Negara: Belgia

  • Netanyahu Kena Batunya, Ramai-Ramai Dunia Isolasi Israel

    Netanyahu Kena Batunya, Ramai-Ramai Dunia Isolasi Israel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel kini semakin terisolasi di panggung dunia. Hal ini seiring masih terus berlanjutnya perang di Gaza, Palestina, oleh pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    Mengutip laman Turki Anadolu Agency, hingga Minggu, setidaknya 66.000 warga Gaza tewas karena serangan Israel. Menurut Al-Jazeera hingga Senin (29/9/2025), 40 warga Gaza kembali meregang nyawa karena serangan terbaru Israel, Minggu.

    Mengutip CNN Internastional, isolasi ke Israel kini terlihat baik di sektor ekonomi, budaya hingga olahraga. Hal itu terjadi seiring kecaman yang meningkat dari dunia internasional setelah serangan Israel ke Qatar dengan klaim menghabisi Hamas, dan dirilisnya hasil penyelidikan independen PBB untuk pertama kalinya, yang menyimpulkan Israel memang telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.

    Ekonomi

    Dari segi ekonomi, pekan lalu, Uni Eropa (UE), yang merupakan mitra dagang terbesar Israel, mengusulkan pemberian sanksi ke negeri itu. Sebagian besar perjanjian perdagangan bebas Israel dan UE akan ditangguhkan.

    Jika disetujui negara-negara Eropa, ini akan menjadi tamparan baru bagi pemerintah Netanyahu. Sebelumnya, beberapa negara Barat telah menerapkan sanksi yang ditargetkan terhadap individu-individu Israel tertentu, termasuk organisasi-organisasi yang mendukung kekerasan, khususnya di wilayah Tepi Barat, Palestina.

    Sebelumnya di Agustus, dana kekayaan negara Norwegia yang terbesar di dunia, GPFG, mengumumkan akan melepas sebagian portofolionya di Israel karena memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi embargo sebagian atau seluruh senjata dari Prancis, Italia, Belanda, Spanyol, Inggris, dan negara-negara lain atas tindakannya di Gaza.

    Budaya

    Seiring meningkatnya perang Gaza, Israel juga terpukul di bidang budaya. Lembaga penyiaran di beberapa negara Eropa, termasuk Irlandia, Belanda, dan Spanyol, menyatakan akan memboikot Kontes Lagu Eurovision jika Israel diizinkan berpartisipasi pada tahun 2026.

    Lembaga penyiaran nasional Irlandia, RTE, mengatakan bahwa mereka merasa partisipasi Irlandia tidak adil. Hal ini mengingat hilangnya nyawa yang terus-menerus dan mengerikan di Gaza.

    Uni Penyiaran Eropa, penyelenggara Eurovision, telah menyatakan bahwa negara-negara anggota akan melakukan pemungutan suara pada bulan November untuk menentukan negara mana yang dapat berpartisipasi tahun depan. Israel telah menjadi bagian dari Eurovision sejak tahun 1973.

    Sebelumnya sebuah festival musik di Ghent, Belgia, membatalkan konser Munich Philharmonic, yang dijadwalkan akan menampilkan konduktor Israel, Lahav Shani. Pihak festival menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Shani telah beberapa kali menyuarakan dukungannya terhadap perdamaian dan rekonsiliasi, tetapi tidak dapat memberikan kejelasan yang memadai tentang sikapnya terhadap rezim genosida di Tel Aviv.

    Di Hollywood, ribuan pembuat film, aktor dan pekerja industri film telah berjanji untuk tidak bekerja sama dengan institusi film Israel yang terlibat dalam genosida dan apartheid terhadap rakyat Palestina. Para penandatangan janji tersebut antara lain Olivia Colman, Emma Stone, Andrew Garfield, dan Hannah Einbinder, yang baru-baru ini menjadi berita utama dengan mengakhiri pidato penerimaan Emmy-nya dengan kata-kata “bebaskan Palestina”.

    Olahraga

    Olahraga pun tak luput dari hal ini. Tahap akhir dari sebuah balapan sepeda besar dibatalkan awal bulan ini setelah beberapa demonstrasi besar pro-Palestina mengganggu acara tersebut, sebagai protes atas partisipasi tim Israel-Premier Tech.

    Di Spanyol, penyelenggara turnamen catur memberi tahu para pemain Israel bahwa mereka tidak dapat bertanding di bawah bendera nasional mereka. Hal tersebut mendorong mereka untuk mundur dari kompetisi awal bulan ini.

    Boikot Israel dari World Cup juga tengah dilakukan. Tapi belum ada kebijakan FIFA soal ini.

    Reaksi Netanyahu

    Sementara itu, Netanyahu sendiri mengakuinya awal bulan ini bahwa penentangan terhadap Israel meningkat. Ia memperingatkan bahwa Israel menghadapi “semacam isolasi” yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

    Dirinya juga menambahkan bahwa negara itu tidak punya pilihan selain berdiri sendiri. Netanyahu mengatakan Israel perlu lebih lanjut mengembangkan industri persenjataannya dan menyesuaikan perekonomiannya agar tidak terlalu bergantung pada perdagangan luar negeri.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tambah Lagi, San Marino Akui Negara Palestina Saat Sidang PBB

    Tambah Lagi, San Marino Akui Negara Palestina Saat Sidang PBB

    Jakarta

    San Marino mengumumkan secara resmi mengakui eksistensi negara Palestina. Pengumuman itu disampaikan Menteri Luar Negeri San Marino, Luca Beccari, saat berpidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Dilansir Al Jazeera, Minggu (28/9/2025), Beccari menyampaikan pidato di markas PBB pada Sabtu (27/9) waktu New York, Amerika Serikat. Beccari menyatakan San Marino mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

    “Kami secara resmi mengakui Negara Palestina sebagai negara berdaulat dan merdeka dengan batas-batas yang aman dan diakui secara internasional, sejalan dengan resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” katanya.

    Dia mengatakan memiliki negara yang merdeka merupakan hak dari warga Palestina. “Memiliki negara adalah hak rakyat Palestina,” tambahnya.

    Dengan lebih dari 80 persen komunitas internasional kini mengakui Negara Palestina, tekanan diplomatik terhadap Israel semakin meningkat seiring dengan berlanjutnya perang di Gaza. Sejauh ini lebih dari 65.500 warga Palestina telah tewas dan wilayah Gaza telah berubah menjadi puing-puing.

    Sejumlah negara saat ini telah secara resmi mengakui negara Palestina. Beberapa negara Barat yang mengambil sikap tersebut mulai dari Inggris, Prancis, Kanada, Portugal, hingga Australia.

    12 Negara Dukungan Finansial untuk Palestina

    Sebanyak 12 negara, termasuk Inggris, Prancis, Jepang, Arab Saudi dan Spanyol, saat ini juga telah mengumumkan koalisi baru untuk mendukung Otoritas Palestina secara finansial. Dukungan ini diberikan saat Otoritas Palestina sedang kekurangan pendanaan karena Israel menahan pendapatan pajak mereka.

