Negara: Ethiopia

  • Kapal Tenggelam di Perairan Yaman, 27 Migran Tewas-Ratusan Penumpang Hilang

    Kapal Tenggelam di Perairan Yaman, 27 Migran Tewas-Ratusan Penumpang Hilang

    Jakarta

    Sebuah kapal tenggelam di lepas pantai perairan Yaman. Peristiwa itu menyebabkan 27 migran dan lebih dari 100 penumpang lainnya di dalam kapal meninggal dunia.

    “Pada tahap ini, kematian 27 orang telah dikonfirmasi, jenazah mereka telah ditemukan,” kata seorang sumber keamanan dilansir AFP, Senin (4/8/2025).

    Peristiwa itu terjadi pada Minggu (3/8) waktu setempat. Kapal sedang menuju pantai di Provinsi Abyan.

    Direktorat Keamanan Provinsi Abyan mengatakan bahwa pasukan keamanan saat ini sedang melakukan operasi besar-besaran untuk mengevakuasi sejumlah besar jenazah migran Ethiopia (Oromos) yang tenggelam di lepas pantai Abyan saat mencoba memasuki wilayah Yaman secara ilegal”.

    “Banyak jenazah telah ditemukan di berbagai pantai, menunjukkan bahwa sejumlah korban masih hilang di laut,” tambahnya.

    Meskipun perang telah melanda Yaman sejak 2014, migrasi ilegal melalui negara miskin tersebut terus berlanjut, khususnya dari Ethiopia, yang juga telah dilanda konflik etnis.

    Para migran menyeberangi Selat Bab al-Mandab, yang memisahkan Djibouti dari Yaman dan merupakan rute utama perdagangan internasional menuju dan dari Terusan Suez, serta untuk migrasi dan perdagangan manusia.

    Monarki-monarki Teluk yang kaya, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, menampung sejumlah besar pekerja asing dari Asia Selatan dan Afrika.

    Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB, puluhan ribu migran terdampar di Yaman dan mengalami penganiayaan dan eksploitasi selama perjalanan mereka.

    (ygs/ygs)

  • Kecelakaan Pesawat Jatuh di Hutan Rimba, 48 Orang Tewas

    Kecelakaan Pesawat Jatuh di Hutan Rimba, 48 Orang Tewas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebuah pesawat penumpang Antonov An-24 yang mengangkut 48 orang jatuh di timur jauh Rusia, Kamis (26/7/2025) lalu. Pesawat tersebut jatuh saat bersiap untuk mendarat dan menewaskan semua orang di dalamnya.

    Dilansir Reuters, badan pesawat tersebut merupakan pabrikan tua yakni tahun 1976, namun masih digunakan. Kantor Kejaksaan Transportasi Timur Jauh mengungkapkan pesawat itu mencoba mendarat untuk kedua kalinya setelah gagal pada pendaratan pertamanya.

    Pesawat yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan regional Siberia milik pribadi Angara, itu tengah dalam perjalanan dari kota Blagoveshchensk dekat perbatasan Cina ke Tynda, persimpangan kereta api penting di wilayah Amur.

    Penyelidik mengatakan bahwa mereka menjadikan insiden tersebut sebagai kasus kriminal atas dugaan pelanggaran lalu lintas udara dan peraturan transportasi udara, yang mengakibatkan kematian lebih dari dua orang karena kelalaian.

    Sementara itu, kantor berita Rusia melaporkan pesawat itu baru-baru ini melewati pemeriksaan keamanan teknis dan telah terlibat dalam empat insiden ‘kecil’ sejak 2018.

    Kecelakaan itu kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran baru tentang kelayakan penerbangan dengan pesawat tua. Di sisi lain, Rusia juga saat ini tengah dihadapkan dengan Sanksi Uni Eropa yang menekan kemampuan Moskow untuk mengakses investasi dan suku cadang.

    Hal itu dinilai dapat mendorong negara-negara lain yang mengoperasikan pesawat untuk meninjau armada mereka. Termasuk Korea Utara, Kazakhstan, Laos, Kuba, Ethiopia, Myanmar, dan Zimbabwe dalam mengoperasikan An-24.

    Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan belasungkawanya kepada keluarga mereka yang tewas dalam insiden tersebut. Putin terpantau diam selama satu menit di awal pertemuan pemerintah.

