Negara: Chad

  • Menlu Cina Wang Yi Kunjungi Afrika di Tengah Surutnya Pengaruh Barat – Halaman all

    Menlu Cina Wang Yi Kunjungi Afrika di Tengah Surutnya Pengaruh Barat – Halaman all

    Presiden Amerika Serikat Joe Biden, melakukan kunjungan pertama ke Afrika pada bulan Desember 2024 silam, di penghujung masa jabatannya.

    Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menegakkan tradisi selama tiga dekade dengan menjadikan Afrika sebagai tujuan pertama dalam kalender diplomatik Beijing.

    Pada akhir minggu ini, Wang akan mengunjungi Namibia, Republik Kongo, Chad, dan Nigeria.

    Meskipun tidak pernah jelas sebelumnya di mana delegasi Cina akan berlabuh, kunjungan tersebut “bergema di Afrika sebagai pengingat komitmen Cina yang konsisten, berbeda dengan pendekatan AS, Inggris, dan Uni Eropa,” kata Eric Olander, salah satu pendiri China-Global South Project, sebuah proyek multimedia yang meliput keterlibatan Cina di Selatan, kepada kantor berita Reuters.

    Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memulai tahun 2024 dengan kunjungan ke Tanjung Verde, Pantai Gading, Nigeria, dan Angola. “Namun, perbedaan antara pendekatan Amerika Serikat dan Cina sangat mencolok, menurut analis Nigeria Ovigwe Eguegu, yang meneliti keterlibatan Beijing di seluruh Afrika.

    “Yang satu berkunjung saat dia cuma punya waktu senggang, yang lain menjadikannya tradisi. Ini bukan hanya tentang simbolisme, tetapi juga substansi, karena itulah yang membuat hubungan berkembang,” katanya kepada DW, seraya mencatat bahwa Cina telah menjadi mitra dagang terbesar Afrika selama 15 tahun terakhir.

    Diplomasi untuk Afrika

    Berbicara di ibu kota Namibia, Windhoek, Wang mengatakan dia berharap kunjungannya akan “menunjukkan kepada dunia bahwa Cina akan selalu menjadi teman yang dapat dipercaya bagi Afrika, mitra paling dapat diandalkan dalam mengejar pembangunan dan revitalisasi.”

    Kunjungan tersebut juga menandai pertama kalinya presiden Namibia yang baru terpilih, Netumbo Nandi-Ndaitwah, menjamu Wang. Sebagai pemimpin nasional di benua Afrika, yang memegang lebih dari 50 suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengaruhnya dapat membantu upaya Beijing untuk membentuk kembali lembaga multilateral dan menafsirkan kembali norma-norma global agar lebih sejalan dengan kepentingannya.

    Bagi Christian-Geraud Neema, seorang analis di China-Global South Project, keuntungan Cina adalah bahwa negara Barat, dan khususnya Eropa, kesulitan berinteraksi dengan negara-negara Afrika dengan cara yang menarik bagi para pemimpin Afrika.

    “Kesenjangan ekonomi antara Eropa dan Afrika terlalu besar, dari pembangunan hingga infrastruktur. Eropa tidak tahu tawaran seperti apa yang harus diajukan yang sesuai untuk negara-negara Afrika,” katanya.

    Jalan baru bagi ekonomi ekspor Cina

    Keputusan Wang mengunjungi Afrika, dan khususnya Republik Kongo, dinilai penting secara strategis. Pemerintah di Brazzaville baru-baru ini menjadi ketua bersama Forum Kerja Sama Cina-Afrika, FOCAC, yang menetapkan agenda hubungan kedua pihak.

    Banyak analis percaya Cina menggunakan KTT FOCAC 2024 untuk memformalkan inisiatif ekonomi di seluruh Afrika, sambil menjanjikan bantuan keuangan senilai USD51 miliar.

    “Rencana pembangunan jangka panjang Afrika sedang dipertimbangkan. Kami melihat Cina menyelaraskan diri dengan Agenda 2063, yang diusulkan oleh Uni Afrika, misalnya,” kata Cliff Mboya, seorang peneliti di Afro-Sino Center of International Relations yang berbasis di Ghana.

    Contoh proyek infrastruktur yang dibangun Cina semakin meningkat, baik dari segi visibilitas maupun kepentingan, baik itu Jalan Tol Nairobi yang baru, ladang angin di provinsi Northern Cape, Afrika Selatan, atau Pelabuhan Lekki dan Zona Perdagangan Bebas Nigeria.

    Namun, ekonomi Cina melambat dalam beberapa tahun terakhir, dan negara-negara Afrika menawarkan peluang bisnis dan jalan keluar krisis bagi perusahaan infrastruktur milik pemerintah Cina.

    Sektor energi terbarukan Cina yang sedang berkembang juga sedang mencari pelanggan baru di luar AS dan Uni Eropa. “Kami melihat penekanan pada keberlanjutan dan pembangunan hijau. FOCAC tahun lalu sangat penting karena Afrika tampil sangat kuat untuk memperjelas apa yang mereka harapkan dari Cina. Dan kami melihat Cina menanggapi dengan janji-janji dan rencana ini,” kata Mboya.

    Integrasi pasar Afrika dengan Cina

    Dia berharap, kunjungan Wang akan berperan penting dalam menjalankan rencana tersebut. Namun bagi Ovigwe Eguegu, Cina, dengan melanjutkan penekanannya pada perdagangan di Afrika, mulai menuai apa yang telah ditaburnya.

    “Terlepas dari berbagai masalah di benua itu, Afrika memiliki populasi dan kelas menengah yang tumbuh cepat, dan bagi negara yang berorientasi ekspor seperti Cina, benua ini bisa menjadi pasar eksternal untuk mengimbangi kecemasan geopolitik saat ini,” katanya.

    Tantangannya, dari perspektif Beijing, adalah membuat konsumen dan pasar Afrika siap untuk menampung produk-produk Cina, “khususnya energi dan teknologi terbarukan,” kata Eguegu.

    “Hal ini memerlukan investasi di sektor-sektor tertentu di seluruh Afrika untuk mendorong industrialisasi guna menciptakan lapangan kerja dan permintaan akan barang-barang Cina.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Ukraina: Rusia Bersiap Pindahkan Perlengkapan Militer dari Suriah ke Libya setelah Jatuhnya Assad – Halaman all

    Ukraina: Rusia Bersiap Pindahkan Perlengkapan Militer dari Suriah ke Libya setelah Jatuhnya Assad – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kapal-kapal Rusia sedang bersiap untuk mengangkut peralatan militer dari pangkalan angkatan laut di Suriah menuju Libya, setelah jatuhnya Bashar al-Assad pada akhir tahun lalu, menurut laporan intelijen Ukraina, dikutip Business Insider.

    Intelijen Pertahanan Ukraina melaporkan melalui Telegram pada Jumat (3/1/2025) bahwa dua kapal kargo Rusia, Sparta dan Sparta II, sedang dalam perjalanan menuju pelabuhan Tartus, Suriah.

    Kapal pertama dijadwalkan tiba pada 5 Januari.

    Menurut laporan tersebut, kapal-kapal ini akan digunakan untuk mengangkut peralatan dan senjata militer Rusia ke Libya.

