Negara: Belgia

  • AS Bakal Cabut Sanksi ke Belarus

    AS Bakal Cabut Sanksi ke Belarus

    JAKARTA – Amerika Serikat akan mencabut sanksi terhadap Belarus sebagai tanda terbaru mencairnya hubungan antara Washington dan negara otokrasi yang terisolasi tersebut.

    John Coale, utusan khusus AS untuk Belarusia, bertemu dengan Presiden Belarus Alexander Lukashenko, untuk melakukan pembicaraan di ibu kota Belarusia, Minsk, pada Jumat dan Sabtu, 13 Desember.

    Sebagai sekutu dekat Rusia, Minsk telah menghadapi isolasi dan sanksi Barat selama bertahun-tahun. Lukashenko memerintah negara berpenduduk 9,5 juta jiwa itu dengan tangan besi selama lebih dari tiga dekade.

    N egara itu telah berulang kali dikenai sanksi oleh negara-negara Barat baik karena penindasan terhadap hak asasi manusia maupun karena mengizinkan Moskow menggunakan wilayahnya dalam invasi ke Ukraina pada tahun 2022.

    – https://voi.id/berita/542891/presiden-abbas-desak-italia-akui-negara-palestina

    – https://voi.id/berita/542879/belgia-siapkan-1-500-pasukan-untuk-misi-pengerahan-cepat-nato

    – https://voi.id/berita/542864/iran-naikkan-harga-bensin-subsidi

    – https://voi.id/berita/542862/terbelit-korupsi-eks-presiden-bolivia-luis-arce-ditahan-5-bulan-sambil-tunggu-persidangan

    – https://voi.id/berita/542850/kamboja-tuding-thailand-terus-jatuhkan-bom-meski-trump-umumkan-gencatan-senjata

    [/see_also]

  • Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Brussels

    Jika merujuk kepada strategi keamanan terbaru Amerika Serikat (AS), yang mengkritik kebijakan migrasi Eropa mengarah pada “penghapusan peradaban,” hal yang mungkin terpikirkan adalah Uni Eropa (UE) sedang membuka lebar pintu perbatasan.

    Faktanya, keberadaan imigran ilegal terus menurun. Terlebih, Uni Eropa baru saja memperbarui kebijakan migrasi menjadi yang paling ketat sepanjang sejarah. Tujuannya, antara lain, untuk memudahkan negara-negara anggota menahan dan mendeportasi para pencari suaka yang ditolak.

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund mengatakan bahwa langkah tersebut adalah reformasi baru untuk memperbaiki sistem yang “disfungsional” dan memulihkan “kontrol” negara.

    Namun, langkah ini menuai protes dari organisasi hak asasi manusia (HAM). Amnesty Internasional menuduh bahwa keputusan tersebut serupa dengan, “penangkapan masal, penahanan, dan deportasi yang mengerikan, serta tidak manusiawi di Amerika Serikat.”

    Rencana kirim imigran ke pusat detensi luar negeri

    Pada Senin (08/12), para menteri dalam negeri Uni Eropa mendukung serangkaian reformasi yang mencakup pengesahan hukum atas gagasan yang disebut “pusat pemulangan.” Hal itu bisa berarti pusat penahanan di luar Uni Eropa, tempat para migran dikirim untuk memproses permohonan suaka atau bahkan sebagai bagian dari tiket sekali jalan keluar dari Eropa.

    Namun, revisi aturan ini masih harus dinegosiasikan dengan Parlemen Eropa. Aturan tersebut memungkinkan negara anggota Uni Eropa membuat kesepakatan dengan negara di luar blok dan mengirim migran ke sana, meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan dengan negara tersebut.

    Denmark mulai mempertimbangkan cara untuk mengirim migran ke Rwanda pada 2021, tapi negara anggota Uni Eropa pertama yang mencoba menerapkannya secara nyata adalah Italia.

    Pemerintahan sayap kanan di Roma telah mendirikan pusat penanganan migran di negara tetangga non-Uni Eropa, Albania, tahun 2024, tetapi pusat penanganan tersebut menghadapi tantangan hukum dan akhirnya ditangguhkan.

    Namun, pengamat kebijakan migrasi Helena Hahn mengatakan bahwa “masih belum jelas” bagaimana bentuk pusat pemulangan di luar model Italia dan terutama, negara-negara non-UE mana yang bersedia menampung migran yang ditujukan ke Eropa.

    Pengabaian tanggung jawab?