    Dengan begitu, Pemerintahan Rusia mengatakan telah membentuk sebuah komisi untuk menangani akibatnya selain investigasi kriminal dan keselamatan udara. Seorang perwakilan Angara mengatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bill Gates Mendadak Bongkar Dosa Besar Donald Trump

    Bill Gates Mendadak Bongkar Dosa Besar Donald Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bill Gates melontarkan kritik keras terhadap Presiden AS Donald Trump. Pendiri Microsoft tersebut menuding Trump membuat “kesalahan besar” dengan memangkas pendanaan bantuan luar negeri yang selama ini menyelamatkan jutaan nyawa, terutama di negara-negara berkembang.

    Lewat akun X (dulu Twitter), Gates menyebut dampak dari kebijakan pemotongan itu sangat fatal.

    “Dampak bencana dari pemotongan ini sepenuhnya bisa dicegah, dan masih belum terlambat untuk membalikkan keadaan,” tulis Gates dalam unggahan di X, dikutip dari CNBC Internasional, Senin (14/7/2025).

    Gates merespons laporan yang menyebut obat HIV untuk anak-anak tidak lagi dikirim ke Afrika dalam beberapa bulan terakhir, dan pasokan yang ada akan kedaluwarsa dalam beberapa minggu.

    Bahkan, dilaporkan juga terjadi kekurangan tabung oksigen untuk bayi dan obat-obatan penyakit menular seksual.

    Sebagai ketua dari organisasi nirlaba Gates Foundation, Gates juga menyampaikan keprihatinannya atas pemangkasan ini dalam pidatonya di Ethiopia pada Juni lalu.

    “Ada begitu banyak pemotongan dalam program bantuan luar negeri, dilakukan begitu tiba-tiba hingga menyebabkan pengiriman obat terganggu total. Ini bukan hanya kesalahan administratif. Ini kesalahan moral,” kata Gates dalam pidatonya.

    Tak hanya itu, Gates juga menyesalkan keputusan pemerintahan Trump yang memotong komitmen terhadap program PEPFAR dan membekukan dukungan untuk aliansi vaksin Gavi, yang didirikan oleh Gates Foundation pada 1999.

    Sebagai informasi, USAID resmi dibubarkan pada 30 Juni dan kini dilebur ke dalam Departemen Luar Negeri AS. Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebut bantuan AS ke depan akan lebih “tertarget dan dibatasi waktu.”

    Gates sendiri diketahui menyumbangkan US$ 50 juta untuk kampanye kandidat presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris.

    Pada akhir Desember, Gates makan malam bersama Trump di resor Mar-a-Lago milik Trump di Florida. Namun, menurut laporan The New York Times, Menteri Luar Negeri Marco Rubio menolak bertemu dengan Gates sejak menjabat awal Januari.

    Pekan lalu, Rubio mengatakan bahwa ke depan, bantuan mereka akan lebih terarah dan dibatasi waktunya. USAID kini telah dilebur ke dalam Departemen Luar Negeri.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan kepada NPR pada Juni lalu bahwa pihaknya tengah meninjau pendanaan untuk President’s Emergency Plan for AIDS Relief (PEPFAR).

    Komentar Gates muncul seminggu setelah ia mengatakan bahwa pemangkasan bantuan ini sudah menyebabkan kematian.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mengapa Trump Begitu Takut pada BRICS?

    Mengapa Trump Begitu Takut pada BRICS?

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump kembali mempertegas sikap kerasnya terhadap BRICS, aliansi negara-negara berkembang dengan ekonomi besar seperti Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Ia memperingatkan bahwa dorongan kelompok ini untuk melemahkan dominasi dolar AS mengancam supremasi ekonomi Amerika.

    Bertepatan dengan pertemuan tahunan para pemimpin BRICS di Rio de Janeiro, Trump pada Minggu (05/7) bersumpah akan memberlakukan tambahan tarif sebesar 10 persen terhadap negara manapun yang mendukung kebijakan “anti-Amerika” dari blok tersebut. Ancaman itu menambah tekanan di tengah tarif-tarif lain yang sudah diterapkan atau masih direncanakan.

    Penangguhan tarif selama 90 hari yang diberlakukan pemerintahan Trump akan berakhir pada Rabu (9/7). Menurut Gedung Putih, surat pemberitahuan soal tarif impor baru sudah dikirim ke puluhan negara.