    Kementerian Luar Negeri Spanyol dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (27/9), menyebut koalisi baru itu bernama “Koalisi Darurat untuk Keberlanjutan Keuangan Otoritas Palestina”.

    “Dibentuk sebagai respons terhadap krisis keuangan yang mendesak dan belum pernah terjadi sebelumnya (yang dihadapi Otoritas Palestina),” sebut Kementerian Luar Negeri Spanyol menjelaskan alasan pembentukan koalisi tersebut.

    Koalisi tersebut, menurut Kementerian Luar Negeri Spanyol, bertujuan untuk menstabilkan keuangan badan yang berbasis di Ramallah tersebut, mempertahankan kemampuannya untuk memerintah, menyediakan layanan-layanan penting, dan menjaga keamanan.

    “Semuanya sangat diperlukan bagi stabilitas regional dan untuk menjaga solusi dua negara,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Spanyol itu.

    Pernyataan itu juga menyebutkan “kontribusi keuangan yang signifikan” di masa lalu dan janji “dukungan berkelanjutan” dari koalisi tersebut.

    Koalisi 12 negara itu terdiri atas Inggris, Prancis, Jepang, Arab Saudi, Spanyol, Belgia, Denmark, Islandia, Irlandia, Norwegia, Slovenia, dan Swiss.

    (ygs/imk)

  • Misteri ‘Wanita Busana Merah Jambu’ Tewas di Spanyol Terpecahkan, Siapa Dia?

    Misteri ‘Wanita Busana Merah Jambu’ Tewas di Spanyol Terpecahkan, Siapa Dia?

    Madrid

    Mayat perempuan yang ditemukan di Spanyol lebih dari 20 tahun lalu berhasil diidentifikasi berkat kerja sama interpol lintas negara. Jenazah itu diidentifikasi sebagai Liudmila Zavada, warga negara Rusia yang tewas saat berusia 31 tahun.

    Liudmila adalah orang ketiga yang diidentifikasi melalui investigasi bertajuk Operasi Identifikasi Saya, yang diluncurkan Interpol pada 2023.

    Operasi kepolisian itu bertujuan menemukan nama-nama perempuan yang dibunuh atau meninggal dalam keadaan mencurigakan atau tidak dapat dijelaskan di Eropa.

    Kasus pertama adalah seorang perempuan Inggris yang dibunuh di Belgia. Ia diidentifikasi oleh keluarganya setelah melihat foto tato di tubuhnya dalam sebuah laporan BBC News.

    Sekretaris Jenderal Interpol, Valdecy Urquiza, mengatakan identifikasi terbaru terhadap Luidmila akan memberikan “harapan baru bagi keluarga dan teman-teman orang yang hilang”.

    Interpol mengklaim operasi pencarian ini dapat menjadi “petunjuk baru” bagi para penyelidik.

    “Setelah 20 tahun, seorang perempuan tak dikenal telah mendapatkan kembali identitasnya,” katanya.

    “Tugas kami juga bertujuan memulihkan martabat korban dan memberikan suara bagi mereka yang terdampak oleh tragedi tersebut,” begitu klaim Interpol (Getty Images)

    Jasad Luidmila ditemukan Juli 2005, di tepi jalan di Provinsi Barcelona, Spanyol.

    Saat itu kepolisian menamainya sebagai “perempuan berbusana merah jambu”. Alasannya, saat ditemukan mayat tersebut mengenakan blus pink bermotif bunga, celana pink, dan sepatu pink.

    Polisi setempat menyatakan penyebab kematiannya mencurigakan. Musababnya, bukti menunjukkan jenazah telah dipindahkan dalam 12 jam sebelum ditemukan.

    Meskipun telah dilakukan penyelidikan yang mendalam, identitas wanita tersebut tetap menjadi misteri selama dua dekade.

    Sebuah petunjuk

    Tahun lalu, kasus ini menjadi bagian Operasi Identifikasi Saya. Operasi ini memungkinkan interpol mempublikasikan data seperti sidik jari dari daftar “notifikasi hitam” (kasus-kasus mayat perempuan tak dikenal) kepada kepolisian di seluruh dunia.

    Sebagai bagian dari inisiatif ini, Interpol juga mengirimkan data biometrik tentang kasus-kasus tersebut ke 196 negara anggotanya. Interpol meminta aparat penegak hukum di negara anggota membandingkan informasi tersebut dengan yang tersimpan di basis data nasional mereka.

    Jenazah Luidmila Zavada ditemukan 20 tahun yang lalu di Viladecans, sebuah kota di Provinsi Barcelona, Spanyol (Interpol)

    Dengan cara ini, aparat keamanan juga dapat mencocokkan sampel DNA dari kerabat biologis secara internasional.

    Proses ini dapat dilakukan berkat sampel yang disumbang secara sukarela oleh keluarga orang yang hilang.

    Awal tahun ini, polisi Turki menganalisis sidik jari dalam basis data nasionalnya. Mereka kemudian mengungkap identitas Zavada.

    Verifikasi berlanjut. DNA Luidmila Zavada ditemukan kesesuaian DNA-nya dengan kerabat dekat di Rusia.

    “Kasus-kasus seperti ini menyoroti peran penting yang dimainkan oleh warga negara dan entitas terkait, dalam berkontribusi pada upaya ini,” kata Interpol.

    Meskipun identitas Luidmila telah terungkap, kepolisian masih menyelidiki penyebab kematiannya serta peristiwa yang menyertainya.

    Negara-negara anggota Interpol bekerja sama secara erat untuk memaksimalkan kemampuan analisis mereka (Interpol)

    Perempuan pertama yang diidentifikasi melalui kampanye ini adalah Rita Roberts, perempuan berumur 31 tahun asal Wales.

    Dia dibunuh di Belgia pada 1992. Keluarganya mengaku cemas selama puluhan tahun, tanpa mengetahui apa yang terjadi padanya.

    Mayat wanita Paraguay

    Awal tahun ini, perempuan yang ditemukan tewas di sebuah peternakan pedesaan di Spanyol berhasil diidentifikasi sebagai Ainoha Izaga Ibieta Lima, 33 tahun, asal Paraguay.

    Berdasarkan informasi kerabatnya, Lima pergi ke Spanyol pada 2013. Pada 2019, ia kemudian melaporkan Lima hilang kepada otoritas Paraguay, setelah tak ada kabar berita selama berbulan-bulan.

    Polisi menggambarkan kondisi kematiannya sebagai “tidak dapat dijelaskan”.

    Tujuh tahun telah berlalu sejak kematiannya di provinsi Girona, Spanyol.

    Dia tidak membawa dokumen identitas apa pun. Penduduk di kawasan peternakan serta tetangga lainnya mengaku tidak mengenal identitasnya.

    Polisi menyatakan, dia punya tato bertuliskan “kesuksesan” dalam bahasa Ibrani.

    Lalu, jasadnya dapat diidentifikasi saat pihak berwenang di Paraguay membandingkan sidik jari yang ada dalam database Spanyol dengan database nasional mereka.

