Negara: Belgia

  • Uni Eropa Kucurkan Pinjaman Militer Rp 1.768 T untuk Ukraina

    Uni Eropa Kucurkan Pinjaman Militer Rp 1.768 T untuk Ukraina

    Brussels

    Negara-negara Uni Eropa akhirnya mencapai mufakat: Ukraina akan diberi pinjaman militer sebesar €90 miliar — sekitar Rp 1.768 triliun — untuk dua tahun ke depan, 2026–2027. Kabar itu datang dari Antonio Costa, Presiden Dewan Eropa, lewat X, seusai perundingan panjang semalam suntuk di Brussels, Belgia.

    Namun, lembaga tertinggi UE itu memutuskan untuk tidak menyentuh aset Rusia yang dibekukan di Eropa untuk Ukraina. Sebaliknya, pinjaman itu akan dijamin oleh anggaran bersama Uni Eropa.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz menyebut keputusan Dewan Eropa untuk memberikan pinjaman €90 miliar kepada Ukraina sebagai “pesan yang menentukan bagi berakhirnya perang.”

    Pinjaman tanpa bunga itu diklaim cukup untuk menutupi kebutuhan militer dan anggaran Ukraina selama dua tahun ke depan, ujarnya dalam sebuah pernyataan.

    Menurut Merz, Presiden Rusia Vladimir Putin “hanya akan membuat kompromi ketika ia menyadari bahwa perangnya tidak akan membuahkan hasil.”

    “Jika Rusia tidak membayar reparasi, maka sesuai dengan hukum internasional, kami akan memanfaatkan aset Rusia yang dibekukan untuk melunasi pinjaman tersebut,” tambah Merz.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan kesepakatan pendanaan teranyar untuk Ukraina sebagai sebuah kemajuan besar.

    Macron menambahkan bahwa kesepakatan tersebut mencakup mekanisme untuk melindungi tiga negara, Hungaria, Slovakia, dan Republik Ceko, dari potensi dampak keuangan.

    Ia juga mengatakan bahwa dirinya percaya akan “berguna” bagi Eropa untuk kembali menjalin dialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin “dalam beberapa minggu ke depan.”

    “Saya percaya bahwa demi kepentingan kita sebagai orang Eropa dan Ukraina, kita perlu menemukan kerangka yang tepat untuk kembali membuka diskusi ini,” ujarnya.

    Pembicaraan Amerika Serikat dengan pejabat Rusia dan Ukraina meningkat dalam beberapa pekan terakhir, tetapi sejauh ini belum membawa perubahan substansial terhadap perang di Ukraina, yang dimulai dengan invasi skala penuh Rusia ke negara tetangganya pada Februari 2022.

    Zelenskyy: Pinjaman €90 miliar UE “memperkuat ketahanan Ukraina”

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga menyambut keputusan Uni Eropa untuk membiayai negaranya selama dua tahun ke depan saat Ukraina mempertahankan diri dari invasi Rusia.

    “Ini adalah dukungan signifikan yang benar-benar memperkuat ketahanan kami,” tulisnya di X.

    Meski blok tersebut belum mampu menyepakati penggunaan aset Rusia yang dibekukan untuk mendanai pinjaman, Zelenskyy mengatakan: “Penting bahwa aset Rusia tetap diimobilisasi dan bahwa Ukraina telah menerima jaminan keamanan finansial untuk tahun-tahun mendatang.”

    Sementara, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengkritik keputusan UE terkait pinjaman €90 miliar untuk Ukraina.

    “Itu uang yang hilang,” kata Orban, yang dipandang sebagai salah satu sekutu terdekat Rusia di Eropa.

    “Kabar baiknya adalah kami tidak ikut terlibat,” ujarnya.

    Hungaria, bersama Slovakia dan Republik Ceko, diberikan pengecualian dari komitmen pinjaman tersebut agar tidak memblokir keputusan.

    Setiap keputusan terkait penggunaan keuangan Uni Eropa sendiri memerlukan suara bulat dari seluruh 27 negara anggota.

    UE hindari “kekacauan” dengan menolak penggunaan aset Rusia yang dibekukan

    Para pemimpin UE telah menghindari “kekacauan dan perpecahan” dengan keputusan mereka untuk memberikan pinjaman kepada Ukraina melalui peminjaman dana, alih-alih menggunakan aset Rusia yang dibekukan. Hal itu disampaikan Perdana Menteri Belgia Bart De Wever pada Jumat dini hari.

    “Kami tetap bersatu,” kata De Wever.

    Rencana untuk menggunakan aset negara Rusia yang dibekukan di UE bagi Ukraina telah menjadi perdebatan sengit selama berminggu-minggu.

    Sebanyak €210 miliar atau setara dengan sekitar Rp4.126 triliun aset bank sentral Rusia saat ini masih dibekukan di Uni Eropa.

    Belgia, tempat sebagian besar aset Rusia yang dibekukan di UE disimpan oleh perusahaan berbasis di Brussels, Euroclear, sangat menentang langkah tersebut.