    Ancaman terbaru Trump memang lebih kecil dibanding ancaman tarif 100 persen yang ia lontarkan pada Januari lalu terhadap negara-negara yang ia anggap “bermain-main dengan dolar”. Namun ia tetap bersikeras bahwa posisi dolar sebagai mata uang cadangan dunia harus dipertahankan.

    Dalam satu dekade terakhir, BRICS telah tumbuh dari empat menjadi sepuluh anggota, termasuk Indonesia yang bergabung pada Januari. Arab Saudi juga tercantum sebagai anggota, meskipun hingga kini belum secara resmi mengonfirmasi statusnya. BRICS juga memiliki sembilan negara mitra, dan puluhan negara lainnya berada dalam antrean untuk masuk.

    Blok ini sering disebut sebagai alternatif G7 versi Cina, dan kini mencakup seperempat ekonomi global serta hampir separuh populasi dunia.

    Diversifikasi dari dolar, tapi belum ada pengganti yang nyata

    Dalam beberapa waktu terakhir, BRICS semakin gencar mendorong perdagangan antaranggota menggunakan mata uang lokal, sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada dolar.

    Setelah terkena sanksi dan tarif dari Barat, Rusia dan Cina memimpin gerakan yang disebut dedolarisasi. Keduanya telah menyelesaikan sejumlah transaksi energi menggunakan rubel dan yuan. Sementara itu, India sejak 2023 membayar minyak murah dari Rusia dalam yuan, rubel, bahkan dirham dari Uni Emirat Arab.

    “India bersama Brasil mencoba menyeimbangkan narasi anti-Barat dari BRICS yang saat ini didominasi Cina dan Rusia,” ujar Garcia-Herrero, yang juga menjabat Kepala Ekonom Asia Pasifik di bank investasi Prancis, Natixis.

    Situs resmi BRICS mencatat bahwa dari total perdagangan global senilai sekitar 33 triliun dolar AS (sekitar Rp537,9 kuadriliun) pada 2024, hanya sekitar 3 persen atau 1 triliun dolar (sekitar Rp16,3 kuadriliun) yang berasal dari perdagangan antar-anggota BRICS.

    “Mayoritas perdagangan dunia masih diselesaikan menggunakan dolar dan mata uang utama lainnya,” kata ekonom Herbert Poenisch kepada DW. “Butuh waktu dan kerja keras untuk menggulingkan dominasi itu.”

    Dolar AS masih digunakan dalam 90 persen transaksi global dan menyumbang 59 persen dari cadangan devisa dunia. Karena itu, sejumlah ekonom menilai dedolarisasi masih merupakan ancaman jangka panjang yang belum terlalu mendesak.

    Mereka percaya bahwa setiap alternatif dari BRICS akan terganjal oleh kontrol modal terhadap yuan, volatilitas rubel, dan keraguan sejumlah anggota untuk benar-benar meninggalkan dolar.

    BRICS tumbuh cepat tapi belum menghasilkan capaian berarti

    Dengan bergabungnya Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Indonesia, serta makin dekatnya negara-negara mitra baru seperti Aljazair dan Malaysia, BRICS jelas sedang berada dalam fase ekspansi cepat.

    Banyak negara tertarik bergabung karena alasan praktis: mereka ingin dunia yang lebih multipolar dan tidak sepenuhnya dikuasai negara-negara Barat. BRICS dianggap bisa memperkuat posisi negara-negara Belahan Bumi Selatan (Global South) di kancah internasional.

    Negara-negara yang khawatir terkena sanksi Barat seperti Iran dan Rusia berharap BRICS dapat membantu melindungi perekonomian mereka lewat BRICS Pay dan BRICS Bridge, dua sistem yang dirancang sebagai alternatif sistem pembayaran Barat seperti SWIFT.

    Sementara itu, negara-negara seperti Ethiopia dan Mesir berharap mendapat akses pembiayaan pembangunan tanpa syarat politik yang biasa melekat dalam bantuan dari negara Barat. Namun, ancaman terbaru dari Trump bisa membuat mereka berpikir ulang.

    “Sekarang, bergabung dengan BRICS jadi punya konsekuensi,” kata Garcia-Herrero kepada DW. “Itu bisa membuat sebagian negara, terutama yang berpendapatan rendah, jadi ragu.”