    Intelijen Ukraina juga menyebutkan bahwa tiga kapal lainnya—Alexander Otrakovsky, kapal pendarat besar Ivan Gren, dan kapal tanker Ivan Skobelev—diperkirakan tiba di Tartus dalam beberapa hari mendatang.

    Namun, intelijen Ukraina tidak mengungkapkan bagaimana informasi tersebut diperoleh.

    Pergerakan ini terjadi sebulan setelah jatuhnya Bashar al-Assad, penguasa lama Suriah yang dikenal sebagai sekutu dekat Rusia.

    lihat foto
    Foto satelit pada tanggal 5 Desember sebelum Assad runtuh menunjukkan Pangkalan Angkatan Laut Rusia di Tartus Suriah

    Penggulingan Assad dianggap sebagai tanda melemahnya pengaruh Rusia di kawasan tersebut.

    Bulan lalu, Ukraina melaporkan bahwa Rusia telah mengirim kapal-kapal untuk mengevakuasi senjata dan peralatan militer dari Tartus.

    Sewa Rusia atas pangkalan angkatan laut di Tartus, serta pangkalan udara di Hmeimim, memberikan kemampuan strategis bagi Rusia untuk menjalankan operasi militer di seluruh Afrika dan Mediterania.

    Namun, kini penguasaan Rusia atas pangkalan-pangkalan tersebut tidak jelas.

    Meski demikian, dalam sebuah wawancara baru-baru ini, pemimpin de facto Suriah, Ahmed al-Sharaa, menyatakan bahwa pemerintahannya tidak ingin Rusia meninggalkan Suriah dengan cara yang dapat merusak hubungan bilateral keduanya.

    Dalam unggahan Telegram-nya, intelijen Ukraina juga mengungkapkan bahwa pasukan Africa Corps — tentara bayaran Rusia yang sebelumnya beroperasi di bawah kendali Grup Wagner, yang kini telah dibubarkan — juga telah berkumpul di Tartus.

    Selain itu, laporan tersebut menambahkan bahwa seorang komandan brigade angkatan laut Rusia, Davityan Yuriy Albertovich, diduga berada di salah satu kapal tersebut.

    Libya, yang disebut-sebut sebagai tujuan peralatan Rusia, telah menjadi pusat utama aktivitas Rusia di Afrika, seperti yang diungkapkan dalam laporan Dewan Atlantik pada Juli 2024.

    “Posisi strategis Libya, yang berada di persimpangan Afrika dan Eropa, memberikan Rusia akses untuk menjalankan operasi di Sudan, Chad, Niger, dan negara-negara di wilayah Sahel serta Afrika Tengah. Hal ini memungkinkan Rusia memproyeksikan kekuatan dan pengaruhnya di seluruh kawasan tersebut,” menurut laporan tersebut.

    Di sisi lain, Ukraina mengatakan siap meningkatkan keterlibatannya dengan Suriah, yang kini secara efektif berada di bawah kendali Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Pada hari Kamis (2/1/2025), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan rencananya untuk membangun kembali hubungan diplomatik dengan Suriah setelah bertahun-tahun intervensi Rusia.

    lihat foto
    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky

    “Kami tengah mempersiapkan pemulihan hubungan diplomatik dengan Suriah dan kerja sama dalam organisasi internasional,” kata Zelenskyy, mengutip Euronews.

    “Kami akan berkomunikasi dengan Eropa dan AS untuk memastikan dukungan sekuat mungkin,” jelasnya dalam sebuah posting di Telegram.

    “Stabilitas yang lebih baik di Timur Tengah berarti lebih banyak perdamaian dan perdagangan bagi semua mitra.”

    Zelenskyy juga mengatakan telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Suriah melalui program “Grain from Ukraine.”

    Program ini dibentuk pada tahun 2022 setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada awal tahun itu.

    Sejak inisiatif tersebut diluncurkan, Ukraina telah mengirimkan lebih dari 221.000 ton produk pertanian ke berbagai negara di Afrika dan Asia.

    Menurut Zelenskyy, 500 ton tepung terigu telah dikirim ke Suriah sebagai bagian dari inisiatif kemanusiaan tersebut.

    Ia mengatakan bahwa tujuan dari program “Grain from Ukraine” adalah untuk menawarkan dukungan dan bekerja sama dengan pemerintah Suriah baru yang dipimpin HTS di Damaskus. 

    Minggu lalu, Zelenskyy mengatakan Ukraina memiliki peluang untuk berkontribusi dalam memulihkan stabilitas di Suriah setelah bertahun-tahun campur tangan Rusia.

    Ia mengatakan hal ini juga akan mendukung upaya Ukraina untuk mencapai perdamaian.

    “Ini akan menjadi langkah yang tepat untuk memulihkan hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi dengan Suriah,” katanya.

    “Dan saya sangat berharap Suriah pasca-al-Assad akan menghormati hukum internasional – sesuatu yang tidak dapat dan tidak ingin dilakukan oleh al-Assad.”

    Ukraina adalah produsen dan eksportir biji-bijian dan minyak sayur global.

    Ukraina telah mengatakan ingin memulihkan hubungan dengan Suriah setelah kelompok militan menggulingkan rezim al-Assad.

    Ukraina secara tradisional mengekspor barang-barang pertanian ke Timur Tengah tetapi tidak ke Suriah.

    Suriah menerima impor makanan dari Rusia pada era al-Assad.

    Rusia pun masih menjadi sekutu setia al-Assad, memberinya suaka politik setelah ia melarikan diri dari Suriah pada bulan Desember.

    (Tribunnews.com)

  • Negara dengan Jumlah Pangkalan Militer Asing Terbanyak di Dunia

    Negara dengan Jumlah Pangkalan Militer Asing Terbanyak di Dunia

    Daftar Isi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pangkalan militer merupakan salah satu aset penting bagi pertahanan suatu negara seperti Amerika Serikat dan Rusia.

    Sebab, pangkalan militer menjadi tempat bagi suatu negara untuk melakukan operasi militer, pelatihan militer, pemantauan militer, hingga penyimpanan senjata militer.

    Umumnya, pangkalan militer ini terletak di dalam wilayah teritorial suatu negara. Di sana sebuah negara membangun pangkalan militernya, baik di wilayah darat maupun laut, demikian dikutip Campaign for Nuclear Disarmament.

    Meski begitu, ada juga beberapa negara di dunia yang punya pangkalan militer di luar wilayah teritorialnya. Mereka membangun pangkalan militernya di negara-negara yang mereka anggap sebagai sekutu setia.

    Berikut daftar negara dengan jumlah pangkalan militer asing terbanyak di dunia seperti yang sudah dihimpun CNNIndonesia.com.

    Amerika Serikat

    Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah pangkalan militer asing terbanyak di dunia. Pada 2023, World Population Review mencatat bahwa Negeri Paman Sam punya 750 pangkalan militer yang tersebar di 80 negara di seluruh dunia.

    AS punya begitu banyak pangkalan militer di luar negeri karena mereka menjadi pasukan penjaga perdamaian global usai Perang Dunia Ke-2.

    Di saat itu, AS berupaya memerangi semua kelompok pemberontak dan kelompok teroris yang ada di seluruh dunia. Hal inilah yang mengharuskan mereka untuk membangun pangkalan militer di banyak negara.