    Interpol telah menerbitkan “notifikasi hitam” untuk setiap jasad wanita yang tidak dikenal (Getty Images)

    Interpol masih berusaha mengidentifikasi identitas dari 44 wanita lain yang ditemukan tewas. Kasusnya tersebar di Belanda, Jerman, Belgia, Prancis, Italia, dan Spanyol. Sebagian besar dari mereka adalah korban pembunuhan dan diperkirakan berusia antara 15 hingga 30 tahun.

    Interpol mengatakan, peningkatan migrasi global dan perdagangan manusia telah memicu banyak laporan orang hilang di luar negara asal mereka, yang dapat mempersulit identifikasi jenazah.

    Seorang pejabat agen tersebut mengatakan kepada BBC, perempuan “terkena dampak yang tidak proporsional dari kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia”.

    Rincian setiap kasus telah dipublikasikan di situs web Interpol, bersama dengan foto-foto elemen identifikasi potensial dan rekonstruksi wajah.

    BBC

    (nvc/nvc)

  • 12 Negara Dunia Umumkan Dukungan Finansial untuk Otoritas Palestina

    12 Negara Dunia Umumkan Dukungan Finansial untuk Otoritas Palestina

    Madrid

    Sebanyak 12 negara, termasuk Inggris, Prancis, Jepang, Arab Saudi dan Spanyol, mengumumkan koalisi baru untuk mendukung Otoritas Palestina secara finansial. Dukungan ini diberikan saat Otoritas Palestina sedang kekurangan pendanaan karena Israel menahan pendapatan pajak mereka.

    Kementerian Luar Negeri Spanyol dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu 27/9/2025), menyebut koalisi baru itu bernama “Koalisi Darurat untuk Keberlanjutan Keuangan Otoritas Palestina”.

    “Dibentuk sebagai respons terhadap krisis keuangan yang mendesak dan belum pernah terjadi sebelumnya (yang dihadapi Otoritas Palestina),” sebut Kementerian Luar Negeri Spanyol menjelaskan alasan pembentukan koalisi tersebut.

    Koalisi tersebut, menurut Kementerian Luar Negeri Spanyol, bertujuan untuk menstabilkan keuangan badan yang berbasis di Ramallah tersebut, mempertahankan kemampuannya untuk memerintah, menyediakan layanan-layanan penting, dan menjaga keamanan.

    “Semuanya sangat diperlukan bagi stabilitas regional dan untuk menjaga solusi dua negara,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Spanyol itu.

    Pernyataan itu juga menyebutkan “kontribusi keuangan yang signifikan” di masa lalu dan janji “dukungan berkelanjutan” dari koalisi tersebut.

    Koalisi 12 negara itu terdiri atas Inggris, Prancis, Jepang, Arab Saudi, Spanyol, Belgia, Denmark, Islandia, Irlandia, Norwegia, Slovenia, dan Swiss.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa mengatakan bahwa para donatur menjanjikan setidaknya US$ 170 juta (Rp 2,8 triliun) untuk membiayai Otoritas Palestina.

    Saudi, menurut pernyataan Menteri Luar Negeri (Menlu) Pangeran Faisal bin Farhan, akan menyediakan dana sebesar US$ 90 juta (Rp 1,5 triliun.)

    Menyadari ketidakcukupan bantuan jangka pendek, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Spanyol, negara-negara koalisi itu akan bekerja sama dengan lembaga keuangan dan mitra internasional “untuk memobilisasi sumber daya, mendukung tata kelola, dan reformasi ekonomi yang sedang berlangsung, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas penuh”.

    Berdasarkan Protokol Paris tahun 1994, Israel memungut pajak atas nama Otoritas Palestina.

    Usai perang Gaza berkecamuk pada Oktober 2023, Tel Aviv menahan pendapatan pajak Otoritas Palestina, meskipun setelah Otoritas Palestina menyatakan bahwa layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan memburuk dan kemiskinan melonjak.

    Israel mengatakan bahwa sebagian dana yang ditahan dimaksudkan untuk membayar kembali biaya-biaya seperti listrik yang dijualnya kepada warga Palestina.

    Namun Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menghentikan semua pembayaran pajak kepada Otoritas Palestina empat bulan lalu. Dia menegaskan akan mengupayakan keruntuhan pemerintah Palestina melalui “pencekikan ekonomi” untuk mencegah pembentukan negara Palestina.

    Pengumuman soal dukungan finansial ini disampaikan beberapa hari setelah sekutu-sekutu tradisional AS, seperti Prancis dan Inggris, mengakui secara resmi negara Palestina di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Tonton juga Video: Presiden Kolombia Demo di PBB, Desak Kirim Pasukan Bantu Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump lagi-lagi menjadi sorotan. Di panggung PBB, Trump mengecam pengakuan terkait negara Palestina hingga berpidato jauh melebihi batas waktu yang telah ditentukan.

    Trump berpidato dalam Sidang Umum PBB pada Selasa (23/9/2025). Dia mendapatkan giliran kedua setelah Presiden Brazil dan sebelum Presiden Prabowo Subianto yang berpidato di urutan ketiga.

    Bukan Trump namanya jika pidatonya tidak menyulut polemik. Di markas PBB, Trump secara terang-terangan mengecam sikap sejumlah negara yang mengakui negara Palestina hingga mempertanyakan fungsi PBB.

    Kecam Negara yang Akui Palestina

    Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump mengatakan negara-negara kekuatan dunia seharusnya berfokus pada pembebasan para sandera yang ditawan kelompok Hamas di Gaza.

    Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal termasuk di antara negara-negara yang telah mengakui negara Palestina dalam beberapa hari terakhir. Langkah-langkah mereka didasari rasa frustrasi terhadap Israel atas serangannya di Gaza dan bertujuan untuk mendorong solusi dua negara. Namun, hal ini telah membuat marah Israel dan sekutu dekatnya, Amerika Serikat.

    “Seolah-olah ingin mendorong konflik yang berkelanjutan, beberapa anggota badan ini berusaha untuk mengakui negara Palestina secara sepihak,” kata Trump dalam pidatonya.

    “Imbalannya akan terlalu besar bagi Hamas atas kekejaman mereka… tetapi alih-alih menyerah pada tuntutan tebusan Hamas, mereka yang menginginkan perdamaian seharusnya bersatu dengan satu pesan: Bebaskan para sandera sekarang juga,” cetus Trump, dilansir kantor berita Reuters, Rabu (24/9/2025).

    “Bebaskan para sandera sekarang juga,” ulangnya.

    Diketahui bahwa sebagian besar anggota PBB, saat ini lebih dari 150 negara, telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Negara-negara Barat yang sejak minggu ini mengakui negara Palestina antara lain Prancis, Belgia, Monako, Luksemburg, Malta, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal.

    Pidato Hampir 1 Jam, padahal Batas Maksimal 15 Menit

    Trump bicara panjang lebar di sidang umum PBB. Dia berpidato selama 56 menit, melewati batas yang ditentukan yakni 15 menit.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/9), banyak hal yang dibicarakan Trump di pidato tersebut. Mulai dari pamer capaian di AS selama dia menjabat hingga mengkritik PBB karena eskalator dan telepromter yang rusak.

