Negara: Brasil

  • Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Jakarta

    Demi “menghindari konflik bersenjata” antara Washington dan Caracas, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan diri menjadi mediator antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela. AS dan Venezuela bersitegang beberapa waktu terakhir.

    Seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), Lula da Silva, yang merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di Amerika Latin, mengatakan kepada wartawan bahwa Brasil “sangat khawatir” tentang krisis yang semakin meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Tokoh sayap kiri berusia 80 tahun itu mengungkapkan bahwa dirinya telah memberitahu Trump jika “masalah tidak akan terselesaikan dengan baku tembak, bahwa lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi”.

    Lula da Silva juga mengatakan dirinya telah menawarkan bantuan Brasil kepada kedua pemimpin untuk “menghindari konflik bersenjata di Amerika Latin” dan mungkin akan berbicara lagi dengan Trump sebelum Natal untuk menyampaikan kembali tawarannya.

    “Agar kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik dan bukan perang saudara,” ujarnya.

    “Saya siap membantu Venezuela dan AS untuk berkontribusi pada solusi damai di benua kita,” tegas Lula da Silva dalam pernyataannya.

    Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan narkoba. AS telah melancarkan rentetan serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menyita kapal tanker minyak, dan menjatuhkan sanksi kepada kerabat Maduro.

    Trump juga mengawasi pengerahan militer besar-besaran di lepas pantai Venezuela, dan pekan ini mengumumkan blokade terhadap “kapal minyak yang dikenai sanksi” yang berlayar dari dan ke Caracas.

    Sementara Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan rezimnya, bukan hanya memerangi perdagangan narkoba.

    Lula da Silva, dalam pernyataannya, mengakui dirinya khawatir tentang apa yang ada di balik operasi militer AS di kawasan Amerika Latin.

    “Ini tidak mungkin hanya tentang menggulingkan Maduro. Apa kepentingan lainnya yang belum kita ketahui?” ucapnya, sembari menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu soal minyak Venezuela, atau mineral penting, atau logam tanah jarang.

    “Tidak ada yang pernah mengatakan secara konkret mengapa perang ini diperlukan,” kata Lula da Silva.

    Halaman 2 dari 2

    (kny/jbr)

  • Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Presiden Brasil Tawarkan Diri Jadi Mediator Trump-Maduro Demi Cegah Perang

    Brasilia

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan diri untuk menjadi mediator antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela, yang bersitegang beberapa waktu terakhir. Lula da Silva mengatakan dirinya bersedia menjadi mediator demi “menghindari konflik bersenjata” antara Washington dan Caracas.

    Lula da Silva, yang merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di Amerika Latin, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), mengatakan kepada wartawan bahwa Brasil “sangat khawatir” tentang krisis yang semakin meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Tokoh sayap kiri berusia 80 tahun itu mengungkapkan bahwa dirinya telah memberitahu Trump jika “masalah tidak akan terselesaikan dengan baku tembak, bahwa lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi”.

    Lula da Silva juga mengatakan dirinya telah menawarkan bantuan Brasil kepada kedua pemimpin untuk “menghindari konflik bersenjata di Amerika Latin” dan mungkin akan berbicara lagi dengan Trump sebelum Natal untuk menyampaikan kembali tawarannya.

    “Agar kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik dan bukan perang saudara,” ujarnya.

    “Saya siap membantu Venezuela dan AS untuk berkontribusi pada solusi damai di benua kita,” tegas Lula da Silva dalam pernyataannya.

    Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan narkoba. AS telah melancarkan rentetan serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menyita kapal tanker minyak, dan menjatuhkan sanksi kepada kerabat Maduro.

    Trump juga mengawasi pengerahan militer besar-besaran di lepas pantai Venezuela, dan pekan ini mengumumkan blokade terhadap “kapal minyak yang dikenai sanksi” yang berlayar dari dan ke Caracas.

    Sementara Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan rezimnya, bukan hanya memerangi perdagangan narkoba.

    Lula da Silva, dalam pernyataannya, mengakui dirinya khawatir tentang apa yang ada di balik operasi militer AS di kawasan Amerika Latin.

    “Ini tidak mungkin hanya tentang menggulingkan Maduro. Apa kepentingan lainnya yang belum kita ketahui?” ucapnya, sembari menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu soal minyak Venezuela, atau mineral penting, atau logam tanah jarang.

    “Tidak ada yang pernah mengatakan secara konkret mengapa perang ini diperlukan,” kata Lula da Silva.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Presiden Brasil Tawarkan Diri Jadi Mediator Trump-Maduro Demi Cegah Perang

    Brasilia

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan diri untuk menjadi mediator antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela, yang bersitegang beberapa waktu terakhir. Lula da Silva mengatakan dirinya bersedia menjadi mediator demi “menghindari konflik bersenjata” antara Washington dan Caracas.

    Lula da Silva, yang merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di Amerika Latin, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), mengatakan kepada wartawan bahwa Brasil “sangat khawatir” tentang krisis yang semakin meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Tokoh sayap kiri berusia 80 tahun itu mengungkapkan bahwa dirinya telah memberitahu Trump jika “masalah tidak akan terselesaikan dengan baku tembak, bahwa lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi”.

    Lula da Silva juga mengatakan dirinya telah menawarkan bantuan Brasil kepada kedua pemimpin untuk “menghindari konflik bersenjata di Amerika Latin” dan mungkin akan berbicara lagi dengan Trump sebelum Natal untuk menyampaikan kembali tawarannya.

    “Agar kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik dan bukan perang saudara,” ujarnya.

    “Saya siap membantu Venezuela dan AS untuk berkontribusi pada solusi damai di benua kita,” tegas Lula da Silva dalam pernyataannya.

    Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan narkoba. AS telah melancarkan rentetan serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menyita kapal tanker minyak, dan menjatuhkan sanksi kepada kerabat Maduro.

