Negara: Georgia

  • Cuaca Buruk Melanda AS, Banjir Bandang Tewaskan 8 Orang hingga Ancaman Badai Salju dan Tornado

    Cuaca Buruk Melanda AS, Banjir Bandang Tewaskan 8 Orang hingga Ancaman Badai Salju dan Tornado

    PIKIRAN RAKYAT – Hujan lebat dan banjir bandang melanda AS bagian Tenggara, sedangkan sebagian besar wilayah Timur negara itu mengalami cuaca buruk. Setidaknya sembilan orang dipastikan tewas akibat badai tersebut.

    Wilayah Kentucky mencatat jumlah korban tewas tertinggi pada Minggu, 16 Februari 2025 waktu setempat. Gubernur Andy Beshear mengonfirmasi sedikitnya delapan korban tewas terkait badai, termasuk seorang ibu dan seorang anak berusia 7 tahun yang berada di dalam mobil yang terjebak di air tinggi. Pada konferensi pers, Beshear mengatakan ia yakin jumlah korban akan bertambah.

    “Jadi, teman-teman, jangan berada di jalan sekarang dan tetaplah hidup,” katanya.

    “Ini adalah fase pencarian dan penyelamatan, dan saya sangat bangga dengan semua warga Kentucky yang berada di luar sana, mempertaruhkan nyawa mereka,” ia menambahkan.

    Dampak Badai di Tenggara AS

    Beshear mengatakan telah ada 1.000 penyelamatan di seluruh negara bagian sejak badai dimulai pada hari Sabtu. Badai tersebut memutus aliran listrik ke sekitar 39.000 rumah, tetapi Beshear memperingatkan bahwa angin kencang di beberapa daerah dapat memperparah pemadaman listrik.

    Seorang pria berusia 73 tahun ditemukan tewas di tengah banjir di Clay County, Kentucky. Wakil Direktur Manajemen Darurat Clay County Revelle Berry mengonfirmasi kematian tersebut tetapi tidak memberikan rincian tambahan.

    Departemen Perikanan dan Satwa Liar Kentucky mengatakan ada penyelidikan atas kematian tersebut dan operasi penyelamatan sedang berlangsung di Hart County. Stasiun tersebut melaporkan seorang remaja meninggal dan korban kedua hilang dalam banjir Sabtu malam. Departemen Perikanan dan Satwa Liar dan Kantor Sheriff Hart County tidak segera menanggapi permintaan informasi lebih lanjut.

    Air merendam mobil dan bangunan di Kentucky dan tanah longsor memblokir jalan-jalan di Virginia. Kedua negara bagian tersebut berada di bawah peringatan banjir, bersama dengan Tennessee dan Arkansas. Layanan Cuaca Nasional memperingatkan warga untuk tidak berada di jalan.

    Orang kesembilan ditemukan tewas di Atlanta, Georgia setelah angin kencang menumbangkan pohon yang kemudian menabrak rumah pria itu. Pohon menimpa kamar tidur pria itu saat ia sedang berbaring di tempat tidur, dan ia meninggal karena luka-lukanya.

    Badai Salju hingga Tornado

    Peramal cuaca juga meramalkan badai salju akhir pekan di Timur Laut AS dan ancaman tornado di Lembah Mississippi. Badan Manajemen Darurat Mississippi mengonfirmasi dua tornado menghantam negara bagian itu minggu lalu, melukai dua orang dan merusak sedikitnya 53 rumah dan 6 bisnis.

    Gubernur Virginia Barat Patrick Morrisey mengeluarkan keadaan darurat di 10 daerah selatan karena hujan lebat dan banjir, yang memungkinkan negara bagian itu menggunakan sumber dayanya untuk membantu pemerintah daerah.

    Kentucky, Tennessee, Virginia Barat, dan Arkansas berada di bawah peringatan banjir, dan penduduk diperingatkan oleh Layanan Cuaca Nasional untuk tidak berada di jalan. Beberapa bagian Kentucky barat menghadapi hujan lebat.

    Beshear secara preemptif mengumumkan keadaan darurat di Kentucky. Banjir bandang melanda beberapa jalan di Bowling Green.

    “Kami ingin menempatkan aset secara khusus di tempat-tempat yang banjir dan pernah banjir di masa lalu,” kata Beshear di media sosial.

    Beshear kemudian menggunakan media sosial untuk memberi tahu warga tentang daerah-daerah yang terancam banjir, termasuk Jackson County, dan mengatakan petugas Kepolisian Negara Bagian Kentucky sedang melakukan pemeriksaan kesehatan sementara tempat penampungan dibuka di Pike County dan Jenny Wiley State Resort Park di Prestonsburg.

    Beshear mengatakan dalam sebuah unggahan Sabtu malam bahwa ia telah menulis surat ke Gedung Putih untuk meminta deklarasi bencana darurat dan dana federal untuk daerah-daerah yang terkena dampak.

    Banjir bandang juga diprediksi terjadi di lembah Mississippi, Tennessee, dan Ohio. Di Tennessee, peringatan banjir bandang dikeluarkan untuk sebagian besar wilayah tengah negara bagian tersebut hingga malam hari.

    Layanan Cuaca Nasional AS menyebut hujan yang diperkirakan akan turun sebagai peristiwa banjir bandang besar yang berpotensi bersejarah.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • WNI di AS Cemas Akan Isu Deportasi Massal Trump

    WNI di AS Cemas Akan Isu Deportasi Massal Trump

    Jakarta

    Diaspora Indonesia dan warga negara Indonesia di Amerika Serikat (AS) mengungkap “kecemasan dan kekhawatiran” mereka, usai Presiden AS Donald Trump memasukkan 4.276 WNI ke dalam daftar untuk segera dideportasi dari negara itu.