    Meski jumlah anggota meningkat dan janji-janji ambisius terus diumbar, BRICS masih kesulitan mewujudkan agenda-agenda besarnya. Blok ini tidak memiliki struktur kelembagaan yang solid dan masih terbelah oleh konflik geopolitik internal, terutama antara India dan Cina.

    Upaya membangun institusi keuangan tandingan juga masih berjalan hati-hati dan dalam skala terbatas. New Development Bank (NDB), yang disebut sebagai penantang Bank Dunia, sejauh ini baru menyetujui pinjaman sebesar 39 miliar dolar (sekitar Rp635,7 triliun). Sebagai perbandingan, Bank Dunia telah menggelontorkan pinjaman lebih dari 1 triliun dolar (sekitar Rp16,3 kuadriliun).

    Para pemimpin BRICS mulai menyadari bahwa memperluas keanggotaan tidak otomatis memperluas pengaruh. Tanpa visi strategis yang jelas, koordinasi yang lebih erat, dan solusi yang nyata, sejumlah pengamat menilai BRICS berisiko menjadi sekadar klub simbolik daripada kekuatan yang mampu mengubah sistem global.

    “Trump seharusnya belum perlu terlalu khawatir,” ujar Poenisch. “BRICS masih dalam tahap awal, dan menjembatani berbagai perbedaan prioritas di antara para anggotanya akan sangat sulit.”

    Perbedaan ideologis sulit dijembatani

    Meskipun terdapat banyak perbedaan, para pemimpin BRICS tetap mengambil sikap tegas terhadap kebijakan tarif Trump saat pertemuan di Brasil. Dalam deklarasi yang dirilis pada Senin 07/6), para pemimpin mengecam sanksi sepihak dan tarif proteksionis meski tidak menyebut nama Trump secara langsung. Mereka memperingatkan bahwa kebijakan semacam itu “mendistorsi perdagangan global” dan melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

    Awalnya hanya forum ekonomi, agenda BRICS kini juga mencakup isu-isu seperti tata kelola kecerdasan buatan (AI), perubahan iklim, dan kesehatan global. Mereka juga mengecam konflik-konflik bersenjata.

    Deklarasi tersebut menyebut serangan terhadap Iran bulan lalu sebagai “pelanggaran hukum internasional”, tanpa menyebut AS atau Israel. Mereka juga menegaskan kembali dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dan mengecam penggunaan “kelaparan sebagai senjata” di Gaza.

    Deklarasi itu tidak mengkritik Rusia secara langsung namun mencerminkan kehati-hatian karena Rusia adalah anggota penuh. Namun, mereka mengecam serangan Ukraina terhadap infrastruktur di wilayah Rusia dan menyerukan “penyelesaian damai yang berkelanjutan”.

    Para pemimpin BRICS juga kembali menyatakan komitmen mereka terhadap multilateralisme, penghormatan terhadap hukum internasional, serta reformasi Dewan Keamanan PBB, termasuk dukungan agar Brasil, India, dan satu negara Afrika mendapat kursi tetap.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Prhardani Purba dan Rahka Susanto

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Indonesia Kena Tarif 32%, Lebih Tinggi Dibandingkan Malaysia hingga Vietnam

    Indonesia Kena Tarif 32%, Lebih Tinggi Dibandingkan Malaysia hingga Vietnam

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menetapkan tarif impor baru terhadap 14 negara, termasuk Indonesia.

    Dari kawasan Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tarif tertinggi, yakni 32%, lebih tinggi dibandingkan Malaysia (25%) dan Vietnam (20%).

    Kebijakan tarif baru ini diumumkan langsung oleh Trump melalui akun TruthSocial pada Selasa (8/7/2025). Tarif akan mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2025.

    Dalam surat resminya, Trump menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan menciptakan perdagangan yang adil dan seimbang bagi Amerika Serikat.

    “Meskipun demikian, kami telah memutuskan untuk bergerak maju bersama Anda, tetapi hanya dengan perdagangan yang lebih seimbang, dan adil,” tulis Trump dalam pernyataannya.

    Jika dibandingkan dengan sesama anggota Asean, tarif untuk Indonesia terbilang cukup besar. Tarif yang diterapkan kepada Indonesia lebih besar dibandingkan tarif untuk Malaysia yang sebesar 25% dan Vietnam yang hanya 20%.