    Lembaga HAM dan Think Tank seperti Human Rights Watch dan Oxfam, mengecam Uni Eropa karena dianggap “mengabaikan tanggung jawab” karena mencoba mendelegasikan proses suaka.

    “Uni Eropa berusaha semakin mendorong tanggung jawabnya kepada negara-negara yang sudah menampung mayoritas pengungsi dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas,” kata koalisi masyarakat sipil, pada tahun 2024.

    Pernyataan mereka menegaskan bahwa janji Uni Eropa untuk menegakkan hak-hak migran hanyalah “omong kosong.”

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund menolak tuduhan tersebut. “Jika kami mengirim seseorang ke pusat pemulangan, kami akan bertanggung jawab untuk menghormati hak asasi mereka,” ujarnya kepada wartawan setelah pertemuan di Brussels.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Percepat deportasi dengan mendeklarasikan negara ‘aman’

    Negara anggota Uni Eropa juga mendukung proposal rancangan untuk mempercepat deportasi, yang menetapkan hukuman lebih berat bagi para migran yang mengabaikan perintah pengusiran. Dukungan terhadap aturan-aturan ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan Uni Eropa dalam rencana untuk mengurangi kerjasama dengan negara-negara yang gagal diajak kerjasama dalam mendukung kebijakan deportasi.

    Para menteri dari negara-negara Uni Eropa juga memberi lampu hijau untuk daftar negara-negara yang dianggap “aman”. Kelompok tersebut adalah negara yang bisa mempercepat pengambilan keputusan untuk menolak izin tinggal bagi mereka yang kecil kemungkinannya untuk mendapat suaka.

    Contohnya, hanya 4% pencari suaka asal Bangladesh yang diterima di Uni Eropa tahun 2024. Bangladesh adalah negara teratas dalam daftar negara yang dianggap “aman” oleh Belgia. Negara-negara lain yang masuk daftar tersebut adalah India, Kolombia, Mesir, Maroko, dan Tunisia.

    Para menteri Uni Eropa sepakat bahwa negara-negara yang menjadi kandidat untuk tergabung di persekutuan seperti Montenegro, Moldova, atau Serbia perlu diberi status aman kecuali saat berada dalam situasi konflik atau pembatasan terhadap hak asasi manusia.

    Tampung para migran atau bayar denda

    Menurut Helena Hahn, Uni Eropa telah menyepakati satu rencana yang sedikit bertentangan dengan tren menuju pembatasan yang lebih ketat.

    Hal yang mereka sebut sebagai “pengumpulan solidaritas” akan membuat negara-negara anggota Uni Eropa di Eropa Utara dan Timur berada dalam posisi menerima lebih banyak migran dari negara-negara Selatan atau turut menyumbang dana untuk mendukung negara-negara seperti Cyprus, Spanyol, Italia, atau Yunani.

    Bagi Hahn, hal tersebut adalah “mekanisme untuk mengorganisir dan mengoordinasikan pembagian tanggung jawab terhadap para pencari suaka di antara negara-negara anggota.” Hal tersebut, menurutnya, dianggap sebagai “langkah besar.”

    “Pertanyaan-pertanyaan seputar relokasi, kuota, dan distribusi pencari suaka di seluruh Eropa dengan cara yang adil sudah selalu menjadi pembicaraan politis yang paling sensitif, yang menghambat implementasi sistem pencarian suaka di Eropa,” ucap Hahn.

    Penentuan soal negara-negara mana yang akan membayar, masih dibicarakan. Akan tetapi, Hungaria, salah satu anggota negara Uni Eropa telah menolak kewajiban denda. Hal ini bisa memunculkan sengketa hukum antara Brussels dan Budapest.

    Rasa khawatir masyarakat dan dinamika kelompok sayap kanan

    Semakin banyak warga Uni Eropa menganggap keberadaan para imigran sebagai masalah besar. Sebuah survei di awal tahun 2025 menunjukkan isu imigran menempati peringkat kedua setelah perang Rusia di Ukraina dalam daftar tantangan terbesar yang dihadapi Uni Eropa. Itu semua berada di atas kekhawatiran warga atas biaya hidup, perubahan iklim, keamanan, dan pertahanan.

    Partai-partai sayap kanan yang menekankan pesan anti-imigran semakin populer di banyak negara Uni Eropa, sementara kekuatan politik sentris berusaha merebut kembali dukungan suara.

    “Kami melihat agenda imigrasi yang sangat restriktif,” kata Helena Hahn kepada DW. Dia juga mencatat semakin banyak negara berupaya merumuskan “solusi inovatif” untuk mencegah, menahan, dan mendeportasi imigran.