    Ginokkon Aseando, WNI yang bermukim di Queens, New York, AS, mengatakan perintah deportasi ini paling utama untuk mereka yang “tidak bersurat” dan memiliki “catatan kriminal”.

    Sementara itu, Sinta Penyami Storms, pendiri komunitas diaspora Indonesia, Gapura Philadelphia yang mengedukasi warga negara Indonesia (WNI) mengenai hak-hak mereka di mata regulasi AS mengaku sudah lama mendengar kabar perintah deportasi kepada sejumlah WNI.

    Lebih dari 4.000 WNI tersebut menerima final order removal atau perintah akhir pemindahan.

    Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal sehingga harus angkat kaki dari negara tersebut.

    Final order removal ini umumnya diberikan kepada mereka yang memiliki catatan kriminal, pelanggaran imigrasi, serta status legal yang kadaluarsa.

    ‘Saat inagurasi, langsung terjadi kepanikan, orang-orang histeris’

    Sinta Penyami Storms, 47, diaspora Indonesia di Philadelphia yang sudah menjadi warga negara AS mengaku setelah Trump resmi kembali menjabat presiden AS, “terjadi kepanikan” di kalangan WNI di AS.

    “Pada saat inaugurasi [Trump] itu langsung terjadi kepanikan, orang-orang histeris gitu,” kata Sinta, kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (07/02).

    “Kepanikan” dan “histeria” ini cukup beralasan, menurut Sinta, sebab saat itu makin banyak polisi imigrasi berkeliaran di Philadelphia Selatan.

    Ini kontras dengan apa yang terjadi sebelum inaugurasi Trump pada awal Januari silam.

    “Jadi situasinya memang banyak kecemasan dan kekhawatiran,” kata dia.

    Getty ImagesPetugas ICE Philadelphia melakukan operasi penegakan hukum di tempat pencucian mobil dan menangkap tujuh orang pada 28 Januari 2025 di Philadelphia, Pennsylvania.

    “Kalau dibilang ketakutan ya mungkin ada juga, tapi lebih banyak cemas,” tutur Sinta.

    “Apakah saya aman kalau saya berangkat kerja, apakah saya aman kalau saya mengantarkan anak saya sekolah, atau mungkin pergi berbelanja,” ujarnya kemudian.

    Sita bilang hal serupa juga dialami WNI yang tinggal di wilayah lain, seperti Chicago di wilayah Barat Tengah, hingga California di pesisir Barat.

    Umumnya, kata Sinta, kecemasan dan ketakutan dirasakan mereka yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa.

    Salah satu dari tujuh imigran yang ditangkap oleh petugas ICE Philadelphia dalam operasi penegakan hukum di tempat pencucian mobil pada 28 Januari 2025. (Getty Images)

    Lebih lanjut, Sinta mengungkapkan kabar perintah deportasi kepada sejumlah WNI sudah lama tersiar, utamanya terhadap mereka yang mencari suaka akibat Peristiwa 1998.

    “Perintah deportasi itu ada yang sudah lama sekali.”

    “Mereka datang dengan asylum karena kerusuhan dan turunnya Suharto dan lain-lain. Jadi yang dijadikan target adalah orang-orang yang seperti itu,” jelas Sinta.

    “Kalau perintah deportasi yang akhir-akhir ini mungkin enggak terlalu banyak.”

    Getty ImagesPenindakan petugas ICE Philadelphia terhadap imigran pada 28 Januari 2025 silam. Sebanyak delapan imigran gelap ditangkap.

    Sinta mengatakan para petugas Immigration and Customs Enforcement (ICE) sejauh ini cenderung melakukan penindakan kepada para imigran asal negara-negara Amerika Latin.

    Menurut Sinta, wilayah yang paling rentan bagi para imigran adalah di negara bagian Floridayang baru-baru ini mengeluarkan beleid menyasar para imigran.

    Aturan yang diteken Gubernur Ron DeSantis pada Februari 2025 ini mengatur peningkatan hukuman dan penolakan pembayaran jaminan bagi imigran yang ditindak dan kedapatan tak memegang dokumen resmi.

    Kebijakan ini juga mengatur hukuman mati bagi imigran yang tak memiliki dokumen valid dan tertangkap melakukan tindak pidana pembunuhan tingkat pertama dan pemerkosaan anak.

    “Jadi saat ini, untuk orang-orang yang sebetulnya sangat berbahaya untuk tinggal di Florida,” kata Sinta.

    Dua WNI ditahan otoritas AS

    Ginokkon Aseando, WNI yang bermukim di Queens, New York, AS, mengatakan kewaspadaan WNI yang bermukim dan bekerja di AS memang hal yang umum dirasakan.

    Ia mencontohkan seorang temannya yang baru pindah ke AS selama satu tahun begitu sigap dalam mengurus izin perizinan tinggalnya, karena takut bermasalah di kemudian hari.

    Meski begitu, ia berpendapat para WNI yang tinggal di kota New York seperti dirinya, tak perlu merasa cemas. Sebab, New York adalah salah satu kota “sanctuary”.

    Status sanctuary ini memungkinkan administrasi kota bisa mengambil kebijakan yang tak tegak lurus dengan aturan pemerintah federal AS, salah satunya dalam hak keimigrasian.

    “Seharusnya sih aman kalau tidak melakukan kriminal,” kata Nando.

    Protes di New York terhadap kebijakan Presiden Donald Trump terkait imigran. (Getty Images)

    Kendati begitu, dia mengaku mendengar kabar dua WNI ditindak otoritas AS. Salah dari mereka bermukim di wilayah tempat dia tinggal di New York.

    “Setahu saya itu orang katanya sudah sempat daftar buat apply pergantian status imigrasi, tapi ditolak,” ujar pria yang akrab disapa Nando ini.

