Negara: Burundi

  • 20 Tentara Burundi Tewas dalam Perang Lawan Kelompok Bersenjata di Kongo

    20 Tentara Burundi Tewas dalam Perang Lawan Kelompok Bersenjata di Kongo

    Bujumbura

    Setidaknya 20 tentara Burundi tewas dalam pertempuran yang sedang berlangsung di Kongo timur. Para tentara Burundi itu mendukung tentara Kongo memerangi kelompok bersenjata anti-pemerintah, M23, di Kivu Selatan.

    Dilansir AFP, Minggu (7/12/2025), insiden ini terjadi hanya beberapa hari setelah kesepakatan damai ditandatangani di Washington, Amerik Serikat (AS). Kesepakatan yang dicapai pada Kamis lalu dimaksudkan untuk menstabilkan wilayah timur Kongo yang kaya sumber daya.

    Dalam pertempuran melawan M23, tentara Kongo didukung oleh ribuan tentara Burundi. Kedua belah pihak berjuang untuk menguasai kota perbatasan Kamanyola, tempat Republik Demokratik Kongo, Rwanda, dan Burundi bertemu. M23 saat ini menguasai wilayah tersebut.

    Saat ini, Burundi sedang mengirimkan bala bantuan ke wilayah tersebut dan bertekad untuk mencegah M23 maju menuju kota Uvira, karena ketegangan telah meningkat.

    Jenazah 20 tentara Burundi itu telah dipulangkan ke ibu kota ekonomi Bujumbura sejak bentrokan tersebut terjadi pada hari Senin lalu. Di antara korban tewas terdapat seorang letnan kolonel dan tiga pengawalnya, yang tewas pada Kamis malam dalam serangan pesawat tak berawak di dataran Rusizi.

    Pertempuran melawan kelompok M23 di Kivu Selatan disebut masih berlangsung pada Sabtu (6/12) kemarin.

    (fas/fas)

  • AS Kaji Perluas Larangan Perjalanan untuk 30 Negara

    AS Kaji Perluas Larangan Perjalanan untuk 30 Negara

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan untuk memperluas jumlah negara yang tercakup dalam daftar larangan perjalanan. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, menyebut lebih dari 30 negara bisa masuk ke daftar larangan perjalanan ke AS.

    “Saya tidak akan menyebutkan jumlahnya secara spesifik, tetapi jumlahnya lebih dari 30 (negara), dan Presiden (Donald Trump) terus mengevaluasi negara-negara yang ada,” kata Noem dalam wawancara dengan Fox News, seperti dilansir Anadolu Agency, Jumat (5/12/2025).

    Dalam wawancara pada Kamis (4/12) itu, Noem mempertanyakan mengapa AS harus mengizinkan masuk orang-orang dari negara tanpa “pemerintahan yang stabil”, yang tidak dapat “menopang dirinya sendiri” atau membantu memeriksa individu-individu yang ingin masuk ke wilayah AS.

    Noem, dalam pernyataan sebelumnya pada Senin (1/12), mengatakan bahwa dirinya merekomendasikan “larangan perjalanan sepenuhnya untuk setiap negara terkutuk yang telah membanjiri negara kita dengan pembunuh, lintah darat, dan pecandu hak”.

    Belum diketahui secara jelas negara mana saja yang akan terdampak larangan perjalanan yang diusulkan Noem tersebut, atau kapan larangan perjalanan itu akan mulai diberlakukan. Kementerian Dalam Negeri AS (DHS) mengatakan kepada media terkemuka Inggris, BBC, bahwa mereka akan segera mengumumkan daftarnya.

    Perdebatan mengenai larangan perjalanan semakin intensif setelah Trump pada 28 November lalu mengancam akan menghentikan migrasi secara permanen dari “negara-negara dunia ketiga”.

    Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan kepada Fox News pada Senin (1/12) malam bahwa Trump telah mengumumkan larangan perjalanan beberapa bulan lalu untuk negara-negara “dunia ketiga dan negara gagal”.

    Dikatakan juga oleh Leavitt bahwa rekomendasi Noem akan “memperluas” larangan perjalanan tersebut hingga mencakup lebih banyak negara.

    Pemerintahan Trump, pada Selasa (2/12), mengumumkan penghentian sementara semua permohonan imigrasi, termasuk green card dan pemrosesan kewarganegaraan AS, yang diajukan oleh para imigran dari 19 negara non-Eropa, untuk alasan keamanan nasional dan keselamatan publik.

    Daftar negara yang terdampak kebijakan itu mencakup Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Yaman, Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.

    Kebijakan baru ini menangguhkan permohonan yang tertunda, dan mewajibkan semua imigran dari negara yang ada dalam daftar itu untuk “menjalani proses peninjauan ulang yang menyeluruh, termasuk wawancara potensial dan, jika perlu, wawancara ulang, untuk menilai secara menyeluruh semua ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan publik”.

    Memorandum resmi yang menguraikan kebijakan baru itu mengutip penembakan terhadap sejumlah anggota Garda Nasional AS di Washington DC pekan lalu, di mana seorang pria Afghanistan telah ditangkap sebagai tersangka. Satu personel Garda Nasional tewas, sedangkan satu lainnya luka parah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Setop Permohonan Imigrasi dari 19 Negara, Siapa Saja?

    Trump Setop Permohonan Imigrasi dari 19 Negara, Siapa Saja?

    W

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghentikan sementara semua permohonan imigrasi, termasuk green card dan pemrosesan kewarganegaraan AS, yang diajukan oleh para imigran dari 19 negara non-Eropa.

    Penghentian sementara ini, seperti dilansir Reuters, Rabu (3/12/2025), didasari kekhawatiran Washington atas keamanan nasional dan keselamatan publik.