    Myanmar dan Laos dikenakan tarif lebih tinggi dari Indonesia, masing-masing 40%. Sementara itu, tarif untuk Thailand dan Kamboja masing-masing sebesar 36%.

    Sebagian besar negara mendapat sedikit penurunan tarif dibandingkan dengan bea yang diumumkan pada awal April lalu. Secara terperinci, tarif impor Laos turun dari 48% menjadi 40%; Myanmar dari 44% menjadi 40%; Kamboja dari 49% menjadi 40%;

    Sementara itu, tarif impor untuk Vietnam mendapat pemangkasan tajam dari 46% menjadi 20% usai mencapai kesepakatan dagang dengan AS. Di sisi lain, tarif untuk Malaysia naik dari sebelumnya 24%.

    Berbeda dengan Vietnam dan Inggris yang berhasil mencapai kesepakatan dagang dengan AS, Indonesia belum menunjukkan progres serupa. Hal ini turut mempengaruhi kebijakan tarif AS terhadap produk Indonesia.

    Trump mengingatkan bahwa tarif ini bisa saja meningkat bila negara-negara tersebut memberlakukan tarif tambahan terhadap barang dari AS.

    “AS akan menambahkan besaran kenaikan tersebut di atas tarif dasar 25%,” tegasnya.

    Adapun, Trump menegaskan penerapan tarif ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang adil antara negara mitra dagang dengan Amerika Serikat. 

    Dia menerangkan bahwa surat yang dikirimkan AS ini tetap mencerminkan kekuatan dan komitmen hubungan perdagangan AS terhadap negara-negara tersebut.

    AS juga setuju untuk terus bekerja sama dengan mitra dagang, meskipun memiliki defisit perdagangan yang signifikan dengan berbagai negara. 

    “Meskipun demikian, kami telah memutuskan untuk bergerak maju bersama Anda, tetapi hanya dengan perdagangan yang lebih seimbang, dan adil,” terangnya. 

    Trump mengundang berbagai negara untuk tetap berpartisipasi dalam ekonomi Amerika Serikat, sebagai pasar utama dunia saat ini. Kendati demikian, tak dipungkiri, setelah bertahun-tahun untuk membahas hubungan dagang AS dengan Indonesia dinilai tak adil karena menyebabkan defisit mendalam. 

    Ancaman Tarif Tambahan

    Di tengah eskalasi tarif global ini, Trump juga mengalihkan sorotan ke negara-negara berkembang anggota BRICS yang sedang menggelar pertemuan puncak di Brasil. 

    Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara BRICS yang dinilai menjalankan kebijakan “anti-Amerika”.

    “Tarif tambahan sebesar 10% akan dikenakan secara individual terhadap negara-negara yang mengambil langkah kebijakan yang berlawanan dengan kepentingan Amerika,” ungkap seorang sumber yang mengetahui kebijakan tersebut.

    Kelompok BRICS terdiri atas Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, serta anggota baru seperti Indonesia, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

    Masih Diupayakan

    Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto menuturkan, pemerintah masih mengkaji terkait dengan keputusan Trump untuk tetap menerapkan tarif 32% terhadap produk-produk yang mereka impor dari Indonesia. 

    Bambang menyebut pemerintah juga belum mengambil keputusan dalam menyikapi keputusan Presiden AS itu lantaran tim negosiator yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, juga saat ini tengah dalam perjalanan ke Negeri Paman Sam itu. 

    “Harapannya tuntutan kita bisa dipenuhi. Di bawah 32%, cuma itu tim masih bekerja untuk itu,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). 

    Saat ditanya mengenai apa yang menyebabkan negosiasi antara pemerintah Indonesia dan AS, Bambang mengaku yang paling mengetahui ihwal tersebut adalah tim negosiator yang dipimpin Menko Airlangga itu. 

    “Selama ini [yang mengetahui] itu timnya Pak Airlangga Hartarto,” ujar Purnawirawan TNI AU itu. 

  • Trump Pastikan Negara BRICS Kena Tarif Tambahan 10%

    Trump Pastikan Negara BRICS Kena Tarif Tambahan 10%

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan negara anggota BRICS akan dikenakan tarif tambahan 10%. Trump menilai BRICS terbentuk untuk merugikan AS, terutama menjatuhkan kekuatan nilai tukar dolar AS.