    Trump juga bicara mengenai Palestina. Dia menyatakan AS menolak mengakui negara Palestina. Dia juga mendesak negara-negara Eropa mengadopsi serangkaian kebijakan ekonomi yang dia usulkan terhadap Rusia agar mau mengakhiri peperangan dengan Ukraina.

    Untuk diketahui, Trump pidato di sidang umum PBB tanpa naskah. Sebab, telepromter di Markas PBB rusak ketika Trump bicara.

    Sebagian besar pidatonya didominasi oleh dua keluhan terbesarnya yakni imigrasi dan perubahan iklim. Trump dalam pidatonya menegaskan dia telah menjalankan kebijakan imigrasi di AS sebagaimana mestinya. Untuk diketahui, para aktivis HAM berbeda pandangan dengan Trump, mereka berpendapat para migran mencari kehidupan lebih baik.

    “Saya sangat ahli dalam hal ini. Negara-negara kalian akan hancur,” kata Trump.

    Trump dalam pidato juga menyebut perubahan iklim sebagai tipuan. Dia bahkan menyerukan agar kembali bergantung pada bahan bakar fosil.

    “Imigrasi dan ide energi bunuh diri mereka akan menjadi penyebab kehancuran Eropa Barat,” katanya.

    Trump juga sempat menyindir Wali Kota London Sadiq Khan. Dia mengatakan Sadiq Khan ingin memberlakukan hukum syariah di London.

    Dia juga mengatakan “inflasi telah dikalahkan” di AS. Padahal, beberapa hari sebelumnya Federal Reserve mengatakan inflasi telah naik.

    Sindir Peran PBB

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB yang berlangsung di markas PBB di New York, Donald Trump terang-terangan menyerang PBB. Dia mempertanyakan apa tujuan badan dunia tersebut dan menyebutnya cuma omong kosong belaka.

    “Apa tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa? PBB punya potensi yang luar biasa. Saya selalu bilang begitu. PBB punya potensi yang luar biasa, tapi sebagian besar belum bisa mencapai potensi itu,” cetus Trump, dilansir CNN International, Rabu (24/9).

    “Setidaknya untuk saat ini, mereka sepertinya hanya menulis surat yang tegas dan tidak pernah menindaklanjutinya. Itu cuma omong kosong, dan omong kosong tidak menyelesaikan perang. Satu-satunya yang bisa menyelesaikan perang dan peperangan adalah tindakan,” imbuhnya.

    Dalam pidatonya pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump juga menyindir PBB tidak efektif menciptakan perdamaian dunia.

    Dilansir Al Jazeera, Trump membeberkan rekam jejaknya kepada para pemimpin dunia. Menurut Trump, dirinya pantas mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian.

    “Sangat disayangkan saya harus melakukan hal-hal ini, alih-alih Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melakukannya, dan sayangnya, dalam semua kasus, Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan tidak mencoba membantu dalam hal apa pun,” kata Trump.

    Trump juga menyinggung tentang lift rusak dan teleprompter tak berfungsi yang ditemuinya di markas besar PBB.

    “Ini adalah dua hal yang saya dapatkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, eskalator yang buruk dan teleprompter yang buruk,” ucap Trump.

    “Saya tidak memikirkannya saat itu karena saya terlalu sibuk bekerja menyelamatkan jutaan nyawa, yaitu menyelamatkan dan menghentikan perang-perang ini. Namun kemudian, saya menyadari bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak ada untuk kita,” tandas Trump.

    Halaman 2 dari 4

    (ygs/ygs)

  • Top! Inggris Perbarui Peta Negara, Ada Palestina

    Top! Inggris Perbarui Peta Negara, Ada Palestina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Inggris telah menggambar ulang peta Timur Tengahnya untuk pertama kalinya dengan label “Negara Palestina”. Ini dilakukan setelah Perdana (PM) Menteri Keir Starmer mengumumkan pengakuan resmi London atas kenegaraan Palestina pada 21 September.

    Peta dan pengakuan yang diperbarui ini muncul di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza dan meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel atas operasi militer dan perluasan permukimannya di Tepi Barat. Dua fakta itu telah dikritik keras oleh pemerintahan Starmer.

    Pembaruan ini muncul di situs web Kementerian Luar Negeri, termasuk imbauan perjalanan, daftar kedutaan, dan peta regional. “Menghadapi meningkatnya kengerian di Timur Tengah, kami bertindak untuk menjaga peluang perdamaian dan solusi dua negara,” kata Starmer, dikutip laman Intellines, Rabu (24/9/2025).

    Foto: Peta baru Israel dan Palestina di situs web pemerintah Inggris. (via CC: FCDO)
    Peta baru Israel dan Palestina di situs web pemerintah Inggris. (via CC: FCDO)

    Inggris bergabung dengan Kanada dan Australia dalam mengakui Palestina, sementara Spanyol, Irlandia, dan Norwegia telah melakukannya lebih awal pada tahun 2025. Para diplomat memperkirakan lebih banyak anggota Uni Eropa (UE) akan mengikuti, meskipun Washington tetap menentang, bersikeras bahwa status kenegaraan harus dicapai melalui perundingan langsung dengan Israel.

    Sementara itu, Arab Saudi dan Prancis membuat konferensi terkait pengakuan dua negara (two state solution) di Majelis Umum PBB. Belgia juga mengakui Palestina, dengan Menteri Luar Negeri Maxime Prévot memperingatkan kemungkinan sanksi terhadap Israel.

    “Perubahan peta ini merupakan manifestasi nyata dari pergeseran kebijakan Inggris, yang bergerak melampaui pernyataan diplomatik menuju implementasi praktis di seluruh platform pemerintah,” muat laman itu lagi.

    “Menurut versi terbaru situs web tersebut, peta halaman Israel juga telah diubah untuk mencerminkan pengakuan pemerintah Inggris terhadap Negara Palestina,” muat laman itu lagi.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Trump Kecam Negara-negara Barat yang Akui Palestina

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengecam langkah negara-negara besar Barat untuk mengakui negara Palestina. Hal ini disampaikan Trump dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seiring AS menjadi minoritas dunia karena tidak mengakui negara Palestina.

    Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump mengatakan negara-negara kekuatan dunia seharusnya berfokus pada pembebasan para sandera yang ditawan kelompok Hamas di Gaza.

    Israel telah menuai kecaman global atas tindakan militernya di Gaza, yang telah menyebabkan kerusakan besar dan menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan setempat. Sebuah kelompok pemantau kelaparan global mengatakan sebagian wilayah tersebut sedang menderita kelaparan.

    Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal termasuk di antara negara-negara yang telah mengakui negara Palestina dalam beberapa hari terakhir. Langkah-langkah mereka didasari rasa frustrasi terhadap Israel atas serangannya di Gaza dan bertujuan untuk mendorong solusi dua negara. Namun, hal ini telah membuat marah Israel dan sekutu dekatnya, Amerika Serikat.

    “Seolah-olah ingin mendorong konflik yang berkelanjutan, beberapa anggota badan ini berusaha untuk mengakui negara Palestina secara sepihak,” kata Trump dalam pidatonya.