    Inggris

    Inggris tercatat memiliki 145 pangkalan militer asing yang tersebar di 43 negara. Beberapa di antaranya, seperti Arab Saudi, Oman, Kepulauan Falkland, Gibraltar, dan Siprus.

    Negara-negara itu dahulunya merupakan negara yang pernah menjadi koloni Inggris di era Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2. Jumlah pangkalan militer asing yang dimiliki Inggris ini menjadikan mereka sebagai negara ke-2 dengan pangkalan militer asing terbanyak di dunia.

    Rusia

    Rusia juga menjadi negara dengan pangkalan militer asing terbanyak di dunia. Negara berjuluk Negeri Beruang Merah ini tercatat punya pangkalan militer yang tersebar di negara-negara Eropa, Asia, hingga Afrika.

    Tercatat, Rusia punya sekitar 21 pangkalan militer asing yang tersebar di negara-negara yang ada di ketiga benua tersebut.

    Prancis

    Prancis juga merupakan negara yang punya pangkalan militer asing terbanyak di dunia. Tercatat, negara berjuluk Kota Mode ini punya pangkalan militer asing yang tersebar di sembilan negara di dunia.

    Pangkalan militer asing milik Prancis ini umumnya tersebar di negara-negara Afrika yang dahulu pernah menjadi koloni mereka. Beberapa di antaranya, seperti Djibouti, Gabon, Pantai Gading, Chad, hingga Senegal.

    Turki

    Turki tercatat punya sekitar pangkalan militer asing di sembilan negara di dunia. Semua pangkalan itu tersebar di Albania, Azerbaijan, Bosnia dan Herzegovina, Siprus, Kosovo, Libya, Qatar, Irak, dan Suriah.

    Semua pangkalan militer asing milik Turki kebanyakan berada di Irak. Tercatat, Turki punya sekitar 41 pangkalan militer di negara mayoritas Islam Syiah tersebut.

    (gas/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • ‘Kami sudah mengenal Natal sebelum nenek moyangmu menganut Kristen’ – Dampak lagu amal yang menstereotipe rakyat Ethiopia selama puluhan tahun – Halaman all

    ‘Kami sudah mengenal Natal sebelum nenek moyangmu menganut Kristen’ – Dampak lagu amal yang menstereotipe rakyat Ethiopia selama puluhan tahun – Halaman all

    Sejak rekaman aslinya dirilis 40 tahun silam, lagu berjudul Do They Know It’s Christmas? tidak pernah absen berkumandang menjelang Natal. Pertanyaannya selalu sama: apakah rakyat Ethiopia tahu hari Natal?

    Lagu itu disusun oleh musisi Bob Geldof dan Midge Ure setelah mereka menyaksikan tayangan mengerikan tentang kelaparan di Ethiopia utara yang disiarkan BBC pada 1984.

    Keduanya kemudian mengumpulkan beberapa penyanyi terkenal pada masa itu untuk merekam lagu Do They Know It’s Christmas? Penyanyi yang diundang antara lain Bono dari U2, Sting, hingga Paul McCartney.

    Rencananya, uang yang mereka peroleh akan disumbangkan untuk rakyat Ethiopia.

    Perilisan lagu tersebut melalui grup musik Band Aid serta konser Live Aid yang digelar delapan bulan kemudian, menjadi momen penting dalam penggalangan dana selebritas dan menjadi pola yang diikuti banyak orang.

    Selama 40 tahun, lagu Do They Know It’s Christmas? telah direkam ulang dalam empat versi.

    Namun, ada sisi lain dari lagu tersebut yang tak banyak diketahui khalayak umum.

    Terlepas dari sumbangan yang mengalir, lagu Do They Know It’s Christmas? menyimpan stereotipe bahwa Ethiopia adalah tempat yang tandus dan tidak ada hujan atau sungai yang mengalir.

    Masyarakat Ethiopia yang menerima bantuan dipandang sebagai sosok kurus kering dan tak berdaya.

    Pandangan itu rupanya dianggap sebuah kebenaran bagi banyak orang.

    “Pertanyaan ‘Apakah mereka tahu hari Natal?’ lucu dan menghina,” kata Dawit Giorgis.

    Pada 1984, Dawit Giorgis adalah pejabat Ethiopia yang bertanggung jawab untuk menyebarkan pesan tentang apa yang terjadi di negaranya.

    Keheranan Dawit Giorgis terdengar jelas dari suaranya.

    “Pertanyaan itu sangat menyimpang. Ethiopia adalah negara dengan penduduk mayoritas Kristen sebelum Inggris… Kami mengenal Natal sebelum nenek moyangmu menganut Kristen,” ucapnya kepada BBC.

    Meski demikian, Dawit Giorgis tidak meragukan bahwa film BBC yang dibuat oleh jurnalis Inggris, Michael Buerk, dan juru kamera asal Kenya, Mohamed Amin, telah menyelamatkan banyak nyawa di Ethiopia.

    Sebagai kepala Komisi Pemulihan dan Rehabilitasi Ethiopia, Dawit Giorgis, berhasil menyelundupkan kru TV BBC ke negaranya.

    Pemerintah Ethiopia saat itu, yang sedang merayakan 10 tahun kekuasaan Marxis dan terlibat perang saudara, tidak ingin berita tentang kelaparan tersebar.

    “Cara orang-orang Inggris menanggapi dengan sangat murah hati memperkuat keyakinan saya pada kemanusiaan,” ujarn dari Namibia, tempat dia sekarang bekerja.

    Ia juga memuji “orang-orang muda dan bersemangat” di balik Band Aid serta menggambarkan mereka sebagai orang yang “luar biasa”.

    Tapi pertanyaannya tentang lagu itu sebetulnya adalah rangkuman dari perdebatan banyak orang yang mungkin merasa bahwa menghalalkan segala cara diperbolehkan demi menyelamatkan banyak nyawa.

    ‘Lagu Natal yang problematik’

    Musisi Bob Geldof secara tegas membela ketika menanggapi artikel The Conversation tentang “lagu Natal yang problematik” itu.

    “Itu lagu pop… Argumen yang sama telah disampaikan berkali-kali selama bertahun-tahun dan menimbulkan respons yang sama melelahkannya,” ucap Bob Geldof.

    “Lagu pop pendek ini telah menyelamatkan ratusan ribu, bahkan jutaan orang.”

    Ia juga mengakui bahwa orang Ethiopia merayakan Natal, tetapi klaimnya pada 1984 “upacara-upacara ditinggalkan”.

    Dalam surat elektronik kepada BBC, Joe Cannon yang merupakan kepala keuangan Band Aid Trust mengatakan dalam tujuh bulan terakhir badan amal tersebut telah memberikan lebih dari £3 juta (setara Rp60 miliar) untuk membantu sebanyak 350.000 orang melalui sejumlah proyek di Ethiopia, serta Sudan, Somaliland, dan Chad.

    Ia menambahkan tindakan cepat Band Aid sebagai “orang pertama yang memberikan respons” mendorong orang lain untuk menyumbang di tempat-tempat yang kekurangan dana, terutama di Ethiopia utara.

    Namun, ini tidak cukup untuk meredam gejolak yang diakibatkan dari lagu tersebut.