    Trump dengan keras menyampaikan tidak akan membiarkan dolar AS lenyap dari dunia. Ia bertekad untuk terus membuat dolar AS menjadi standar keuangan dunia.

    “BRICS dibentuk untuk mendegradasi dolar kita dan mencopotnya sebagai standar, dan tidak apa-apa jika mereka ingin memainkan permainan itu, tetapi saya juga dapat memainkan permainan itu. Kita menghilangkan peran dolar sebagai mata uang cadangan dunia, ini seperti kalah dalam perang, perang dunia yang besar. Kita tidak akan menjadi negara yang sama lagi,” tegas dia, dikutip dari Reuters Rabu (9/7/2025).

    Ancaman tarif tambahan untuk anggota BRICS memang telah disampaikan oleh Trump pada Minggu (6/7) waktu setempat. Hal ini disampaikan dalam rapat kabinet di Gedung Putih.

    “Siapa pun yang tergabung dalam BRICS akan segera mendapatkan tarif 10%. Jika mereka adalah anggota BRICS, mereka harus membayar tarif 10% dan mereka tidak akan lama menjadi anggota,” ucapnya.

    Para pemimpin negara BRICS mengkritik tidak langsung terhadap kebijakan militer dan perdagangan AS. Seperti Perdana Menteri India Narendra Modi pada hari Selasa menyatakan ketidaksetujuannya atas keputusan Trump.

    “Kami tidak setuju dengan pernyataan presiden AS yang mengisyaratkan bahwa ia akan mengenakan tarif pada negara-negara BRICS,” katanya di Brasilia.

    Sebagai informasi, BRICS merupakan organisasi antarpemerintah dengan empat negara anggota pendiri, yakni Brasil, Rusia, India, dan China. Organisasi ini menggelar pertemuan puncak pertama pada 2009.

    Anggota BRICS terdiri dari 11 negara, dengan tambahan anggota seperti Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Indonesia resmi bergabung sebagai anggota BRICS pada Januari 2025. Indonesia menjadi anggota ke-10 setelah Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

    Indonesia telah menjejakkan kaki sebagai anggota baru BRICS. Hal ini ditandai dengan kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Rio de Janeiro pada Minggu (6/7/2025) waktu setempat.

    Dalam pertemuan itu, para pemimpin BRICS menyepakati arah baru kerja sama, termasuk memperdalam kolaborasi ekonomi, perdagangan, dan keuangan. Bagi Indonesia, agenda ini menjadi momentum penting untuk memperluas pasar ekspor dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

    Tonton juga “Ancaman Tambahan Tarif 10% dari Trump untuk Anggota BRICS” di sini:

    (ada/ara)

  • Tarif Tambahan Trump akan Diterapkan Jika Anggota BRICS Mengadopsi Kebijakan ‘Anti-Amerika’

    Tarif Tambahan Trump akan Diterapkan Jika Anggota BRICS Mengadopsi Kebijakan ‘Anti-Amerika’

    JAKARTA – Pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump tidak akan segera mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap anggota blok negara BRICS, tetapi akan melanjutkan jika negara-negara mengambil tindakan kebijakan yang disebut “anti-Amerika”, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.

    Presiden Trump mengatakan pada Hari Minggu, Amerika Serikat akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen pada negara mana pun yang menyelaraskan diri dengan apa yang disebut “kebijakan anti-Amerika” dari kelompok negara berkembang BRICS, yang memicu penyangkalan tajam dari para anggotanya bahwa mereka berorientasi terhadap Amerika Serikat.

    “Ada batasan yang dibuat. Jika keputusan kebijakan yang dibuat bersifat anti-Amerika, maka tarif akan dikenakan,” kata sumber tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena mereka tidak berwenang untuk berbicara mengenai masalah tersebut, melansir Reuters 8 Juli.

    Tidak ada perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Gedung Putih.

    Pengumuman Presiden Trump, yang disampaikan melalui platform media Truth Social miliknya, muncul saat India, Indonesia, dan negara-negara lain dalam kelompok BRICS sedang merundingkan kesepakatan dagang menit terakhir dengan Pemerintah AS menjelang batas waktu 9 Juli saat tarif telah dijadwalkan untuk naik. Tanggal efektif tarif tersebut kini telah ditunda hingga 1 Agustus.