    Belgia menyatakan bahwa usulan itu akan menempatkan negara tersebut pada risiko hukum dan keuangan.

    Utusan khusus Rusia untuk investasi dan kerja sama ekonomi, Kirill Dmitriev, dalam beberapa hal justru menyambut keputusan Uni Eropa untuk tidak menggunakan aset Rusia yang dibekukan guna membiayai pinjaman bagi Ukraina.

    Dalam unggahan di X, Dmitriev menyebut kegagalan mencapai kesepakatan soal aset beku tersebut sebagai “pukulan besar bagi para pengobar perang UE yang dipimpin oleh Ursula von der Leyen yang gagal.”

    Ia menambahkan bahwa “suara-suara kewarasan di UE telah memblokir penggunaan illegal cadangan Rusia untuk mendanai Ukraina.”

    Meski demikian, Uni Eropa tetap menyepakati pembiayaan pinjaman €90 miliar untuk Ukraina, dengan jaminan dari anggaran Uni Eropa.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rahka Susanto
    Editor: Rizki Nugraha

    (nvc/nvc)

  • ‘Kiamat’ Mobil Bensin Ditunda!

    ‘Kiamat’ Mobil Bensin Ditunda!

    Jakarta

    ‘Kiamat’ mobil bensin dan diesel yang semula dijadwalkan di Eropa pada 2035, kini ditunda. Rencana pelarangan total kendaraan dengan pembakaran internal (ICE) mulai dilunakkan setelah tekanan kuat dari industri otomotif setempat.

    Alih-alih melarang penuh, Uni Eropa kini mengarah ke target pengurangan emisi 90 persen. Artinya, mobil bensin dan diesel belum sepenuhnya disingkirkan. Dorongan dari Jerman dan Italia jadi faktor utama, meski sejumlah merek seperti Volvo dan Polestar tetap mendukung pelarangan total.

    “Larangan teknologi terhadap mesin pembakaran internal sudah tidak lagi masuk agenda. Semua mesin yang saat ini diproduksi di Jerman masih dapat terus diproduksi dan dijual,” ujar Ketua Umum European People’s Party (EPP), Manfred Webber, dikutip dari Bild, Sabtu (20/12).

    Pabrik Mercedes-Benz di Eropa. Foto: REUTERS/Christoph Steitz

    Weber juga memastikan, larangan penuh terhadap mobil bensin tak akan diberlakukan mulai 2040. Namun, dia tak mengungkap, aturan tersebut diundur ke tahun berapa. Dia hanya menegaskan, Uni Eropa akan menyampaikan revisi resminya pekan depan.

    Dengan perubahan ini, jalan bagi mobil plug-in hybrid (PHEV) pun kembali terbuka. Weber menyebut UE kini memberi ruang bagi penjualan model hybrid, termasuk yang memiliki jarak tempuh listrik lebih panjang.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz yang turut hadir dalam konferensi pers menyambut positif keputusan ini. Menurutnya, pelonggaran aturan memberi kepastian bagi industri otomotif.

    Keputusan tersebut sejalan dengan langkah Merz sebelumnya. Pada Desember lalu, dia mengirim surat langsung kepada Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, untuk mendesak agar mobil bensin tetap boleh diproduksi dan dijual setelah 2035.

    Surat itu, menurut Komisaris Transportasi Berkelanjutan dan Pariwisata UE Apostolos Tzitzikostas, diterima dengan baik di Brussel, Belgia.

    Meski draf revisi aturan belum dirilis ke publik, Tzitzikostas memberi sinyal arah kebijakan baru UE. Dia menyebut bahan bakar alternatif bakal mendapat porsi lebih besar dalam regulasi mendatang.

    “Bahan bakar nol dan rendah emisi, serta biofuel canggih,” menjadi opsi yang disebut dapat digunakan untuk memenuhi target emisi Uni Eropa ke depan.

    Dengan arah baru ini, ‘kiamat’ mobil bensin di Eropa kemungkinan besar akan ditunda. Kita masih akan melihat pabrikan setempat seperti BMW, Mercedes-Benz dan lainnya membuat produk-produk non-EV. Setidaknya, hingga 10-15 tahun mendatang.

    (sfn/dry)

  • Penuhi Syarat dari PSSI, John Herdman Terdepan jadi Pelatih Timnas Indonesia

    Penuhi Syarat dari PSSI, John Herdman Terdepan jadi Pelatih Timnas Indonesia

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kandidat pelatih baru Timnas Indonesia saat ini mengerucut ke satu nama.

    Nama ini yang kemudian dirumorkan kencang bakal mengisi kursi kosong pelatih Timnas Indonesia.

    Pelatih yang dimaksud adalah John Herdman yang mencuat kencang sebagai kandidat.

    Ia bahkan disebut-sebut sudah sesuai dengan syarat-syarat yang diajukan PSSI untuk mengisi kursi pelatih Skuad Garuda.