    “Imbalannya akan terlalu besar bagi Hamas atas kekejaman mereka… tetapi alih-alih menyerah pada tuntutan tebusan Hamas, mereka yang menginginkan perdamaian seharusnya bersatu dengan satu pesan: Bebaskan para sandera sekarang juga,” cetus Trump, dilansir kantor berita Reuters, Rabu (24/9/2025).

    “Bebaskan para sandera sekarang juga,” ulangnya.

    Diketahui bahwa sebagian besar anggota PBB, saat ini lebih dari 150 negara, telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Negara-negara Barat yang sejak minggu ini mengakui negara Palestina antara lain Prancis, Belgia, Monako, Luksemburg, Malta, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal.

    Simak Video ‘Serangan dan Dukungan Trump ke PBB’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Daftar Negara yang Mengakui dan Tidak Mengakui Palestina – Page 3

    Daftar Negara yang Mengakui dan Tidak Mengakui Palestina – Page 3

    Berikut daftar negara yang sudah mengakui Palestina:

    Pengakuan Terhadap Palestina Mulai 2024-2025

     

    Armenia 21 Juni 2024

    Slovenia 4 Juni 2024

    Irlandia 22 Mei 2024

    Norwegia 22 Mei 2024

    Spanyol 22 Mei 2024

    Bahama 8 Mei 2024

    Trinidad dan Tobago 3 Mei 2024

    Jamaika 24 April 2024

    Barbados 20 April 2024

    Armenia 21 Juni 2024

    Slovenia 4 Juni 2024

    Irlandia 22 Mei 2024

    Norwegia 22 Mei 2024

    Spanyol 22 Mei 2024

    Bahama 8 Mei 2024

    Trinidad dan Tobago 3 Mei 2024

    Jamaika 24 April 2024

    Barbados 20 April 2024

    Prancis 22 September 2025

    Luksemburg 22 September 2025

    Malta 22 September 2025

    Monako 22 September 2025

    Belgia 22 September 2025

    Andorra 22 September 2025

    Inggris 21 September 2025

    Australia 21 September 2025

    Kanada 21 September 2025

    Portugal 21 September 2025

    Meksiko 20 Maret 2025

     

    2010-2019

     

    Ekuador 27 Desember 2010

    Bolivia 17 Desember 2010

    Argentina 6 Desember 2010

    Islandia 15 Desember 2011

    Brasil 3 Desember 2011

    Grenada 25 September 2011

    Antigua dan Barbuda 22 September 2011

    Dominika 19 September 2011

    Belize 9 September 2011

    St. Vincent dan Grenadines 29 Agustus 2011

    Honduras 26 Agustus 2011

    El Salvador 25 Agustus 2011

    Suriah 18 Juli 2011

    Sudan Selatan 14 Juli 2011

    Liberia 1 Juli 2011

    Lesotho 3 Mei 2011

    Uruguay 16 Maret 2011

    Paraguay 29 Januari 2011

    Suriname 26 Januari 2011

    Peru 24 Januari 2011

    Guyana 13 Januari 2011

    Chili 7 Januari 2011

    Thailand 18 Januari 2012

    Haiti 27 September 2013

    Guatemala 9 April 2013

    Swedia 30 Oktober 2014

    St. Lucia 14 September 2015

    Tahta Suci 26 Juni 2015

    Kolombia 3 Agustus 2018

    St. Kitts dan Nevis 29 Juli 2019

     

    1991-2009

     

    Eswatini 1 Juli 1991

    Bosnia dan Herzegovina 27 Mei 1992

    Georgia 25 April 1992

    Turkmenistan 17 April 1992

    Azerbaijan 15 April 1992

    Kazakstan 6 April 1992

    Uzbekistan 25 September 1994

    Tajikistan 2 April 1994

    Kirgistan 1 November 1995

    Afrika Selatan 15 Februari 1995

    Papua Nugini 13 Januari 1995

    Malawi 23 Oktober 1998

    Timor Leste 1 Maret 2004

    Montenegro 24 Juli 2006

    Pantai Gading 1 Desember 2008

    Lebanon 30 November 2008

    Kosta Rika 5 Februari 2008

    Republik Dominika 15 Juli 2009

    Venezuela 27 April 2009

     

     1988-1989

     

    Bhutan 25 Desember 1988

    Republik Afrika Tengah 23 Desember 1988

    Burundi 22 Desember 1988

    Botswana 19 Desember 1988

    Nepal 19 Desember 1988

    Republik Demokratik Kongo 18 Desember 1988

    Polandia 14 Desember 1988

    Oman 13 Desember 1988

    Gabon 12 Desember 1988

    Sao Tome dan Principe 10 Desember 1988

    Mozambik 8 Desember 1988

    Angola 6 Desember 1988

    Republik Kongo 5 Desember 1988

    Sierra Leone 3 Desember 1988

    Uganda Desember 3, 1988

    Laos 2 Desember 1988

    Chad 1 Desember 1988

    Ghana 29 November 1988

    Togo 29 November 1988

    Zimbabwe 29 November 1988

    Maladewa 28 November 1988

    Bulgaria 25 November 1988

    Tanjung Verde 24 November 1988

    Korea Utara 24 November 1988

    Niger 24 November 1988

    Rumania 24 November 1988

    Tanzania 24 November 1988

    Hongaria 23 November 1988

    Mongolia 22 November 1988

    Senegal 22 November 1988

    Burkina Faso 21 November 1988

    Kamboja 21 November 1988

    Komoro 21 November 1988

    Guinea 21 November 1988

    Guinea-Bissau 21 November 1988

    Mali 21 November 1988

    Tiongkok 20 November 1988

    Belarus 19 November 1988

    Namibia 19 November 1988

    Rusia 19 November 1988

    Ukraina 19 November 1988

    Vietnam 19 November 1988

    Siprus 18 November 1988

    Republik Ceko 18 November 1988

    Mesir 18 November 1988

    Gambia 18 November 1988

    India 18 November 19881

    Nigeria 18 November 1988

    Seychelles Slowakia 18 November 1988

    Sri Lanka 18 November 1988

    Albania 17 November 1988

    Brunei Darussalam 17 November 1988

    Djibouti 17 November 1988

    Mauritius 17 November 1988

    Sudan 17 November 1988

    Afganistan 16 November 1988

    Bangladesh 16 November 1988

    Kuba 16 November 1988

    Yordania 16 November 1988

    Madagaskar 16 November 1988

    Nikaragua 16 November 1988

    Pakistan 16 November 1988

    Qatar 16 November, 1988

    Arab Saudi 16 November 1988

    Serbia 16 November 1988

    Uni Emirat Arab 16 November 1988

    Zambia 16 November 1988

    Aljazair 15 November 1988

    Bahrain 15 November 1988

    Indonesia 15 November 1988

    Irak 15 November 1988

    Kuwait 15 November 1988

    Libya Malaysia 15 November 1988

    Mauritania 15 November 1988

    Maroko 15 November 1988

    Somalia 15 November 1988

    Tunisia 15 November 1988

    Turki 15 November 1988

    Yaman 15 November 1988

    Iran 4 Februari 1988

    Filipina 1 September 1989

    Vanuatu 21 Agustus 1989

    Benin 1 Mei 1989

    Guinea Khatulistiwa 1 Mei 1989

    Kenya 1 Mei 1989

    Etiopia 4 Februari 1989

    Rwanda 2 Januari 1989

  • Prancis Geger, Teror Kepala Babi Serang 9 Masjid di Paris

    Prancis Geger, Teror Kepala Babi Serang 9 Masjid di Paris

    Jakarta, CNBC Indonesia – Komunitas Muslim di Prancis dilanda kekhawatiran setelah sembilan kepala babi ditemukan di depan sejumlah masjid di Paris dan sekitarnya. Aparat menduga aksi provokatif ini terkait campur tangan asing untuk memicu keresahan sosial.