    Para pakar perdagangan mengatakan, ancaman tarif baru tersebut ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan tekanan pada negara-negara yang berusaha menghindari tarif tinggi yang diusulkan Presiden Trump pada bulan April. Banyak anggota BRICS dan negara mitra sangat bergantung pada perdagangan dengan Amerika Serikat.

    Pengumuman Presiden Trump muncul beberapa jam setelah para pemimpin BRICS mengeluarkan pernyataan setebal 31 halaman, yang di dalamnya mereka mengutuk serangan terhadap Gaza dan Iran, menyerukan reformasi terhadap lembaga-lembaga global, dan memperingatkan bahwa tarif sepihak mengancam perdagangan global.

    KTT BRICS pertama pada tahun 2009 dihadiri oleh para pemimpin dari Brasil, Tiongkok, India, dan Rusia, dengan Afrika Selatan bergabung kemudian. Menyusul kemudian Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA) serta Arab Saudi, meskipun diterima sebagai anggota, berpartisipasi sebagai negara mitra.

    Negara mitra lainnya termasuk Bolivia, Nigeria, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Uganda.

    Presiden Trump sendiri memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin beberapa negara tersebut, seperti Arab Saudi dan UEA dan telah menggembar-gemborkan prospek kesepakatan perdagangan dengan India selama berminggu-minggu.

    Pemerintahannya menyelesaikan kesepakatan perdagangan kerangka kerja dengan Vietnam minggu lalu, dan telah melakukan pembicaraan tentang perjanjian serupa dengan Thailand.

    Dalam pernyataan para pemimpin BRICS Hari Minggu, mereka mengutuk serangan terhadap Gaza dan Iran oleh Israel, sekutu AS, dan menyerukan reformasi terhadap lembaga-lembaga global, memperingatkan bahwa peningkatan “tarif unilateral dan tindakan non-tarif” mengancam perdagangan global.

    Tidak segera jelas apakah ancaman tarif terbaru Presiden Trump akan menggagalkan pembicaraan perdagangan yang sedang berlangsung dengan India, Indonesia, dan negara-negara BRICS lainnya.

    Indonesia, yang ingin menghindari ancaman tarif sebesar 32 persen, akan menandatangani perjanjian senilai 34 miliar dolar AS dengan mitra-mitra AS minggu ini dan telah menawarkan untuk memangkas bea masuk atas impor utama dari Amerika Serikat menjadi “mendekati nol” dan membeli gandum AS senilai 500 juta dolar AS.

  • Netanyahu Calonkan Trump untuk Raih Nobel Perdamaian

    Netanyahu Calonkan Trump untuk Raih Nobel Perdamaian

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ia telah mencalonkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk meraih Hadiah Nobel Perdamaian. Dia telah mengirimkan surat pencalonan tersebut kepada komite Nobel.

    “Ia tengah menempa perdamaian saat kita berbicara, di satu negara, di satu kawasan demi kawasan,” kata Netanyahu saat makan malam dengan Trump di Gedung Putih pada Senin (7/7) waktu setempat, dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (8/7/2025).

    Trump sebelumnya telah menerima beberapa nominasi Hadiah Nobel Perdamaian dari para pendukung dan anggota parlemen selama bertahun-tahun. Trump pun telah mengungkapkan kekesalannya karena tidak mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut.

    Tokoh Republik tersebut mengeluh bahwa ia telah diabaikan oleh Komite Nobel Norwegia atas perannya sebagai penengah dalam konflik antara India dan Pakistan, serta Serbia dan Kosovo.

    Ia juga menuntut pujian karena “menjaga perdamaian” antara Mesir dan Ethiopia serta menjadi perantara Perjanjian Abraham, serangkaian perjanjian yang bertujuan untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab.

    Trump saat ini tengah berkampanye untuk perannya sebagai “pembawa perdamaian”, yang akan menggunakan keterampilan negosiasinya untuk segera mengakhiri perang di Ukraina dan Gaza, meskipun kedua konflik tersebut masih berkecamuk selama lebih dari lima bulan sejak ia menjabat sebagai presiden AS.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Prabowo hadiri pleno akhir BRICS, diapit Rusia dan Afrika Selatan

    Prabowo hadiri pleno akhir BRICS, diapit Rusia dan Afrika Selatan

    Rio De Janeiro, Brasil (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri sesi rapat pleno hari terakhir penyelenggaraan KTT BRICS 2025 dengan tema pembahasan Lingkungan Hidup, COP30, dan Kesehatan Global, Senin.