    Sebelumnya, dalam konferensi pers di Jakarta, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Endri Erawan, membeberkan sejumlah syarat untuk pelatih baru Timnas Indonesia.

    Salah satu syarat yang diajukan PSSI adalah berpengalaman menukangi tim nasional negara lain, dan pernah meloloskan tim tersebut ke Piala Dunia.

    “Mereka juga harus punya pengalaman bagus di negara (timnas), meloloskan negara (timnas) itu ke Piala Dunia, dan bersedia tinggal di Indonesia lebih lama,” kata Endri Erawan.

    Dan syarat yang diajukan inilah yang membuat nama John Herman yang sangat kencang dirumorkan.

    Sebelumnya, dari rekam jejak dan pretasi saat melatih adalah dengan membawa Kanada menjadi peserta di Piala Dunia Qatar tahun 2022 lalu.

    Selama berlaga di ajang Piala Dunia 2022 ini, capaiannya bisa dikatakan biasa-biasa saja.

    Kanada tak mampu meraih satu poin pun saat bersua dengan Belgia, Kroasia dan Maroko, namun kerja keras John Herdman tak bisa diabaikan begitu saja.

    Meski punya catatan kembali membawa Kanada ke Piala Dunia, ini peluang bisa dikatakan sulit diulang bersama Skuad Garuda.

    Alih-alih untuk bisa membawa Indonesia ke turnamen sekelas Piala Dunia, untuk sekadar bertahan beberapa tahun saja Herdman berpotensi tak bisa.

  • Uni Eropa Bahas Penggunaan Aset Rusia untuk Danai Ukraina

    Uni Eropa Bahas Penggunaan Aset Rusia untuk Danai Ukraina

    Jakarta

    Dalam pertemuan para pemimpin Uni Eropa di Brussels pekan ini, Blok Biru bersiap mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya, sebuah keputusan yang dinilai berisiko menciptakan preseden berbahaya dan berpotensi menggerus kepercayaan di antara 27 negara anggotanya.

    Dalam pertemuan yang dimulai pada Kamis (18/12) tersebut, banyak pemimpin akan mendesak agar puluhan miliar euro aset Rusia yang dibekukan di Eropa, digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan militer Ukraina selama dua tahun ke depan.

    Seperti yang diketahui, Ukraina berada di ambang kebangkrutan. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan Ukraina membutuhkan 137 miliar euro (sekitar Rp2.670 triliun) pada tahun 2026 dan 2027. Dana itu harus tersedia paling lambat musim semi tahun 2026. UE telah berkomitmen untuk menyediakan pendanaan tersebut, dengan cara apa pun.

    Risiko hukum hingga ekonomi

    Komisi Eropa mengusulkan agar sebagian aset Rusia yang dibekukan senilai 210 miliar euro (sekitar Rp4.100 triliun) itu digunakan sebagai jaminan “pinjaman reparasi” senilai 90 miliar euro (sekitar Rp1.760 triliun) untuk Ukraina. Inggris, Kanada, dan Norwegia disebut akan menutupi kekurangannya.

    Namun, rencana ini menuai kontroversi. Komisi Eropa menegaskan dasar hukum dan argumentasinya kuat. Sebaliknya, Bank Sentral Eropa memperingatkan bahwa kepercayaan internasional terhadap mata uang euro dapat terganggu jika UE dianggap menyita aset tersebut.

    Sekitar 185 miliar euro (sekitar Rp3.610 triliun) aset Rusia saat ini dibekukan di Euroclear, penyedia jasa keuangan yang berbasis di Brussels. Belgia khawatir akan potensi pembalasan Rusia, baik melalui jalur hukum maupun cara lain yang lebih berbahaya.

    Euroclear sendiri cemas terhadap reputasinya. Perusahaan itu menilai gagasan Komisi Eropa rapuh secara hukum dan khawatir investor internasional akan menjauh jika aset Rusia dialihkan menjadi instrumen utang UE, seperti yang diusulkan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

    Merz desak UE gunakan aset Rusia untuk tekan Putin

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mendesak UE untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan guna membantu Ukraina, “meningkatkan tekanan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin”, serta “mengirimkan sinyal tegas ke Moskow.”

    “Isu ini menyangkut keamanan dan kedaulatan Eropa,” kata Friedrich Merz di parlemen Jerman, Bundestag, Rabu (17/12). Dia menegaskan Putin harus diyakinkan bahwa kelanjutan invasi ke Ukraina adalah “tindakan sia-sia” dan Rusia perlu masuk ke dalam “perundingan serius.”

    “Kami berniat menggunakan aset Rusia untuk membiayai Angkatan Bersenjata Ukraina setidaknya selama dua tahun ke depan. Langkah ini bukan untuk memperpanjang perang, melainkan untuk mengakhirinya secepat mungkin,” cuitan Merz di platform X.

    Tidak semua negara UE sepakat

    Komisi Eropa menghadapi hambatan internal. Hungaria dan Slovakia, yang dikenal lebih dekat dengan Rusia, telah menyatakan akan menentang rencana tersebut.

    Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengatakan penggunaan aset Rusia akan “menempatkan Belgia dalam bahaya serius.” Orban menilai langkah itu bertentangan dengan hukum internasional dan mengutip peringatan Putin bahwa Rusia akan merespons dengan segala cara hukum yang tersedia.

    “Setiap sengketa hukum pasti akan kalah dan pada akhirnya seseorang harus mengganti aset yang disita,” Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban.

    Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni juga mengingatkan bahwa situasi hukumnya “cukup pelik.” Meski Italia sepakat bahwa Rusia harus bertanggung jawab atas rekonstruksi negara yang diserangnya, Meloni menekankan perlunya dasar hukum yang benar-benar kuat.

    “Jika fondasi hukumnya rapuh, kita justru memberi Rusia kemenangan nyata pertamanya sejak konflik ini dimulai,” kata Meloni di parlemen Italia.

    Rencana B, tapi tidak memungkinkan

    Komisi Eropa, cabang eksekutif yang kuat dari Uni Eropa, telah mengusulkan opsi kedua. Komisi itu dapat mencoba mengumpulkan dana di pasar internasional, mirip dengan cara mereka mendanai uang pemulihan ekonomi besar-besaran setelah awal pandemi Covid-19.

    Belgia lebih memilih opsi ini. Namun, rencana B memerlukan persetujuan dari semua 27 pemimpin untuk dapat diterapkan dan Hungaria menolak untuk mendanai Ukraina. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán melihat dirinya sebagai penengah perdamaian.

    Di sisi lain, rencana A, pinjaman ganti rugi, hanya memerlukan mayoritas sekitar dua pertiga negara anggota untuk disetujui. Hungaria tidak dapat memveto sendirian. Slovakia mungkin menolak. Belgia, Bulgaria, Italia, dan Malta masih perlu diyakinkan.

    Bahkan, jika enam negara tersebut menolak skema pinjaman untuk Ukraina, yang hanya akan dilunasi jika Rusia menghentikan perang dan membayar ratusan miliar euro sebagai ganti rugi, tapi tetap saja tidak cukup kuat untuk menggagalkan keputusan tersebut.

    Ketika mengabaikan posisi Belgia, yang punya kepentingan besar dan kekhawatiran mendalam soal skema ini, justru berisiko merusak proyek Eropa secara keseluruhan. Langkah tersebut justru dapat mengikis kepercayaan antarnegara anggota dan menyulitkan pembentukan suara mayoritas dalam pengambilan keputusan penting di masa depan.

    “Ini pendekatan yang benar-benar baru. Semua orang memiliki pertanyaan,” kata seorang diplomat senior UE yang terlibat dalam negosiasi, yang berlanjut hingga Rabu (17/12). “Kita berbicara soal penggunaan keuangan publik. Parlemen mungkin perlu ikut campur. Ini tidak mudah.”

    Diplomat tersebut ditunjuk untuk memberi pengarahan kepada jurnalis tentang perkembangan terbaru dengan syarat namanya tidak disebutkan.

    Zelenskyy desak UE kirim sinyal keras ke Rusia

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak para sekutunya untuk menunjukkan kepada Rusia bahwa perang melawan Ukraina tidak akan “membuahkan hasil.”

    “Hasil pertemuan ini (bagi Eropa) harus membuat Rusia merasa bahwa keinginannya untuk terus berperang tahun depan adalah sia-sia, karena Ukraina akan terus mendapat dukungan,” ujar Zelenskyy.

    Rusia, tambah Zelenskyy, saat ini justru bersiap untuk melanjutkan perang tahun depan, alih-alih menunjukkan niat mengakhiri konflik, seperti yang diklaim Amerika Serikat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Alfi Anadri

    Editor: Muhammad Hanafi

    (ita/ita)

  • Belgia minat terlibat dalam pembangunan IKN

    Belgia minat terlibat dalam pembangunan IKN

    Penajam Paser Utara (ANTARA) – Negara Belgia berminat terlibat dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang berlokasi di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

    “Belgia ingin membuka peluang kerja sama yang lebih luas antara Belgia dan Indonesia, termasuk potensi keterlibatan perusahaan asal Belgia dalam pembangunan IKN,” ujar Duta Besar Belgia untuk Indonesia, H.E. Frank Leon L. Felix ketika kunjungan ke IKN di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kamis.

    Otorita IKN memberikan banyak sudut pandang, khususnya terkait bagaimana Pemerintah Belgia dapat saling bekerja sama ke depan.

    Kerja sama lintas negara sangat memungkinkan, kata H.E. Frank Leon L. Felix, terutama apabila perusahaan Belgia dapat mengambil bagian dalam pembangunan IKN.

    Minat Negara Belgia tersebut menandai semakin terbukanya peluang kerja sama internasional dalam pembangunan IKN, sekaligus memperkuat posisi IKN sebagai pusat pemerintahan masa depan Indonesia.