    Trump juga mengawasi pengerahan militer besar-besaran di lepas pantai Venezuela, dan pekan ini mengumumkan blokade terhadap “kapal minyak yang dikenai sanksi” yang berlayar dari dan ke Caracas.

    Sementara Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan rezimnya, bukan hanya memerangi perdagangan narkoba.

    Lula da Silva, dalam pernyataannya, mengakui dirinya khawatir tentang apa yang ada di balik operasi militer AS di kawasan Amerika Latin.

    “Ini tidak mungkin hanya tentang menggulingkan Maduro. Apa kepentingan lainnya yang belum kita ketahui?” ucapnya, sembari menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu soal minyak Venezuela, atau mineral penting, atau logam tanah jarang.

    “Tidak ada yang pernah mengatakan secara konkret mengapa perang ini diperlukan,” kata Lula da Silva.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • KEM Dorong Penguatan Rantai Nilai Ekonomi Masyarakat Hukum Adat untuk Hutan Adat yang Tangguh dan Berkelanjutan

    KEM Dorong Penguatan Rantai Nilai Ekonomi Masyarakat Hukum Adat untuk Hutan Adat yang Tangguh dan Berkelanjutan

    Jakarta: Menindaklanjuti komitmen Indonesia di COP30 Brasil, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggelar Lokakarya Nasional Pasca COP30 Belém, Brasil pada 17–18 Januari di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta, dengan tujuan mempercepat realisasi target nasional penetapan 1,4 juta hektare Hutan Adat. 

    Pada kesempatan ini, Kemenhut memaparkan Peta Jalan Percepatan Penetapan Status Hutan Adat yang disusun dengan semangat mendukung peran Masyarakat Hukum Adat (MHA) bukan hanya sebagai penjaga hutan, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan.

    Semangat ini sejalan dengan komitmen Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) untuk menghadirkan pola ekonomi yang lebih seimbang antara alam dan manusia, salah satunya lewat rantai nilai bioekonomi bertanggungjawab. 

    KEM memandang bahwa percepatan penetapan Hutan Adat perlu diiringi dengan penguatan aspek ekonomi agar pengakuan wilayah kelola masyarakat adat tidak berhenti pada aspek administratif, tetapi juga berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat dan tetap terjaganya kondisi hutan. 

    “Peningkatan kesejahteraan MHA membutuhkan keterhubungan yang lebih kuat dengan rantai nilai ekonomi nasional dan internasional. Keterhubungan ini penting agar masyarakat adat tidak hanya berperan sebagai pemasok bahan mentah atau menghasilkan produk tanpa jaminan pasar, tetapi memiliki posisi tawar yang lebih setara dalam tata niaga komoditas dan jasa berbasis hutan.” tegas Fito Rahdianto, Direktur Eksekutif KEM
    Penguatan Rantai Nilai Ekonomi sebagai Kunci Keberlanjutan Hutan Adat
    Hingga kini, Masyarakat Hukum Adat (MHA) masih berada pada posisi rentan dan lemah dalam rantai nilai ekonomi, ditandai oleh keterbatasan kapasitas produksi dan pengolahan, minimnya akses pembiayaan, serta ketergantungan pada tengkulak dan mekanisme pasar yang tidak adil. Di banyak wilayah, potensi ekonomi Hutan Adat baik hasil hutan bukan kayu, agroforestri, jasa lingkungan, maupun pengetahuan lokal belum sepenuhnya memberi nilai tambah yang adil bagi masyarakat di tingkat tapak. 

    Peserta lokakarya juga mengidentifikasi sejumlah risiko sosial dan ekologis yang perlu diantisipasi, antara lain potensi konflik tata batas, ancaman terhadap kearifan lokal, ketimpangan gender, serta risiko ekspansi berlebihan ketika suatu komoditas berhasil secara ekonomi. Oleh karena itu, penerapan Prinsip Safeguard Sosial dan Ekologis yang adil, transparan, dan kontekstual dinilai krusial dalam setiap bentuk kerja sama dengan sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya.

    Penguatan rantai nilai ekonomi Hutan Adat perlu direncanakan dan didukung sumber daya memadai sebagai proses transformasi menuju kemandirian Masyarakat Hukum Adat lewat pengembangan social forestry enterprise yang dikelola secara profesional, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang Masyarakat Hukum Adat. Pendekatan ini akan memperkuat posisi Masyarakat Hukum Adat dalam rantai nilai ekonomi. 

    Sejalan dengan hal tersebut, dalam diskusi panel yang membahas pengembangan rantai nilai Hutan Adat dan Perhutanan Sosial, CEO EcoNusa salah satu anggota KEM, Bustar Maitar menekankan bahwa pembangunan ekonomi berbasis hutan adat, khususnya di kawasan rentan, seperti Papua dan Maluku, hanya dapat berjalan jika masyarakat adat ditempatkan sebagai aktor utama dalam rantai nilai.

    “Wilayah Indonesia Timur memiliki tantangan geografis dan keterbatasan infrastruktur yang tidak memungkinkan pendekatan bisnis konvensional. Melalui KOBUMI, kami membangun mekanisme jaminan pasar dan harga yang berkeadilan, di mana masyarakat adat memiliki kepastian pembelian, pembayaran tunai, serta kepemilikan dalam rantai nilai. Pengalaman ini menunjukkan bahwa ketika akses pasar, pendampingan, dan prinsip keadilan berjalan konsisten, ekonomi berbasis hutan adat bukan hanya bertahan, tetapi mampu tumbuh,” ujar Bustar.

    Direktur PT Sosial Bisnis Indonesia (SOBI), Matt Danalan Saragih, juga menyoroti pentingnya desain kemitraan jangka panjang untuk menjawab tantangan konsistensi kualitas, pasokan, dan keterlacakan (traceability) produk dari smallholders dan MHA.

    “Permasalahan utama dalam pengembangan rantai nilai berbasis masyarakat adalah inkonsistensi pasok dan kualitas yang bersifat struktural. Melalui peran SOBI sebagai KEM Companies Network (KCN), kami mendorong model agroforestry hub yang mengintegrasikan pendampingan teknis, kemitraan yang transparan, serta digitalisasi traceability berstandar global agar produk MHA dapat menembus pasar yang lebih luas,” jelas Matt.