    Langkah penangguhan permohonan imigrasi ini diumumkan otoritas AS pada Selasa (2/12) waktu setempat, dan diberlakukan bagi orang-orang yang berasal dari 19 negara yang telah dikenai larangan perjalanan parsial pada Juni lalu.

    Kebijakan terbaru Trump ini semakin membatasi imigrasi — yang memang menjadi inti dari platform politik presiden AS tersebut.

    Daftar negara yang terdampak kebijakan ini mencakup Afghanistan dan Somalia.

    Memorandum resmi yang menguraikan kebijakan baru tersebut mengutip penembakan terhadap sejumlah anggota Garda Nasional AS di Washington DC pekan lalu, di mana seorang pria Afghanistan telah ditangkap sebagai tersangka. Satu personel Garda Nasional itu tewas, sedangkan satu lainnya mengalami luka parah.

    Trump, baru-baru ini, juga meningkatkan retorika soal warga Somalia, dengan menyebut mereka “sampah” dan mengatakan “kita tidak ingin mereka berada di negara kita”.

    Daftar negara yang menjadi target kebijakan terbaru itu termasuk Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Negara-negara itu sebelumnya menjadi target pembatasan imigrasi paling ketat pada Juni lalu, termasuk penangguhan sepenuhnya untuk masuk ke AS dengan sedikit pengecualian.

    Negara-negara lainnya yang masuk dalam daftar tersebut, seperti Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela, juga dikenai pembatasan parsial sebelumnya.

    Kebijakan baru ini menangguhkan permohonan yang tertunda, dan mewajibkan semua imigran dari negara yang ada dalam daftar itu untuk “menjalani proses peninjauan ulang yang menyeluruh, termasuk wawancara potensial dan, jika perlu, wawancara ulang, untuk menilai secara menyeluruh semua ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan publik”.

    Memorandum resmi itu mengutip beberapa kejahatan terbaru yang diduga dilakukan oleh para imigran di AS, termasuk serangan terhadap tentara Garda Nasional.

    Sejak kembali menjabat pada Januari lalu, Trump secara agresif memprioritaskan penindakan imigrasi, mengerahkan agen-agen federal ke kota-kota besar AS, dan menolak pencari suaka di perbatasan AS-Meksiko. Pemerintahan Trump sering menyoroti desakan deportasi, namun kurang menekankan upaya untuk menangkal imigrasi ilegal.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan inflasi global masih belum merata, dan segelintir negara masih harus berjuang melawan pertumbuhan harga yang luar biasa tinggi yang didorong oleh pelemahan mata uang, tekanan fiskal, dan kerapuhan ekonomi struktural.

    Dari Afrika hingga Amerika Selatan, inflasi telah mengikis daya beli dan menguji respons kebijakan, dengan beberapa negara masih mencatat tingkat inflasi dua bahkan tiga digit pada 2025.

    Venezuela, di Amerika Selatan, seharusnya berada di peringkat pertama dengan tingkat inflasi 172%, tetapi data terbaru yang tersedia hanya mencakup April 2025, sehingga tidak termasuk dalam daftar.

    Meskipun banyak negara maju telah mengalami penurunan inflasi, beberapa negara berkembang juga masih terjebak dalam siklus harga tinggi, mata uang yang tidak stabil, dan rantai pasokan yang rapuh.

    Mengutip Riset Nairametrics terhadap data terbaru yang tersedia, sebagian besar berasal dari kantor statistik masing-masing negara, menunjukkan bahwa negara-negara seperti Venezuela, Sudan Selatan, dan Sudan memimpin dunia dengan tingkat inflasi di atas 80%, yang menggarisbawahi ketidakseimbangan makroekonomi dan tantangan tata kelola yang terus berlanjut.

    Berikut adalah negara-negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia.

    10. Angola – 18,2% (September 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Angola mencapai 18,2% pada September 2025, mencerminkan moderasi yang stabil dari tingkat inflasi yang tinggi yang tercatat pada tahun 2024. 

    Menurut data dari Institut Statistik Nasional (INE) dan Bank of Angola, penurunan ini menandai kemajuan dalam upaya disinflasi negara tersebut, yang didukung oleh kebijakan moneter yang lebih ketat dan stabilitas nilai tukar yang relatif.

    Stabilitas kwanza (AOA) yang membaik sejak akhir 2024 juga telah memperlambat inflasi impor, terutama pada kategori makanan dan bahan bakar yang sebelumnya mendorong lonjakan harga.

    Namun, kerentanan struktural, seperti ketergantungan yang tinggi pada impor, produksi domestik yang terbatas, dan paparan terhadap fluktuasi harga minyak, terus memberikan tekanan mendasar pada harga.

    Untuk mendorong kemajuan, Angola mungkin perlu mempertahankan manajemen moneter yang bijak, memperkuat transparansi fiskal, dan berinvestasi dalam produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan impor. 

    Reformasi berkelanjutan juga diperlukan untuk membangun kepercayaan investor dan meningkatkan produktivitas pertanian dapat membantu melindungi perekonomian dari guncangan eksternal dan mempertahankan stabilitas harga dalam jangka menengah.

    9. Malawi – 28,7% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Malawi naik menjadi 28,7% pada September 2025, naik dari 28,2% pada Agustus, menurut Badan Pusat Statistik. Faktor pendorong utamanya adalah kenaikan harga pangan dan bahan bakar, depresiasi mata uang, dan gangguan rantai pasokan. Ketergantungan pada barang impor dan tingginya biaya transportasi terus memperkuat tekanan inflasi.

    Untuk menstabilkan kwacha Malawi (MWK) perlu manajemen moneter yang bijak, meningkatkan hasil pertanian, dan mengatasi hambatan struktural di sektor energi dan logistik dapat membantu. Disiplin fiskal yang ketat dan penargetan inflasi yang kredibel dapat memulihkan stabilitas secara bertahap.

