Trump “mengirimkan pesan yang jelas: migran dan pencari suaka dianggap sebagai ancaman teroris baru, yang pantas dibuang di penjara pulau, dicabut dari layanan dan dukungan hukum dan sosial.”

    Dalam sebuah laporan tahun 2024, IRAP menuduh pemerintah AS secara diam-diam menahan migran di Guantanamo dalam kondisi “tidak manusiawi” tanpa batas waktu setelah menangkap mereka di laut.

    Baru-baru ini, organisasi sipil American Civil Liberties Union menuntut transparansi soal fasilitas di Guantanamo menggunakan hak kebebasan informasi. Bentuk transparansi yang dimaksud adalah mengungkap catatan resmi pemerintah tentang lokasi tersebut.

    Pemerintahan Biden menanggapi bahwa “itu bukan fasilitas penahanan dan tidak ada migran di sana yang ditahan.”

    Namun, pemerintahan Trump mengatakan bahwa fasilitas yang bakal diperluas itu memang dimaksudkan sebagai pusat penahanan.

    Berapa besar biayanya dan kapan dibuka?

    Tidak jelas berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengongkosi fasilitas tersebut atau kapan fasilitas itu akan selesai.

    Pemerintahan Trump dilaporkan akan meminta Kongres untuk mendanai perluasan fasilitas penahanan yang ada sebagai bagian dari rancangan undang-undang pengeluaran yang sedang disusun oleh Partai Republik.

    Ketika ditanya oleh wartawan di Gedung Putih, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem hanya mengatakan bahwa dana tersebut akan dialokasikan melalui “pencocokan dan penyesuaian” anggaran.

    Bagaimana reaksi di Kuba?

    AS menyewa Teluk Guantanamo dari Kuba selama lebih dari satu abad, situasi yang bermula setelah Perang Spanyol-Amerika pada 1898.

    Setelah AS mengalahkan Spanyol, Kuba memperoleh kemerdekaannya. Namun, Kuba harus melaksanakan berbagai syarat yang ditetapkan oleh AS, termasuk AS berhak campur tangan dalam urusan Kuba dan AS berhak menyewa tanah untuk pangkalan angkatan laut.

    Pada 1903, AS dan Kuba menandatangani perjanjian sewa yang memberikan kendali AS atas Teluk Guantanamo.

    Perjanjian tersebut memberi AS sewa abadi untuk pangkalan tersebut, dengan imbalan sewa tahunan sebesar US$2.000 dalam bentuk koin emas. Jumlah ini kemudian disesuaikan pada 1934 menjadi nilai yang setara dengan US$4.085, tetapi pembayaran tersebut sebagian besar masih bersifat simbolis.

    Kuba menentang sewa tersebut dan biasanya menolak pembayaran sewa dari AS.

    Melalui media sosial X, Presiden Kuba Miguel Díaz-Canel menilai keputusan Trump sebagai “tindakan brutal”. Dia menyatakan pangkalan di Guantanamo “terletak di wilayah Kuba yang diduduki secara ilegal.”

  • Trump Akan Kirim Migran Ilegal ke Teluk Guantanamo, Tempat Apa Itu?

    Trump Akan Kirim Migran Ilegal ke Teluk Guantanamo, Tempat Apa Itu?

    Washington DC

    Teluk Guantanamo telah lama digunakan untuk menampung migran, tapi paling terkenal sebagai tempat menahan para tersangka setelah serangan 11 September 2001 (Reuters)

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memerintahkan pembangunan fasilitas penahanan migran di Teluk Guantanamo yang disebut-sebut akan menampung hingga 30.000 orang.

    Trump mengatakan bahwa fasilitas penahanan itu berada di Pangkalan Angkatan Laut AS di Kuba, terpisah dari penjara militer berkeamanan tinggi. Fasilitas tersebut, kata Trump, akan menampung “imigran gelap kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika.”

    “Kami akan mengirim mereka ke Guantanamo,” kata Trump pada Rabu (29/01).

    Teluk Guantanamo telah lama digunakan untuk menampung para migran, sebuah praktik yang dikritik oleh beberapa kelompok hak asasi manusia.

    Pangkalan AL AS di Teluk Guantanamo digunakan untuk apa?

    Pangkalan AL AS di Kuba terkenal sebagai tempat penampungan para tersangka setelah serangan 11 September 2001.

    Pangkalan ini memiliki pusat penahanan militer dan ruang sidang bagi orang-orang asing yang ditahan semasa pemerintahan Presiden George W Bush. Periode itu disebut pemerintah AS sebagai “perang melawan teror.”