    Minggu lalu, Ed Sheeran berkata dia tidak senang dengan suaranya pada rekaman tahun 2014 yang dibuat untuk mengumpulkan dana untuk mengatasi krisis Ebola di Afrika Barat—karena “pemahamannya tentang persoalan tersebut telah berubah”.

    Ed Sheeran tampaknya terpengaruh oleh rapper Inggris-Ghana, Fuse ODG, yang juga menolak untuk ambil bagian satu dekade lalu.

    “Dunia telah berubah, tapi Band Aid belum,” katanya kepada siniar Focus on Africa milik BBC pada pekan ini.

    “Itu seperti mengatakan tidak ada kedamaian dan kegembiraan di Afrika pada hari Natal. Seakan-akan berkata ada kematian di setiap air mata yang tumpah,” katanya mengacu pada lirik lagu versi 2014.

    Adapun Fuse OGD tidak menyangkal bahwa ada masalah yang harus dituntaskan, tapi menurutnya “Band Aid hanya mengambil satu isu dari satu negara lantas menyamaratakannya ke seluruh benua.”

    Cara orang Afrika digambarkan dalam penggalangan dana ini, kata dia, berdampak langsung padanya.

    Ketika tumbuh dewasa, “tidaklah keren menjadi orang Afrika di Inggris… [karena] penampilan saya, orang-orang jadi mengolok-olok saya,” ujar penyanyi itu.

    Dana amal untuk Afrika dan stereotipe terhadap orang Afrika

    Penelitian tentang dampak penggalangan dana amal oleh dosen King’s College Inggris-Nigeria, Edward Ademolu mendukung hal ini.

    Ia masih ingat film pendek yang dibuat di Afrika oleh Comic Relief yang dipengaruhi oleh Band Aid.

    Gara-gara film itu, klaimnya, “teman-teman Afrika-nya di sekolah dasar [Inggris] akan menyangkal asal-usul mereka dan dengan sangat yakin menyebut semua orang Afrika bau, tidak cerdas, dan menyamakan orang Afrika dengan binatang buas”.

    Gambaran orang Afrika yang sangat kurus menjadi hal yang umum dalam upaya untuk mendapatkan dana amal.

    Sampul untuk single asli Band Aid, yang dirancang oleh artis pop Sir Peter Blake, menampilkan adegan Natal yang penuh warna.

    Pemandangan itu kontras dengan dua anak Ethiopia yang kurus kering dalam warna hitam dan putih sedang memakan biskuit demi menyambung hidup.

    Untuk bagian poster konser Live Aid tahun berikutnya, Sir Peter Blake menggunakan foto punggung seorang anak tanpa identitas, telanjang, dan kurus kering.

    Foto itu digunakan lagi dalam karya seni yang dirilis tahun 2004 dan muncul sekali lagi tahun ini.

    Bagi banyak orang yang bekerja di sektor bantuan dan akademisi, ada keterkejutan dan keheranan bahwa lagu dan gambar itu terus muncul.

    Organisasi induk Bond, yang bekerja dengan lebih dari 300 badan amal termasuk Christian Aid, Save the Children, dan Oxfam, sangat kritis terhadap lagu tersebut.

    “Inisiatif seperti Band Aid 40 mengabadikan narasi yang sudah ketinggalan zaman, memperkuat rasisme dan sikap kolonial yang merampas martabat dan hak orang-orang,” kata Lena Bheeroo.

    Adapun musisi Bob Geldof sebelumnya menepis gagasan bahwa karya Band Aid bergantung pada “kiasan kolonial”.

    Cara lembaga amal mengumpulkan dana telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir.

    Meskipun tetap kritis, penulis Kenya, Patrick Gathara yang sering mengejek pandangan Barat tentang Afrika setuju banyak hal telah berubah.

    “Ada dorongan di lembaga kemanusiaan untuk mulai melihat orang-orang dalam kondisi krisis sebagai manusia dan bukan sebagai korban… dan saya pikir itu adalah perubahan yang sangat besar,” katanya kepada BBC.

    “Pada masa Live Aid yang Anda lihat hanyalah gambaran kelaparan dan penderitaan… gagasan bahwa orang-orang ini tidak mampu melakukan apa pun untuk diri mereka sendiri, itu adalah kesalahpahaman.”

    Sementara itu, protes besar-besaran Black Lives Matter menambah dorongan pada perubahan yang sudah terjadi.

    Satu dekade lalu, organisasi Norwegia Radi-Aid menyoroti orang Afrika dengan unsur humor dalam kampanye penggalangan dana.

    Misalnya, organisasi itu mengoordinasikan kampanye tiruan untuk meminta orang Afrika mengirim radiator kepada orang Norwegia yang diduga menderita kedinginan.

     

    Pada 2017, Ed Sheeran sendiri memenangkan salah satu penghargaan “Rusty Radiator” untuk film yang dibuatnya untuk Comic Felief di Liberia.

    Saat itu dia menawarkan untuk membayar biaya penitipan anak-anak tunawisma Liberia di sebuah kamar hotel.

    Penyelenggara penghargaan mengatakan “video tersebut seharusnya tidak hanya tentang Ed Sheeran yang memikul beban sendirian, tapi juga mengajak masyarakat untuk turun tangan”.

    Akademisi Universitas East Angelia, David Girling, yang pernah menulis laporan untuk Radi-Aid berpendapat pekerjaan di sana adalah salah satu alasan mengapa banyak hal telah berubah.

    Ia berkata semakin banyak lembaga amal yang memperkenalkan pedoman etika untuk kampanye mereka.

    “Orang-orang telah menyadari kerusakan yang bisa ditimbulkan,” ucapnya kepada BBC.

    Penelitian Prof Girling, yang dilakukan di Kireba, daerah kumuh di ibu kota Kenya, Nairobi, menunjukkan kampanye yang melibatkan dan berpusat pada mereka yang menjadi target bantuan amal bisa lebih efektif daripada kebiasaan usang dari atas ke bawah.

    Banyak lembaga amal masih berada di bawah tekanan untuk menggunakan selebritas guna membantu meningkatkan kesadaran dan pengumpulan dana.

    Profesor Girling bahkan mengatakan beberapa media tidak akan menulis cerita penggalangan dana kecuali jika ada selebritas yang terlibat.

    Namun penelitian oleh rekannya Martin Scott menunjukkan bintang-bintang besar sering kali dapat mengalihkan perhatian dari pesan utama sebuah kampanye.

    Sementara selebritas mungkin mendapatkan manfaat, tapi lembaga amal dan pemahaman tentang isu yang sedang dikerjakan justru dirugikan.

    Jika proyek seperti Band Aid berjalan di masa sekarang, proyek tersebut harus berpusat pada artis-artis Afrika, kata jurnalis musik Christine Ochefu kepada BBC.

  • Bagaimana Ekonomi Suriah yang Hancur Setelah Perang Saudara?

    Bagaimana Ekonomi Suriah yang Hancur Setelah Perang Saudara?

    Jakarta

    Ekonomi Suriah bernilai $67,5 miliar pada tahun 2011 ketika protes besar-besaran meletus menentang rezim Presiden Bashar al Assad, yang memicu pemberontakan yang kemudian meningkat menjadi perang saudara besar-besaran. Negara itu berada di peringkat ke-68 dari 196 negara dalam peringkat Produk Domestik Brutoo (PDB) global, setara dengan Paraguay dan Slovenia.