    8. Argentina – 31,8% (September 2025, Amerika Selatan)

    Inflasi Argentina sedikit melambat menjadi 31,8% pada September 2025 dari sekitar 33,6% pada Agustus, menurut data Instituto Nacional de Estadística y Censos (INDEC). 

    Meskipun lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, inflasi tetap menjadi masalah kronis yang berakar pada ketidakseimbangan fiskal dan kredibilitas moneter yang lemah.

    Defisit pemerintah yang besar yang dibiayai melalui pinjaman bank sentral, peso Argentina yang terdepresiasi (ARS$), dan ekspektasi inflasi yang terus-menerus terus memicu kenaikan harga.

    Konsolidasi fiskal, rencana disinflasi yang kredibel, dan pemulihan otonomi bank sentral menjadi langkah penting. Manajemen nilai tukar yang konsisten dan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekspor dapat membantu mengendalikan ekspektasi dan menstabilkan peso.

    7. Haiti – 31,9% (September 2025, Amerika Utara)

    Inflasi Haiti mencapai 31,9% pada September 2025, di tengah ketidakstabilan politik, tantangan keamanan, dan rantai pasokan yang rapuh. 

    Depresiasi gourde Haiti (HTG) terhadap dolar AS dan tingginya biaya impor pangan serta bahan bakar telah menyebabkan harga konsumen terus naik. Kelemahan struktural, terbatasnya produksi lokal, infrastruktur yang buruk, dan seringnya gangguan perdagangan memperkuat inflasi impor.

    Lingkungan politik dan keamanan yang stabil menjadi syarat penting untuk perbaikan ekonomi Haiti. Memperkuat pengelolaan mata uang, meningkatkan produktivitas pertanian, dan berinvestasi dalam transportasi dan logistik pasar, semuanya dapat membantu menurunkan inflasi secara berkelanjutan. 

    6. Zimbabwe – 32,7% (Oktober 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Zimbabwe mencapai 32,7% pada Oktober 2025, menurut laporan yang mengutip Badan Statistik Nasional Zimbabwe (ZimStat). Zimbabwe mengalami perubahan inflasi tahunan (YoY) bulanan paling dramatis, turun tajam dari 82,7% pada September 2025 menjadi 32,7% pada Oktober 2025.

    Meskipun ini menandai perbaikan dari episode hiperinflasi dalam beberapa tahun terakhir, inflasi tetap tinggi karena ketidakstabilan mata uang dan terbatasnya kepercayaan terhadap mata uang domestik, Zimbabwe Gold (ZWG) yang diperkenalkan pada April 2024 oleh Bank Sentral Zimbabwe (RBZ) untuk menggantikan dolar Zimbabwe (ZWL) yang sedang melemah.

    Ketergantungan yang terus-menerus pada impor, ketidakseimbangan moneter, dan kapasitas produksi yang lemah terus memicu volatilitas harga.

    Untuk memperkuat reformasi moneter, khususnya rasionalisasi mata uang, Zimbabwe perlu meningkatkan manufaktur domestik, dan memulihkan transparansi fiskal. Membangun kepercayaan investor dan memperluas investasi produktif juga dapat memoderasi inflasi jangka panjang.

    5. Turki – 33,29% (September 2025, Asia/Eropa)

    Inflasi Turki tetap tinggi di angka 33,29% per September 2025, naik dari 32,95% pada Agustus, mencerminkan pelemahan mata uang yang berkelanjutan dan kebijakan moneter yang tidak lazim sebelumnya yang mempertahankan suku bunga tetap rendah meskipun harga melonjak.

    Depresiasi lira Turki (TRY) telah meningkatkan biaya barang impor secara signifikan, terutama energi dan pangan. Permintaan domestik, yang didorong oleh dukungan fiskal dan ekspansi kredit, juga terus menekan harga.

    Komitmen yang kredibel terhadap pengetatan moneter, yang didukung oleh bank sentral independen, dapat membantu memulihkan kepercayaan dan memperkuat lira. Kehati-hatian fiskal, reformasi struktural, dan upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri juga penting untuk semakin menstabilkan lintasan inflasi.

    4. Burundi – 36,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Burundi mencapai 36,9% pada September 2025, sedikit meningkat dari 36,6% pada Agustus, yang sebagian besar didorong oleh biaya pangan dan transportasi, menurut kantor statistik nasional. 

    Tekanan tersebut mencerminkan depresiasi nilai tukar, tingginya harga impor, dan lemahnya produksi pangan domestik akibat cuaca yang tidak menentu dan terbatasnya infrastruktur. Seperti banyak negara berpenghasilan rendah, Burundi juga menghadapi kendala fiskal dan moneter yang membatasi kemampuannya untuk menahan lonjakan harga.

    Untuk memperkuat ekonominya, perlu meningkatkan produktivitas pertanian, memperbaiki infrastruktur transportasi, dan mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ketat. Memperkuat pengelolaan mata uang dan mengurangi ketergantungan impor, terutama untuk pangan dan bahan bakar, juga akan meredakan tekanan harga.

    3. Iran – 38,9% (Oktober 2025, Asia)

    Tingkat inflasi Iran mencapai 38,9% pada Oktober 2025, melonjak dari 37,5% pada September, menurut Pusat Statistik Iran. Tekanan inflasi berasal dari defisit fiskal, volatilitas mata uang, dan dampak sanksi internasional yang membatasi akses terhadap valuta asing. 

    Depresiasi Rial Iran (IRR) yang terus-menerus dan tingginya biaya impor terus mengikis daya beli rumah tangga. Otonomi bank sentral yang lemah dan monetisasi defisit telah membuat inflasi tetap tinggi.