    “Saat ini IKN telah memasuki tahap kedua pembangunan, dengan mulai membangun kawasan legislatif dan yudikatif yang ditargetkan selesai akhir tahun 2027,” jelas Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Otorita IKN Aswin Grandiarto Sukahar saat memaparkan pembangunan IKN kepada Duta Besar Belgia untuk Indonesia.

    Di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN juga disiapkan kawasan diplomatik (diplomatic compound) dengan luas lahan sekitar 62,9 hektare di dekat area legislatif untuk kedutaan negara sahabat,

    Kawasan diplomatik tersebut lengkap dengan fasilitas hunian, komersial, dan hijau, sebagai bagian dari ekosistem IKN untuk mempercepat pemindahan ibu kota politik pada 2028, demikian Aswin Grandiarto Sukahar.

    Pewarta: Nyaman Bagus Purwaniawan
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • AS Bakal Cabut Sanksi ke Belarus

    AS Bakal Cabut Sanksi ke Belarus

    JAKARTA – Amerika Serikat akan mencabut sanksi terhadap Belarus sebagai tanda terbaru mencairnya hubungan antara Washington dan negara otokrasi yang terisolasi tersebut.

    John Coale, utusan khusus AS untuk Belarusia, bertemu dengan Presiden Belarus Alexander Lukashenko, untuk melakukan pembicaraan di ibu kota Belarusia, Minsk, pada Jumat dan Sabtu, 13 Desember.

    Sebagai sekutu dekat Rusia, Minsk telah menghadapi isolasi dan sanksi Barat selama bertahun-tahun. Lukashenko memerintah negara berpenduduk 9,5 juta jiwa itu dengan tangan besi selama lebih dari tiga dekade.

    N egara itu telah berulang kali dikenai sanksi oleh negara-negara Barat baik karena penindasan terhadap hak asasi manusia maupun karena mengizinkan Moskow menggunakan wilayahnya dalam invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    – https://voi.id/berita/542891/presiden-abbas-desak-italia-akui-negara-palestina

    – https://voi.id/berita/542879/belgia-siapkan-1-500-pasukan-untuk-misi-pengerahan-cepat-nato

    – https://voi.id/berita/542864/iran-naikkan-harga-bensin-subsidi

    – https://voi.id/berita/542862/terbelit-korupsi-eks-presiden-bolivia-luis-arce-ditahan-5-bulan-sambil-tunggu-persidangan

    – https://voi.id/berita/542850/kamboja-tuding-thailand-terus-jatuhkan-bom-meski-trump-umumkan-gencatan-senjata

    [/see_also]

  • Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Brussels

    Jika merujuk kepada strategi keamanan terbaru Amerika Serikat (AS), yang mengkritik kebijakan migrasi Eropa mengarah pada “penghapusan peradaban,” hal yang mungkin terpikirkan adalah Uni Eropa (UE) sedang membuka lebar pintu perbatasan.

    Faktanya, keberadaan imigran ilegal terus menurun. Terlebih, Uni Eropa baru saja memperbarui kebijakan migrasi menjadi yang paling ketat sepanjang sejarah. Tujuannya, antara lain, untuk memudahkan negara-negara anggota menahan dan mendeportasi para pencari suaka yang ditolak.

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund mengatakan bahwa langkah tersebut adalah reformasi baru untuk memperbaiki sistem yang “disfungsional” dan memulihkan “kontrol” negara.

    Namun, langkah ini menuai protes dari organisasi hak asasi manusia (HAM). Amnesty Internasional menuduh bahwa keputusan tersebut serupa dengan, “penangkapan masal, penahanan, dan deportasi yang mengerikan, serta tidak manusiawi di Amerika Serikat.”

    Rencana kirim imigran ke pusat detensi luar negeri

    Pada Senin (08/12), para menteri dalam negeri Uni Eropa mendukung serangkaian reformasi yang mencakup pengesahan hukum atas gagasan yang disebut “pusat pemulangan.” Hal itu bisa berarti pusat penahanan di luar Uni Eropa, tempat para migran dikirim untuk memproses permohonan suaka atau bahkan sebagai bagian dari tiket sekali jalan keluar dari Eropa.

    Namun, revisi aturan ini masih harus dinegosiasikan dengan Parlemen Eropa. Aturan tersebut memungkinkan negara anggota Uni Eropa membuat kesepakatan dengan negara di luar blok dan mengirim migran ke sana, meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan dengan negara tersebut.

    Denmark mulai mempertimbangkan cara untuk mengirim migran ke Rwanda pada 2021, tapi negara anggota Uni Eropa pertama yang mencoba menerapkannya secara nyata adalah Italia.

    Pemerintahan sayap kanan di Roma telah mendirikan pusat penanganan migran di negara tetangga non-Uni Eropa, Albania, tahun 2024, tetapi pusat penanganan tersebut menghadapi tantangan hukum dan akhirnya ditangguhkan.