    Tahun lalu, ekonomi Suriah tercatat anjlok ke peringkat 129, setelah menyusut sekitar 85% menjadi hanya $9 miliar, demikian menurut perkiraan Bank Dunia. Situasi tersebut membuat negara itu secara ekonomi setara dengan negara-negara seperti Chad dan Palestina.

    Hampir 14 tahun konflik, sanksi internasional, dan eksodus 4,82 juta orang — lebih dari seperlima populasi negara itu — telah berdampak buruk pada Suriah, yang sudah menjadi salah satu negara termiskin di Timur Tengah.

    Sebanyak tujuh juta warga Suriah lainnya, lebih dari 30% dari populasi, masih mengungsi di dalam negeri hingga Desember ini, demikian menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA).

    Konflik telah menghancurkan infrastruktur negara tersebut, menyebabkan kerusakan permanen pada sistem pasokan listrik, transportasi, dan kesehatan. Beberapa kota, termasuk Aleppo, Raqqa, dan Homs, telah mengalami kerusakan yang meluas.

    Konflik tersebut menyebabkan devaluasi yang signifikan pada mata uang Pound Suriah, yang mengakibatkan penurunan daya beli yang sangat besar.

    Tahun lalu, negara tersebut mengalami hiperinflasi — inflasi yang sangat tinggi dan terus meningkat, menurut Pusat Penelitian Kebijakan Suriah (SCPR) dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan Juni. Indeks harga konsumen (CPI) meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

    Dua pilar utama ekonomi Suriah — minyak dan pertanian — hancur akibat perang. Pada tahun 2010, ekspor minyak menyumbang sekitar seperempat dari pendapatan pemerintah. Produksi pangan memberikan kontribusi yang sama terhadap PDB.

    Rezim Assad kehilangan kendali atas sebagian besar ladang minyaknya, yang direbut oleh kelompok pemberontak, termasuk ke tangan Islamic State (ISIS) dan kemudian juga ke pasukan yang dipimpin Kurdi.

    Sementara itu, sanksi internasional sangat membatasi kemampuan pemerintah untuk mengekspor minyak. Dengan produksi minyak yang menyusut drastis, hingga kurang dari sekitar 20.000 barel per hari di wilayah yang dikuasai rezim, negara tersebut menjadi sangat bergantung pada impor dari Iran.

    Seberapa cepat perekonomian Suriah dapat dibangun kembali?

    Sebelum tugas berat membangun kembali kota-kota, infrastruktur, minyak, dan sektor pertanian yang rusak dapat dimulai, diperlukan kejelasan lebih lanjut mengenai pemerintahan Suriah yang akan datang.

    Beberapa pengamat Suriah telah memperingatkan,dibutuhkan waktu hampir 10 tahun bagi negara itu untuk kembali ke tingkat PDB seperti di tahun 2011, dan dua dekade untuk sepenuhnya dibangun kembali. Mereka juga khawatir prospek Suriah dapat memburuk jika terjadi ketidakstabilan politik lebih lanjut

    Hayat Tahrir al-Sham (HTS), bekas kelompok yang terkait dengan Al-Qaida yang memimpin perebutan ibu kota Suriah, Damaskus, pada akhir pekan, mengatakan bahwa mereka kini tengah berupaya membentuk pemerintahan baru.

    Namun, sanksi internasional yang ketat terhadap Suriah masih berlaku. HTS juga dikenai sanksi internasional sebagai bagian dari penetapan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara-negara Barat dan Arab khawatir, kelompok tersebut kini mungkin berupaya mengganti rezim Assad dengan pemerintahan Islam garis keras.

    Ada seruan langsung agar sanksi terhadap HTS dicabut atau dilonggarkan, tetapi hal itu bisa memakan waktu beberapa minggu atau bulan.

    Delaney Simon, yang merupakan analis senior di International Crisis Group, menulis pada hari Senin di media sosial X, bahwa Suriah adalah “salah satu negara yang paling banyak dikenai sanksi di dunia,” seraya menambahkan, membiarkan pembatasan itu tetap berlaku sama saja dengan “menarik karpet dari Suriah saat negara itu mencoba berdiri.”

    Tanpa langkah untuk melonggarkan pembatasan tersebut, investor akan terus menghindari negara yang dilanda perang itu dan lembaga-lembaga bantuan mungkin akan berhati-hati untuk turun tangan guna memberikan bantuan kemanusiaan yang vital bagi penduduk Suriah.

    Pada Minggu (08/12) malam, Presiden AS Joe Biden memperingatkan bahwa Suriah menghadapi periode “risiko dan ketidakpastian” dan Amerika Serikat akan membantu semampunya.

    “Kami akan terlibat dengan semua kelompok Suriah, termasuk dalam proses yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk membangun transisi dari rezim Assad menuju “Suriah” yang independen dan berdaulat dengan konstitusi baru,” katanya.

    Sementara itu, Presiden terpilih AS Donald Trump di jaringan Truth Social pada hari Minggu (08/12) mengatakan, Washington seharusnya “tidak terlibat.”

    Kantor berita Associated Press melaporkan pada hari Senin (09/12), pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan apakah akan menghapus HTS sebagai kelompok teroris, dengan mengutip dua pejabat senior Gedung Putih. Salah satu pejabat mengatakan, HTS akan menjadi “komponen penting” dalam masa depan Suriah dalam waktu dekat.

    Juru bicara Uni Eropa Anouar El Anouni hari Senin (09/12) mengatakan , “Brussels saat ini tidak terlibat dengan HTS atau para pemimpinnya sama sekali” dan bahwa blok tersebut akan “menilai tidak hanya kata-kata mereka tetapi juga tindakan mereka.” Prioritas lain dalam rekonstruksi Suriah adalah wilayah timur Deir el-Zour, yang memiliki sekitar 40% cadangan minyak Suriah dan beberapa ladang gas. Provinsi ini saat ini berada di bawah kendali Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS.

    Apa yang akan segera terjadi?

    Pimpinan HTS Mohammed al-Jolani dari Minggu malam hingga Senin dinihari berunding dengan mantan perdana menteri dan wakil presiden Assad untuk membahas pengaturan “pengalihan kekuasaan.”

    Setelah jam malam nasional diberlakukan, sebagian besar toko di seluruh Suriah tetap tutup pada hari Senin (09/12). Kantor berita Reuters mengutip sumber bank sentral Suriah dan dua bankir komersial melaporkan, bank dibuka kembali pada Selasa (10/12) dan staf telah diminta untuk kembali ke kantor. Mata uang Pound Suriah akan terus digunakan, demikian kata sumber tersebut.

    Kementerian perminyakan meminta semua karyawan di sektor tersebut untuk kembali ke tempat kerja mereka mulai Selasa, dan menambahkan perlindungan akan diberikan untuk memastikan keselamatan mereka.

    Kepala bantuan PBB Tom Fletcher menulis pada hari Minggu di X bahwa lembaganya akan “merespons di mana pun, kapan pun, [dan] apa pun yang kami bisa, untuk mendukung orang yang membutuhkan, termasuk pusat penerimaan — makanan, air, bahan bakar, tenda, selimut.”