    “Pas laporan tahunan katanya ditangkap. Nah, kalau misalkan karena laporan tahunan ditangkap, seharusnya dia enggak akan dideportasi, cuma akan dirilis,” jelas Nando.

    Meski begitu, Nando mengaku tak tahu kondisi terkini warga yang ia ceritakan ditindak aparat setempat.

    Siapa saja yang masuk dalam daftar deportasi?

    Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, membenarkan dua WNI ditahan oleh otoritas AS imbas dari kebijakan anti-imigran gelap Presiden Donald Trump.

    “Satu ditahan di Atlanta, Georgia, dan satu ditahan di New York,” kata Judha dalam konferensi pers, Jumat, (07/02).

    Kedua WNI ini adalah bagian dari 4.276 WNI yang tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah dan berstatus belum dihukum.

    Judha menambahkan 4.276 orang ini merupakan bagian dari dari keseluruhan 1,4 juta orang yang masuk daftar final order removal.

    Judha menyebutkan contoh kasus WNI berinisial BK di New York yang ditangkap akhir Januari 2025 lalu.

    Getty ImagesSejumlah warga El Salvador yang dideportasi dari Amerika Serikat (AS) membawa barang-barang pribadi mereka saat tiba di kantor Imigrasi di San Salvadir, El Salvador, 12 Februari 2025.

    Ini terjadi saat BK melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE).

    BK diketahui masuk daftar deportasi sejak 2009 silam.

    Selain itu, Judha mengungkap ada WNI lain, berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia pada 29 Januari.

    “Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor,” kata Judha kepada media, Kamis (13/02), di Jakarta

    Apa yang harus dilakukan ribuan WNI yang terancam dideportasi dari AS?

    Judha mengatakan WNI di AS yang masuk daftar ini bisa melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di negeri tersebut.

    Ia mengimbau agar para WNI mengetahui hak mereka sesuai hukum AS.

    Judha mengatakan perwakilan diplomatik Indonesia di AS bakal memberikan pendampingan hukum.

    Baca juga:

    Sebelum pengumuman daftar deportasi dari Kemenlu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra juga sempat menyinggung perihal rencana Presiden AS Donald Trump yang akan melakukan deportasi besar-besaran para imigran.

    Ia mengatakan pemerintah Indonesia mengantisipasi kebijakan presiden baru AS tersebut.

    “Oleh karena kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan,” kata Yusril, seperti dikutip dari detikcom.

    Apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia?

    Akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia juga berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi isu deportasi WNI dari AS, pasca Trump terpilih.

    Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya bakal bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan yang bisa diberikan para WNI yang terimbas deportasi.

    Ia sempat menyebut bahwa pada masa kampanye menjelang pemilihan presiden AS, pihaknya mendengar ada sejumlah WNI yang mengaku resah di negara itu.

    Salah satu penyebabnya karena mereka mengalami masalah dokumen imigrasi, katanya.

    “Misalnya saja ada yang menetap dengan bekal visa turis atau menggunakan modus pencari suaka politik, tetapi ternyata dokumennya palsu. Ini kejadiannya ada yang terkait WNI kita juga,” kata Pigai, seperti dikutip dari Antara.

    Apakah pemerintah Indonesia perlu mengakomodasi pemulangan ribuan WNI?

    Dengan kondisi ini, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana mengimbau pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi para WNI sekiranya kebijakan deportasi sudah final dan siap dieksekusi pemerintahan Trump.

    “Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia,” kata Hikmahanto kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (14/02).

    Hikmahanto mengatakan kebijakan ini tak terhindarkan karena umumnya mereka yang masuk daftar tersebut “visanya expired ataukah mungkin mereka sudah tidak sesuai dengan izin tinggalnya.”

    Apa perbedaan kebijakan imigran pemerintahan Trump dan Biden?

    Hikmahanto mengatakan isu imigran yang mengalami masalah terkait dokumen keimigrasian ini sudah lama terdengar, namun menurutnya belum ditindak secara masif.

    Pergantian rezim di AS ikut mengubah kebijakan terkait imigran, katanya.

    Getty ImagesMereka yang masuk daftar deportasi ini adalah yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa, mengalami masalah dokumen keimigrasian, dan punya catatan kriminal.

    Dia menilai pemerintahan Trump lebih keras dalam mengambil kebijakan bagi para imigran, dibanding Joe Biden.

    Dugaan Hikmawanto, AS di bawah Biden lebih kendur dalam menindak para imigran.

    Alasannya, menurutnya, kehadiran tenaga kerja para imigran ini memang dibutuhkan untuk mendongkrak kegiatan ekonomi di AS.

    “Banyak yang tahu tapi dianggap oleh pemerintah Amerika tidak terjadi, sehingga ya mereka enggak mengalami deportasi,” kata Hikmahanto.

    Berita ini akan diperbarui.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kasus Campak di AS Meningkat, Vaksinasi Rendah Jadi Biang Keroknya

    Kasus Campak di AS Meningkat, Vaksinasi Rendah Jadi Biang Keroknya

    Jakarta

    Kasus campak meningkat di AS dengan infeksi yang dikonfirmasi di sedikitnya lima negara bagian. Wabah campak telah dilaporkan di Alaska, Georgia, New York City, Rhode Island, dan Texas, sebagian besar terjadi pada orang yang tidak divaksinasi campak.

    Departemen Layanan Kesehatan Negara Bagian Texas melaporkan wabah campak yang pertama kali dilaporkan di Gaines County, Texas, telah berlipat ganda menjadi 48 kasus sejak kasus pertama dicatat awal Februari 2025. Departemen kesehatan negara bagian ini mengatakan mereka memperkirakan lebih banyak kasus akan dilaporkan di Gaines County dan daerah sekitarnya.