    Namun, pengamat kebijakan migrasi Helena Hahn mengatakan bahwa “masih belum jelas” bagaimana bentuk pusat pemulangan di luar model Italia dan terutama, negara-negara non-UE mana yang bersedia menampung migran yang ditujukan ke Eropa.

    Pengabaian tanggung jawab?

    Lembaga HAM dan Think Tank seperti Human Rights Watch dan Oxfam, mengecam Uni Eropa karena dianggap “mengabaikan tanggung jawab” karena mencoba mendelegasikan proses suaka.

    “Uni Eropa berusaha semakin mendorong tanggung jawabnya kepada negara-negara yang sudah menampung mayoritas pengungsi dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas,” kata koalisi masyarakat sipil, pada tahun 2024.

    Pernyataan mereka menegaskan bahwa janji Uni Eropa untuk menegakkan hak-hak migran hanyalah “omong kosong.”

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund menolak tuduhan tersebut. “Jika kami mengirim seseorang ke pusat pemulangan, kami akan bertanggung jawab untuk menghormati hak asasi mereka,” ujarnya kepada wartawan setelah pertemuan di Brussels.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Percepat deportasi dengan mendeklarasikan negara ‘aman’

    Negara anggota Uni Eropa juga mendukung proposal rancangan untuk mempercepat deportasi, yang menetapkan hukuman lebih berat bagi para migran yang mengabaikan perintah pengusiran. Dukungan terhadap aturan-aturan ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan Uni Eropa dalam rencana untuk mengurangi kerjasama dengan negara-negara yang gagal diajak kerjasama dalam mendukung kebijakan deportasi.

    Para menteri dari negara-negara Uni Eropa juga memberi lampu hijau untuk daftar negara-negara yang dianggap “aman”. Kelompok tersebut adalah negara yang bisa mempercepat pengambilan keputusan untuk menolak izin tinggal bagi mereka yang kecil kemungkinannya untuk mendapat suaka.

    Contohnya, hanya 4% pencari suaka asal Bangladesh yang diterima di Uni Eropa tahun 2024. Bangladesh adalah negara teratas dalam daftar negara yang dianggap “aman” oleh Belgia. Negara-negara lain yang masuk daftar tersebut adalah India, Kolombia, Mesir, Maroko, dan Tunisia.

    Para menteri Uni Eropa sepakat bahwa negara-negara yang menjadi kandidat untuk tergabung di persekutuan seperti Montenegro, Moldova, atau Serbia perlu diberi status aman kecuali saat berada dalam situasi konflik atau pembatasan terhadap hak asasi manusia.

    Tampung para migran atau bayar denda

    Menurut Helena Hahn, Uni Eropa telah menyepakati satu rencana yang sedikit bertentangan dengan tren menuju pembatasan yang lebih ketat.

    Hal yang mereka sebut sebagai “pengumpulan solidaritas” akan membuat negara-negara anggota Uni Eropa di Eropa Utara dan Timur berada dalam posisi menerima lebih banyak migran dari negara-negara Selatan atau turut menyumbang dana untuk mendukung negara-negara seperti Cyprus, Spanyol, Italia, atau Yunani.

    Bagi Hahn, hal tersebut adalah “mekanisme untuk mengorganisir dan mengoordinasikan pembagian tanggung jawab terhadap para pencari suaka di antara negara-negara anggota.” Hal tersebut, menurutnya, dianggap sebagai “langkah besar.”

    “Pertanyaan-pertanyaan seputar relokasi, kuota, dan distribusi pencari suaka di seluruh Eropa dengan cara yang adil sudah selalu menjadi pembicaraan politis yang paling sensitif, yang menghambat implementasi sistem pencarian suaka di Eropa,” ucap Hahn.

    Penentuan soal negara-negara mana yang akan membayar, masih dibicarakan. Akan tetapi, Hungaria, salah satu anggota negara Uni Eropa telah menolak kewajiban denda. Hal ini bisa memunculkan sengketa hukum antara Brussels dan Budapest.

    Rasa khawatir masyarakat dan dinamika kelompok sayap kanan

    Semakin banyak warga Uni Eropa menganggap keberadaan para imigran sebagai masalah besar. Sebuah survei di awal tahun 2025 menunjukkan isu imigran menempati peringkat kedua setelah perang Rusia di Ukraina dalam daftar tantangan terbesar yang dihadapi Uni Eropa. Itu semua berada di atas kekhawatiran warga atas biaya hidup, perubahan iklim, keamanan, dan pertahanan.

    Partai-partai sayap kanan yang menekankan pesan anti-imigran semakin populer di banyak negara Uni Eropa, sementara kekuatan politik sentris berusaha merebut kembali dukungan suara.

    “Kami melihat agenda imigrasi yang sangat restriktif,” kata Helena Hahn kepada DW. Dia juga mencatat semakin banyak negara berupaya merumuskan “solusi inovatif” untuk mencegah, menahan, dan mendeportasi imigran.