    Memperkuat independensi bank sentral, membangun kembali penyangga valuta asing, dan konsolidasi fiskal secara bertahap akan menjadi langkah yang krusial. Terobosan yang meringankan sanksi eksternal atau memulihkan pendapatan ekspor minyak yang stabil juga dapat membantu menstabilkan rial dan meredam inflasi.

    2. Sudan – 83,47% (September 2025, Afrika)

    Inflasi di Sudan sudah turun menjadi 83,47% pada September 2025 dari sekitar 156,3% pada April 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Sudan Tribune, mengutip statistik resmi. 

    Meskipun mengalami penurunan, inflasi tetap sangat tinggi, didorong oleh pasokan uang yang ekspansif, depresiasi nilai tukar, dan distorsi struktural di pasar pangan dan energi. Konflik dan fragmentasi kebijakan selama bertahun-tahun juga telah melemahkan kapasitas produksi. Kekurangan pasokan dan implementasi kebijakan yang tidak menentu terus menghambat stabilitas.

    Membangun kembali kerangka moneter yang stabil, mengendalikan pertumbuhan pasokan uang, dan meningkatkan produksi serta logistik pangan domestik akan membantu menurunkan harga. Stabilisasi nilai tukar dan konsistensi kebijakan kelembagaan merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan investor.

    1. Sudan Selatan – 107,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Sudan Selatan masih termasuk yang tertinggi secara global, mencapai 107,9% pada September 2025, sedikit turun dari sekitar 112,6% tahun sebelumnya. 

    Perekonomiannya masih terus berjuang dengan nilai tukar yang fluktuatif, koordinasi kebijakan yang lemah, dan ketergantungan yang besar pada pendapatan minyak yang berfluktuasi seiring dengan harga global.

    Depresiasi tajam pound Sudan Selatan (£SSP) telah membuat biaya impor tetap tinggi, sementara gangguan pada jaringan transportasi dan pasokan mendorong kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Ketidakpastian politik dan defisit fiskal yang terus-menerus semakin mempersulit upaya untuk menstabilkan harga.

    Membangun disiplin fiskal yang lebih kuat di sekitar pendapatan minyak, meningkatkan infrastruktur dan logistik perbatasan, serta mengadopsi kebijakan nilai tukar yang lebih kredibel dapat membantu mengendalikan inflasi seiring waktu. Mendorong produksi dalam negeri juga dapat mengurangi tekanan dari sisi penawaran.

  • Kisah Gustave, Buaya Raksasa Pemakan Ratusan Manusia

    Kisah Gustave, Buaya Raksasa Pemakan Ratusan Manusia

    Jakarta

    Sungai Ruzizi dan tepian utara Danau Tanganyika di Burundi, Afrika, menyimpan kisah mengerikan tentang seekor predator air raksasa, Gustave, buaya Nil jantan yang ditakuti karena reputasinya sebagai pemakan manusia.

    Meskipun angka pasti mengenai jumlah korbannya sulit diverifikasi, Gustave diperkirakan telah menewaskan 300 orang, membuatnya menjadi salah satu buaya paling mematikan di dunia.

    Asal Usul Nama Gustave

    Nama “Gustave” diberikan kepada buaya raksasa tersebut oleh Patrice Faye, seorang herpetologis Perancis yang meneliti dan mencoba menangkapnya pada akhir 1990-an.

    Sayangnya, tidak ada informasi pasti mengapa Faye memilih nama Gustave. Kemungkinan besar, nama itu dipilih secara acak atau mungkin terinspirasi oleh tokoh atau orang yang dikenal oleh Faye.

    Meskipun asal-usulnya mungkin sederhana, nama “Gustave” kini telah menjadi identik dengan buaya raksasa yang menakutkan dan menjadi bagian dari legenda di Burundi dan sekitarnya.

    Ukuran Raksasa

    Gustave telah menjadi legenda di kalangan penduduk setempat. Ukurannya yang luar biasa besar, dengan perkiraan panjang lebih dari 6 meter dan berat lebih dari 1 ton, membuatnya menjadi makhluk yang menakutkan. Ia memiliki ciri khas berupa tiga bekas luka tembak di tubuhnya dan luka parah di bahu kanan, menambah kesan sangar pada sosoknya.

    Lamban Tapi Cerdik

    Gustave disebutnya tidak terlalu cepat dan kesulitan menangkap makanan buaya pada umumnya seperti mamalia kecil. Maka ia mengincar mangsa yang lebih lambat, dua di antaranya manusia dan kuda nil.

    Pun begitu Gustave dikenal sebagai pemburu yang sangat cerdik. Kemampuannya untuk menghilang di air dan menyerang secara tiba-tiba membuat Gustave sulit ditangkap. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangkapnya, termasuk menggunakan perangkap raksasa dan umpan hidup, namun semuanya gagal.

    Pada tahun 2002 misalnya, Faye menyiapkan perangkap dengan bantuan banyak orang, akan tetapi gagal menjebaknya.

    “Kami menempatkan perangkat di sungai Ruzizi, menaruh umpan di dalamnya dan menghabiskan waktu di sana dengan kamera, tapi gagal total. Ia berada di luar perangkap dan kami tidak bisa menangkapnya. Ia sangat besar, tiga kali lebih besar dari buaya lain di Burundi,” kata Faye ketika itu kepada BBC.

    Misteri yang Belum Terpecahkan

    Hingga kini, Gustave masih berkeliaran di perairan Afrika, menjadi misteri yang belum terpecahkan. Usianya yang diperkirakan mencapai lebih dari 60 tahun membuatnya menjadi salah satu buaya tertua di dunia.

    Keberadaannya terus menjadi ancaman bagi penduduk setempat dan menarik perhatian para ilmuwan yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang perilaku dan kemampuan beradaptasi buaya Nil.