    “Namun, sejauh ini hasilnya sangat sedikit,” paparnya. “Jadi, menurut saya, hal itu juga menunjukkan kelayakan politik dari beberapa gagasan yang tampaknya menyiratkan bahwa akan sangat mudah untuk memindahkan orang dari tempat A ke tempat B, tanpa memperhatikan pertimbangan politik, diplomatik, atau praktis apa pun.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia Rumengan

    Editor: Muhammad Hanafi

    Tonton juga video “Trump soal Uni Eropa Denda X: Itu Bukan Hal yang Benar!”

    (nvc/nvc)

  • Hasil Liga Champions Malam Tadi: Madrid Tumbang dari City dan Arsenal Kokoh Dipuncak

    Hasil Liga Champions Malam Tadi: Madrid Tumbang dari City dan Arsenal Kokoh Dipuncak

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Laga Matchday keenam fase Liga ajang Liga Champions Eropa sudah semua laganya pada Kamis (11/12/2025) dini hari.

    Laga-laga yang berlangsung di hari kedua matchday keenam berjalan seru dan mengeluarkan hasil yang mengejutkan.

    Diantaranya ada Raja kompetisi, Real Madrid yang harus tumbang di kandang sendiri dari Manchester City.

    Dan wakil Inggris, Arsenal yang terus nyaman dan kokoh di posisi puncak klasemen usai meraih kemenangan.

    Madrid unggul lebih dulu via gol Rodrygo. Man City membalikkan keadaan lewat gol Nico O’Reilly dan Erling Haaland, sekaligus memastikan kemenangan 2-1 atas Los Blancos.

    Di pertandingan lainnya, ada Arsenal yang meraih kemenangan meyakinkan 0-3 di kandang wakil Belgia, Club Brugge. Tiga gol The Gunners diciptakan oleh Brace Noni Madueke dan Gabriel Martinelli.

    Wakil Italia, Juventus juga memetik kemenangan saat menghadapi Pafos di Allianz Stadium. Si Nyonya Tua menang 2-0 berkat gol Weston McKennie dan Jonathan David.

    Hasil mengejutkan didapat juara Liga Italia Napoli kala bertemu Benfica. Partenopei dihajar pasukan Jose Mourinho 2-0 di Estadio da Luz.

    Dan sang juara bertahan, PSG harus puas bermain imbang saat berhadapan dengan wakil Spanyol, Atletico Bilbao.

    Berikut Hasil Liga Champions, Kamis (11/12/2025)

    Villarreal 2-3 FC Copenhagen
    Qarabag 2-4 Ajax Amsterdam
    Bayer Leverkusen 2-2 Newcastle United
    Real Madrid 1-2 Manchester City
    Benfica 2-0 Napoli
    Club Brugge 0-3 Arsenal
    Athletic Bilbao 0-0 Paris Saint-Germain
    Juventus 2-0 Pafos
    Borussia Dortmund 2-2 Bodo/Glimt.

  • Ukraina Ogah Serahkan Wilayah ke Rusia

    Ukraina Ogah Serahkan Wilayah ke Rusia

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan negaranya ogah menyerahkan wilayah kepada Rusia. Sementara, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan akan mengambil seluruh wilayah Donbas, Ukraina.

    Zelensky menyampaikan penolak menyerahkan wilayah dalam kesepakatan apa pun yang bertujuan mengakhiri invasi Moskow terhadap Kyiv. Perang telah berlangsung hampir 4 tahun terakhir.

    “Apakah kami membayangkan akan menyerahkan wilayah? Kami tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya, berdasarkan hukum Ukraina, konstitusi kami, dan hukum internasional. Dan kami juga tidak memiliki hak moral apa pun,” kata Zelensky dalam konferensi pers terbaru seperti dilansir AFP, Selasa (9/12/2025).

    Zelensky mengatakan Amerika Serikat (AS) yang menjadi penengah antara Ukraina dan Rusia sedang berusaha menemukan kompromi untuk masalah ini. Dia menyebut Rusia merupakan pihak yang bersikeras merebut wilayah.

    “Rusia bersikeras agar kami menyerahkan wilayah, tetapi kami tidak ingin menyerahkan apa pun. Kami sedang memperjuangkannya, seperti yang Anda ketahui,” ucapnya.

    “Ada masalah-masalah sulit terkait wilayah dan sejauh ini, belum ada kompromi,” sambungnya.