    Menurutnya, pertemuan pendekatan berbasis praktik yang dijalankan EcoNusa dan KOBUMI dengan penguatan kapasitas dan model pembelajaran yang dikembangkan SOBI menjadi peluang strategis untuk membuka potensi perhutanan sosial secara lebih sistemik dan berkelanjutan.
    Langkah Awal Kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat
    Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki dalam penutupan lokakarya menyampaikan bahwa penetapan Hutan Adat bukanlah akhir dari perjuangan. Menurutnya, “Penetapan Hutan Adat merupakan langkah awal untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi Masyarakat Hukum Adat yang selaras dengan kearifan lokal, sebagai bagian dari cita-cita luhur bangsa yang perlu diwujudkan bersama.”

    Sebagai tindak lanjut, KEM menginisiasi pemetaan awal potensi produk dan jasa Hutan Adat, tantangan utama MHA, kebutuhan intervensi prioritas, serta risiko sosial dan ekologis yang perlu diantisipasi dengan prinsip kemitraan yang adil.

    Melalui proses ini, KEM mendorong kolaborasi lintas pihak untuk menghadirkan pendampingan yang tepat sasaran, guna mewujudkan penguatan rantai nilai ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi Masyarakat Hukum Adat.

     

    Jakarta: Menindaklanjuti komitmen Indonesia di COP30 Brasil, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggelar Lokakarya Nasional Pasca COP30 Belém, Brasil pada 17–18 Januari di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta, dengan tujuan mempercepat realisasi target nasional penetapan 1,4 juta hektare Hutan Adat. 
     
    Pada kesempatan ini, Kemenhut memaparkan Peta Jalan Percepatan Penetapan Status Hutan Adat yang disusun dengan semangat mendukung peran Masyarakat Hukum Adat (MHA) bukan hanya sebagai penjaga hutan, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan.
     
    Semangat ini sejalan dengan komitmen Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) untuk menghadirkan pola ekonomi yang lebih seimbang antara alam dan manusia, salah satunya lewat rantai nilai bioekonomi bertanggungjawab. 

    KEM memandang bahwa percepatan penetapan Hutan Adat perlu diiringi dengan penguatan aspek ekonomi agar pengakuan wilayah kelola masyarakat adat tidak berhenti pada aspek administratif, tetapi juga berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat dan tetap terjaganya kondisi hutan. 
     
    “Peningkatan kesejahteraan MHA membutuhkan keterhubungan yang lebih kuat dengan rantai nilai ekonomi nasional dan internasional. Keterhubungan ini penting agar masyarakat adat tidak hanya berperan sebagai pemasok bahan mentah atau menghasilkan produk tanpa jaminan pasar, tetapi memiliki posisi tawar yang lebih setara dalam tata niaga komoditas dan jasa berbasis hutan.” tegas Fito Rahdianto, Direktur Eksekutif KEM

    Penguatan Rantai Nilai Ekonomi sebagai Kunci Keberlanjutan Hutan Adat
    Hingga kini, Masyarakat Hukum Adat (MHA) masih berada pada posisi rentan dan lemah dalam rantai nilai ekonomi, ditandai oleh keterbatasan kapasitas produksi dan pengolahan, minimnya akses pembiayaan, serta ketergantungan pada tengkulak dan mekanisme pasar yang tidak adil. Di banyak wilayah, potensi ekonomi Hutan Adat baik hasil hutan bukan kayu, agroforestri, jasa lingkungan, maupun pengetahuan lokal belum sepenuhnya memberi nilai tambah yang adil bagi masyarakat di tingkat tapak. 
     
    Peserta lokakarya juga mengidentifikasi sejumlah risiko sosial dan ekologis yang perlu diantisipasi, antara lain potensi konflik tata batas, ancaman terhadap kearifan lokal, ketimpangan gender, serta risiko ekspansi berlebihan ketika suatu komoditas berhasil secara ekonomi. Oleh karena itu, penerapan Prinsip Safeguard Sosial dan Ekologis yang adil, transparan, dan kontekstual dinilai krusial dalam setiap bentuk kerja sama dengan sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya.
     
    Penguatan rantai nilai ekonomi Hutan Adat perlu direncanakan dan didukung sumber daya memadai sebagai proses transformasi menuju kemandirian Masyarakat Hukum Adat lewat pengembangan social forestry enterprise yang dikelola secara profesional, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang Masyarakat Hukum Adat. Pendekatan ini akan memperkuat posisi Masyarakat Hukum Adat dalam rantai nilai ekonomi. 
     
    Sejalan dengan hal tersebut, dalam diskusi panel yang membahas pengembangan rantai nilai Hutan Adat dan Perhutanan Sosial, CEO EcoNusa salah satu anggota KEM, Bustar Maitar menekankan bahwa pembangunan ekonomi berbasis hutan adat, khususnya di kawasan rentan, seperti Papua dan Maluku, hanya dapat berjalan jika masyarakat adat ditempatkan sebagai aktor utama dalam rantai nilai.
     
    “Wilayah Indonesia Timur memiliki tantangan geografis dan keterbatasan infrastruktur yang tidak memungkinkan pendekatan bisnis konvensional. Melalui KOBUMI, kami membangun mekanisme jaminan pasar dan harga yang berkeadilan, di mana masyarakat adat memiliki kepastian pembelian, pembayaran tunai, serta kepemilikan dalam rantai nilai. Pengalaman ini menunjukkan bahwa ketika akses pasar, pendampingan, dan prinsip keadilan berjalan konsisten, ekonomi berbasis hutan adat bukan hanya bertahan, tetapi mampu tumbuh,” ujar Bustar.
     