    Dalam sebuah dokumenter di tahun 2014 berjudul Capturing the Killer Croc, Faye menyimpulkan dalam 3 bulan penelitian di habitatnya, Gustave telah memakan 17 manusia. “Saya mengkalkulasi bahwa jika dia membunuh orang dalam 20 tahun di angka ini, dia sudah makan lebih dari 300 orang,” sebutnya.

    Tentu dugaan itu masih perlu diteliti lebih lanjut. Saat ini, belum diketahui apakah Gustave masih hidup atau sudah mati. Mungkin saja juga Gustave tidak membunuh semua manusia itu sendirian, melainkan ada buaya lain yang juga ganas. Pastinya, legenda Gustave masih menghantui warga setempat.

    (afr/fyk)

  • Daftar Negara yang Mengakui dan Tidak Mengakui Palestina – Page 3

    Daftar Negara yang Mengakui dan Tidak Mengakui Palestina – Page 3

    Berikut daftar negara yang sudah mengakui Palestina:

    Pengakuan Terhadap Palestina Mulai 2024-2025

     

    Armenia 21 Juni 2024

    Slovenia 4 Juni 2024

    Irlandia 22 Mei 2024

    Norwegia 22 Mei 2024

    Spanyol 22 Mei 2024

    Bahama 8 Mei 2024

    Trinidad dan Tobago 3 Mei 2024

    Jamaika 24 April 2024

    Barbados 20 April 2024

    Armenia 21 Juni 2024

    Slovenia 4 Juni 2024

    Irlandia 22 Mei 2024

    Norwegia 22 Mei 2024

    Spanyol 22 Mei 2024

    Bahama 8 Mei 2024

    Trinidad dan Tobago 3 Mei 2024

    Jamaika 24 April 2024

    Barbados 20 April 2024

    Prancis 22 September 2025

    Luksemburg 22 September 2025

    Malta 22 September 2025

    Monako 22 September 2025

    Belgia 22 September 2025

    Andorra 22 September 2025

    Inggris 21 September 2025

    Australia 21 September 2025

    Kanada 21 September 2025

    Portugal 21 September 2025

    Meksiko 20 Maret 2025

     

    2010-2019

     

    Ekuador 27 Desember 2010

    Bolivia 17 Desember 2010

    Argentina 6 Desember 2010

    Islandia 15 Desember 2011

    Brasil 3 Desember 2011

    Grenada 25 September 2011

    Antigua dan Barbuda 22 September 2011

    Dominika 19 September 2011

    Belize 9 September 2011

    St. Vincent dan Grenadines 29 Agustus 2011

    Honduras 26 Agustus 2011

    El Salvador 25 Agustus 2011

    Suriah 18 Juli 2011

    Sudan Selatan 14 Juli 2011

    Liberia 1 Juli 2011

    Lesotho 3 Mei 2011

    Uruguay 16 Maret 2011

    Paraguay 29 Januari 2011

    Suriname 26 Januari 2011

    Peru 24 Januari 2011

    Guyana 13 Januari 2011

    Chili 7 Januari 2011

    Thailand 18 Januari 2012

    Haiti 27 September 2013

    Guatemala 9 April 2013

    Swedia 30 Oktober 2014

    St. Lucia 14 September 2015

    Tahta Suci 26 Juni 2015

    Kolombia 3 Agustus 2018

    St. Kitts dan Nevis 29 Juli 2019

     

    1991-2009

     

    Eswatini 1 Juli 1991

    Bosnia dan Herzegovina 27 Mei 1992

    Georgia 25 April 1992

    Turkmenistan 17 April 1992

    Azerbaijan 15 April 1992

    Kazakstan 6 April 1992

    Uzbekistan 25 September 1994

    Tajikistan 2 April 1994

    Kirgistan 1 November 1995

    Afrika Selatan 15 Februari 1995

    Papua Nugini 13 Januari 1995

    Malawi 23 Oktober 1998

    Timor Leste 1 Maret 2004

    Montenegro 24 Juli 2006

    Pantai Gading 1 Desember 2008

    Lebanon 30 November 2008

    Kosta Rika 5 Februari 2008

    Republik Dominika 15 Juli 2009

    Venezuela 27 April 2009

     

     1988-1989

     