    Pada 9 September pagi waktu setempat, jamaah Masjid Javel di jantung Paris dikejutkan dengan penemuan kepala babi berlumuran darah di depan pintu masuk. Di atasnya tertulis nama “Macron” dengan tinta biru.

    “Ini pertama kalinya hal seperti ini terjadi pada kami. Jamaah sangat terkejut,” ujar Najat Benali, rektor Masjid Javel, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (23/9/2025).

    Tak hanya Masjid Javel, polisi memastikan total sembilan masjid di kawasan Paris menjadi sasaran aksi serupa. Aparat tengah menyelidiki kasus ini sebagai bagian dari dugaan intervensi asing.

    “Kita tidak bisa tidak melihat adanya kesamaan dengan tindakan-tindakan sebelumnya yang telah terbukti sebagai tindakan campur tangan asing,” kata Kapolres Paris Laurent Nunez dalam konferensi pers.

    Kejaksaan Paris mengungkap, dua orang berpelat Serbia membeli sekitar 10 kepala babi dari seorang petani di Normandia sehari sebelum kejadian. Rekaman CCTV menunjukkan keduanya menaruh kepala babi di depan sembilan masjid, lalu meninggalkan Prancis ke Belgia pada Selasa pagi.

    “Kepala babi ditinggalkan oleh warga negara asing yang segera meninggalkan Prancis, dengan niat jelas menimbulkan keresahan di dalam negeri,” tulis Kejaksaan Umum Paris dalam pernyataan resmi.

    “Tujuannya adalah menimbulkan keresahan warga, mempertanyakan keselamatan mereka, dan menciptakan perpecahan antar komunitas,” tambah Jaksa Paris Laure Beccuau.

    Di Masjid Islah, pinggiran timur Paris, rekaman CCTV bahkan menunjukkan seorang pria meletakkan kepala babi lalu memotretnya.

    “Awalnya kami sangat khawatir. Lingkungan kami tenang, rukun dengan tetangga. Mengetahui banyak masjid lain juga jadi korban, setidaknya kami tahu ini bukan balas dendam pribadi,” kata Haider Rassool, salah satu pengurus masjid.

    Sementara itu, pakar hukum Universitas Toulouse Capitole, Rim-Sarah Alouane, menilai aktor asing hanya memanfaatkan keretakan sosial yang sudah ada.

    “Mereka bahkan tidak perlu menciptakan perpecahan, cukup memanfaatkannya. Kejahatan kebencian dijadikan senjata geopolitik,” ujarnya.

    Insiden ini muncul di tengah tren peningkatan Islamofobia di Prancis. Dalam lima bulan pertama 2025, tercatat 145 tindakan Islamofobia, naik 75% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Termasuk di antaranya upaya pembakaran, pengancaman, hingga pembunuhan.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Apakah Pengakuan dari Banyak Negara Berpengaruh Bagi Palestina?

    Apakah Pengakuan dari Banyak Negara Berpengaruh Bagi Palestina?

    Jakarta

    Prancis menjadi negara terkini yang secara resmi mengakui negara Palestina.

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan, “Waktunya untuk perdamaian telah tiba” dan “tidak ada yang membenarkan perang yang sedang berlangsung di Gaza”.

    Prancis dan Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan puncak satu hari di Majelis Umum PBB yang berfokus pada rencana solusi dua negara untuk konflik tersebut. Negara-negara G7, Jerman, Italia, dan AS, tidak hadir.

    Macron mengonfirmasi bahwa Belgia, Luksemburg, Malta, Andorra, dan San Marino juga akan mengakui negara Palestina, setelah UK, Kanada, Australia, dan Portugal mengumumkan pengakuan tersebut pada Minggu (21/09).

    Macron mengatakan kepada konferensi tersebut bahwa waktunya telah tiba untuk menghentikan perang dan membebaskan sisa sandera Israel yang ditawan oleh Hamas.

    Ia memperingatkan tentang “bahaya perang tanpa akhir” seraya menegaskan “kebenaran harus selalu menang atas kekuatan”.

    Menurutnya, komunitas internasional telah gagal membangun perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah sehingga “kita harus melakukan segala daya upaya untuk menjaga kemungkinan solusi dua negara” yang akan mempertemukan “Israel dan Palestina dalam damai dan aman”.

    Ia mengatakan Prancis hanya akan membuka kedutaan untuk negara Palestina ketika semua sandera yang ditahan Hamas dibebaskan dan gencatan senjata telah disepakati.

    Menjelang pengumuman Macron, bendera Palestina dan Israel dipajang di Menara Eiffel pada Minggu (21/09) malam.

    Sejumlah balai kota di Prancis juga mengibarkan bendera Palestina pada Senin (22/09), meski pemerintah Prancis mengimbau kepada para wali kota untuk menjaga netralitas.

    AFP via Getty ImagesBendera Palestina dipajang di bagian depan Balai Kota Paris, Prancis, Senin (22/09).

    Pengakuan negara Palestina oleh Prancis, Kerajaan Bersatu (UK), Kanada, dan Australia, merupakan momen penting.

    “Palestina tidak pernah sekuat ini di seluruh dunia dibanding sekarang,” kata Xavier Abu Eid, mantan pejabat Palestina.

    “Dunia kini bergerak untuk Palestina.”

    Diplomat Palestina, Huzam Zomlot, pada awal bulan ini menyatakan pengakuan tersebut menjadi momen krusial.

    “Apa yang akan dilihat di New York, mungkin adalah upaya terakhir untuk mengimplementasikan solusi dua-negara. Jangan sampai itu gagal” kata Zomlot memperingatkan.

    “Itu berarti Israel hidup berdampingan dengan negara Palestina yang layak. Saat ini, keduanya tidak terwujud,” ujar Zomlot yang merupakan Kepala Misi Palestina untuk UK.

    Persoalannya kini: Apakah pengakuan simbolis dari banyak negara ini berpengaruh? Kemudian, siapa kelak pemimpinnya ketika negara ini kembali berdiri?

    Akankah cukup pengakuan simbolis?

    Saat ini, Palestina menghadapi berbagai krisis, salah satunya terkait kepemimpinan. Mahmoud Abbas kini berusia hampir 90 tahun.

    Sementara Marwan Baghouti yang diprediksi berpotensi menjadi pemimpin, kini tengah dipenjara.