    Seorang pejabat senior yang enggan disebut namanya, namun memahami perundingan yang sedang berlangsung, mengatakan kepada AFP bahwa masalah wilayah Ukraina merupakan yang ‘paling problematik’ dalam negosiasi. Masalah jaminan keamanan untuk Kyiv juga menjadi salah satu poin penting dalam perundingan tersebut.

    “Kuncinya adalah mengetahui apa yang akan siap dilakukan oleh mitra-mitra kami jika terjadi agresi baru oleh Rusia. Saat ini, kami belum menerima jawaban apa pun untuk pertanyaan ini,” kata Zelensky dalam konferensi pers online pada Senin (8/12) waktu setempat.

    Setelah menghadiri pertemuan di London, Inggris, Zelensky terbang ke Brussels, Belgia, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin NATO dan Komisi Eropa. Zelensky mengatakan para pejabat Ukraina dan Eropa ‘akan membahas 20 poin’ yang diterima dari pihak AS.

    Dia menambahkan bahwa proposal balasan akan sudah siap pada Selasa (9/12) malam untuk dikirimkan ke Washington.

    Putin Tetap Ingin Ambil Alih Donbas

    Di sisi lain, Putin menegaskan Rusia akan mengambil kendali penuh atas wilayah Donbas, Ukraina dengan paksa. Dia meminta pasukan Ukraina mundur.

    Putin mengerahkan pasukan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 setelah 8 tahun pertempuran antara para separatis yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina di Donbas. Wilayah Donbas itu yang terdiri dari Donetsk dan Luhansk.

    “Kami bebaskan wilayah-wilayah ini dengan kekuatan senjata atau pasukan Ukraina meninggalkan wilayah-wilayah ini,” kata Putin kepada media India Today, Kamis (4/12) menjelang kunjungannya ke New Delhi, India, dilansir Al Arabiya, Kamis (4/12).

    Rusia saat ini menguasai 19,2 persen wilayah Ukraina, termasuk Krimea, yang dianeksasinya pada tahun 2014, seluruh Luhansk, lebih dari 80 persen wilayah Donetsk, sekitar 75 persen wilayah Kherson dan Zaporizhzhia, serta sebagian kecil wilayah Kharkiv, Sumy, Mykolaiv, dan Dnipropetrovsk.

    Sekitar 5.000 Km persegi (1.900 mil persegi) wilayah Donetsk masih berada di bawah kendali Ukraina. Dalam pembicaraan dengan AS mengenai garis besar kemungkinan kesepakatan damai untuk mengakhiri perang, Rusia telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk menguasai seluruh Donbas.

    Rusia juga meminta AS secara informal mengakui kendali Moskow atas wilayah itu. Putin telah menerima kunjungan utusan AS, Steve Witkoff dan Jared Kushner di Kremlin pada Selasa lalu, dan mengatakan Rusia telah menerima beberapa proposal AS terkait Ukraina, dan bahwa perundingan harus dilanjutkan.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

  • Zelensky Ngotot Tak Akan Serahkan Wilayah Ukraina ke Rusia

    Zelensky Ngotot Tak Akan Serahkan Wilayah Ukraina ke Rusia

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan negaranya tidak memiliki hak hukum maupun hak moral untuk menyerahkan wilayah kepada Rusia, dalam kesepakatan apa pun yang bertujuan mengakhiri invasi Moskow terhadap Kyiv yang berlangsung hampir empat tahun terakhir.

    “Apakah kami membayangkan akan menyerahkan wilayah? Kami tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya, berdasarkan hukum Ukraina, konstitusi kami, dan hukum internasional. Dan kami juga tidak memiliki hak moral apa pun,” tegas Zelensky dalam konferensi pers terbaru, seperti dilansir AFP, Selasa (9/12/2025).

    Zelensky mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS), yang menjadi penengah antara Ukraina dan Rusia, sedang berusaha menemukan kompromi untuk masalah ini.

    “Rusia bersikeras agar kami menyerahkan wilayah, tetapi kami tidak ingin menyerahkan apa pun. Kami sedang memperjuangkannya, seperti yang Anda ketahui,” ucapnya.

    “Ada masalah-masalah sulit terkait wilayah dan sejauh ini, belum ada kompromi,” ujar Zelensky.

    Sebelumnya, seorang pejabat senior, yang enggan disebut namanya namun memahami perundingan yang sedang berlangsung, mengatakan kepada AFP bahwa masalah wilayah Ukraina merupakan yang “paling problematik” dalam negosiasi.

    Masalah jaminan keamanan untuk Kyiv juga menjadi salah satu poin penting dalam perundingan tersebut.