    Direktur PT Sosial Bisnis Indonesia (SOBI), Matt Danalan Saragih, juga menyoroti pentingnya desain kemitraan jangka panjang untuk menjawab tantangan konsistensi kualitas, pasokan, dan keterlacakan (traceability) produk dari smallholders dan MHA.
     
    “Permasalahan utama dalam pengembangan rantai nilai berbasis masyarakat adalah inkonsistensi pasok dan kualitas yang bersifat struktural. Melalui peran SOBI sebagai KEM Companies Network (KCN), kami mendorong model agroforestry hub yang mengintegrasikan pendampingan teknis, kemitraan yang transparan, serta digitalisasi traceability berstandar global agar produk MHA dapat menembus pasar yang lebih luas,” jelas Matt.
     
    Menurutnya, pertemuan pendekatan berbasis praktik yang dijalankan EcoNusa dan KOBUMI dengan penguatan kapasitas dan model pembelajaran yang dikembangkan SOBI menjadi peluang strategis untuk membuka potensi perhutanan sosial secara lebih sistemik dan berkelanjutan.
    Langkah Awal Kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat
    Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki dalam penutupan lokakarya menyampaikan bahwa penetapan Hutan Adat bukanlah akhir dari perjuangan. Menurutnya, “Penetapan Hutan Adat merupakan langkah awal untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi Masyarakat Hukum Adat yang selaras dengan kearifan lokal, sebagai bagian dari cita-cita luhur bangsa yang perlu diwujudkan bersama.”
     
    Sebagai tindak lanjut, KEM menginisiasi pemetaan awal potensi produk dan jasa Hutan Adat, tantangan utama MHA, kebutuhan intervensi prioritas, serta risiko sosial dan ekologis yang perlu diantisipasi dengan prinsip kemitraan yang adil.
     
    Melalui proses ini, KEM mendorong kolaborasi lintas pihak untuk menghadirkan pendampingan yang tepat sasaran, guna mewujudkan penguatan rantai nilai ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi Masyarakat Hukum Adat.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ASM)

  • Video: WHO Akui Keberhasilan Brasil Berantas Penularan HIV Ibu ke Anak

    Video: WHO Akui Keberhasilan Brasil Berantas Penularan HIV Ibu ke Anak

    Video: WHO Akui Keberhasilan Brasil Berantas Penularan HIV Ibu ke Anak

  • Leo Lelis Target Kemenangan Persebaya Saat Menjamu Borneo FC di GBT Surabaya

    Leo Lelis Target Kemenangan Persebaya Saat Menjamu Borneo FC di GBT Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Persebaya Surabaya membidik kemenangan saat menjamu Borneo FC pada laga lanjutan Super League 2025/2026 di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Sabtu (20/12/2025).

    Tekad tersebut ditegaskan bek asal Brasil, Leo Lelis, yang mengaku tak sabar tampil di hadapan Bonek dan Bonita.

    Dukungan penuh suporter disebut menjadi suntikan motivasi tambahan bagi skuad Bajul Ijo. Bagi Leo Lelis, duel kontra Pesut Etam juga memiliki makna emosional tersendiri.

    Pasalnya, pemain berusia 30 tahun itu pernah memperkuat Borneo FC pada musim 2023/2024 dan menyimpan kenangan manis bersama klub asal Samarinda tersebut.

    Meski demikian, fokus Leo kini sepenuhnya tercurah untuk membawa Persebaya meraih poin penuh di kandang sendiri.

    “Ini akan menjadi pertandingan spesial karena saya kembali bermain melawan Borneo. Saya sangat senang dan menghormati mereka, tetapi sekarang motivasi saya adalah memenangkan pertandingan ini bersama Persebaya,” ujar Leo Lelis, Kamis (18/12/2025).

    Leo menyadari betul kekuatan calon lawannya. Menurutnya, Borneo FC merupakan tim dengan komposisi pemain dan staf pelatih yang berkualitas, sehingga Persebaya harus melakukan persiapan secara maksimal.

    “Mereka punya pemain-pemain bagus dan staf pelatih yang sangat baik. Karena itu, kami mempersiapkan diri dengan sangat serius untuk laga ini,” ungkapnya.

    Bermain di kandang sendiri menjadi keuntungan yang ingin dimaksimalkan Persebaya. Atmosfer Stadion Gelora Bung Tomo diyakini mampu mendorong para pemain tampil lebih agresif dan percaya diri.

    “Kami bermain di kandang, di depan pendukung kami sendiri. Itu menjadi motivasi besar bagi kami untuk meraih kemenangan. Kami akan memberikan kemampuan terbaik di lapangan,” tegas Leo.

    Sementara itu, Persebaya terus mematangkan persiapan jelang laga krusial tersebut. Bajul Ijo berambisi kembali ke jalur kemenangan setelah belum meraih hasil maksimal dalam beberapa pertandingan terakhir di Super League 2025/2026. (way/ted)

  • Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    BERMULA
    dari seringnya nomor telepon Whatsapp dibajak orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kemudian oleh mereka digunakan untuk melakukan penipuan seolah-olah berinteraksi dengan nomor kontak yang ada di ponsel, saya tergerak menulis artikel ini.
    Bukan semata-mata curhat pribadi, tetapi ada persoalan besar mengenai mudahnya data pribadi penduduk Indonesia, termasuk saya di dalamnya, dibajak oleh peretas. Mungkin juga pengalaman pribadi ini pernah dialami oleh para pembaca.
    Dengan tulisan ini, niatan saya adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman, jangan sampai pembajakan nomor telepon dan mungkin juga akun-akun penting lainnya terjadi pada para pembaca dan menjadi bencana digital.
    Jujur, saya agak trauma tatkala nomor telepon atau akun media sosial kena bajak orang lain dengan tujuan busuk, yakni penipuan digital.
    Tahun 2010, saat berkunjung ke markas Kaspersky di Moskow, Rusia, saya melihat paparan sekaligus demo bagaimana para peretas di kawasan Rusia dan negara-negara dekatnya seperti Estonia dan Ukraina, menjebol akun bank hanya menggunakan ponsel di telapak tangan.
    Kaspersky sebagai produsen software antivirus terkemuka saat itu memperkenalkan antivirus khusus untuk ponsel.
    Dalam demo itu diperlihatkan, bagaimana seorang peretas muda dengan mudah mencuri password akun bank seseorang hanya dalam hitungan menit. Padahal kata sandi yang diretas terdiri dari 13 karakter; gabungan angka, huruf dan lambang yang ada di keyboard ponsel atau laptop.
    Dari sinilah saya “parno” seandainya tiba-tiba nomor Whatsapp saya diretas. Ini pastilah aksi sindikat terorganisir, pastilah ada orang berlatar IT atau seseorang yang punya bisnis menjual nomor-nomor Whatsapp ke sembarang orang.
    Keamanan ponsel dari pabrikan itu dianggap biang dari penyerapan -kalau tidak mau disebut perampokan- data pribadi para penggunanya.
    Dengan banyaknya aplikasi, seorang pengguna bisa dengan sukarela menyerahkan nomor KTP, nomor ponsel, alamat email beserta password-nya, lokasi di mana pengguna berada, rekening bank dan data-data sensitif lainnya.
    Kembali kepada persoalan mengapa akun media sosial dan nomor Whatsapp demikian sering kena retas? Itulah yang membuat saya coba menesuri akar persoalannya, syukur-syukur bisa menjawab ketidakpahaman saya.
    Tentu saya paham bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya melindungi warganya di ranah digital melalui beberapa kebijakan dan institusi, utamanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mulai berlaku sejak 2022 dan mengatur hak subjek data, kewajiban pengendali data, serta sanksi atas pelanggaran.
    Di sisi lain, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertugas mengawasi keamanan siber nasional, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sering memblokir situs pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).
    Ada juga strategi nasional keamanan siber untuk mencegah serangan dari dalam maupun dari luar.
    Namun, secara realistis, perlindungan ini belum benar-benar efektif menjaga kerahasiaan data digital penduduk Indonesia. Buktinya Whatsapp saya sering coba dibajak.
    Implementasi UU PDP masih lambat, kesadaran dan penegakan hukum rendah, serta insiden kebocoran data terus meningkat.
    BSSN mencatat ratusan serangan siber setiap tahun, dan Indonesia sering masuk peringkat atas negara dengan kebocoran data terbanyak secara global. Saya termasuk salah satu “korban” di dalamnya tentu saja.
    Contoh kasus kebocoran data yang merugikan rakyat yang masuk kategori kasus besar dalam kurun waktu 2023-2025, menunjukkan kerentanan sistem itu sendiri.
    Kebocoran data Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2024, misalnya, di mana peretas berhasil membobol ratusan juta data pribadi dari berbagai instansi pemerintah, termasuk data ASN dan layanan publik. Perlindungan yang jauh dari maksimal.
    Kemudian Data Dukcapil dan NPWP (2023-2024) di mana peretas seperti Bjorka membocorkan jutaan data kependudukan dan pajak untuk kemudian dijual di forum gelap.
    Bank Syariah Indonesia dan BPJS Kesehatan juga tidak luput dari serangan peretas di mana jutaan data nasabah dan pasien bocor, menyebabkan risiko penipuan identitas dan kerugian finansial. Mengerikan.
    KPU dan PLN Mobile jelas berisi data pemilih dan pelanggan listrik, juga bocor dengan total ratusan juta rekaman pada 2023-2025.
    Kasus-kasus ini jelas merugikan rakyat karena data pribadi (NIK, nomor HP, alamat) digunakan untuk penipuan, pinjol ilegal, atau pencurian identitas, menyebabkan kerugian materiil dan psikologis.
    Pertanyaan yang menggantung pada benak saya, mengapa momor telepon (Whatsapp) sering dibajak? Boleh jadi nomor telepon, terutama yang terkait Whatsapp, karena banyaknya layanan digital (bank, email, media sosial) menggunakan verifikasi SMS/OTP (One Time Password).
    Indonesia merupakan salah satu pengguna Whatsapp terbanyak di dunia, sehingga menjadi target empuk sasaran penipuan digital. Diperkirakan mencapai lebih dari 112 juta pengguna pada tahun 2025, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah India dan Brasil.
    Dari literatur yang saya susuri, saya paham bagaimana cara utama pembajakan, yakni dengan cara yang disebut SIM Swapping, yakni kejahatan siber di mana pelaku menipu operator seluler untuk mentransfer nomor ponsel korban ke kartu SIM mereka, sehingga pelaku bisa menerima SMS dan panggilan korban, termasuk kode OTP untuk membajak akun bank, e-wallet dan media sosial, lalu menguras dana atau mencuri data.
    Bagaimana cara kerjanya? Penjahat siber mengumpulkan data pribadi korban (via phishing atau kebocoran data), lalu menghubungi operator seluler dengan berpura-pura sebagai korban untuk memindahkan nomor ke SIM baru mereka.
    Mereka lalu menerima OTP dan mengambil alih Whatsapp/akun bank sebagaimana telah saya jelaskan tadi.