    Di antara 48 kasus, 13 telah dirawat di rumah sakit.

    Diberitakan CNN, semua kasus terjadi pada orang yang tidak divaksinasi yang tinggal di Gaines County, yang berbatasan dengan New Mexico. Dua kasus terjadi pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas, sedangkan kasus yang tersisa terjadi pada anak-anak dan remaja.

    Ada 285 kasus campak yang dilaporkan di AS tahun lalu, yang merupakan jumlah terbanyak sejak 2019, demikian catatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Tahun ini, kasus campak telah diidentifikasi di Texas, Alaska, New Mexico, Georgia, Rhode Island, dan New York City.

    Pejabat kesehatan telah mendesak para orang tua untuk memvaksinasi anak-anak yang belum menerima suntikan campak, gondongan, rubella (MMR). CDC merekomendasikan agar anak-anak mendapatkan dua dosis dengan dosis pertama pada usia 12 hingga 15 bulan dan dosis kedua antara usia 4 dan 6 tahun. Satu dosis efektif 93 persen dan dua dosis efektif 97 persen mencegah penyakit tersebut.

    Tingkat vaksinasi telah tertinggal di AS. Baru 93 persen anak usia TK menerima vaksin rutin tertentu, termasuk vaksin MMR, untuk tahun ajaran 2022-23.

    Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS telah menetapkan target bahwa setidaknya 95% anak TK mendapatkan dua dosis vaksin MMR, ambang batas yang diperlukan untuk membantu mencegah wabah penyakit yang sangat menular ini. AS kini gagal mencapai ambang batas tersebut selama empat tahun berturut-turut.

    (kna/kna)

  • Ribuan WNI di AS Terancam Dideportasi, Imbas Aturan Baru Trump

    Ribuan WNI di AS Terancam Dideportasi, Imbas Aturan Baru Trump

    PIKIRAN RAKYAT – Regulasi terbaru yang dikeluarkan oleh Presiden terpilih 2024 Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai penindakan penduduk imigran di AS membuat pemerintah Indonesia meminta Warga Negara Indonesia (WNI) di AS untuk berhati-hati.

    Melalui Kementerian Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia (RI), pemerintah mengimbau para WNI di AS untuk betul-betul memahami dan mematuhi peraturan imigran di negeri Paman Sam tersebut.

    “Kami imbau WNI di AS untuk know your rights supaya tahu ketika terkena penindakan hukum, masih ada hak-hak yang mereka miliki dan harus perjuangkan,” ujar Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.

    Berdasarkan final order of removal Dinas Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), per 24 November 2024, dari total 1,4 juta Warga Negara Asing (WNA) di AS, 4.276 di antaranya merupakan WNI. Ribuan orang ini menghadapi ancaman besar untuk dideportasi.

    Judha kemudian menyampaikan bahwa seluruh perwakilan RI di AS telah mengimbau dan memastikan para WNI tersebut untuk mendapatkan hak-haknya, antara lain hak mendapat akses kekonsuleran dan menghubungi perwakilan RI, hak mendapat pendampingan pengacara, dan hak tidak menyampaikan pernyataan bila tidak didampingi pengacara.

    “Semua hak-hak tersebut dilindungi dalam sistem hukum AS, tapi tentu harus paham supaya ketika mengalami penangkapan, hak-hak mereka tetap terjaga,” ucapnya.

    Pernyataan Judha mengingatkan masyarakat Indonesia kepada penangkapan dua WNI oleh pihak otoritas AS pada akhir Januari lalu. Satu WNI ditahan di Atlanta, Georgia, sementara satu lainnya di New York.

    Sebelumnya, Presiden Trump diketahui menetapkan aturan mengenai deportasi massal imigran yang dinilai tidak memiliki bukti atau dokumen sah untuk tinggal di AS. Aksi ini rupanya mulai diberlakukan pada Rabu, 13 Februari 2025.

    Di hari pertama tersebut, pihak otoritas AS mulai mengirimkan para imigran ke sebuah negara di Amerika Tengah, Panama.

    Meski bukan mayoritas dari tindakan deportasi ini, Indonesia tergolong ke dalam kategori negara Asia yang warganya dideportasi. Adapun mayoritas korban deportasi pada hari pertama ini berasal dari Afghanistan, China, India, Iran, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Turkey, Uzbekistan, dan Vietnam.

    Selain warga negara yang berasal dari Asia, deportasi massal di hari pertama ini juga melibatkan sejumlah besar orang dari Afrika.

    Hingga hari ini, dilaporkan bahwa tindakan deportasi massal masih berlanjut dan kini melibatkan warga negara dari Asia lainnya.

    Kabar terkini mengenai deportasi WNI di AS menyebutkan bahwa, karena tergolong sebagai third world country atau negara dunia ketiga, WNI masuk ke dalam rencana Trump untuk dideportasi ke Guyana, salah satu negara di Amerika Selatan.***(Talitha Azalia Nakhwah_UNPAD)

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 4.276 WNI Masuk Daftar Deportasi dari Amerika Serikat

    4.276 WNI Masuk Daftar Deportasi dari Amerika Serikat

    loading…

    Kementerian Luar Negeri mengungkap 4.276 WNI masuk dalam daftar deportasi dari Amerika Serikat. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri ( Kemlu ) Judha Nugraha mengungkap sebanyak 4.276 WNI masuk ke dalam daftar Final Order of Removal kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE) yang berpotensi dideportasi dari Amerika Serikat (AS).

    Diketahui, Final Order of Removal merupakan perintah deportasi untuk seorang pendatang yang tidak memiliki izin legal untuk tinggal di suatu negara. “Berdasarkan informasi yang diterima perwakilan RI per 24 November 2024, ada 4.276 WNI yang tercatat dalam Final Order of Removal,” kata Judha, dikutip Jumat (14/2/2025).