    Ketika beberapa negara Eropa mengatakan mereka akan menghentikan sementara klaim suaka bagi warga negara Suriah, badan pengungsi PBB, UNHCR, menyerukan “kesabaran dan kewaspadaan” terkait masalah pemulangan pengungsi.

    Austria melangkah lebih jauh daripada kebanyakan negara Uni Eropa dengan menyatakan, pemerintah di Wina tengah mempersiapkan “program pemulangan dan deportasi yang tertib” bagi warga Suriah.

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris.

    Tonton juga video: PM Suriah Setuju Serahkan Kekuasaan ke Organisasi Pemberontak

    (ita/ita)

  • Tragedi Pertandingan Sepakbola di Guinea, Puluhan Orang Tewas

    Tragedi Pertandingan Sepakbola di Guinea, Puluhan Orang Tewas

    Jakarta

    Sedikitnya 56 orang tewas terinjak-injak setelah polisi menembakkan gas air mata pada pertandingan sepakbola di Guinea, bagian barat Afrika, Minggu (01/12). Jumlah pasti korban jiwa sempat menjadi perdebatan lantaran sejumlah pihak menyebut jumlah korban mencapai sekitar 100 orang.

    Bagaimana kronologi kejadian di Guinea?

    Tragedi pada pertandingan sepakbola di Guinea berawal dari keputusan kontroversial wasit yang memimpin laga antara Labe dan Nzerekore. Saat itu wasit mengusir dua pemain Labe dari lapangan serta memberikan tendangan penalti tim kepada tuan rumah.

    Media lokal negeri itu memberitakan bahwa polisi menembakkan gas air mata setelah pendukung tim tamu, Labe, melempar batu ke arah lapangan sebagai bentuk kemarahan terhadap wasit.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Di antara tubuh-tubuh yang terbujur kaku tersebut tampak beberapa sosok seperti anak-anak.

    Di rumah sakit, seorang dokter yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa “mayat-mayat berjejer sejauh mata memandang di rumah sakit”.

    “Yang lainnya tergeletak di lantai di lorong. Kamar mayat sudah penuh,” tambahnya.

    Bagaimana keadaan di dalam stadion saat insiden berlangsung?

    Paul Sakouvogi, seorang jurnalis di Nzerekore, menggambarkan kondisi stadion kepada BBC. Menurutnya, saat insiden berlangsung, stadion “penuh sesak” dengan ribuan penonton.

    “Hanya ada satu pintu keluar,” ujarnya. “Beberapa orang memanjat tembok untuk keluar dan dalam kepanikan, semua penonton menuju pintu keluar yang sangat kecil. Mereka yang tidak dapat bertahan akhirnya terkapar di lantai,” kata Sakouvogi.

    Baca juga:

    Sakouvogi juga mengatakan akses internet di wilayah tersebut sempat dibatasi.

    Belakangan, polisi menjaga pintu masuk rumah sakit tempat para korban dirawat.

    “Saya melihat enam mobil polisi diparkir di depan tiga pintu masuk rumah sakit. Mereka hanya mengizinkan staf medis untuk masuk ke rumah sakit, sementara yang lainnya diminta untuk kembali melalui jalan yang sama saat mereka datang,” papar Sakouvogi.

    Penyelidikan

    Dalam pernyataan publiknya, Perdana Menteri Oury Bah mengatakan penyelidikan sedang dilaksanakan untuk mencari pihak yang bertanggung jawab. Pada kesempatan itu, Perdana Menteri Bah sekaligus mengucapkan belasungkawa.

    Sementara itu, Bah juga menjanjikan dukungan medis dan psikologis penuh kepada korban luka.

    Federasi Sepak Bola Guinea, Feguifoot, menyebut tragedi tersebut sebagai “derita mendalam”. Organisasi itu mengatakan seharusnya sepakbola ditujukan untuk “menyatukan hati dan mendekatkan pikiran”, bukannya menyebabkan “tragedi dan kesedihan”.

    “Semoga arwah para korban beristirahat dengan tenang di surga,” kata Patrice Motsepe, ketua Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF).

    Baca juga:

    Guinea dan sejumlah negara Afrika lainnya, seperti Ethiopia, Gambia, Chad, serta Sierra Leone saat ini dilarang menyelenggarakan pertandingan sepak bola internasional oleh Konferensi Sepak bola Afrika atau CAF lantaran tempat penyelenggaraan di negara-negara tersebut tidak memenuhi standar internasional.

    Akibatnya, saat Guinea bertanding dalam kualifikasi Piala Afrika baru-baru ini, negara itu menjadikan Pantai Gading sebagai tempat untuk menggelar partai kandang.

    Sakouvagi menyebut stadion tempat terjadinya tragedi hari sedianya belum rampung sejak mulai dibangun puluhan tahun lalu.

    Intrik politik dan tuduhan korupsi

    Intrik politik juga melatari tragedi tersebut. Pertandingan hari Minggu merupakan bagian dari turnamen untuk menghormati Presiden Mamady Doumbouya, yang merebut kekuasaan melalui kudeta pada bulan September 2021.

    Pihak oposisi menyebut pertandingan tersebut merupakan bagian dari kampanye pencalonan presiden berikutnya.

    Sehari setelah pertandingan, kelompok oposisi Aliansi Nasional untuk Perubahan dan Demokrasi juga menuduh pihak berwenang memiliki “tanggung jawab besar atas peristiwa serius ini”.

    Pemerintah Guinea belum menanggapi tuduhan ini.

    Dalam beberapa bulan terakhir pengawasan ketat diterapkan pada tokoh-tokoh berpengaruh di sepak bola Guinea.

    Pada bulan Juli, Aboubacar Sampil, yang merupakan presiden Feguifoot, diperiksa dalam kasus korupsi dan kekerasan dalam sepak bola.

    Koleganya menuduh Sampil, yang juga memimpin dewan direksi tim lokal ASK, memfasilitasi aksi kekerasan dan mencoba memengaruhi wasit saat ASK ketinggalan 0-1 dari Milo FC.

    Milo FC kemudian terpaksa meninggalkan lapangan walau pertandingan belum selesai. Namun, klub itu mengalami kesulitan meninggalkan lapangan dengan aman, menurut dokumen yang diajukan ke badan etik Feguifoot.

    Hal lainnya, Sampil dituduh mengabaikan protokol keamanan. Sampil selalu membantah tudingan-tudingan kepadanya.

    Lihat Video ‘Momen Mencekam Bentrokan Suporter Sepakbola di Guinea, 56 Tewas’:

    (ita/ita)

  • Kota Hilang Ditemukan Setelah 57 Tahun Lenyap, NASA Kaget

    Kota Hilang Ditemukan Setelah 57 Tahun Lenyap, NASA Kaget

    Jakarta, CNBC Indonesia – NASA menemukan “kota” di bawah es yang ditinggalkan pada era Perang Dingin di sekitar Greenland.

    Kota tersebut ditemukan oleh ilmuwan dan insinyur NASA ketika mengambil gambar radar pada April 2024. Saat itu mereka terbang di atas Greenland utara dengan menggunakan pesawat jet Gulfstream III milik NASA.