    Phishing
    dan
    social engineering
    juga sering dilakukan, yakni mengirim
    link
    (tautan) palsu atau menipu korban dengan memberikan kode verifikasi Whatsapp, atau menggunakan data bocor untuk reset akun email/media sosial.
    Banyak cara lainnya, termasuk serangan
    malware
    sebagaimana yang saya lihat di Moskow, Rusia itu.
    Tatkala ponsel Whatsapp saya digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan maksud melakukan penipuan, jelas saya dirugikan.
    Setidak-tidaknya kredibilitas saya jatuh karena dalam aksi penipuannya para pembajak bisa berpura-pura meminjam uang atau menawarkan produk tertentu, biasanya lelang fiktif.
    Memang saya tidak kehilangan akses akun Whatsapp, email atau media sosial, tetapi penjahat tentu telah berkirim pesan ke “circle” saya dengan maksud menipu teman atau keluarga. Paling sering modus pinjam uang itu tadi, misalnya.
    Mungkin orang lain yang lebih sial dari saya telah kehilangan akses terhadap ponselnya sendiri di mana aplikasi Whatsapp ada di ponsel tersebut.
    Padahal, di dalamnya ada aplikas bank dan boleh jadi akses rekening bank seperti transfer ilegal dapat mengakibatkan kerugian jutaan bahkan miliaran rupiah.
    Penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh seseorang juga dapat digunakan untuk teror, pinjol ilegal, atau pencemaran nama baik.
    Apa dampak dari nomor Whatsapp yang dibajak orang berkali-kali? Jelas akan waswas dan traumatis, apalagi “parno” yang tidak hilang begitu saja setelah melihat bagaimana anak-anak remaja di Rusia sedemikian gampangnya membobol akun bank dengan
    password
    rumit sekalipun.
    Tambahan lagi dampak psikologis berupa stres dan kehilangan privasi. Di berbagai tempat, banyak kasus bunuh diri akibat teror melalui
    peretasan
    akun aplikasi percakapan maupun akun media sosial.
    Pemerintah Indonesia aktif memblokir ribuan situs judol dan pinjol ilegal, serta ada Satgas Pemberantasan Judi Online.
    Namun, regulasi itu masih longgar dibanding Eropa, yang menerapkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang sangat ketat soal data dan batasan usia untuk media sosial/ponsel. Misalnya, anak di bawah 13-16 tahun dilarang memakai platform tertentu tanpa izin orangtua.
    Di Indonesia, anak muda sangat rentan, mereka banyak terjebak pinjol ilegal (bunga mencekik, teror penagihan) dan judol (kecanduan cepat).
    Dampaknya tentu parah, yakni kerugian finansial, utang menumpuk, depresi, gangguan mental, hingga bunuh diri.
    Laporan menunjukkan korban pinjol/judol didominasi usia 19-35 tahun, sering dari kalangan mahasiswa atau pekerja muda.
    Dari penelusuran ini timbul pertanyaan pada diri saya, apakah penipuan digital ini terorganisir dan justru melibatkan aparat yang paham seluk-beluk data penduduk?
    Bukan saya berburuk sangka, tetapi memang banyak penipuan digital (terutama judol dan scam investasi) karakteristiknya menurut para pemerhati siber bersifat terorganisir, sering melibatkan sindikat internasional (WNA China , Rusia dan Ukraina di Indonesia atau WNI dipaksa menjadi bagian dari kriminalitas ilegal digital di Kamboja dan Myanmar).
    Ini seperti “bisnis” dengan
    call center, script
    penipuan, dan target korban massal.
    Soal keterlibatan aparat, ada dugaan oknum aparat penegak hukum terlibat di beberapa kasus lokal, misalnya “kebal hukum” karena kuatnya
    backing
    , tetapi ini bukan bukti sistematis atau melibatkan institusi secara keseluruhan.
    Kebanyakan kasus yang terungkap justru ditangani aparat, seperti penggerebekan sindikat WNA. Rumor ini sering beredar di media sosial, tetapi sumber kredibel lebih menunjuk ke korupsi oknum secara individu ketimbang konspirasi besar institusi.
    Atas semua fakta dan kejadian itu, secara pribadi saya berpendapat bahwa pemerintah Indonesia belum cukup serius dan efektif dalam melindungi rakyat di ranah digital, meski ada kemajuan seperti UU PDP tadi.
    Bukti nyata adalah kebocoran data masih saja terus terjadi, bahkan setelah regulasi baru diberlakukan dan hal itu menunjukkan
    enforcement
    masih lemah, tata kelola buruk, dan kurangnya investasi di keamanan siber di sini.
    Sementara semua layanan (e-KTP, bank, pemilu) sudah beralih online, rakyat dibiarkan “terpapar” tanpa perlindungan memadai. Ini ibaratnya seperti membangun pasar digital besar tanpa pagar dan personel keamanan yang kuat.
    Bandingkan dengan Eropa dan Singapura di mana mereka sangat peduli terhadap generasi mudanya dengan pemberlakuan ketat batas usia dan sanksi berat bagi perusahaan yang melanggar privasi.
    Sementara di sini, anak muda justru “terpenjara” pinjol/judol hanya karena edukasi literasi digital yang tidak serius, bahkan masih minim, regulasi yang masih longgar, dan blokir situs mudah diakali VPN (Virtual Private Network).
    Penipuan terorganisir memang seperti bisnis haram yang menguntungkan segelintir orang, dan dugaan oknum aparat terlibat semakin memperburuk kepercayaan publik. Bagi saya, ini mencerminkan masalah korupsi struktural yang lebih dalam lagi.
    Solusi yang saya usulkan adalah perlunya penegakan hukum super tegas (sanksi berat bagi pengelola data ceroboh), edukasi masif sejak di sekolah, batasan usia untuk platform berisiko, dan kolaborasi internasional melawan sindikat digital terorganisir.
    Tanpa itu, rakyat akan terus menjadi korban di “pasar digital” yang tak terkendali ini.
    Pemerintah harus bertindak lebih proaktif, bukan reaktif setelah kejadian demi kejadian. Jangan juga seolah menjadi korban seperti yang saya alami dan kesannya putus asa dengan terus menerusnya bertambah korban dari waktu ke waktu.
    Karena
    keamanan digital
    bukan sekadar pilihan, tapi keharusan bagi negara untuk melindungi rakyatnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ramai gegara Muncul Lagi di Rumania, Kusta di RI Ada 10.450 Kasus Sepanjang 2025