    Judha menjelaskan WNI yang masuk dalam daftar tersebut berstatus “undocumented” atau tidak dilengkapi dengan dokumen. Mereka kemudian masuk dalam dalam daftar “Non-Citizen, Non-Detained with Final Order of Removal”.

    “Jadi (mereka) tidak ditangkap, tidak ditahan, namun masuk dalam list Final Order of Removal. (Jumlah WNI) ada 4.276 dari total 1,4 juta warga negara asing yang ada di Amerika Serikat yang masuk dalam Final Order tersebut,” jelasnya.

    Sebelumnya Judha menyampaikan sudah ada dua WNI yang telah ditahan imbas program deportasi massal AS. Dua WNI yang dilaporkan undocumented tersebut ditahan di Atlanta, Georgia dan New York.

    Judha mengungkapkan WNI yang ditahan berinisial TN ditangkap di Georgia pada 29 Januari 2025. Kemudian, WNI berinisial BK ditangkap imigrasi AS di New York pada 28 Januari 2024. Dia menyebut BK ditangkap saat melakukan lapor tahunan di Kantor ICE AS.

    Judha mengatakan BK sudah masuk dalam daftar deportasi sejak 2009 dan kemudian yang bersangkutan telah mengajukan asilum atau izin tinggal tetapi ditolak. Sementara itu, Judha masih terus memantau terkait 4.276 WNI di AS yang berpotensi ditangkap oleh otoritas ICE AS.

    “Kami akan terus pantau, terus monitor. Sekali lagi kita terus menghimbau kepada masyarakat jika terjadi kasus penangkapan, segera hubungi hotline perwakilan KBRI terdekat. Kemudian pahami hak-hak yang mereka miliki dalam sistem hukum Amerika Serikat. KBRI ataupun KJRI akan memberikan pendampingan hukum yang diperlukan,” ujarnya.

    (cip)

  • 4 Ribu WNI di AS Terancam Dideportasi Buntut Kebijakan Trump

    4 Ribu WNI di AS Terancam Dideportasi Buntut Kebijakan Trump

    Jakarta

    Sebanyak 4.276 Warga Negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) masuk daftar pemerintahan Presiden Donald Trump untuk segera dideportasi. Di antara mereka adalah WNI yang mengalami masalah dokumen imigrasi, status legal yang kadaluarsa, juga terkena kasus kriminal.

    Lebih dari 4.000 WNI tersebut menerima final order removal atau perintah akhir pemindahan.

    Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal sehingga harus angkat kaki dari negara tersebut.

    Final order removal ini umumnya diberikan kepada mereka yang memiliki catatan kriminal, pelanggaran imigrasi, serta status legal yang kadaluarsa.

    Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan, di antara 4.276 orang ini, ada yang tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah, dan berstatus belum dihukum.

    Judha menambahkan 4.276 orang ini merupakan bagian dari dari keseluruhan 1,4 juta orang yang masuk daftar final order removal.

    Getty ImagesSejumlah warga El Salvador yang dideportasi dari Amerika Serikat (AS) membawa barang-barang pribadi mereka saat tiba di kantor Imigrasi di San Salvadir, El Salvador, 12 Februari 2025.

    Judha menyebutkan contoh kasus WNI berinisial BK di New York yang ditangkap akhir Januari 2025 lalu.

    Ini terjadi saat BK melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE).

    BK diketahui masuk daftar deportasi sejak 2009 silam.

    Selain itu, Judha mengungkap ada WNI lain, berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia pada 29 Januari.

    “Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor,” kata Judha kepada media, Kamis (13/02), di Jakarta

    Apa yang harus dilakukan ribuan WNI yang terancam dideportasi dari AS?

    Judha mengatakan WNI di AS yang masuk daftar ini bisa melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di negeri tersebut.

    Ia mengimbau agar para WNI mengetahui hak mereka sesuai hukum AS.

    Judha mengatakan perwakilan diplomatik Indonesia di AS bakal memberikan pendampingan hukum.

    Sebelum pengumuman daftar deportasi dari Kemenlu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra juga sempat menyinggung perihal rencana Presiden AS Donald Trump yang akan melakukan deportasi besar-besaran para imigran.

    Ia mengatakan pemerintah Indonesia mengantisipasi kebijakan presiden baru AS tersebut.

    “Oleh karena kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan,” kata Yusril, seperti dikutip dari detikcom.

    Baca juga:

    Apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia?

    Akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia juga berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi isu deportasi WNI dari AS, pasca Trump terpilih.

    Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya bakal bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan yang bisa diberikan para WNI yang terimbas deportasi.

    Ia sempat menyebut bahwa pada masa kampanye menjelang pemilihan presiden AS, pihaknya mendengar ada sejumlah WNI yang mengaku resah di negara itu.

    Salah satu penyebabnya karena mereka mengalami masalah dokumen imigrasi, katanya.

    “Misalnya saja ada yang menetap dengan bekal visa turis atau menggunakan modus pencari suaka politik, tetapi ternyata dokumennya palsu. Ini kejadiannya ada yang terkait WNI kita juga,” kata Pigai, seperti dikutip dari Antara.

    Apakah pemerintah Indonesia perlu mengakomodasi pemulangan ribuan WNI?

    Dengan kondisi ini, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana mengimbau pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi para WNI sekiranya kebijakan deportasi sudah final dan siap dieksekusi pemerintahan Trump.

    “Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia,” kata Hikmahanto kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (14/02).

    Hikmahanto mengatakan kebijakan ini tak terhindarkan karena umumnya mereka yang masuk daftar tersebut “visanya expired ataukah mungkin mereka sudah tidak sesuai dengan izin tinggalnya.”

    Apa perbedaan kebijakan imigran pemerintahan Trump dan Biden?