    Kota yang ditinggalkan itu adalah sebuah pangkalan militer yang disebut Camp Century, yang dibangun pada tahun 1959 dengan membuat terowongan di bawah lapisan es di dekat permukaan lapisan es Greenland.

    Ditinggalkan pada tahun 1967, salju dan es kini menutupi bagian atas kota itu yang membuatnya terkubur sedalam 30 meter di bawah permukaan.

    “Kami mencari lapisan es dan muncullah Camp Century. Awalnya kami tidak tahu apa itu,” kata Alex Gardner dari Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA, dikutip dari The Independent, Kamis (28/11/2024).

    Dalam data baru, struktur-struktur individual di kota rahasia itu terlihat dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya.

    Peta terbaru mengungkapkan detail tata letak pangkalan, termasuk struktur paralel yang tampaknya sejajar dengan terowongan yang dibangun untuk menampung beberapa fasilitas.

    Peta yang dibuat dengan menggunakan radar konvensional digunakan untuk menguatkan perkiraan kedalaman Camp Century.

    Perhitungan ini membantu menentukan kapan es yang mencair dapat mengekspos kembali kamp dan sisa limbah biologis, kimia, dan radioaktif yang terkubur bersamanya.

    Para peneliti berharap pendekatan dengan menggunakan instrumen semacam ini dapat membantu para ilmuwan mengukur ketebalan lapisan es di lingkungan yang sama di Antartika dan membatasi perkiraan kenaikan permukaan laut di masa depan.

    “Tujuan kami adalah untuk mengkalibrasi, memvalidasi, dan memahami kemampuan dan keterbatasan UAVSAR untuk memetakan lapisan internal lapisan es dan antarmuka lapisan es,” kata ilmuwan NASA, Chad Greene.

    “Tanpa pengetahuan yang mendetail mengenai ketebalan es, mustahil untuk mengetahui bagaimana lapisan es akan merespons lautan dan atmosfer yang menghangat dengan cepat, sehingga membatasi kemampuan kita untuk memproyeksikan laju kenaikan permukaan air laut,” jelasnya.

    Para ilmuwan berharap hasil survei uji coba terbaru ini akan memungkinkan pemetaan udara generasi berikutnya di Greenland, Antartika, dan sekitarnya.

    (fab/fab)

  • NASA Temukan Kota yang Hilang di Bawah Es Greenland

    NASA Temukan Kota yang Hilang di Bawah Es Greenland

    Jakarta

    Citra radar yang diambil ilmuwan NASA di pulau Greenland mengungkap eksistensi ‘kota’ era Perang Dingin yang terbengkalai di bawah es. Ilmuwan dan teknisi NASA mengambil citra radar tersebut bulan April 2024 saat terbang di atas Greenland utara dengan jet Gulfstream III milik NASA.

    Kota terbengkalai tersebut adalah pangkalan militer yang disebut Camp Century, dibangun pada tahun 1959 dengan membuat jaringan terowongan di bawah lapisan dekat permukaan lapisan es Greenland.

    Ditinggalkan tahun 1967, salju dan es terkumpul di atas kamp itu sehingga sekarang terletak setidaknya 30 meter di bawah permukaan. “Kami mencari di lapisan es dan keluarlah Camp Century. Awalnya kami tak tahu apa itu,” kata Alex Gardner dari Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA.

    Peneliti menggunakan instrumen UAVSAR milik NASA yang dipasang di perut pesawat. Alat itu mampu menghasilkan peta berdimensi lebih banyak. “Dalam data baru, struktur individual di kota rahasia tersebut terlihat dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya,” cetus ilmuwan NASA Chad Greene.

    “Tujuan kami adalah untuk mengkalibrasi, memvalidasi, dan memahami kemampuan dan keterbatasan UAVSAR untuk memetakan lapisan internal lapisan es dan antarmuka lapisan es,” kata ilmuwan NASA Chad Greene.

    Para peneliti tak menyangka akan menemukan proyek militer ambisius. Camp Century dirancang menjadi kota di bawah es, dengan rencana terowongan sepanjang lebih dari 4.800 km yang dimaksudkan untuk memberi keuntungan taktis dalam perang senjata nuklir melawan Uni Soviet.

    Korps Zeni Angkatan Darat AS membangun struktur besar ini atas perintah Presiden Dwight D. Eisenhower. Camp Century awalnya dirancang seluas tiga kali ukuran Denmark (pemilik) Greenland) dan dilengkapi dengan 2.000 posisi tembak. Sebanyak 600 rudal akan diluncurkan jika terjadi perang nuklir dengan Soviet.

    600 rudal tersebut akan cukup menghancurkan 80% target AS di Uni Soviet dan Eropa Timur. Rencana militer besar-besaran ini dirahasiakan dari Denmark. AS hanya memberitahu pejabat Denmark bahwa proyek tersebut murni untuk penelitian ilmiah. Motivasi sebenarnya di balik Proyek Iceworm ini baru terungkap pada tahun 1997.

    (fyk/agt)

  • Netanyahu Resmi Jadi Buronan ICC, Apakah Bisa Ditangkap di RI?

    Netanyahu Resmi Jadi Buronan ICC, Apakah Bisa Ditangkap di RI?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu resmi menjadi buronan mahkamah Pidana Internasional (ICC), Kamis (21/11/2024). Hal ini menjadi resmi setelah ICC mengeluarkan perintah penangkapan terhadap kepala pemerintahan Israel itu.

    Dalam sebuah pernyataan, selain Netanyahu ICC menjatuhkan perintah penangkapan kepada mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, dan juga Kepala Militer Hamas Mohammed Deif. Ketiganya dituding telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang dalam pertempuran di Gaza.

    “Perdana Menteri (Benjamin) Netanyahu sekarang secara resmi menjadi buronan,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty Agnes Callamard, dikutip AFP.

    Langkah baru ICC ini secara teoritis membatasi pergerakan Netanyahu. Karena salah satu negara dari 124 anggota nasional pengadilan tersebut wajib menangkapnya di wilayah mereka.

    Dalam situsnya, negara-negara tersebut merupakan negara yang telah meratifikasi Statuta Roma, yang diadopsi pada tahun 1998 dan diimplementasikan pada 2002. Dalam hal ini, Indonesia bukanlah merupakan salah satu negara yang meratifikasi Statuta Roma, sehingga perintah penangkapan ICC ini tidak berlaku di RI.