    “Namun, sejauh ini hasilnya sangat sedikit,” paparnya. “Jadi, menurut saya, hal itu juga menunjukkan kelayakan politik dari beberapa gagasan yang tampaknya menyiratkan bahwa akan sangat mudah untuk memindahkan orang dari tempat A ke tempat B, tanpa memperhatikan pertimbangan politik, diplomatik, atau praktis apa pun.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia Rumengan

    Editor: Muhammad Hanafi

    Tonton juga video “Trump soal Uni Eropa Denda X: Itu Bukan Hal yang Benar!”

    (nvc/nvc)

  • Hasil Liga Champions Malam Tadi: Madrid Tumbang dari City dan Arsenal Kokoh Dipuncak

    Hasil Liga Champions Malam Tadi: Madrid Tumbang dari City dan Arsenal Kokoh Dipuncak

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Laga Matchday keenam fase Liga ajang Liga Champions Eropa sudah semua laganya pada Kamis (11/12/2025) dini hari.

    Laga-laga yang berlangsung di hari kedua matchday keenam berjalan seru dan mengeluarkan hasil yang mengejutkan.

    Diantaranya ada Raja kompetisi, Real Madrid yang harus tumbang di kandang sendiri dari Manchester City.

    Dan wakil Inggris, Arsenal yang terus nyaman dan kokoh di posisi puncak klasemen usai meraih kemenangan.

    Madrid unggul lebih dulu via gol Rodrygo. Man City membalikkan keadaan lewat gol Nico O’Reilly dan Erling Haaland, sekaligus memastikan kemenangan 2-1 atas Los Blancos.

    Di pertandingan lainnya, ada Arsenal yang meraih kemenangan meyakinkan 0-3 di kandang wakil Belgia, Club Brugge. Tiga gol The Gunners diciptakan oleh Brace Noni Madueke dan Gabriel Martinelli.

    Wakil Italia, Juventus juga memetik kemenangan saat menghadapi Pafos di Allianz Stadium. Si Nyonya Tua menang 2-0 berkat gol Weston McKennie dan Jonathan David.

    Hasil mengejutkan didapat juara Liga Italia Napoli kala bertemu Benfica. Partenopei dihajar pasukan Jose Mourinho 2-0 di Estadio da Luz.

    Dan sang juara bertahan, PSG harus puas bermain imbang saat berhadapan dengan wakil Spanyol, Atletico Bilbao.

    Berikut Hasil Liga Champions, Kamis (11/12/2025)

    Villarreal 2-3 FC Copenhagen
    Qarabag 2-4 Ajax Amsterdam
    Bayer Leverkusen 2-2 Newcastle United
    Real Madrid 1-2 Manchester City
    Benfica 2-0 Napoli
    Club Brugge 0-3 Arsenal
    Athletic Bilbao 0-0 Paris Saint-Germain
    Juventus 2-0 Pafos
    Borussia Dortmund 2-2 Bodo/Glimt.

  • Ukraina Ogah Serahkan Wilayah ke Rusia

    Ukraina Ogah Serahkan Wilayah ke Rusia

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan negaranya ogah menyerahkan wilayah kepada Rusia. Sementara, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan akan mengambil seluruh wilayah Donbas, Ukraina.

    Zelensky menyampaikan penolak menyerahkan wilayah dalam kesepakatan apa pun yang bertujuan mengakhiri invasi Moskow terhadap Kyiv. Perang telah berlangsung hampir 4 tahun terakhir.

    “Apakah kami membayangkan akan menyerahkan wilayah? Kami tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya, berdasarkan hukum Ukraina, konstitusi kami, dan hukum internasional. Dan kami juga tidak memiliki hak moral apa pun,” kata Zelensky dalam konferensi pers terbaru seperti dilansir AFP, Selasa (9/12/2025).

    Zelensky mengatakan Amerika Serikat (AS) yang menjadi penengah antara Ukraina dan Rusia sedang berusaha menemukan kompromi untuk masalah ini. Dia menyebut Rusia merupakan pihak yang bersikeras merebut wilayah.

    “Rusia bersikeras agar kami menyerahkan wilayah, tetapi kami tidak ingin menyerahkan apa pun. Kami sedang memperjuangkannya, seperti yang Anda ketahui,” ucapnya.

    “Ada masalah-masalah sulit terkait wilayah dan sejauh ini, belum ada kompromi,” sambungnya.

    Seorang pejabat senior yang enggan disebut namanya, namun memahami perundingan yang sedang berlangsung, mengatakan kepada AFP bahwa masalah wilayah Ukraina merupakan yang ‘paling problematik’ dalam negosiasi. Masalah jaminan keamanan untuk Kyiv juga menjadi salah satu poin penting dalam perundingan tersebut.

    “Kuncinya adalah mengetahui apa yang akan siap dilakukan oleh mitra-mitra kami jika terjadi agresi baru oleh Rusia. Saat ini, kami belum menerima jawaban apa pun untuk pertanyaan ini,” kata Zelensky dalam konferensi pers online pada Senin (8/12) waktu setempat.