    Hamas yang “dihancurkan” dan wilayah Tepi Barat yang mulai “terpecah” juga menambah genting krisis kepemimpinan di Palestina.

    Akan tetapi, pengakuan internasional yang berdatangan tetap berarti.

    “Itu bisa sangat berharga. Meski tergantung juga mengapa negara-negara ini melakukannya dan apa sebenarnya niat mereka,” kata pengacara Palestina, Diana Buttu.

    Seorang pejabat pemerintah UK, yang tidak ingin disebutkan namanya, berkata pengakuan simbolis saja tidak cukup.

    “Pertanyaannya adalah apakah kita bisa mendapatkan kemajuan menuju sesuatu yang bermakna sehingga Majelis Umum PBB tidak hanya menjadi pesta pengakuan,” ujarnya.

    Deklarasi New York yang diumumkan akhir Juli 2025 berisi penegasan terhadap solusi dua negara dengan sejumlah syarat seperti:

    Pengakuan kenegaraan Palestina dengan dukungan bagi Otoritas Palestina (PA)Membuka akses bantuan kemanusiaan, rekonstruksi dan pemulihan di Gaza dan Tepi BaratPenyatuan Gaza dan Tepi BaratNormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab.

    Deklarasi ini disebut mengikat para penandatangan, termasuk UK, untuk mengambil “langkah-langkah konkret, terikat waktu, dan tidak dapat dibatalkan untuk penyelesaian damai masalah Palestina.”

    AFP via Getty ImagesMarwan Barghouti muncul sebagai pemimpin populer selama pemberontakan Palestina kedua.

    Persoalannya, syarat yang harus segera dipenuhi pascapengakuan ini kemungkinan berhadapan dengan hambatan yang sangat besar, kata pejabat di London.

    Apalagi hingga saat ini, AS memiliki hak veto di PBB terkait pengakuan negara Palestina dan pernah berulangkali menggunakannya.

    Pada Agustus, AS juga mengambil langkah tidak biasa dengan mencabut atau menolak visa bagi puluhan pejabat Palestina, yang kemungkinan melanggar aturan PBB sendiri.

    Abbas, bahkan, hanya bisa memberikan pernyataan melalui video pada sidang umum PBB.

    Selain itu, Trump tampaknya masih terpaku pada versi “Rencana Riviera” yang memuat tujuan AS mengambil “posisi kepemilikan jangka panjang” atas Gaza.

    Namun, jika pengakuan simbolis ini berdampak, bagaimana kelanjutannya?

    Apa saja syarat negara dan bagaimana realitanya?

    Konvensi Montevideo 1933 menetapkan empat kriteria untuk sebuah negara. Berikut kriterianya:

    Populasi permanen: Palestina bisa memenuhi kriteria ini, meskipun perang di Gaza membuat kondisi penduduknya sangat berisiko.Kapasitas untuk menjalin hubungan internasional: Dr. Zomlot adalah bukti dari kemampuan ini.Wilayah yang ditentukan: Inilah poin yang belum terpenuhi. Tanpa kesepakatan perbatasan yang pasti dan tanpa proses perdamaian yang nyata, sulit untuk mengetahui dengan jelas wilayah Palestina.Pemerintahan yang berfungsi: Ini merupakan tantangan besar bagi Palestina.

    Mengenai wilayah, ada tiga bagian area yang didambakan warga Palestina sebagai suatu negara, yaitu: Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza.

    Sayangnya, ketiga wilayah ini diduduki oleh Israel sejak Perang Enam Hari 1967.

    BBC

    Sekilas melihat peta, terlihat awal masalahnya. Tepi Barat dan Jalur Gaza telah terpisah secara geografis oleh Israel selama tiga perempat abad atau tepatnya sejak kemerdekaan Israel pada tahun 1948.

    Memasuki 1967 dengan serangan yang dilancarkan Israel, perluasan permukiman telah menggerogoti Tepi Barat hingga memecahnya menjadi entitas politik dan ekonomi.

    Baca juga:

    Situasi ini terus berlanjut. Kehadiran militer Israel dan permukiman Yahudi membuat Otoritas Palestina (PA), yang dibentuk setelah Kesepakatan Damai Oslo pada 1990-an, hanya menguasai sekitar 40% wilayah.

    Sementara itu, Yerusalem Timur, yang dianggap Palestina sebagai ibu kota mereka, kini dikelilingi permukiman Yahudi yang secara bertahap memutus kota tersebut dari Tepi Barat.

    Nasib Gaza, tentu saja, jauh lebih buruk. Setelah hampir dua tahun perang yang dipicu oleh serangan Hamas pada Oktober 2023, sebagian besar wilayahnya telah hancur.

    Selain wilayah yang sudah tercerai berai dan porak poranda, Palestina harus berhadapan dengan persoalan kepemimpinan.

    ‘Kami butuh kepemimpinan baru’

    Untuk menjawab problem kepemimpinan baru ini, perlu dirunut lagi sejarah yang melingkupi Palestina.

    Pada 1994, kesepakatan antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengarah pada pembentukan Otoritas Nasional Palestina (PA).

    Otoritas ini memiliki kendali sipil parsial atas warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

    Namun, sejak konflik berdarah pada 2007 antara Hamas dan faksi utama PLO, Fatah, warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat diperintah oleh dua pemerintahan yang bersaing.

    Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina di Tepi Barat, yang diakui secara internasional, dengan presidennya Mahmoud Abbas.

    Bloomberg via Getty ImagesAbbas hampir menginjak usia ke-90

    Perpecahan politik ini terus berlangsung selama 18 tahun, ditambah 77 tahun pemisahan geografis, membuat Tepi Barat dan Jalur Gaza semakin terpisah.

    Politik Palestina kian mengkristal dan membuat sebagian besar warga Palestina sinis terhadap pemimpin mereka. Bahkan mereka sulit percaya akan adanya rekonsiliasi internal, apalagi menjadi sebuah negara yang utuh.

    Adapun pemilihan presiden dan parlemen terakhir diadakan pada 2006. Dengan kata lain, tidak ada warga Palestina di bawah usia 36 tahun yang pernah memberikan suara di Tepi Barat atau Gaza.

    “Sangat tidak masuk akal bahwa kami tidak mengadakan pemilihan selama ini,” kata pengacara Palestina Diana Buttu.

    “Kami butuh kepemimpinan baru.”

    Di tengah serangan bertubi-tubi di Gaza sejak Oktober 2023, masalah ini menjadi semakin mendesak.

    Di hadapan kematian puluhan ribu warganya, Otoritas Palestina yang dipimpin Abbas, yang bermarkas di Tepi Barat, hanya seolah menjadi penonton yang tak berdaya.

    MAHMUD HAMS/AFP via Getty ImagesLebih dari 60.000 orang telah tewas di Gaza sejak Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.

    Siapakah sosok pemimpin Palestina di masa depan?

    Mundur beberapa dekade silam, Ketua Otoritas Nasional Palestina, Yasser Arafat, kembali dari pengasingan bertahun-tahun. Para politisi Palestina lokal pun mulai merasa terpinggirkan.