    “Kuncinya adalah mengetahui apa yang akan siap dilakukan oleh mitra-mitra kami jika terjadi agresi baru oleh Rusia. Saat ini, kami belum menerima jawaban apa pun untuk pertanyaan ini,” kata Zelensky dalam konferensi pers online pada Senin (8/12) waktu setempat.

    Setelah menghadiri pertemuan di London, ibu kota Inggris, Zelensky terbang ke Brussels, Belgia, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin NATO dan Komisi Eropa.

    “Kemudian, pada malam hari, sekitar pukul 01.00 waktu setempat atau tengah malam, saya akan pergi ke Italia,” ujarnya dalam konferensi pers.

    Zelensky mengatakan bahwa para pejabat Ukraina dan Eropa “akan membahas 20 poin ini” yang diterima dari pihak AS. Dia menambahkan bahwa proposal balasan akan sudah siap pada Selasa (9/12) malam untuk dikirimkan ke Washington.

    Tonton juga video “Progres Perdamaian di Ukraina Masih Gitu-gitu Aja”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Belgia Berencana Melarang Semua Rasa Vape Kecuali Tembakau

    Belgia Berencana Melarang Semua Rasa Vape Kecuali Tembakau

    JAKARTA – Pemerintah Belgia berencana melarang semua rasa vape, kecuali tembakau, guna melindungi generasi muda berdasarkan rekomendasi otoritas kesehatan.

    Menteri Kesehatan Frank Vandenbroucke dalam pengumuman bulan lalu mengatakan larang itu guna, menyusul rekomendasi baru dari Dewan Kesehatan Superior.

    Vandenbroucke mengatakan, rokok elektrik beraroma sengaja dirancang untuk menarik minat anak-anak dan menutupi potensi bahaya vaping, lapor kantor berita Belga.

    Pemerintah belum mengumumkan kapan larangan tersebut akan berlaku, namun Vandenbroucke mengatakan ia bermaksud menerapkannya “sesegera mungkin,” dilansir dari Anadolu (1/12).

    Dewan Kesehatan Tertinggi baru-baru ini memperbarui posisinya terkait regulasi vaping.

    Meskipun sebelumnya badan tersebut berhati-hati dalam pelarangan rasa secara menyeluruh, kini badan tersebut mendukung pembatasan yang lebih ketat, dengan alasan bahwa melindungi anak muda lebih penting daripada potensi manfaat dari mengizinkan beberapa rasa untuk membantu perokok berhenti merokok.

    Survei nasional terbaru menunjukkan peningkatan tajam dalam vaping di kalangan siswa sekolah di Belgia, dengan hampir sepertiganya telah mencoba rokok elektrik. Penggunaan mingguan di kalangan anak muda kini empat kali lebih tinggi dibandingkan lima tahun lalu.

    Rencana pembatasan ini mengikuti kebijakan sebelumnya yang menargetkan perokok remaja, termasuk larangan penggunaan vape sekali pakai dan pembatasan merokok di area yang sering dikunjungi remaja.

  • Israel Bunuh Ratusan Buaya, Khawatir Dipakai Serangan Teror

    Israel Bunuh Ratusan Buaya, Khawatir Dipakai Serangan Teror

    Tepi Barat

    Otoritas Israel dilaporkan membunuh ratusan buaya di sebuah peternakan di Lembah Yordan, yang terletak dekat permukiman Yahudi di Tepi Barat. Israel menyebut alasan pemusnahan itu demi mencegah reptil tersebut digunakan dalam potensi serangan sabotase di wilayah Tepi Barat.

    Hal itu, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (5/12/2025), dilaporkan oleh media lokal Israel, Ynet News, dalam artikelnya pada Kamis (4/12) waktu setempat, yang mengutip laporan Administrasi Sipil dan Otoritas Alam dan Taman Israel.

    Menurut laporan tersebut, “para pelaku jahat” kemungkinan telah menerobos perimeter peternakan buaya Petza’el yang memiliki pengamanan buruk, dan melepaskan hewan-hewan tersebut ke masyarakat sekitarnya.

    Para pejabat setempat, yang tidak disebut identitasnya, mengatakan kepada Ynet News bahwa iklim keamanan yang lebih luas menimbulkan kekhawatiran jika reptil-reptil tersebut mungkin sengaja dilepaskan sebagai bagian dari sebuah serangan.

    Pemusnahan massal terhadap ratusan buaya di peternakan Petza’el di Lembah Yordan itu terjadi pada Agustus lalu.