    Hikmahanto mengatakan isu imigran yang mengalami masalah terkait dokumen keimigrasian ini sudah lama terdengar, namun menurutnya belum ditindak secara masif.

    Pergantian rezim di AS ikut mengubah kebijakan terkait imigran, katanya.

    Getty ImagesMereka yang masuk daftar deportasi ini adalah yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa, mengalami masalah dokumen keimigrasian, dan punya catatan kriminal.

    Dia menilai pemerintahan Trump lebih keras dalam mengambil kebijakan bagi para imigran, dibanding Joe Biden.

    Dugaan Hikmawanto, AS di bawah Biden lebih kendur dalam menindak para imigran.

    Alasannya, menurutnya, kehadiran tenaga kerja para imigran ini memang dibutuhkan untuk mendongkrak kegiatan ekonomi di AS.

    “Banyak yang tahu tapi dianggap oleh pemerintah Amerika tidak terjadi, sehingga ya mereka enggak mengalami deportasi,” kata Hikmahanto.

    Berita ini akan diperbarui.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Imbas Kebijakan Imigrasi Donald Trump, 4.276 WNI di Amerika Serikat Terancam Dideportasi – Halaman all

    Imbas Kebijakan Imigrasi Donald Trump, 4.276 WNI di Amerika Serikat Terancam Dideportasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS, JAKARTA – Sebanyak 4.276 Warga Negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat terancam dideportasi.

    Mereka terancam dideportasi dari negara tersebut imbas kebijakan imigrasi yang lebih ketat di Amerika Serikat pasca-dilantiknya kembali Donald Trump menjadi presiden.

    Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha mengatakan, hingga November 2024, ada 4.276 WNI di Amerika Serikat yang tercatat dalam Final Order of Removal.

    Final order of removal atau perintah pengusiran terakhir adalah putusan hukum yang memerintahkan seseorang meninggalkan suatu negara.

    “Jadi ini dapat kami sampaikan bahwa berdasarkan informasi yang diterima oleh perwakilan RI per tanggal 24 November 2024, ada 4.276 warga negara Indonesia yang tercatat dalam Final Order of Removal,” kata Judha dalam press briefing Kemlu RI di kantor Kemlu RI, Jakarta, Kamis (13/2/2025).

    “Ini tahun 2024 ya, tahun 2024 dahulu memang bagi warga negara kita yang berstatus undocumented dan kemudian masuk dalam list namanya Non-Citizen, Non-Detain with Final Order of Removal. Jadi tidak ditangkap, tidak ditahan, namun masuk dalam list Final Order of Removal. Itu ada 4.276 dari total 1,4 juta warga negara asing yang ada di Amerika Serikat yang masuk dalam Final Order tersebut. Ini sebagai contoh kasus BK yang ditangkap di New York, itu sebetulnya dia sudah masuk ke dalam Final Order,” jelas Judha.

    Judha menjelaskan, Kementerian Luar Negeri dan 6 perwakilan RI di AS telah berkoordinasi mengantisipasi dan menyiapkan langkah-langkah perlindungan yang diperlukan.

    Hingga saat ini, ada dua WNI yang dilaporkan ditangkap, satu di Atlanta, Georgia, dan satu di New York. Sisanya masih dalam pemantauan.

    “Kita terus pantau. Saat ini kan hanya dua yang kami dapat informasi ditahan. Kita akan terus monitor. Sekali lagi kita terus mengimbau kepada masyarakat jika terjadi kasus penangkapan, segera hubungi hotline perwakilan RI kita yang terdekat. Kemudian pahami hak-hak yang mereka miliki dalam sistem hukum Amerika Serikat dan KBRI ataupun KJRI akan memberikan pendampingan hukum yang diperlukan,” lanjutnya.

    Sementara itu Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengatakan, kebijakan imigrasi yang lebih ketat di Amerika Serikat itu tidak hanya menyasar WNI, tetapi juga warga negara asing lainnya, terutama dari Amerika Latin, Tengah, dan Selatan.

    “Terkait kebijakan (Presiden Donald) Trump, ini kan memang khusus ditujukan kepada para warga negara asing di Amerika Serikat secara ilegal, dan ini bukan WNI saja, tapi justru dari negara-negara lain, terutama dari negara-negara Amerika Latin, Tengah dan Selatan,” kata Arrmanatha Nasir.

    Sebagai langkah antisipasi, pemerintah Indonesia mengimbau kepada para WNI untuk selalu membawa kartu identitas agar dapat segera menyampaikan status legalitas mereka saat ada razia.

    Jika ada WNI yang tertangkap, kata dia, Perwakilan RI di Amerika Serikat dapat meminta kepulangan mereka atau memberikan bantuan hukum yang diperlukan.

    “Antisipasi yang dilakukan termasuk terus mengimbau WNI untuk selalu membawa kartu identitas. Jadi apabila ada razia, mereka bisa segera menyampaikan status legal/ilegal. Dan apabila kita ketahui WNI yang terkena razia, kita perwakilan bisa meminta segera atas kepulangan, itu upaya kita bisa membantu mereka apakah ada upaya untuk bisa melakukan bantuan hukum yang diperlukan,” kata Armanantha.(Grace Sanny Vania)

  • Deportasi AS Imbas Kebijakan Trump: 4.276 WNI Terancam, Dua Ditangkap – Halaman all

    Deportasi AS Imbas Kebijakan Trump: 4.276 WNI Terancam, Dua Ditangkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak 4.276 Warga Negara Indonesia (WNI) masuk dalam daftar Final Order of Removal di Amerika Serikat. Sementara itu, dua WNI lainnya ditangkap terkait masalah imigrasi.

    Final Order of Removal di Amerika Serikat atau perintah pengusiran terakhir adalah putusan hukum yang memerintahkan seseorang meninggalkan suatu negara.