    Didirikan pada tahun 2002 oleh Bush, fasilitas tersebut kini menampung 15 tahanan, termasuk sosok yang dituduh sebagai dalang serangan 11 September 2001 atau kerap disebut dengan istilah 9/11, Khalid Sheikh Mohammed.

    Sosok lainnya yang ditahan di Guantanamo adalah Hambali. Pria asal Indonesia itu disebut sebagai ‘otak’ serangan teror bom di Bali, Oktober 2002, dan beberapa serangan bom lainnya,

    Pria yang bernama asli Encep Nurjaman, bersama dua orang terduga teroris asal Malaysia, telah muncul di pengadilan di pusat penahanan Guantanamo pada 2021.

    Pascaserangan 11 September 2021, AS menjebloskan hampir 800 orang ke Guantanamo.

    Salah satu dari 80 tahanan Al-Qaeda dan Taliban (kedua dari kiri) mengenakan pakaian oranye dengan dikelilingi sejumlah petugas di Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo, AS, 17 Januari 2002 (AFP)

    Beberapa presiden dari Partai Demokrat, termasuk Barack Obama, berjanji untuk menutupnya tetapi tidak dapat melakukannya.

    Pangkalan ini juga memiliki fasilitas kecil terpisah yang digunakan selama beberapa dekade untuk menahan para migran. Dikenal sebagai Pusat Operasi Migran Guantanamo (GMOC), fasilitas ini telah digunakan oleh sejumlah presiden AS, baik dari Partai Republik maupun Demokrat.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Pangkalan ini terutama menampung orang-orang yang dicegat saat mencoba mencapai AS secara ilegal dengan perahu, sebagian besar berasal dari Haiti dan Kuba.

    “Kami hanya akan memperluas pusat migran yang sudah ada,” kata Tom Homan, orang yang ditunjuk Trump menangani imigrasi AS.

    Tom menambahkan bahwa pusat tersebut akan dikelola oleh Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE).

    Apa yang ingin Trump lakukan?

    “Kami akan mengirim mereka ke Guantanamo,” kata Trump pada Rabu (29/01) (Getty Images)

    Pengumuman Trump mengemuka saat ia menandatangani Undang-Undang Laken Riley. UU ini mengharuskan migran tak berdokumen resmi yang ditangkap karena pencurian atau kejahatan kekerasan untuk ditahan di penjara sambil menunggu persidangan.

    UU tersebut, yang dinamai berdasarkan nama seorang mahasiswa keperawatan Georgia yang dibunuh tahun lalu oleh seorang migran Venezuela, telah disetujui oleh Kongres minggu lalu. Hal itu menandai kemenangan legislatif pertama bagi pemerintahan Trump.

    Trump mengatakan bahwa para migran dapat diangkut ke sana secara langsung setelah dicegat di laut oleh Penjaga Pantai AS. Trump membuat klaim bahwa standar penahanan “tertinggi” akan diterapkan dalam pelaksanaannya.

    Menurutnya, fasilitas tersebut akan menggandakan kapasitas AS untuk menahan migran tidak berdokumen.

    Siapa saja yang akan ditahan di Guantanamo?

    Fasilitas penahanan migran di Guantanamo akan digunakan untuk menahan orang-orang “terburuk dari yang terburuk,” kata pejabat pemerintah AS.

    Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, dan Kepala Badan Imigrasi, Tom Homan, sama-sama menggunakan frasa tersebut saat berbicara kepada wartawan di luar Gedung Putih.

    Pernyataan Gedung Putih soal siapa yang akan ditahan di Guantanamo justru kurang spesifik.

    Gedung Putih mengatakan fasilitas yang diperluas itu akan “memberikan ruang penahanan tambahan bagi kriminal asing berprioritas tinggi yang secara ilegal berada di Amerika Serikat, dan untuk memenuhi kebutuhan penegakan hukum imigrasi terkait.”

    Bagaimana reaksi terhadap rencana Trump?

    Deepa Alagesan, seorang pengacara senior di International Refugee Assistance Project (IRAP), menyebut rencana Trump untuk menambah jumlah migran yang ditahan di Guantanamo sebagai “prospek yang menakutkan.”

    Deepa yakin fasilitas migrasi itu digunakan untuk menahan orang “dalam jumlah dua digit,” paparnya dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AP.

    Vince Warren, direktur eksekutif Center for Constitutional Rights yang berbasis di New York, sebuah kelompok advokasi hukum yang telah mewakili puluhan pria yang ditahan di pangkalan itu sejak 9/11, mengatakan keputusan Trump “harus membuat kita semua ngeri.”

    Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan keputusan Trump “mengirimkan pesan yang jelas: migran dan pencari suaka dianggap sebagai ancaman teroris baru, yang pantas dibuang di penjara pulau, dicabut dari layanan dan dukungan hukum dan sosial.”

    BBC

    Dalam sebuah laporan tahun 2024, IRAP menuduh pemerintah AS secara diam-diam menahan migran di Guantanamo dalam kondisi “tidak manusiawi” tanpa batas waktu setelah menangkap mereka di laut.

    Baru-baru ini, organisasi sipil American Civil Liberties Union menuntut transparansi soal fasilitas di Guantanamo menggunakan hak kebebasan informasi. Bentuk transparansi yang dimaksud adalah mengungkap catatan resmi pemerintah tentang lokasi tersebut.

    Pemerintahan Biden menanggapi bahwa “itu bukan fasilitas penahanan dan tidak ada migran di sana yang ditahan.”

    Namun, pemerintahan Trump mengatakan bahwa fasilitas yang bakal diperluas itu memang dimaksudkan sebagai pusat penahanan.

    Berapa besar biayanya dan kapan dibuka?

    Tidak jelas berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengongkosi fasilitas tersebut atau kapan fasilitas itu akan selesai.

    Pemerintahan Trump dilaporkan akan meminta Kongres untuk mendanai perluasan fasilitas penahanan yang ada sebagai bagian dari rancangan undang-undang pengeluaran yang sedang disusun oleh Partai Republik.

    Ketika ditanya oleh wartawan di Gedung Putih, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem hanya mengatakan bahwa dana tersebut akan dialokasikan melalui “pencocokan dan penyesuaian” anggaran.

    Bagaimana reaksi di Kuba?

    Presiden Kuba, Miguel Daz-Canel, menilai keputusan Trump sebagai “tindakan brutal” (Getty Images)

    AS menyewa Teluk Guantanamo dari Kuba selama lebih dari satu abad, situasi yang bermula setelah Perang Spanyol-Amerika pada 1898.

    Setelah AS mengalahkan Spanyol, Kuba memperoleh kemerdekaannya. Namun, Kuba harus melaksanakan berbagai syarat yang ditetapkan oleh AS, termasuk AS berhak campur tangan dalam urusan Kuba dan AS berhak menyewa tanah untuk pangkalan angkatan laut.

    Pada 1903, AS dan Kuba menandatangani perjanjian sewa yang memberikan kendali AS atas Teluk Guantanamo.

    Perjanjian tersebut memberi AS sewa abadi untuk pangkalan tersebut, dengan imbalan sewa tahunan sebesar US$2.000 dalam bentuk koin emas. Jumlah ini kemudian disesuaikan pada 1934 menjadi nilai yang setara dengan US$4.085, tetapi pembayaran tersebut sebagian besar masih bersifat simbolis.

    Kuba menentang sewa tersebut dan biasanya menolak pembayaran sewa dari AS.

    Melalui media sosial X, Presiden Kuba Miguel Daz-Canel menilai keputusan Trump sebagai “tindakan brutal”. Dia menyatakan pangkalan di Guantanamo “terletak di wilayah Kuba yang diduduki secara ilegal.”

    Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodrguez, mengatakan, “Keputusan pemerintah AS untuk memenjarakan para migran di Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo, di tempat mereka menciptakan pusat penyiksaan dan penahanan tanpa batas waktu, menunjukkan penghinaan terhadap kondisi manusia dan hukum internasional.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mungkinkah Rusia Kembali Deklarasikan Mobilisasi Massal?

    Mungkinkah Rusia Kembali Deklarasikan Mobilisasi Massal?

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin ingin “meningkatkan pelatihan tempur bagi prajurit cadangan.” Untuk itu, dia menandatangani dekrit wajib militer untuk tahun 2025. Panggilan wajib militer nantinya dapat diberikan kepada prajurit cadangan sampai dengan umur 50 tahun, bintara sampai dengan umur 60 tahun, perwira menengah sampai dengan umur 65 tahun, dan perwira tinggi sampai dengan umur 70 tahun.

    Sejak dimulainya invasi di Ukraina tiga tahun lalu, Rusia memperpanjang masa pelatihan bagi prajurit cadangan atau rekrutan. Selain itu, batas usia maksimal bagi wajib militer juga dinaikkan, dan denda jika tidak mengikuti pelatihan militer dinaikkan menjadi 30.000 rubel atau sekitar Rp5 juta.