    Namun, menurut laporan Ynet News, badan-badan Israel menegaskan tidak akan membuka penyelidikan atas pemusnahan massal itu, dengan alasan bahwa pemusnahan buaya itu dilakukan secara sah menurut hukum dan di bawah izin berburu yang valid.

    Mereka menambahkan bahwa kondisi yang memburuk di peternakan buaya tersebut juga menimbulkan risiko langsung terhadap keselamatan publik, dengan menyebutkan insiden buaya nyaris lepas yang berulang dalam beberapa tahun terakhir dan meningkatnya insiden orang asing masuk properti itu secara ilegal.

    Kelompok-kelompok pembela hak hewan, termasuk Let the Animals Live dan Animals Now, mengatakan kepada media lokal Israel bahwa pihaknya mengutuk operasi pemusnahan massal tersebut.

    Mereka juga menuntut transparansi yang lebih besar, dengan mengatakan otoritas Israel mengandalkan informasi yang ditahan-tahan sebagai respons atas kebebasan informasi yang diajukan empat bulan lalu mengenai hal ini.

    Dalam pernyataannya, kelompok pembela hak hewan mempertanyakan apakah pemusnahan seluruh populasi buaya sungguh diperlukan, mengingat banyak buaya yang dilaporkan dalam kondisi sehat.

    Otoritas Israel menggambarkan keputusan itu sebagai tindakan ekstrem yang hanya dilakukan sekali saja untuk mencegah ancaman keamanan dan penderitaan hewan lebih lanjut.

    Tonton juga Video: Viral Kereta di Belgia Dicoreti Grafiti ‘Israel Negara Teroris’

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Mayoritas Warga Eropa Anggap Perang dengan Rusia Sangat Mungkin Terjadi

    Mayoritas Warga Eropa Anggap Perang dengan Rusia Sangat Mungkin Terjadi

    Jakarta

    Mayoritas warga di sembilan negara Uni Eropa melihat risiko tinggi pecahnya perang antara negara-negara anggota blok tersebut dan Rusia. Demikian menurut survei yang dilakukan oleh kelompok jajak pendapat Cluster 17 yang diterbitkan pada hari Kamis (4/12) di jurnal hubungan internasional Prancis, Le Grand Continent.

    Temuan survei tersebut, yang didasarkan pada sampel hampir 10.000 orang dari sembilan negara, muncul di tengah terus berkecamuknya perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak tahun 2022, dan kekhawatiran bahwa perang tersebut dapat meluas lebih jauh.

    Bulan lalu, jenderal top Prancis, Fabien Mandon, memperingatkan bahwa Rusia sedang mempersiapkan konfrontasi baru pada tahun 2030. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada hari Selasa lalu, bahwa jika Eropa menginginkan perang, “kami siap sekarang juga”.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/12/2025), polling tersebut menunjukkan 51 persen responden meyakini ada risiko “tinggi” atau “sangat tinggi” bahwa Rusia dapat berperang dengan negara mereka di tahun-tahun mendatang. Studi ini dilakukan dengan sampel 9.553 orang pada akhir November lalu.

    Negara-negara yang terlibat dalam studi ini adalah Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Polandia, Portugal, Kroasia, Belgia, dan Belanda, dengan sampel lebih dari 1.000 orang di masing-masing negara.

    Dalam polling itu, kekhawatiran akan konflik terbuka dengan Rusia beragam.

    Di Polandia, yang berbatasan dengan Rusia dan sekutunya, Belarusia, 77 persen responden menganggap risikonya tinggi atau sangat tinggi.

    Angka ini turun menjadi 54 persen di Prancis dan 51 persen di Jerman.

    Sementara itu, 65 persen responden Italia menganggap risikonya rendah atau bahkan tidak ada.

    Di Prancis, satu-satunya negara dalam survei tersebut yang memiliki senjata nuklir, 44 persen responden meyakini negara mereka “cukup” mampu mempertahankan diri dari agresi Rusia

    Di sisi lain, terdapat warga Belgia, Italia, dan Portugis, yang sangat yakin — masing-masing sebesar 87 persen, 85 persen, dan 85 persen — negara mereka tidak mampu mempertahankan diri.

    Tonton juga video “Putin: Jika Eropa Memutuskan Memulai Perang, Kami Siap Sekarang Juga”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Peter Carey Ulas Situasi Menjelang Perang Jawa Lewat Dua Buku Penting

    Peter Carey Ulas Situasi Menjelang Perang Jawa Lewat Dua Buku Penting

    Jakarta: Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) kembali menghidupkan diskusi sejarah melalui peluncuran dua buku penting yang membahas masa-masa genting sebelum meletusnya Perang Jawa 1825. 