    Bhutan 25 Desember 1988

    Republik Afrika Tengah 23 Desember 1988

    Burundi 22 Desember 1988

    Botswana 19 Desember 1988

    Nepal 19 Desember 1988

    Republik Demokratik Kongo 18 Desember 1988

    Polandia 14 Desember 1988

    Oman 13 Desember 1988

    Gabon 12 Desember 1988

    Sao Tome dan Principe 10 Desember 1988

    Mozambik 8 Desember 1988

    Angola 6 Desember 1988

    Republik Kongo 5 Desember 1988

    Sierra Leone 3 Desember 1988

    Uganda Desember 3, 1988

    Laos 2 Desember 1988

    Chad 1 Desember 1988

    Ghana 29 November 1988

    Togo 29 November 1988

    Zimbabwe 29 November 1988

    Maladewa 28 November 1988

    Bulgaria 25 November 1988

    Tanjung Verde 24 November 1988

    Korea Utara 24 November 1988

    Niger 24 November 1988

    Rumania 24 November 1988

    Tanzania 24 November 1988

    Hongaria 23 November 1988

    Mongolia 22 November 1988

    Senegal 22 November 1988

    Burkina Faso 21 November 1988

    Kamboja 21 November 1988

    Komoro 21 November 1988

    Guinea 21 November 1988

    Guinea-Bissau 21 November 1988

    Mali 21 November 1988

    Tiongkok 20 November 1988

    Belarus 19 November 1988

    Namibia 19 November 1988

    Rusia 19 November 1988

    Ukraina 19 November 1988

    Vietnam 19 November 1988

    Siprus 18 November 1988

    Republik Ceko 18 November 1988

    Mesir 18 November 1988

    Gambia 18 November 1988

    India 18 November 19881

    Nigeria 18 November 1988

    Seychelles Slowakia 18 November 1988

    Sri Lanka 18 November 1988

    Albania 17 November 1988

    Brunei Darussalam 17 November 1988

    Djibouti 17 November 1988

    Mauritius 17 November 1988

    Sudan 17 November 1988

    Afganistan 16 November 1988

    Bangladesh 16 November 1988

    Kuba 16 November 1988

    Yordania 16 November 1988

    Madagaskar 16 November 1988

    Nikaragua 16 November 1988

    Pakistan 16 November 1988

    Qatar 16 November, 1988

    Arab Saudi 16 November 1988

    Serbia 16 November 1988

    Uni Emirat Arab 16 November 1988

    Zambia 16 November 1988

    Aljazair 15 November 1988

    Bahrain 15 November 1988

    Indonesia 15 November 1988

    Irak 15 November 1988

    Kuwait 15 November 1988

    Libya Malaysia 15 November 1988

    Mauritania 15 November 1988

    Maroko 15 November 1988

    Somalia 15 November 1988

    Tunisia 15 November 1988

    Turki 15 November 1988

    Yaman 15 November 1988

    Iran 4 Februari 1988

    Filipina 1 September 1989

    Vanuatu 21 Agustus 1989

    Benin 1 Mei 1989

    Guinea Khatulistiwa 1 Mei 1989

    Kenya 1 Mei 1989

    Etiopia 4 Februari 1989

    Rwanda 2 Januari 1989

  • DKI harus tetap lakukan surveilans Mpox walau status darurat dicabut

    DKI harus tetap lakukan surveilans Mpox walau status darurat dicabut

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap harus tetap melakukan pemantauan penyebaran (surveilans) penyakit cacar monyet (Mpox) walau status darurat global telah dicabut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Hal itu disampaikan oleh Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020, Prof Tjandra Yoga Aditama saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

    “Jakarta perlu terus melakukan surveilans dan pengendalian Mpox. Kita ingat data sampai Agustus 2024, di Indonesia tercatat selama periode 2022-2024, ada 88 kasus terkonfirmasi Mpox,” katanya.

    Dari jumlah kasus tersebut, terbanyak ada di DKI Jakarta dengan 59 kasus dan Jawa Barat 13 kasus serta Banten 9 kasus.

    Adapun keputusan WHO mencabut status darurat global Mpox pada Jumat (5/9) didasarkan pada penurunan kasus dan angka kematian yang berkelanjutan di Republik Demokratik Kongo dan negara lain yang terdampak seperti Burundi, Sierra Leone dan Uganda.

    Prof Tjandra Yoga Aditama. (ANTARA/HO-Tjandra Yoga Aditama)

    Tjandra mengatakan, alasan pencabutan status darurat juga karena ilmu pengetahuan sudah semakin memahami perjalanan penyakit dan penanganan penyakit Mpox. Negara-negara terjangkit juga telah melakukan program pengendalian penyakit dengan baik.

    Namun, kata dia, Mpox masih perlu diwaspadai dan program pengendalian tetap harus dijalankan.

    Kendati di level dunia, Mpox sudah tak lagi berstatus kedaruratan kesehatan masyarakat (PHEIC), tetapi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) menyatakan, Mpox masih tetap merupakan “Continent Emergency” atau keadaan darurat masyarakat bagi keamanan kontinental.

    “Indonesia harus tetap perlu mewaspadai Mpox, sama seperti berbagai penyakit menular yang berpotensi menjadi wabah di negara kita,” demikian Tjandra yang pernah menjabat sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI itu.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • WHO Cabut Status Darurat Global Penyakit Mpox, Ini Alasannya

    WHO Cabut Status Darurat Global Penyakit Mpox, Ini Alasannya

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan mencabut status darurat global atau public health emergency of international concern terkait Mpox. Pengumuman ini menyusul pertemuan kelima Komite Darurat IHR mengenai lonjakan mpox.

    “Tentu saja, mencabut deklarasi darurat tidak berarti ancaman telah berakhir, atau respons kita akan berhenti,” tutur Dirjen WHO Tedros Adhanom dikutip dari akun X pribadinya, Minggu (7/9/2025).

    Keputusan ini didasarkan pada penurunan kasus dan kematian yang berkelanjutan di Republik Demokratik Kongo dan di negara-negara lain yang terdampak, termasuk Burundi, Sierra Leone, dan Uganda. Kini terdapat pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor pendorong penularan dan risiko keparahan, dan negara-negara yang paling terdampak telah mengembangkan kapasitas respons berkelanjutan.

    WHO menyatakan mpox sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional, tingkat kewaspadaan tertingginya pada bulan Agustus tahun lalu, ketika wabah jenis baru mpox mulai menyebar dari DRC ke negara-negara tetangga.

    Menyoal Mpox

    Mpox, atau yang dulu dikenal sebagai penyakit cacar monyet dapat menyebar melalui kontak dekat. Biasanya ringan, namun fatal dalam kasus yang jarang terjadi. Penyakit ini menyebabkan gejala seperti flu dan lesi bernanah pada tubuh.

    Anak-anak, ibu hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV, semuanya berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi.

    Meskipun mpox masih menjadi masalah kesehatan, WHO memutuskan untuk menurunkan status PHEIC berdasarkan saran dari Komite Darurat, yang bertemu setiap tiga bulan untuk mengevaluasi wabah tersebut.