    Setelah menghadiri pertemuan di London, Inggris, Zelensky terbang ke Brussels, Belgia, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin NATO dan Komisi Eropa. Zelensky mengatakan para pejabat Ukraina dan Eropa ‘akan membahas 20 poin’ yang diterima dari pihak AS.

    Dia menambahkan bahwa proposal balasan akan sudah siap pada Selasa (9/12) malam untuk dikirimkan ke Washington.

    Putin Tetap Ingin Ambil Alih Donbas

    Di sisi lain, Putin menegaskan Rusia akan mengambil kendali penuh atas wilayah Donbas, Ukraina dengan paksa. Dia meminta pasukan Ukraina mundur.

    Putin mengerahkan pasukan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 setelah 8 tahun pertempuran antara para separatis yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina di Donbas. Wilayah Donbas itu yang terdiri dari Donetsk dan Luhansk.

    “Kami bebaskan wilayah-wilayah ini dengan kekuatan senjata atau pasukan Ukraina meninggalkan wilayah-wilayah ini,” kata Putin kepada media India Today, Kamis (4/12) menjelang kunjungannya ke New Delhi, India, dilansir Al Arabiya, Kamis (4/12).

    Rusia saat ini menguasai 19,2 persen wilayah Ukraina, termasuk Krimea, yang dianeksasinya pada tahun 2014, seluruh Luhansk, lebih dari 80 persen wilayah Donetsk, sekitar 75 persen wilayah Kherson dan Zaporizhzhia, serta sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, Mykolaiv, dan Dnipropetrovsk.

    Sekitar 5.000 Km persegi (1.900 mil persegi) wilayah Donetsk masih berada di bawah kendali Ukraina. Dalam pembicaraan dengan AS mengenai garis besar kemungkinan kesepakatan damai untuk mengakhiri perang, Rusia telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk menguasai seluruh Donbas.

    Rusia juga meminta AS secara informal mengakui kendali Moskow atas wilayah itu. Putin telah menerima kunjungan utusan AS, Steve Witkoff dan Jared Kushner di Kremlin pada Selasa lalu, dan mengatakan Rusia telah menerima beberapa proposal AS terkait Ukraina, dan bahwa perundingan harus dilanjutkan.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

  • Zelensky Ngotot Tak Akan Serahkan Wilayah Ukraina ke Rusia

    Zelensky Ngotot Tak Akan Serahkan Wilayah Ukraina ke Rusia

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan negaranya tidak memiliki hak hukum maupun hak moral untuk menyerahkan wilayah kepada Rusia, dalam kesepakatan apa pun yang bertujuan mengakhiri invasi Moskow terhadap Kyiv yang berlangsung hampir empat tahun terakhir.

    “Apakah kami membayangkan akan menyerahkan wilayah? Kami tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya, berdasarkan hukum Ukraina, konstitusi kami, dan hukum internasional. Dan kami juga tidak memiliki hak moral apa pun,” tegas Zelensky dalam konferensi pers terbaru, seperti dilansir AFP, Selasa (9/12/2025).

    Zelensky mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS), yang menjadi penengah antara Ukraina dan Rusia, sedang berusaha menemukan kompromi untuk masalah ini.

    “Rusia bersikeras agar kami menyerahkan wilayah, tetapi kami tidak ingin menyerahkan apa pun. Kami sedang memperjuangkannya, seperti yang Anda ketahui,” ucapnya.

    “Ada masalah-masalah sulit terkait wilayah dan sejauh ini, belum ada kompromi,” ujar Zelensky.

    Sebelumnya, seorang pejabat senior, yang enggan disebut namanya namun memahami perundingan yang sedang berlangsung, mengatakan kepada AFP bahwa masalah wilayah Ukraina merupakan yang “paling problematik” dalam negosiasi.

    Masalah jaminan keamanan untuk Kyiv juga menjadi salah satu poin penting dalam perundingan tersebut.

    “Kuncinya adalah mengetahui apa yang akan siap dilakukan oleh mitra-mitra kami jika terjadi agresi baru oleh Rusia. Saat ini, kami belum menerima jawaban apa pun untuk pertanyaan ini,” kata Zelensky dalam konferensi pers online pada Senin (8/12) waktu setempat.

    Setelah menghadiri pertemuan di London, ibu kota Inggris, Zelensky terbang ke Brussels, Belgia, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin NATO dan Komisi Eropa.

    “Kemudian, pada malam hari, sekitar pukul 01.00 waktu setempat atau tengah malam, saya akan pergi ke Italia,” ujarnya dalam konferensi pers.

    Zelensky mengatakan bahwa para pejabat Ukraina dan Eropa “akan membahas 20 poin ini” yang diterima dari pihak AS. Dia menambahkan bahwa proposal balasan akan sudah siap pada Selasa (9/12) malam untuk dikirimkan ke Washington.

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)