    Ramai gegara Muncul Lagi di Rumania, Kusta di RI Ada 10.450 Kasus Sepanjang 2025

    Jakarta

    Rumania melaporkan dua kasus baru kusta untuk pertama kalinya setelah 40 tahun. Ternyata keduanya merupakan pekerja migran Indonesia.

    Gejala awal yang dikeluhkan berupa gatal-gatal di kulit. Pasien tengah mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kedutaan Besar RI (KBRI) di Bucharest menyebut ada tiga WNI lain yang menjalani isolasi dan pengawasan medis karena teridentifikasi menjadi kontak erat kedua WNI positif kusta.

    Tren Kusta di Indonesia

    RI termasuk negara dengan catatan kasus tertinggi kusta di dunia, peringkat ketiga setelah India dan Brasil. Sepanjang 2025, tercatat 10.450 kasus kusta hingga 12 November.

    “Jumlah kasus baru ada 10.450 kasus,” demikian konfirmasi Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Aji Muhawarman, saat dihubungi detikcom Kamis (18/12/2025).

    Meski begitu, tren ini sebenarnya sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 14.376 kasus di 2023. Pada 2025, sedikitnya sudah ada 6 kabupaten dan kota yang akhirnya menyatakan fase eliminasi atau berhasil bebas dari kusta.

    Meski begitu, angka tersebut jauh lebih sedikit ketimbang kabupaten dan kota yang masih mencatat transmisi atau penularan kasus kusta. Sebanyak 103 kabupaten dan kota berada di fase interupsi transmisi dan 405 kabupaten dan kota di fase transmisi.

    Perlu dicatat, gejala awal kusta bisa berupa bercak kulit yang mati rasa, kulit kering dan kaku, serta luka yang sulit sembuh. Bila tidak ditangani sejak dini, kusta dapat menyebabkan kecacatan.

    Pada sejumlah kasus, luka pada kulit yang tidak kunjung sembuh, disertai saraf yang terinfeksi, hingga membengkak dan terasa nyeri.

    Pasien juga bisa mengalami gangguan penglihatan seperti mata menjadi kering, iritasi, atau bahkan mengalami gangguan penglihatan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kasus Penyakit Kusta Indonesia Masuk 3 Besar Dunia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • Bencana Alam, Ekstraktivisme dan Degrowth

    Bencana Alam, Ekstraktivisme dan Degrowth

    Bisnis.com, JAKARTA – Merebaknya bencana banjir yang melanda Sumatra dewasa ini tidak bisa hanya dipandang sebagai bencana alamiah semata, melainkan tergolong krisis ekologi ekstrem menuju runtuhnya ekologi (ecological collapse).

    Banjir bandang yang menerjang Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Aceh telah menimbulkan korban jiwa hingga perkiraan kerugian ekonomi Rp68,67 triliun. Pemicunya adalah alih fungsi lahan akibat deforestasi sawit dan pertambangan mineral (Celios, 2025). Padahal pemerintah Indonesia beberapa pekan sebelumnya telah mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim (COP30) di Belem, Brasil.

    Indonesia mengusung bisnis perdagangan karbon yang bersumber dari hutan dan lautan. Menjadi paradoksnya karena fakta empirisnya deforestasi kian merajalela buat perkebunan sawit dan pertambangan mineral kritis (emas, bauksit, nikel dan tembaga) legal maupun ilegal tak terkendali. Riset Cheong (2025) menegaskan bahwa pasar karbon malah menciptakan “paradoks kredit karbon global”.

    Pasalnya, mekanisme pasar karbon justru (i) gagal mengurangi emisi gas rumah kaca (EGRK) dan diversifikasinya; (ii) memperburuk ketidakadilan global dan melemahkan keadilan iklim; (iii) mendistorsi kebijakan iklim yang menekankan efektivitas biaya karena melampaui kebutuhan ekologis; dan (iv) menunda perubahan ekonomi secara struktural untuk mencapai dekarbonisasi. Merebaknya bencana banjir yang melanda Sumatra dewasa ini tidak bisa hanya dipandang sebagai bencana alamiah semata.

    Melainkan tergolong krisis ekologi ekstrem menuju runtuhnya ekologi. Pemicunya adalah tindakan ekstraktivisme yang dilakukan manusia secara masif dan terus-menerus tanpa kendali demi mengakumulasi kapital dan mengejar pertumbuhan tinggi alias PDB oriented. Cara pandang ini dibangun atas logika kapitalisme/neoliberal dengan tiga karakteristiknya yang merusak lingkungan dan degradasi ekologi: pertama, logika akumulasi kapital tanpa henti.

    Aktivitas eksploitasi dan ekstraktivisme terhadap sumber daya alam (hutan dan mineral kritis) berlangsung tanpa batas demi akumulasi kapital tanpa batas. Prosesnya terus berputar dengan dalih menghasilkan nilai tambah. Akibat ekstraksi sumber daya alam dan produksinya (termasuk hilirisasi) yang masif menyebabkan transformasi energi dan material menjadi emisi dan limbah.

    Kedua, dinamika ekspansi ke segala ruang yang ditandai perluasan kebun sawit dan pertambangan mineral kritis menyebabkan tinggi deforetasi dan alih fungsi lahan. Semua tindakan ini bertujuan mempertahankan akumulasi modal. Soalnya, sistem kapitalisme neoliberal terus berekspansi agar menemukan pasar, sumber daya hingga menciptakan kebutuhan baru. Tindakan ekspansionis tersebut meningkatkan tekanan terhadap ekosistem tanpa batas. Imbasnya seluruh planet bumi bertranformsi menjadi arena akumulasi modal.

    Ketiga, cara pandang kapitalisme/neoliberal memandang eksternalisasi bukan sebagai beban produksi. Pasalnya, asumsi yang dibangun adalah alam akan memulihkan dirinya sendiri. Makanya, dalam mengejar efisiensi dan profit mengabaikan biaya kerusakan lingkungan yakni polusi air, udara, dan tanah. Ironisnya lagi biaya semacam ini dibebankan pada masyarakat dan ekosistem.

    Sementara, keuntungan dari eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam dinikmati korporasi/privat (Magnette, 2025). Inilah yang memicu “krisis sosial-ekologis” yang tak bisa dianggap sebagai dampak sampingan. Melainkan, prasyarat yang melekat dalam kapitalisme itu sendiri. Makanya sistem ini mengharuskan pertumbuhan produksi dan konsumsi tanpa batas yang kelak berbenturan dengan keterbatasn biofisik dan daya dukung planet bumi.

