Negara: Belanda

  • Persis Solo Resmi Perkenalkan Eks Persib, Gervane Kastaneer, sebagai Kekuatan Baru

    Persis Solo Resmi Perkenalkan Eks Persib, Gervane Kastaneer, sebagai Kekuatan Baru

    JAKARTA – Persis Solo resmi memperkenalkan pemain anyar mereka untuk mengarungi Super League 2025/2026. Pada Senin, 11 Agustus 2025, eks pemain Persib Bandung, Gervane Kastaneer, jadi penggawa baru Laskar Samber Nyawa.

    Dengan kesepakatan kontrak satu musim ke depan, pemain asal Curacao ini mengaku senang bisa kembali melanjutkan karier di Indonesia. Sempat membela Persib selama setengah musim, Gervane mengaku tak kesulitan untuk melakukan adaptasi.

    “Saya dan keluarga sangat menikmati berada di Indonesia. Saya menyukai kompetisinya. Di sini, kompetisi yang sangat bagus.”

    “Menurut saya, musim ini akan semakin kuat. Saat saya pergi memperkuat Tim Nasional Curacao, pikiran saya sudah tertuju untuk bermain bagi Persis Solo karena saya ingin bermain di Indonesia. Saya merasa sangat menikmati dan menyenangkan bisa berada di sini,” kata Gervane dikutip dari website resmi Persis Solo, Senin, 11 Agustus 2025.

    Gervane dikenal sebagai pemain yang serbabisa. Ia bisa ditempatkan sebagai seorang penyerang atau gelandang sayap. Kedatangannya diharapkan memberikan opsi tambahan bagi pelatih Persis Solo, Peter de Roo, dalam menjalankan taktiknya.

    Pria kelahiran Rotterdam, 9 Juni 1996, itu merupakan jebolan akademi SC Feyenoord. Dia juga pernah memperkuat sejumlah klub di Eropa, seperti CD Castellon (Spanyol), PEC Zwolle, ADO Den Haag, NAC Breda, FC Eindhoven, FC Dordrecht (Belanda), Kaiserslautern (Jerman), Hearts (Skotlandia), hingga Coventry City (Inggris).

    Meski dia datang terlambat karena Laskar Samber Nyawa sudah melakoni laga perdana Super League 2025/2026 dengan menumbangkan Madura United, Gervane mengaku tidak masalah. Dia mengaku tidak perlu banyak beradaptasi karena sudah mengenal liga Indonesia.

    “Saya pikir saya tidak perlu banyak beradaptasi karena saya sudah berpengalaman di liga ini. Jadi, dalam hal ini, saya berharap bisa langsung memberikan kontribusi,” ucapnya.

    Pada pekan kedua Super League, Persis Solo akan kedatangan tamu Persija Jakarta pada Sabtu, 16 Agustus 2025, di Stadion Manahan.

    Gervane mengaku sudah tidak sabar ingin segera bermain dan merasakan atmosfer di Stadion Manahan.

    “Ya, saya sangat bersemangat untuk segera bermain di Manahan. Saya akan sangat senang bisa bertemu para suporter dan menjalani musim yang baik.”

    “Saya melihat pertandingan pertama Persis dan para pemain menunjukkan energi yang luar biasa dan bermain sangat baik. Itu justru memotivasi saya bermain lebih baik lagi,” ungkap sang pemain.

    Laskar Samber Nyawa kini memiliki delapan pemain asing. Mereka adalah Sho Yamamoto, Jordy Tutuarima, Clayton Santos, Xandro Schenk, Fuad Sule, Andriano Castanheira, Kodai Tanaka, dan Gervane Kastaneer.

  • Biografi Cut Nyak Meutia: Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Tidak Takut Mati

    Biografi Cut Nyak Meutia: Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Tidak Takut Mati

    Bisnis.com, JAKARTA – Cut Nyak Meutia dilahirkan pada 15 Februari 1870 di Pirak, Aceh Utara, dan gugur sebagai pejuang pada 24 Oktober 1910 di Alue Kurieng, Aceh. Dia dikenal sebagai salah satu pahlawan perempuan Aceh paling berani, tidak gentar menentang kolonialisme Belanda.

    Latar kehidupannya penuh dengan konflik, dari keluarga bangsawan hingga panggilan perang, mengantarkan Meutia menjadi simbol perlawanan yang abadi. Kisahnya penting bukan hanya karena militansi, tetapi juga humanisme di balik semangat perjuangan.