    Di jejaring media sosial, pengguna di Rusia belakangan mulai mempertanyakan mengapa latihan militer dijadwalkan begitu awal tahun ini. Tahun lalu, panggilan diumumkan pada bulan Maret dan bulan Mei pada tahun 2023. “Haruskah kita mengharapkan mobilisasi baru?” tanya seorang pengguna di jaringan Rusia “Vkontakte”. “Sekarang, akan ada banyak yang ingin meninggalkan negara ini,” tambah komentator lainnya.

    Dari pelatihan militer hingga perang melawan Ukraina?

    Menurut undang-undang, warga Rusia harus menjalani latihan militer selama sekitar dua bulan. Sebelum Putin melancarkan perang melawan Ukraina, latihan hanya diadakan sebagai formalitas. Meski bersifat wajib, hanya sedikit yang ikut serta, karena cuma diancam denda sebesar 500 rubel atau Rp84 ribu saja.

    Sejak tahun 2022, latihan militer digelar sepanjang tahun, jelas Artyom Klyga, seorang pengacara untuk gerakan penentang wajib militer Rusia. “Sebenarnya bisa dikatakan bahwa latihan militer yang diperintahkan tahun lalu, masih terus berlangsung,” ujarnya kepada DW.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Hal ini boleh jadi didorong “kebutuhan prajurit” mengingat “semakin lelahnya tentara Rusia”. Menurut Klyga, pelatihan militer merupakan kesempatan tambahan untuk merekrut tentara guna berperang melawan Ukraina. Dalam suatu latihan, lebih mudah untuk “memaksa seseorang untuk menandatangani kontrak melalui isolasi, penipuan atau bahkan ancaman”.

    Menurut Klyga, latihan tersebut juga berfungsi untuk memberikan pangkat yang lebih tinggi dan meningkatkan spesialisasi para prajurit, yang memungkinkan perencanaan mobilisasi yang lebih tepat. Warga Rusia belakangan mulai dijebak dengan panggilan ke dewan wajib militer dengan dalih “perbandingan data”. Prajurit cadangan dapat menghadapi tuntutan pidana jika mereka melalukan desersi.

    “Sebelum pemeriksaan kesehatan untuk wajib militer, setiap orang bisa pergi ke luar negeri tanpa rasa khawatir,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa hingga kini belum ada larangan bepergian.

    Apa isi dektrit dari Kremlin?

    “Dalam perintah rahasia itu ditentukan jumlah peserta wajib militer, dan tugas yang direncanakan di wilayah tersebut,” kata mantan wakil parlemen Duma Kota Moskow, Yevgeny Stupin. Informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran Kementerian Pertahanan Rusia.

    Stupin memperingatkan agar tidak mempercayai jaminan dari otoritas Rusia, bahwa menurut hukum, tidak seorang pun dapat dikirim dari latihan ke medan perang. Sang politisi menunjuk pada formulasi dalam dekrit yang memungkinkan prajurit cadangan untuk bertugas di Garda Nasional dan dinas rahasia domestik FSB. “Saya ingin mengingatkan Anda bahwa Garda Nasional adalah pasukan penegak hukum di wilayah Ukraina yang diduduki oleh tentara Rusia, dan bahwa pasukan FSB menjaga perbatasan dan sering terlibat dalam pertempuran dengan angkatan bersenjata Ukraina di Kursk dan Belgorod,” tambahnya.

    Artyom Klyga juga menunjukkan prajurit cadangan dapat dikirim untuk bertugas atau berlatih di Garda Nasional atau FSB baik di wilayah Kursk dan Belgorod, maupun di wilayah yang diduduki oleh Rusia. “Undang-undang tidak melarangnya. Memang tidak ada hambatan hukum, tetapi kami belum menemukan kasusnya„ kata aktivis hak asasi manusia itu.

    Gerakan “Idite Lesom”, sebuah organisasi di Georgia yang membantu pembelot Rusia, juga mengatakan kepada DW bahwa mereka belum melihat peserta pelatihan militer dikirim ke medan perang. “Namun, lebih baik mengabaikan panggilan,” tulis organisasi tersebut.

    Rencana perang melawan NATO?

    Pihak berwenang Rusia menekankan bahwa mobilisasi terbaru tidak direncanakan dan bahwa perekrutan tentara Rusia berlangsung tanpa paksaan. “Setiap hari, sekitar 1.000 orang mendaftarkan diri sebagai relawan di badan wajib militer,” kata Andrei Kartapolov, anggota komite pertahanan di parlemen Duma, kepada kantor berita Rusia TASS.