    Berikut daftar anggota ICC sesuai dengan Statuta Roma berdasarkan situsnya:

    Afganistan

    Albania

    Andorra

    Antigua dan Barbuda

    Argentina

    Armenia

    Australia

    Austria

    Bangladesh

    Barbados

    Belgia

    Belize

    Benin

    Bolivia

    Bosnia dan Herzegovina

    Botswana

    Brasil

    Bulgaria

    Burkina Faso

    Cabo Verde

    Kamboja

    Kanada

    Republik Afrika Tengah

    Chad

    Cile

    Kolombia

    Komoro

    Kongo

    Kepulauan Cook

    Kosta Rika

    Pantai Gading

    Kroasia

    Siprus

    Republik Ceko

    Republik Demokratik Kongo

    Denmark

    Djibouti

    Dominika

    Republik Dominika

    Ekuador

    El Salvador

    Estonia

    Fiji

    Finlandia

    Perancis

    Gabon

    Gambia

    Georgia

    Jerman

    Ghana

    Yunani

    Granada

    Guatemala

    Guinea

    Guyana

    Honduras

    Hongaria

    Islandia

    Irlandia

    Italia

    Jepang

    Yordania

    Kenya

    Kiribati

    Latvia

    Lesoto

    Liberia

    Liechtenstein

    Lithuania

    Luksemburg

    Madagaskar

    Malawi

    Maladewa

    Mali

    Malta

    Kepulauan Marshall

    Mauritius

    Meksiko

    Mongolia

    Montenegro

    Namibia

    Nauru

    Belanda

    Selandia Baru

    Nigeria

    Nigeria

    Makedonia Utara

    Norwegia

    Palestina

    Panama

    Paraguay

    Peru

    Polandia

    Portugal

    Republik Korea

    Republik Moldova

    Rumania

    Saint Kitts dan Nevis

    Santo Lusia

    Saint Vincent dan Grenadines

    Samoa

    San Marino

    Senegal

    Serbia

    Seychelles

    Sierra Leone

    Slowakia

    Slovenia

    Afrika Selatan

    Spanyol

    Suriname

    Swedia

    Swiss

    Tajikistan

    Timor Leste

    Trinidad dan Tobago

    Tunisia

    Uganda

    Britania Raya

    Republik Bersatu Tanzania

    Uruguay

    Vanuatu

    Venezuela

    Zambia

     

    (luc/luc)

  • Pandemic Fund beri dana hibah baru 418 juta dolar AS ke 40 negara

    Pandemic Fund beri dana hibah baru 418 juta dolar AS ke 40 negara

    Dengan putaran investasi baru ini, Pandemic Fund sekali lagi menunjukkan peran pentingnya untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dan mempromosikan kolaborasi internasional guna membuat dunia lebih aman dari pandemiJakarta (ANTARA) – Dewan Pengurus Pandemic Fund menyetujui pada 17 Oktober 2024 dana hibah baru senilai 418 juta dolar AS untuk memperkuat kapasitas pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi (PPR) di 40 negara di enam wilayah geografis.

    “Dengan putaran investasi baru ini, Pandemic Fund sekali lagi menunjukkan peran pentingnya untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dan mempromosikan kolaborasi internasional guna membuat dunia lebih aman dari pandemi,” kata Ketua Bersama Pandemic Fund Chatib Basri, yang merupakan mantan Menteri Keuangan Indonesia dan Menteri Kesehatan Rwanda Sabin Nsanzimana dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

    Chatib menuturkan hibah tersebut akan menyediakan investasi yang sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengawasan penyakit dan sistem peringatan dini, meningkatkan laboratorium, dan membangun tenaga kesehatan.

    Alokasi terbaru itu merupakan tambahan dari 128,89 juta dolar AS yang disetujui pada 19 September untuk lima proyek jalur cepat guna mendukung 10 negara yang terkena dampak cacar monyet atau Mpox, sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).

    Dengan demikian, total pendanaan yang diberikan pada putaran kedua menjadi 547 juta dolar AS, yang akan memobilisasi tambahan 4 miliar dolar AS untuk investasi dalam PPR di negara-negara penerima manfaat.

    Lebih dari 50 persen dana yang diberikan pada putaran kedua diperuntukkan bagi negara-negara di Afrika sub-Sahara, wilayah dengan permintaan tertinggi untuk hibah Pandemic Fund.

    Lebih dari 74 persen proyek yang didanai akan menguntungkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Investasi baru itu mendukung tujuan Pandemic Fund untuk memobilisasi sumber daya tambahan khusus untuk PPR pandemi, memberi insentif kepada negara-negara untuk meningkatkan investasi mereka sendiri, dan meningkatkan koordinasi.

    “Kami memuji upaya Panel Penasihat Teknis dan Dewan Pengurus Pandemic Fund untuk memastikan bahwa proses seleksi bersifat inklusif dan transparan, dan bahwa proyek-proyek yang dipilih terdiri dari portofolio investasi yang berkualitas dan seimbang yang memenuhi kebutuhan kritis negara,” ujarnya.

    Ketua Bersama Pandemic Fund mendesak para pemimpin global untuk merekapitalisasi Pandemic Fund sekarang sehingga dapat terus mendukung lebih banyak negara dan menutup kesenjangan kesiapsiagaan kritis lainnya.

    Kepala Eksekutif Pandemic Fund Priya Basu menuturkan peningkatan risiko pandemi yang disebabkan oleh perubahan iklim, migrasi, kerapuhan, dan konflik, menekankan pentingnya dan urgensi putaran baru investasi oleh Pandemic Fund itu.

    Hal itu akan memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan saat negara-negara berupaya memenuhi kewajiban mereka berdasarkan Peraturan Kesehatan Internasional yang baru diamandemen.

    “Saya senang bahwa Pandemic Fund dapat menyediakan putaran kedua pembiayaan katalitik yang lebih besar ini sebagai respons terhadap permintaan negara yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan keterlibatan begitu banyak mitra internasional dan organisasi masyarakat sipil. Ini adalah bentuk solidaritas global yang luar biasa,” katanya.

    Dua putaran pendanaan Pandemic Fund hingga saat ini berjumlah 885 juta dolar AS, memobilisasi tambahan 6 miliar dolar AS untuk mendukung 75 negara, yang setengahnya adalah negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dana tersebut akan mengisi kesenjangan kapasitas dalam pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.

    Diluncurkan pada November 2022 dengan dukungan kuat dari G20 dan pihak terkait, Pandemic Fund merupakan mekanisme pembiayaan multilateral pertama yang didedikasikan untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah agar lebih siap menghadapi pandemi di masa mendatang.

    Diselenggarakan oleh Grup Bank Dunia, Pandemic Fund mengumpulkan 2 miliar dolar AS dalam bentuk modal awal dari 27 kontributor sovereign dan filantropi dan telah meluncurkan kampanye mobilisasi sumber daya untuk mencari kontribusi 2 miliar dolar AS lagi untuk investasi selama dua tahun ke depan.

    Hibah dari Pandemic Fund mengkatalisasi pembiayaan bersama dari pemerintah dan keahlian teknis dari berbagai entitas pelaksana yang terakreditasi. Dewan Pengurus Pandemic Fund mencakup perwakilan yang setara dari kontributor sovereign dan negara-negara co-investor, serta perwakilan dari yayasan atau kontributor non-sovereign dan organisasi masyarakat sipil.

    Negara-negara penerima manfaat untuk proyek-proyek yang didanai dalam putaran kedua tersebut meliputi antara lain Burundi, Chad, Indonesia, Kongo, Mesir, Fiji, Georgia, Ghana, Honduras, Lebanon, Pakistan, Afrika Selatan, Srilanka, Tanzania, dan Tunisia.

    Baca juga: RI usulkan tiga rekomendasi Acara Tingkat Tinggi Pandemic Fund
    Baca juga: Kemenko Ekonomi: Pandemic Fund telah terkumpul 1,57 miliar dolar AS
    Baca juga: Menkeu dan Menkes teken surat pengantar proposal dana pandemi

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2024