    Artikel ini menjelaskan secara mendalam siapa Cut Nyak Meutia, bagaimana perjalanan hidup dan perjuangannya, nilai yang ditinggalkannya, serta warisan budaya dan inspirasi bagi generasi muda Indonesia.

    Biografi Cut Nyak Meutia

    Profil Singkat

    Nama lengkap: Tjoet Nyak Meutia (Cut Nyak Meutia)
    Lahir: 15 Februari 1870, Pirak, Aceh Utara
    Wafat: 24 Oktober 1910, Alue Kurieng, Aceh
    Gelar: Pahlawan Nasional (SK Presiden No. 107/1964)

    Latar Belakang Keluarga dan Tempat Lahir

    Meutia lahir dari keluarga bangsawan Aceh, putri Teuku Ben Daud Pirak, seorang uleebalang, dan Cut Jah. Sebagai anak perempuan tunggal dari empat saudara lelaki, Cut Nyak Meutia tumbuh dalam lingkungan religius sekaligus berkuasa.

    Sejak kecil, Meutia dibesarkan dalam tradisi pesantren dan keluarga pejuang, nilai yang menumbuhkan keberanian dan ketegasan hatinya.

    Pendidikan dan Lingkungan Masa Kecil

    Pendidikan Meutia berakar dari ajaran agama dan budaya lokal. Dia mengaji sejak kecil dan dibekali ilmu mempertahankan diri melalui pedang dan rencong. Sebagai wanita bangsawan Aceh, ia menyatu antara kelembutan spiritual dan kekokohan militansi, melahirkan karakter “srikandi Aceh” yang penuh inspirasi.

    Perjalanan Hidup dan Perjuangan Cut Nyak Meutia

    Kehidupan Rumah Tangga dengan Teuku Chik Bintara

    Pada usia 20 tahun, Meutia menjalani pernikahan pertama dengan Teuku Syamsarif (Teuku Chik Bintara), namun pernikahan itu kandas karena ketidaksesuaian nilai. Suaminya lebih condong bekerja sama dengan Belanda, berbeda pandangan dengan Meutia yang menentang kolonialisme.

    Akhirnya mereka bercerai, membuka jalan Meutia menuju langkah politik mandiri dan aktif.

    Bersama Suami Memimpin Perlawanan

    Meutia kemudian menikah lagi dengan adik mantan suaminya, Teuku Chik Muhammad (Teuku Chik Tunong). Keduanya kompak menyatukan visi anti-kolonial dan bergabung dalam perang gerilya, memimpin perlawanan yang melibatkan rakyat Aceh di pedalaman.

    Teuku Chik Tunong bahkan diangkat sebagai bupati perang oleh Sultan Aceh sebelum gugur pada 1905.

    Ditangkap dan Gugurnya Sang Suami

    Setelah suaminya dibunuh, Meutia berdiri sendiri. Cut Nyak Meutia menikah lagi dengan Pang Nanggroe dan kembali komit terhadap perjuangan. Namun Pang Nanggroe gugur pada September 1910 dalam pertempuran. Peristiwa ini bukan menghentikannya, melainkan menyulut semangatnya semakin membara.

    Cut Nyak Meutia Memimpin Perlawanan

    Menjadi Panglima Perang Perempuan

    Usai kehilangan suami, Meutia merangkul posisi pimpinan. Ia menjadi panglima perang perempuan, membawa pasukan kecil tapi penuh determinasi dalam perjuangan melawan Belanda. 

    Semangat “hidup berkalang tanah Aceh atau mati” menggema dalam tiap aksinya.

    Strategi Gerilya dan Serangan terhadap Belanda

    Meutia unggul dalam taktik serang dan mundur. Ia memanfaatkan medan hutan Aceh untuk mengejar pasukan Belanda. Saksi mata menuturkan bagaimana pasukannya berhasil menghancurkan pos Belanda melalui perencanaan rahasia dan keberanian luar biasa.

    Kisah Kepemimpinan Penuh Keberanian

    Dalam satu serangan di Juli 1902, Meutia dan pasukannya berhasil menewaskan beberapa tentara Belanda dan merebut senjata mereka. Aksi yang menunjukkan kecerdasannya dalam taktik serta keberaniannya di medan laga.

    Gugurnya Cut Nyak Meutia dalam Pertempuran

    Lokasi dan Kronologi Gugurnya

    Pada 24 Oktober 1910, Meutia gugur dalam pertempuran sengit di Alue Kurieng. Ia terkena beberapa peluru saat masih melawan habis-habisan pasukan Belanda.