    Dia menekankan bahwa tentara Rusia “setiap hari merangsek maju di garis depan”.

    “Militer Rusia memang bergerak maju di Ukraina timur, tetapi intensitasnya menurun,” kata Ruslan Leviev, pendiri organisasi investigasi independen Conflict Intelligence Team, dalam sebuah wawancara dengan DW. Aktivis oposisi itu menjelaskan bahwa meskipun Rusia mampu menambah jumlah prajuritnya, namun tetap kesulitan meggantikan tingginya angka perwira yang gugur.

    Pada saat yang sama, Parlemen Rusia Duma menyerukan persiapan perang melawan “kekuatan kolektif Barat”. Skenario ini akan terjadi, seperti yang dikatakan wakil ketua komite pertahanan, Alexei Zhuravlev, kepada portal Rusia absatz.media. Menurutnya, jika negara-negara Barat memasuki perang, Rusia harus memperkuat perekrutan pasukan cadangan.

    Namun, menurut mantan anggota parlemen Moskow Yevgeny Stupin, latihan militer bukan peringatan atau isyarat ancaman bagi Barat. Sebaliknya, dia berasumsi bahwa Vladimir Putin sedang mencoba meraih hasil cepat di garis depan. “Itulah sebabnya dia mempercepat perekrutan prajurit sementara, tidak membiarkan mereka yang telah dimobilisasi pergi dan juga menggunakan prajurit cadangan,” pungkas Stupin.

    Diadaptasi dari DW Bahasa Jerman.

    Lihat Video ‘Drone Rusia Bombardir Odesa, Sejumlah Orang Terluka’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ilmuwan Cemas Gunung Es Terbesar di Dunia Tabrak Pulau

    Ilmuwan Cemas Gunung Es Terbesar di Dunia Tabrak Pulau

    Jakarta

    Gunung es terbesar di dunia masih bergerak dan ada kekhawatiran bahwa ia menuju utara dari Antartika dan menabrak pulau Georgia Selatan. Gunung es itu, yang disebut A23a, sebelumnya terperangkap di sekitar gunung bawah laut.

    Menurut Andrew Meijers, ahli oseanografi di British Antarctic Survey, sekarang tampaknya gunung es itu bergerak mengikuti arus menuju Georgia Selatan, Wilayah Luar Negeri Inggris di Samudra Atlantik selatan.

    “Saat ini gunung es itu berada di arus berkelok-kelok dan tak bergerak langsung menuju pulau itu. Tapi pemahaman kami tentang arus menunjukkan ia kemungkinan akan segera bergerak lagi menuju pulau itu,” kata Meijers yang dikutip detikINET dari CNN.

    “Gunung es pada dasarnya berbahaya. Saya akan sangat senang jika gunung es itu tak mengenai kita.”Kami menyalakan lampu sorot sepanjang malam untuk mencoba melihatnya, es bisa datang entah dari mana,” kata kapten laut Simon Wallace dari kapal pemerintah Georgia Selatan, Pharos.

    Meski terus mencair, gunung es tersebut tetap menjadi yang terbesar di dunia saat ini. Mencakup area seluas 3.672 kilometer persegi saat diukur pada bulan Agustus, gunung es A23a telah dilacak oleh para ilmuwan sejak terlepas dari lapisan es Filchner-Ronne tahun 1986.

    Gunung es tersebut tetap terdampar di dasar Laut Weddell Antartika selama lebih dari 30 tahun, sampai menyusut untuk melonggarkan cengkeramannya di dasar laut. Desember 2023, gunung es tersebut terlepas dan terus bergerak.

    Saat itu, Survei Antartika Inggris mengatakan A23a kemungkinan pecah dan mencair saat mencapai pulau terpencil Georgia Selatan. Namun saat ini dalam citra satelit, gunung es itu tampaknya mempertahankan strukturnya dan belum pecah menjadi bongkahan-bongkahan lebih kecil, seperti yang terjadi pada gunung es raksasa sebelumnya.

    Sekarang menjadi pertanyaan apakah gunung es itu akan menabrak Georgia Selatan. “Jika terjadi, itu dapat secara serius menghambat akses ke tempat makan bagi satwa liar terutama anjing laut dan penguin yang berkembang biak di pulau itu,” kata Meijers.

    Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang kaya dan merupakan rumah bagi salah satu kawasan konservasi laut terbesar di dunia.

    (fyk/fyk)