    Informasi itu disampaikan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (PWNI Kemlu) Judha Nugraha.

    “Jadi ini dapat kami sampaikan bahwa berdasarkan informasi yang diterima oleh perwakilan RI per tanggal 24 November 2024, ada 4.276 warga negara Indonesia yang tercatat dalam Final Order of Removal,” kata dia, saat ditemui awak media di Kantor Kemlu RI, Jakarta, Kamis (13/2/2025).

    Dengan adanya penetapan tersebut, maka pejabat imigrasi di negara yang bersangkutan juga harus memasukkan para imigran tersebut ke daftar deportasi.

    Terhadap 4.276 WNI yang masuk daftar deportasi AS itu kata Judha, saat ini keseluruhannya belum ditetapkan dalam perkara hukum atau gepuk dilakukan penangkapan.

    Jumlah tersebut kata Judha, merupakan bagian dari 1,4 juta warga negara asing dari berbagai negara yang masuk daftar Final Order of Removal yang berada di AS.

    “Jadi tidak ditangkap, tidak ditahan, namun masuk dalam list Final Order of Removal. Itu ada 4.276 dari total 1,4 juta warga negara asing yang ada di Amerika Serikat yang masuk dalam Final Order tersebut,” kata dia.

    Kendati demikian, Judha menyebut sejauh ini sudah ada dua WNI yang masuk sudah ditangkap.

    Keduanya yakni berinisial BK di New York yang ditangkap pada 28 Januari 2025 dan TRN yang ditangkap di Atlanta, Georgia pada 29 Januari 2025.

    “Yang dapat kami sampaikan ada dua warga negara Indonesia yang sudah ditangkap, satu di Atlanta, Georgia, satu di New York,” beber dia.

    Judha lantas membeberkan terkait dengan penangkapan BK. Kata dia, yang bersangkutan sudah masuk dalam daftar Final Order of Removal AS sejak 2009 lalu.

    Namun pada saat ingin melakukan pelaporan ke Immigration and Custom Enforcement (ICE) yang ada di Amerika Serikat atau kantor imigrasi di wilayah tersebut, BK ditangkap.

    “Nah kejadiannya pada saat itu Pak BK ini sedang melakukan proses pelaporan ke kantor ICE untuk yang sudah dilakukan sejak tahun 2009 kan, masuk ke Final Ordernya itu sejak 2009. Nah namun pada saat itu kemudian ditangkap,” kata dia.

    Terkait dengan hal tersebut, Judha menyatakan, bahwasanya Kemlu RI akan terus melakukan pemantauan terhadap para WNI yang berada di AS.

    Dirinya juga mengingatkan, agar para WNI dapat menggunakan hak pendampingan hukum jika memang terjadi penangkapan.

    “Kita terus pantau, saat ini kan hanya dua yang kami dapat informasi ditahan. Kita akan terus monitor, sekali lagi kita terus menghimbau kepada masyarakat jika terjadi kasus penangkapan, segera hubungi hotline perwakilan RI kita yang terdekat,” tutur Judha.

    “Kemudian pahami hak-hak yang mereka miliki dalam sistem hukum Amerika Serikat dan KBRI ataupun KJRI akan memberikan pendampingan hukum yang diperlukan,” tandas dia.

    Untuk diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara agresif mempublikasikan penangkapan ribuan imigran yang akan deportasi massal. 

    Sejak ia dilantik 20 Januari lalu, tercatat lebih dari 8.000 imigran yang ditangkap, termasuk dua orang Warga Negara Indonesia (WNI).

  • Donald Trump Perketat Kebijakan Imigrasi, Kemlu RI Minta WNI di AS Selalu Bawa Kartu Identitas – Halaman all

    Donald Trump Perketat Kebijakan Imigrasi, Kemlu RI Minta WNI di AS Selalu Bawa Kartu Identitas – Halaman all

    TRIBUNNEWS, JAKARTA- Kebijakan imigrasi yang lebih ketat di Amerika Serikat pasca-dilantiknya kembali Donald Trump menjadi presiden menyebabkan peningkatan penangkapan warga negara asing ilegal di Negara Paman Sam tersebut.
     
    Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menjelaskan bahwa kebijakan imigrasi yang lebih ketat di Amerika Serikat itu tidak hanya menyasar WNI, tetapi juga warga negara asing lainnya, terutama dari Amerika Latin, Tengah, dan Selatan.

    “Terkait kebijakan (Presiden Donald) Trump, ini kan memang khusus ditujukan kepada para warga negara asing di Amerika Serikat secara ilegal, dan ini bukan WNI saja, tapi justru dari negara-negara lain, terutama dari negara-negara Amerika Latin, Tengah dan Selatan,” kata Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Arrmanatha Nasir, dalam press briefing di Kemlu RI, Jakarta, Kamis (13/2/2025).

    Sebagai langkah antisipasi, pemerintah Indonesia terus mengimbau kepada para WNI untuk selalu membawa kartu identitas agar dapat segera menyampaikan status legalitas mereka saat ada razia. 

    Jika ada WNI yang tertangkap, kata dia, Perwakilan RI di Amerika Serikat dapat meminta kepulangan mereka atau memberikan bantuan hukum yang diperlukan. 

    “Antisipasi yang dilakukan termasuk terus mengimbau WNI untuk selalu membawa kartu identitas. Jadi apabila ada razia, mereka bisa segera menyampaikan status legal/ilegal. Dan apabila kita ketahui WNI yang terazia, kita perwakilan bisa meminta segera atas kepulangan, itu upaya kita bisa membantu mereka apakah ada upaya untuk bisa melakukan bantuan hukum yang diperlukan,” kata Armanantha.