    “Sementara kita mencabut status darurat, kita perlu mempertahankan urgensinya,” kata Dimie Ogoina dari Komite Darurat.

    Dari kasus-kasus yang tercatat, terdapat tingkat kematian yang mengkhawatirkan di antara orang yang hidup dengan HIV/AIDS, khususnya di Uganda dan Sierra Leone, serta tanda-tanda kerentanan di antara bayi dan anak-anak di Republik Demokratik Kongo, kata Ogoina.

    Bentuk baru mpox, klade Ib, masih dominan menyerang Afrika sub-Sahara. Kasus-kasus terkait perjalanan juga telah ditemukan di Thailand, Inggris, dan negara-negara lain.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • 148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 148 negara kini mengaku kedaulatan negara Palestina. Ini menjadi update terbaru, dari total 193 negara yang tergabung dalam PBB.

    Ke-148 negara itu merepresentasikan 75% dari total negara di dunia. Lalu apa saja negara itu?

    Berikut daftarnya dari yang terbaru mengakui hingga yang paling awal, dikutip dari beragam sumber seperti Al-Jazeera dan CNN International, Selasa (12/8/2025).

    1.Meksiko: 20 Maret 2025

    2.Armenia: 21 Juni 2024

    3.Slovenia: 4 Juni 2024

    4.Irlandia: 22 Mei 2024

    5.Norwegia: 22 Mei 2024

    6.Spanyol: 22 Mei 2024

    7.Bahama: 8 Mei 2024

    8.Trinidad dan Tobago: 3 Mei 2024

    9.Jamaika: 24 April 2024

    10.Barbados: 20 April 2024

    11.Saint Kitts dan Nevis: 29 Juli 2019

    12.Kolombia: 3 Agustus 2018

    13.Saint Lucia: 14 September 2015

    14.Takhta Suci: 26 Juni 2015

    15.Swedia: 30 Oktober 2014

    16.Haiti: 27 September 2013

    17.Guatemala: 9 April 2013

    18.Thailand: 18 Januari 2012

    19.Islandia: 15 Desember 2011

    20.Brasil: 3 Desember 2011

    21.Grenada: 25 September 2011

    22.Antigua dan Barbuda: 22 September 2011

    23.Dominika: 19 September 2011

    24.Belize: 9 September 2011

    25.Saint Vincent dan Grenadines: 29 Agustus 2011

    26.Honduras: 26 Agustus 2011

    27.El Salvador: 25 Agustus 2011

    28.Suriah: 18 Juli 2011

    29.Sudan Selatan: 14 Juli 2011

    30.Liberia: 1 Juli 2011

    31.Lesotho: 3 Mei 2011

    32.Uruguay: 16 Maret 2011

    33.Paraguay: 29 Januari 2011

    34.Suriname: 26 Januari 2011

    35.Peru: 24 Januari 2011

    36.Guyana: 13 Januari 2011

    37.Chile: 7 Januari 2011

    38.Ekuador: 27 Desember 2010

    39.Bolivia: 17 Desember 2010

    40.Argentina: 6 Desember 2010

    41.Republik Dominika: 15 Juli 2009

    42.Venezuela: 27 April 2009

    43.Pantai Gading: 1 Desember 2008

    45.Lebanon: 30 November 2008

    46.Kosta Rika: 5 Februari 2008

    47.Montenegro: 24 Juli 2006

    48.Timor Leste: 1 Maret 2004

    49.Malawi: 23 Oktober 1998

    50.Kirgistan: 1 November 1995

    51.Afrika Selatan: 15 Februari 1995

    52.Papua Nugini: 13 Januari 1995

    53.Uzbekistan: 25 September 1994

    54.Tajikistan: 2 April 1994

    55.Bosnia dan Herzegovina: 27 Mei 1992

    56.Georgia: 25 April 1992

    57.Turkmenistan: 17 April 1992

    58.Azerbaijan: 15 April 1992

    59.Kazakstan: 6 April 1992

    60.Eswatini: 1 Juli 1991

    61.Filipina: 1 September 1989

    62.Vanuatu: 21 Agustus 1989

    63.Benin: 1 Mei 1989

    64.Guinea Khatulistiwa: 1 Mei 1989

    65.Kenya: 1 Mei 1989 Etiopia: 4 Februari 1989

    66.Rwanda: 2 Januari 1989

    67.Bhutan: 25 Desember 1988

    68.Afrika Tengah: 23 Desember 1988

    69.Burundi: 22 Desember 1988

    70.Botswana: 19 Desember 1988

    71.Nepal: 19 Desember 1988

    72.Kongo: 18 Desember 1988

    73.Polandia: 14 Desember 1988

    74.Oman: 13 Desember 1988

    75.Gabon: 12 Desember 1988

    76.Sao Tome dan Principe: 10 Desember, 1988

    77.Mozambik: 8 Desember 1988

    78.Angola: 6 Desember 1988

    79.Kongo: 5 Desember 1988

    80.Sierra Leone: 3 Desember 1988

    81.Uganda: 3 Desember 1988

    82.Laos: 2 Desember 1988

    83.Chad: 1 Desember 1988

    84.Ghana: 29 November 1988

    85.Togo: 29 November 1988

    86.Zimbabwe: 29 November 1988

    87.Maladewa: 28 November 1988

    88.Bulgaria: 25 November 1988

    89.Tanjung Verde: 24 November 1988

    90.Korea Utara: 24 November 1988

    91.Niger: 24 November 1988

    92.Rumania: 24 November 1988

    93.Tanzania: 24 November 1988

    94.Hongaria: 23 November 1988

    95.Mongolia: 22 November 1988

    96.Senegal: 22 November 1988

    97.Burkina Faso: 21 November 1988

    98.Kamboja: 21 November 1988

    99.Komoro: 21 November 1988

    100.Guinea: 21 November 1988

    101.Guinea-Bissau: 21 November 1988

    102.Mali: 21 November 1988

    103.China: 20 November 1988

    104.Belarus: 19 November 1988

    105.Namibia: 19 November 1988

    106.Rusia: 19 November 1988

    107.Ukraina: 19 November 1988

    108.Vietnam: 19 November 1988

    109.Siprus: 18 November 1988