    Diskusi ini menghadirkan langsung sejarawan terkemuka Peter Carey, yang dikenal luas lewat riset panjangnya tentang Pangeran Diponegoro.

    Acara tersebut membedah Babad Diponegoro: Sebuah Hidup yang Ditakdirkan dan buku terbaru Carey, Catatan Perjalananku ke Yogyakarta 1825.
    Dua buku miliki sudut pandang menjelang konflik besar
    Buku Babad Diponegoro: Sebuah Hidup yang Ditakdirkan merupakan autobiografi modern Jawa pertama yang ditulis Diponegoro dalam bentuk tembang macapat saat diasingkan di Manado. Buku ini menggambarkan perjalanan hidup sang pangeran sekaligus dinamika sosial politik yang melingkupi masanya.
     

    Sedangkan buku Catatan Perjalananku ke Yogyakarta 1825 menyajikan sudut pandang pelukis asal Belgia, A.A.J. Payen yang merekam pengalamannya ketika terjebak di Yogyakarta pada 20 Juli 1825, hari-hari sebelum pecahnya Perang Jawa.

    Diskusi yang berlangsung di Creative Space, Gramedia Jalma, menghadirkan tiga narasumber yaitu Peter Carey, sejarawan sekaligus penulis buku; Helene Njoto, sejarawan seni dan arsitektur periode Islam dan kolonial awal; dan Aminudin TH Siregar, dosen FSRD ITB. Ketiganya menggali hubungan antara dua buku tersebut dan bagaimana karya Payen dan Diponegoro menyajikan potret kondisi sosial yang bergejolak.

    Peter Carey menegaskan adanya keterkaitan antara dua buku tersebut dalam menggambarkan situasi sebelum pecahnya perang. Menurutnya, Payen memiliki sudut pandang unik sebagai seniman yang merekam kegelisahan masyarakat maupun buruknya administrasi kolonial.

    “Tidak jauh dari pengalaman kita pada masa sekarang ya. Situasi tentang korupsi yang masif dan terstruktur di dalam tubuh pemerintah. Isu dari pengaruh dari luar kolonial dan juga bagaimana budaya dan kepribadian Jawa diremehkan oleh kekuatan baru yaitu kekuatan kolonial. Jadi bagaimana respons ya,” kata Carey.

    Dia juga memaparkan, kedua buku itu memperlihatkan bagaimana cepat dan bisa bergulir pecah perang Diponegoro. 

    “Saat Payong ada di lapangan, dia datang ke Jogja untuk memperbaiki gedung agung yang rusak berat oleh salah satu gempa bumi. Dan dalam hitungan dua minggu, tiga minggu sudah pecah perang Diponegoro. Dan dia bisa dengan sangat cermat dan dengan jeli dari seorang seniman, bisa mengkisahkan yang cara yang sangat hidup bagi kita. Apa sebenarnya arus dan bagaimana terjadi satu perang yang begitu dahsyat dan begitu tiba-tiba,” papar Carey.

    Jakarta: Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) kembali menghidupkan diskusi sejarah melalui peluncuran dua buku penting yang membahas masa-masa genting sebelum meletusnya Perang Jawa 1825. 
     
    Diskusi ini menghadirkan langsung sejarawan terkemuka Peter Carey, yang dikenal luas lewat riset panjangnya tentang Pangeran Diponegoro.
     
    Acara tersebut membedah Babad Diponegoro: Sebuah Hidup yang Ditakdirkan dan buku terbaru Carey, Catatan Perjalananku ke Yogyakarta 1825.
    Dua buku miliki sudut pandang menjelang konflik besar
    Buku Babad Diponegoro: Sebuah Hidup yang Ditakdirkan merupakan autobiografi modern Jawa pertama yang ditulis Diponegoro dalam bentuk tembang macapat saat diasingkan di Manado. Buku ini menggambarkan perjalanan hidup sang pangeran sekaligus dinamika sosial politik yang melingkupi masanya.
     

    Sedangkan buku Catatan Perjalananku ke Yogyakarta 1825 menyajikan sudut pandang pelukis asal Belgia, A.A.J. Payen yang merekam pengalamannya ketika terjebak di Yogyakarta pada 20 Juli 1825, hari-hari sebelum pecahnya Perang Jawa.