    Sementara itu Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha menambahkan, sebanyak 4.276 WNI tercatat dalam Final Order of Removal. 

    Final order of removal atau perintah pengusiran terakhir adalah putusan hukum yang memerintahkan seseorang meninggalkan suatu negara.

    “Jadi ini dapat kami sampaikan bahwa berdasarkan informasi yang diterima oleh perwakilan RI per tanggal 24 November 2024, ada 4.276 warga negara Indonesia yang tercatat dalam Final Order of Removal,” katanya. 

    “Ini tahun 2024 ya, tahun 2024 dahulu memang bagi warga negara kita yang berstatus undocumented dan kemudian masuk dalam list namanya Non-Citizen, Non-Detain with Final Order of Removal. Jadi tidak ditangkap, tidak ditahan, namun masuk dalam list Final Order of Removal. Itu ada 4.276 dari total 1,4 juta warga negara asing yang ada di Amerika Serikat yang masuk dalam Final Order tersebut. Ini sebagai contoh kasus BK yang ditangkap di New York, itu sebetulnya dia sudah masuk ke dalam Final Order,” jelas Judha.

    Judha menjelaskan, Kementerian Luar Negeri dan 6 perwakilan RI di AS telah berkoordinasi untuk mengantisipasi dan menyiapkan langkah-langkah perlindungan yang diperlukan. 

    Hingga saat ini, ada dua WNI yang dilaporkan ditangkap, satu di Atlanta, Georgia, dan satu di New York. Sisanya masih dalam pemantauan.

    “Kita terus pantau, saat ini kan hanya dua yang kami dapat informasi ditahan. Kita akan terus monitor, sekali lagi kita terus mengimbau kepada masyarakat jika terjadi kasus penangkapan, segera hubungi hotline perwakilan RI kita yang terdekat. Kemudian pahami hak-hak yang mereka miliki dalam sistem hukum Amerika Serikat dan KBRI ataupun KJRI akan memberikan pendampingan hukum yang diperlukan,” lanjutnya.

    Pemerintah Indonesia akan terus memantau situasi ini dan memberikan bantuan yang diperlukan bagi WNI yang terdampak oleh kebijakan imigrasi AS yang diperketat.(Grace Sanny Vania)

  • Hari Persatuan Farmasi Indonesia, Simak Fakta Menarik Seputar Farmasi

    Hari Persatuan Farmasi Indonesia, Simak Fakta Menarik Seputar Farmasi

    Liputan6.com, Yogyakarta – Setiap 13 Februari diperingati sebagai Hari Persatuan Farmasi Indonesia. Apoteker dan ahli farmasi yang berkutat di bidang ini memiliki peranan penting dalam dunia kesehatan di Indonesia.

    Peringatan Hari Persatuan Farmasi Indonesia dilatarbelakangi oleh didirikannya Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) pada 13 Februari 1946. Mengenal lebih dalam tentang farmasi, berikut fakta menarik di baliknya:

    1. Farmasi adalah kombinasi ilmu kesehatan dan ilmu kimia

    Farmasi adalah salah satu bidang kesehatan yang mengombinasikan ilmu kesehatan dan ilmu kimia. Dua kombinasi ilmu ini sangat diperlukan di dunia medis.

    Bidang farmasi berfokus pada obat-obatan, mulai dari proses peracikan, pengembangan, dan penggunaannya. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat.

    2. Lisensi Apoteker Pertama di Amerika Didapatkan Louis Dufilho

    Louis Dufilho menjadi apoteker pertama di Amerika yang memiliki lisensi. Pada 1816, ia mendapatkan lisensi tersebut.

    Sebelumnya, seseorang tak perlu lisensi untuk jadi apoteker. Ia kemudian membuka apotek pada 1823

    3. Benjamin Franklin dan Agatha Christie Pernah Berkecimpung di Bidang Farmasi

    Tokoh terkenal Amerika, Benjamin Franklin, adalah seorang ilmuwan. Ia berperan penting dalam pendirian Rumah Sakit Philadelphia dan apotek rumah sakit pertama di Amerika Serikat pada 1752.

    Sementara itu, Agatha Christie adalah seorang teknisi farmasi yang merangkap sebagai penulis. Saat Perang Dunia I, ia menjadi relawan sebagai perawat.

    Selama berlangsungnya Perang Dunia II, Agatha kembali menjadi relawan dan membantu di farmasi di sebuah rumah sakit universitas di London. Pengalamannya di bidang farmasi digunakannya sebagai bahan tulisan.

    4. Penemu Coca-cola John Pemberton adalah Seorang Apoteker

    Salah satu merek minuman soda terkenal, Coca-cola, adalah hasil penemuan seorang apoteker bernama Dr John Stith Pemberton. Penemuan pada 8 Mei 1886 itu terjadi di Atlanta, Georgia.

    Ia kemudian menguji minuman tersebut pada pelanggan di apotek setempat, Jacobs’ Pharmacy. Minuman tersebut kemudian menjadi sangat populer dan dijual dengan harga lima sen per gelas.

    Adapun nama Coca-cola diciptakan oleh mitra bisnis Pemberton, Frank Mason Robinson. Ia menulisnya dengan tulisan Spencerian yang masih digunakan sebagai logo resmi hingga sekarang.

    5. Seragam Putih

    Mereka yang berkecimpung di dunia farmasi umumnya mengenakan seragam berwarna putih. Bahkan, pelajar di jurusan ini pun juga mengenakan seragam putih.

    Seragam putih menjadi kebanggaan orang farmasi. Warna ini juga menjadi salah satu warna yang diunggulkan atau diutamakan dalam bidang kesehatan.

    Warna ini melambangkan kebersihan, kemurnian, dan rasa aman. Selain itu, pakaian berwarna putih dipilih agar mudah dikenali oleh rekan kerja maupun pasien.