    110.Republik Ceko: 18 November 1988

    111.Mesir: 18 November 1988

    112.Gambia: 18 November 1988

    113.India: 18 November 1988

    114.Nigeria: 18 November 1988

    115.Seychelles: 18 November 1988

    116.Slowakia: 18 November 1988

    117.Sri Lanka: 18 November 1988

    118.Albania: 17 November 1988

    119.Brunei Darussalam: 17 November 1988

    120.Djibouti: 17 November 1988

    121.Mauritius: 17 November 1988

    122.Sudan: 17 November 1988

    123.Afghanistan: 16 November 1988

    124.Bangladesh: 16 November 1988

    125.Kuba: 16 November 1988

    126.Yordania: 16 November 1988

    127.Madagaskar: 16 November 1988

    128.Nikaragua: 16 November 1988

    129.Pakistan: 16 November 1988

    130.Qatar: 16 November 1988

    131. Arab Saudi: 16 November 1988

    132.Serbia: 16 November 1988

    133.Uni Emirat Arab: 16 November 1988

    134.Zambia: 16 November 1988

    135.Aljazair: 15 November 1988

    136.Bahrain: 15 November 1988

    137.Indonesia: 15 November 1988

    138.Irak: 15 November 1988

    139.Kuwait: 15 November 1988

    140.Libya: 15 November 1988

    141.Malaysia: 15 November 1988

    142.Mauritania: 15 November 1988

    143.Maroko: 15 November 1988

    144.Somalia: 15 November 1988

    145.Tunisia: 15 November 1988

    146.Turki: 15 November 1988

    147.Yaman: 15 November 1988

    148.Iran: 4 Februari 1988

    Sementara beberapa negara akan mengakui di sidang PBB September nanti. Berikut antara lain:

    Australia

    Kanada

    Prancis

    Malta

    Portugal

    Inggris

    Lalu negara mana saja yang belum sama sekali mengakui?

    Amerika Serikat

    Panama

    Jerman

    Italia

    Austria

    Denmark

    Lithuania

    Moldova

    Kroasia

    Latvia

    Yunani

    Eritrea

    Kamerun

    Myanmar

    Korea Selatan

    Jepang

    Israel

    Selandia Baru (masih akan diputuskan melalui sidang parlemen bulan ini)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pemohon Visa AS Wajib Setor Uang Jaminan hingga Rp 245 Juta, WNI Juga?

    Pemohon Visa AS Wajib Setor Uang Jaminan hingga Rp 245 Juta, WNI Juga?

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan mewajibkan uang jaminan hingga US$ 15.000 atau setara Rp 245,8 juta untuk sejumlah visa turis dan bisnis di bawah program percontohan yang diluncurkan dalam dua pekan ke depan. Langkah ini menjadi upaya pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menindak warga asing yang kerap overstay.

    Aturan baru ini, seperti dilansir Reuters dan AFP, Selasa (5/8/2025), merupakan bagian dari program percontohan yang akan berlangsung selama 12 bulan, dan akan dimulai pada 20 Agustus mendatang.

    Program ini akan berlaku bagi para pemohon visa bisnis B-1 dan visa turis B-2 dari negara-negara yang dianggap berisiko tinggi untuk overstay visa.

    Menurut pemberitahuan Federal Register AS, program ini memberikan keleluasaan terhadap para petugas konselor AS untuk mengenakan jaminan atau visa bonds kepada para pemohon dari negara-negara dengan tingkat overstay visa yang tinggi.

    “Petugas konsuler dapat mewajibkan pemohon visa non-imigran yang tercakup untuk membayar jaminan hingga US$ 15.000 sebagai syarat penerbitan visa,” sebut pemberitahuan Departemen Luar Negeri AS, yang akan dipublikasikan oleh Federal Register AS pada Selasa (5/8) waktu setempat.

    Ada tiga pilihan bagi para pemohon visa yang diwajibkan membayar jaminan, yakni sebesar US$ 5.000 (Rp 81,9 juta), US$ 10.000 (Rp 163,8 juta), atau US$ 15.000 (Rp 245,8 juta).

    Jaminan itu juga dapat diterapkan kepada orang-orang yang datang dari negara-negara di mana informasi pemeriksaan dan verifikasi dianggap tidak memadai.

    Federal Register AS menambahkan bahwa uang jaminan akan dikembalikan sepenuhnya jika pemegang visa mematuhi persyaratan, atau masuk dan keluar dari AS sesuai ketentuan visa. Bagi mereka yang tetap berada di AS melebihi batas waktu yang diizinkan, akan kehilangan seluruh uang jaminan tersebut.

    Program ini juga membatasi akses masuk dan keluar di bandara-bandara tertentu di AS bagi mereka yang diwajibkan membayar jaminan tersebut.

    Belum diketahui secara jelas soal negara-negara yang terdampak aturan baru ini.

    Departemen Luar Negeri AS mengatakan program tersebut menargetkan warga dari negara-negara dengan “tingkat overstay visa yang tinggi”, seperti diidentifikasi dalam laporan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS).

    Menurut data DHS dan data bea cukai serta perlindungan perbatasan AS, seperti dikutip Reuters, negara-negara seperti Chad, Eritrea, Haiti, Myanmar, Yaman, Burundi, Djibouti, dan Togo telah menunjukkan tingkat overstay yang tinggi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)