    Diskusi yang berlangsung di Creative Space, Gramedia Jalma, menghadirkan tiga narasumber yaitu Peter Carey, sejarawan sekaligus penulis buku; Helene Njoto, sejarawan seni dan arsitektur periode Islam dan kolonial awal; dan Aminudin TH Siregar, dosen FSRD ITB. Ketiganya menggali hubungan antara dua buku tersebut dan bagaimana karya Payen dan Diponegoro menyajikan potret kondisi sosial yang bergejolak.
     
    Peter Carey menegaskan adanya keterkaitan antara dua buku tersebut dalam menggambarkan situasi sebelum pecahnya perang. Menurutnya, Payen memiliki sudut pandang unik sebagai seniman yang merekam kegelisahan masyarakat maupun buruknya administrasi kolonial.
     
    “Tidak jauh dari pengalaman kita pada masa sekarang ya. Situasi tentang korupsi yang masif dan terstruktur di dalam tubuh pemerintah. Isu dari pengaruh dari luar kolonial dan juga bagaimana budaya dan kepribadian Jawa diremehkan oleh kekuatan baru yaitu kekuatan kolonial. Jadi bagaimana respons ya,” kata Carey.
     
    Dia juga memaparkan, kedua buku itu memperlihatkan bagaimana cepat dan bisa bergulir pecah perang Diponegoro. 
     
    “Saat Payong ada di lapangan, dia datang ke Jogja untuk memperbaiki gedung agung yang rusak berat oleh salah satu gempa bumi. Dan dalam hitungan dua minggu, tiga minggu sudah pecah perang Diponegoro. Dan dia bisa dengan sangat cermat dan dengan jeli dari seorang seniman, bisa mengkisahkan yang cara yang sangat hidup bagi kita. Apa sebenarnya arus dan bagaimana terjadi satu perang yang begitu dahsyat dan begitu tiba-tiba,” papar Carey.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (ANN)

  • Pengusaha Happy RI Kembali Terpilih Jadi Anggota IMO

    Pengusaha Happy RI Kembali Terpilih Jadi Anggota IMO

    Jakarta

    Indonesia kembali terpilih sebagai anggota dewan Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) pada periode 2026-2027. Dewan Pimpinan Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (DPP INSA) menyambut baik pencapaian tersebut.

    Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto menilai keberhasilan ini mencerminkan pengakuan dunia atas posisi strategis Indonesia dalam kancah maritim global. Hal ini akan memperkuat kehadiran Indonesia di forum penentu kebijakan maritim internasional tersebut.

    “Keberhasilan ini menandakan kepercayaan internasional terhadap Indonesia sebagai mitra strategis di sektor maritim dunia,” ujar Carmelita melalui siaran persnya, Sabtu (29/11/2025).

    Carmelita menilai keberadaan Indonesia di Dewan IMO memiliki urgensi yang sangat besar. Sebab, Indonesia adalah negara kepulauan dengan jalur laut strategis, sehingga segala kebijakan menyangkut keselamatan, keamanan pelayaran dan regulasi lainnya berdampak terhadap arah dan daya saing kemaritiman Indonesia di masa mendatang. Seperti diketahui IMO sendiri menjadi dewan tertinggi untuk kebijakan maritim dan pelayaran dunia.

    “Kepemimpinan langsung Menhub Dudy dalam sidang Majelis IMO ini memastikan bahwa negara hadir dan mengawal aspirasi pelayaran nasional dalam kebijakan maritim global,” tutur Carmelita.

    Carmelita menuturkan, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi sebagai pemimpin delegasi Indonesia dalam sidang majelis IMO melakukan pendekatan personal dengan mendatangi satu per satu perwakilan negara sahabat.

    Pendekatan ini, sambung Carmelita, menciptakan suasana keakraban diplomatik yang baik sekaligus meninggalkan kesan mendalam bahwa Indonesia sangat menghargai setiap suara dukungan yang diberikan negara sahabat.

    “Upaya Pak Menhub Dudy menemui perwakilan negara secara langsung ini sangat mengesankan, karena menunjukkan bahwa Indonesia hadir bukan sekadar meminta dukungan, tetapi menghargai kebersamaan dan hubungan diplomatik dengan negara lain,” kata Carmelita.

    Dalam sidang Majelis IMO kali ini, Indonesia memperoleh 138 suara sehingga menempati peringkat kelima peraih suara terbesar sebagai anggota Dewan IMO Kategori C. Perolehan suara ini juga lebih banyak jika dibandingkan dua tahun sebelumnya yang mencapai 135 suara. Selain Indonesia, beberapa negara lain yang terpilih sebagai anggota Dewan IMO Kategori C seperti Singapura, Arab Saudi, Belgia, dan Turki.

    (kil/kil)