    “Orang dalam” mulai merasa kesal dengan gaya kepemimpinan yang dominan dari “orang luar” Arafat. Isu korupsi di lingkaran Arafat juga berdampak pada reputasi Otoritas Palestina.

    Di sisi lain, Otoritas Palestina juga seperti tidak mampu menghentikan kolonisasi bertahap Israel di Tepi Barat. Dengan demikian, janji kemerdekaan dan kedaulatan pun urung ditepati.

    Padahal pada September 1993, terjadi jabat tangan bersejarah Arafat dengan mantan Perdana Menteri Israel, Yizhak Rabin, di halaman Gedung Putih yang melambungkan harapan merdeka dan berhentinya penjajahan di tanah Palestina.

    REUTERS/Gary HershornJabat tangan bersejarah Arafat dengan Yizhak Rabin di halaman Gedung Putih, bersama Presiden AS Bill Clinton.

    Memasuki tahun-tahun selanjutnya, politik di Palestina kian tidak kondusif karena inisiatif perdamaian yang gagal, perluasan terus-menerus pemukiman Yahudi, kekerasan oleh ekstremis dari kedua belah pihak, pergeseran politik Israel ke kanan, dan perpecahan kekerasan pada 2007 antara Hamas dan Fatah.

    “Dalam keadaan normal, tokoh-tokoh baru dan generasi baru seharusnya muncul,” kata sejarawan Palestina Yezid Sayigh.

    “Namun hal itu tidak mungkin terjadi. Penduduk Palestina di wilayah yang diduduki sudah terpecah belah secara besar-besaran ke dalam ruang-ruang kecil yang terpisah, dan hal itu membuat hampir tidak mungkin bagi tokoh-tokoh baru untuk muncul dan bersatu.”

    Baca juga:

    Kendati demikian, nama Marwan Barghouti muncul kemudian. Lahir dan dibesarkan di Tepi Barat, ia aktif di Fatah sejak usia 15 tahun.

    Barghouti muncul sebagai pemimpin populer selama pemberontakan Palestina kedua, sebelum ditangkap dan didakwa merencanakan serangan yang menewaskan lima warga Israel.

    Ia selalu membantah tuduhan itu, meski tetap dipenjara di Israel sejak 2002.

    Namun, ketika warga Palestina membicarakan calon pemimpin masa depan, mereka berakhir membicarakan seorang pria yang telah dipenjara selama hampir seperempat abad itu.

    Getty ImagesRumor tentang korupsi di lingkaran Arafat tidak banyak membantu meningkatkan reputasi Otoritas Palestina.

    Jajak pendapat terbaru oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina yang berbasis di Tepi Barat menemukan bahwa 50% warga Palestina akan memilih Barghouti sebagai presiden, jauh mengungguli Mahmoud Abbas, yang telah menjabat sejak 2005.

    Meskipun Barghouti adalah anggota senior Fatah, faksi yang berkonflik dengan Hamas, namanya disebut-sebut sebagai salah satu tahanan politik yang ingin dibebaskan Hamas sebagai imbalan bagi sandera Israel di Gaza. Namun, Israel tidak menunjukkan indikasi akan membebaskannya.

    AFP via Getty ImagesSebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa Barghouti adalah pilihan utama rakyat Palestina untuk pemimpin, jauh di depan Mahmoud Abbas.

    Pada pertengahan Agustus, sebuah video beredar, memperlihatkan Barghouti yang berusia 66 tahun dalam kondisi kurus dan lemah diejek oleh Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben Gvir.

    Ini adalah kali pertama Barghouti terlihat secara publik dalam beberapa tahun terakhir.

    Netanyahu dan kemerdekaan negara Palestina

    Bahkan sebelum Serangan ke Gaza, penolakan Benjamin Netanyahu terhadap kemerdekaan Palestina sudah jelas.

    Pada Februari 2024, ia mengatakan, “Semua orang tahu bahwa saya adalah orang yang selama puluhan tahun menghalangi pembentukan negara Palestina yang akan mengancam keberadaan kita.”

    Meskipun ada seruan internasional agar Otoritas Palestina (PA) mengambil alih kendali Gaza, Netanyahu bersikeras bahwa PA tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan Gaza di masa depan, karena Abbas disebutnya tidak mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober.

    Baca juga:

    Pada Agustus, Israel memberikan persetujuan akhir untuk proyek pemukiman yang secara efektif akan memisahkan Yerusalem Timur dari Tepi Barat.

    Rencana untuk 3.400 unit perumahan disetujui yang kemudian memantik pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich bahwa rencana ini akan mengubur gagasan negara Palestina “karena tidak ada yang perlu diakui dan tidak ada yang akan mengakui”.

    Reuters”Hari setelah perang di Gaza, baik Hamas maupun Otoritas Palestina tidak akan ada di sana,” kata Netanyahu pada pertengahan Februari.

    “Ini bukanlah keadaan baru. Itu telah terjadi selama bertahun-tahun,” kata sejarawan Palestina Yezid Sayigh.

    “Bahkan saat bisa membawa malaikat Mikail ke bumi dan menjadikannya kepala Otoritas Palestina sekali pun, tetap tidak akan membuat perbedaan. Karena kondisi saat ini membuat kesuksesan apa pun menjadi mustahil,” ujar Sayigh.

    Satu hal yang pasti: jika negara Palestina benar-benar terbentuk, Hamas tidak akan memimpinnya.

    Ini berdasarkan pada Deklarasi New York pada Juli lalu yang disponsori oleh Prancis dan Arab Saudi.

    Di situ, ada pernyataan bahwa “Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada otoritas Palestina.”

    Atas pernyataan itu, Deklarasi New York ini didukung oleh semua negara Arab dan kemudian diadopsi oleh 142 anggota Majelis Umum PBB.

    Adapun Hamas, mereka menyatakan siap menyerahkan kekuasaan di Gaza kepada administrasi teknokrat yang independen.

    Bagaimana masa depan harapan Palestina?

    Masa depan jangka panjang Gaza mungkin terletak di antara Deklarasi New York, rencana Trump, dan rencana rekonstruksi Arab.

    Dalam rencana tersebut tidak menyebutkan Otoritas Palestina, hanya merujuk pada “pemerintahan mandiri Palestina yang direformasi”, atau hubungan masa depan antara Gaza dan Tepi Barat.

    Baca juga:

    Semua rencana, dengan cara yang sangat berbeda, berharap dapat menyelamatkan sesuatu dari bencana yang menimpa Gaza dalam dua tahun terakhir.

    Apapun yang muncul, hal itu harus menjawab pertanyaan tentang bagaimana Palestina dan kepemimpinannya akan terlihat.

    Namun, bagi Palestina seperti Diana Buttu, ada masalah yang jauh lebih mendesak.

    Dia ingin komunitas internasional mencegah lebih banyak pembunuhan rakyat Palestina.

    “Dan melakukan sesuatu untuk menghentikannya.”

    Getty ImagesTrump dan Starmer memiliki pandangan yang berbeda mengenai masalah tersebut.

    Lihat Video ‘Bendera Palestina Dikibarkan di London setelah Pengakuan Inggris’:

    (ita/ita)