    Hadir di Museum Seni Modern Rio De Janeiro, Presiden Prabowo diapit pada posisi duduk di antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

    Dalam rapat yang dipimpin langsung Presiden Luiz Inácio Lula da Silva, juga hadir Perdana Menteri India Narendra Modi yang duduk di samping Presiden Lula.

    Selain negara anggota BRICS, sejumlah negara mitra strategis juga turut hadir dalam rapat pleno, antara lain Bolivia, Kuba, Malaysia, Vietnam, Uganda, Kazakhstan, dan Uzbekistan.

    Selain itu, tampak pula kehadiran delegasi dari Nigeria, Belarus, Ethiopia, Thailand, Chili, Uruguay, Meksiko, Turki, Uni Afrika, Kolombia, Kenya, dan Palestina.

    Rapat pleno juga diikuti oleh perwakilan dari sejumlah organisasi internasional dan lembaga keuangan global, seperti Sekretaris Jenderal PBB, New Development Bank (NDB), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), serta Development Bank of Latin America and the Caribbean (CAF).

    Dalam KTT BRICS kali ini, Presiden Prabowo menyatakan komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia melalui penguatan multilateralisme dan penegakan hukum internasional.

    Menko Perekonomian Airlangga mengatakan bahwa Kepala Negara menolak segala bentuk perang serta mengecam praktik standar ganda dalam hubungan internasional.

    Indonesia juga mendorong BRICS menjadi kekuatan yang mendorong reformasi tata kelola global yang lebih adil dan inklusif, khususnya untuk meningkatkan keterwakilan negara-negara berkembang dalam lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RI Belum Sepakat soal Tarif dengan AS, Wamenkeu Anggito: Tak Ganggu Penerimaan

    RI Belum Sepakat soal Tarif dengan AS, Wamenkeu Anggito: Tak Ganggu Penerimaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengklaim bahwa penerimaan negara tidak akan terganggu meski Indonesia masih belum sepakat soal tarif Trump.

    Anggito minim berkomentar terkait hal tersebut dan hanya mengungkapkan secara umum belum mengetahui dampak pasti terhadap penerimaan negara.

    Namun, dari beberapa penawaran yang Indonesia berikan kepada AS, seperti peningkatan impor maupun soal administrasi, hal tersebut tidak akan mengganggu penerimaan.

    “Kami belum tahu. Kalau yang ditawarkan [ke AS] ada beberapa, impor tidak berdampak pada penerimaan, administrasi juga tidak berdampak pada penerimaan,” ujarnya kepada awak media di kompleks parlemen, Senin (7/7/2025).

    Menjelang tenggat waktu 9 Juli, sebelum diperpanjang, Indonesia masih dalam proses negosiasi untuk menurunkan tarif resiprokal 32% dari Trump.

    Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun diagendakan bakal bertolak ke Washington usai mendampingi Prabowo Subianto menghadiri KTT BRICS di Brasil, Minggu (6/7/2025).

    Adapun untuk menarik hati Trump menurunkan tarif RI, pemerintah bersama Amerika Serikat akan menandatangani sejumlah kesepakatan dagang dan investasi senilai total US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun (kurs US$1=Rp16.209) sebagai bagian dari upaya mencapai kesepakatan negosiasi tarif resiprokal AS menjelang tenggat 9 Juli mendatang.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengungkapkan Indonesia berencana berinvestasi di AS, sekaligus membeli produk pertanian dan produk energi senilai US$15,5 miliar atau setara Rp251,23 triliun dari Negeri Paman Sam.

    Bersamaan dengan KTT BRICS, belum selesai negosiasi tarif, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara mana pun yang dianggap sejalan dengan kebijakan anti-Amerika yang diusung BRICS.

    Ancaman tersebut menambah ketidakpastian di tengah negosiasi tarif dagang yang masih berlangsung dengan sejumlah mitra dagang AS.

    BRICS merupakan blok yang beranggotakan 11 negara, seperti Brasil, China, Rusia, Afrika Selatan, India, Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Indonesia.

    Ancaman ini terjadi saat para pemimpin BRICS hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Brasil akhir pekan lalu. Dalam pertemuan, para negara sepakat melanjutkan pembahasan terkait sistem pembayaran lintas batas untuk perdagangan dan investasi