    Karakteristik inilah yang menjustifikasi pemilik modal, elite penguasa pemburu rente, kaum komprador hingga oligarki menguras sumber daya alam di pulau Sumatra. Imbasnya, banjir bandang yang kini kita saksikan jadi konsekuensinya. Makanya, diperlukan kebijakan radikal secara ekonomi politik karena kondisinya “darurat” sehingga negara berperan sebagai “vektor penentu arah” untuk mencegah “krisis sosial-ekologis yang lebih parah.

    SOLUSI RADIKAL

    Menyaksikan dampak yang ditimbulkan banjir bandang di Sumatra, seyogianya negara mesti menerapkan solusi radikal agar bencana ini tak berulang di wilayah lain Indonesia. Tawaran solusi radikalnya ialah menerapkan paradigma degrowth berkelanjutan terhadap ekspansi perkebuhan sawit dan ekstraksi tambang mineral kritis di Indonesia.

    Degrowth berkelanjutan adalah penurunan skala produksi dan konsumsi secara adil sehingga meningkatkan kesejahteraan manusia serta memperbaiki kondisi ekologis di tingkat lokal maupun global, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang” (Schneider et al., 2010).

    Penerapan paradigma degrow-th berkelanjutan di Indonesia sangat tepat buat menghentikan aktivitas ekspansi sawit dan pertambangan mineral di Indonesia. Termasuk di pesisir dan pulau kecil seperti nikel, emas serta mangan (Karim dkk 2025). Pasalnya, keterbatasan daya dukung ekosistem dan ketersediaan sumber daya alam, mau tidak mau pendekatan degrowth jadi keniscayaan supaya bencana ekologis tak berulang yang memakan korban manusia, dan kerugian ekonomi besar.

  • 5 Kebiasaan Simpel yang Bisa ‘Restart’ Otak dari Nol Versi Neurolog

    5 Kebiasaan Simpel yang Bisa ‘Restart’ Otak dari Nol Versi Neurolog

    Jakarta

    Otak agaknya menjadi organ paling vital manusia karena sebagai pusat kendali seluruh tubuh. Namun, aktivitas manusia yang tiada hentinya terkadang membuat otak menjadi ‘ruwet’, sehingga butuh ‘ditata ulang’ agar tetap sehat.

    Menurut dr Jay Jagannathan, seorang neurosurgeon berpengalaman, otak tidak perlu hal yang rumit untuk membuatnya tetap sehat. Justru, kebiasaan sederhana yang dilakukan secara konsisten bisa ‘menata ulang”‘ otak dari nol dan memperbaiki performanya dari waktu ke waktu.

    Dikutip dari Times of India, berikut lima kebiasaan sehat yang direkomendasikan pakar untuk meningkatkan kesehatan otak secara alami.

    1. Jadwalkan Tidur dengan Disiplin

    Kualitas tidur yang baik adalah fondasi utama kesehatan otak. dr Jay menekankan pentingnya tidur secara teratur setiap malam selama 6-8 jam. Pola tidur yang konsisten membantu otak memulihkan diri, memproses memori, dan membersihkan racun yang terakumulasi sepanjang hari.

    “Selisih antara usia otak dan usia kronologis melebar sekitar enam bulan untuk setiap penurunan satu poin dalam skor tidur sehat. Orang-orang dengan kurang tidur memiliki otak yang tampak rata-rata satu tahun lebih tua dari usia sebenarnya,” kata Abigail Dove, seorang peneliti di Departemen Neurobiologi.

    2. Lakukan Strength Training Secara Teratur

    Latihan kekuatan seperti angkat beban atau resistance training bukan hanya bermanfaat untuk otot, tapi juga untuk otak. dr Jay merekomendasikan melakukan latihan ini 2-3 kali per minggu untuk mendukung fungsi otak.

    Sebuah studi terbaru dari University of Campinas di Brasil yang terbit di jurnal GeroScience menemukan bahwa latihan beban melindungi otak orang lanjut usia dari demensia.

    3. Meditasi atau Latihan Kesadaran (Mindfulness)

    Ritme hidup yang cepat sering kali membuat pikiran penuh dan stres. Meditasi, yoga, atau latihan pernapasan membantu memperlambat sistem pikiran, tubuh, dan memberi jeda bagi otak.

    Rutin bermeditasi telah terbukti meningkatkan konektivitas otak, membantu regulasi emosi, serta mengurangi reaktivitas terhadap stres.

    4. Kenali Tanda-tanda Burnout Lebih Dini

    Burnout atau kelelahan mental yang panjang bukan sekadar rasa lelah biasa, tetapi bisa merusak fungsi otak jika dibiarkan. dr Jay menekankan pentingnya seseorang dapat mengenali burnout sebelum menjadi masalah besar.

    Tanda-tanda burnout bisa berupa sulit tidur, mudah frustrasi, atau kesulitan fokus. Mengabaikannya justru membuat otak semakin terbebani dan kurang produktif.

    5. Jangan Memaksakan Diri dalam Hal Apapun

    Sering kali kita bangga dengan pola ‘kerja terus tanpa istirahat’. Namun dr Jay memberi peringatan yakni menolak istirahat adalah salah satu hal yang justru merugikan otak dalam jangka panjang.

    “Otak Anda melakukan pekerjaan terberat yang tidak akan pernah Anda sadari. Memperlakukan otak dengan hormat bukanlah pilihan, itulah cara Anda tetap tajam, stabil, dan mampu menjalani hidup,” katanya.

    Memaksakan diri tanpa memberikan waktu pemulihan dapat menurunkan kreativitas, konsentrasi, dan menyebabkan kelelahan kronis.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Mitos atau Fakta: Tidur Tanpa Mimpi Tanda Tidur Berkualitas”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/naf)