    Hingga akhir hayatnya sebagai pejuang sejati, jasadnya tak pernah ditemukan dengan pasti. Menjadi simbol keabadian semangatnya yang tidak akan terkubur oleh wujud fisik.

    Warisan Semangat dan Inspirasi yang Ditinggalkan

    Meski raganya hilang, sosok Meutia mengilhami rakyat Aceh dan seluruh Indonesia. Semangat perjuangnya terus dikenang dalam buku, film, dan budaya populer. Ia menjadi sumber inspirasi bahwa perjuangan bisa diwujudkan tanpa batas gender maupun status sosial.

    Pengakuan dan Penghargaan

    Gelar Pahlawan Nasional

    Pemprov Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional pada Meutia melalui SK Presiden Nomor 107 Tahun 1964. Pengakuan resmi atas dedikasi dan pengorbanannya bagi bangsa.

    Penggunaan Nama untuk Jalan, Sekolah, dan Uang Rp1.000

    Wajah Meutia kini terpampang pada uang kertas Rp1.000 edisi 2016 dan 2022, satu-satunya perempuan pahlawan di edisi itu. Lebih jauh, nama dan wajahnya diabadikan di rumah sakit, masjid, sekolah, serta stasiun kereta Aceh, mewakili jejak perjuangannya yang hidup hingga hari ini.

    Fakta Menarik tentang Cut Nyak Meutia

    Julukan dan Rekam Jejak

    Meutia dikenal pula sebagai “Srikandi Aceh” atau “Panglima Perempuan” karena dominasi keberaniannya di medan perang. Ia seorang pemimpin sekaligus simbol perempuan tangguh yang disegani.

    Tokoh Perempuan Paling Ditakuti Penjajah

    Belanda merasa kewalahan oleh keberaniannya. Beberapa laporan menyebut ia menjadi momok bagi tentara kolonial, menjadi contoh bagaimana perempuan mampu mengubah medan perang tak hanya dengan senjata, tapi efek moral dan taktik.

    Inspirasi Emansipasi Wanita di Tanah Aceh

    Meutia membuka jalan modern untuk perempuan Aceh dalam public sphere. Ia membuktikan bahwa perempuan bisa mengambil peran strategis di medan lahan sosial-politik, bukan hanya di rumah tradisional.

    Kutipan Sejarah

    “Belanda harus pergi dari bumi Aceh atau kami mati di medan ini.” Dikutip dari biografi dan dokumen sejarah perjuangan Aceh Repositori Kemendikdasmen.

    Kutipan ini menggambarkan tegas semangat dan harga mati perjuangan yang diemban Meutia.

    Cut Nyak Meutia dalam Buku

    Buku Cut Nyak Meutia (Kisah Perjuangan Perempuan Aceh) diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (2021), memberi gambaran lengkap perjuangan dan pemikiran Meutia.

    Selain itu, karya seperti Cut Nyak Meutia Pejuang Aceh Yang Jelita dan Pemberani (2022) menyajikan narasi modern atas kejayaan dan renyah strategi perempuan Aceh.

    Cut Nyak Meutia adalah simbol pemberdayaan perempuan dan keberanian moral di tengah penindasan kolonial. Kisahnya mengajarkan bahwa perjuangan bukan soal siapa, tetapi keberanian mengambil tanggung jawab.

    Semangatnya merasuk dalam tiap perempuan Indonesia yang berani bersuara, mengangkat harkat bangsanya. Cut Nyak Meutia tidak hanya srikandi Aceh, tetapi lambang nasionalisme sejati, di mana keberanian dan cinta tanah air melahirkan keabadian.

    Mari teladani Meutia, berdiri tegar di tengah badai, mempertaruhkan rizqi bahkan nyawa, demi Tanah Air yang merdeka dan adil.

    Disclaimer: Artikel ini dihasilkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi Bisnis.com untuk memastikan akurasi dan keterbacaan informasi.

  • Biografi Raden Dewi Sartika, Pelopor Sekolah Perempuan di Indonesia

    Biografi Raden Dewi Sartika, Pelopor Sekolah Perempuan di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Siapa Raden Dewi Sartika? Mengapa namanya terus dikenang dalam sejarah pendidikan Indonesia? Di masa kolonial Belanda, ketika akses pendidikan untuk perempuan sangat terbatas, Dewi Sartika hadir sebagai cahaya perubahan.

    Raden Dewi Sartika lahir di lingkungan bangsawan Sunda dan dia tidak suka dengan hidup terlalu nyaman. Kemudian, dia menggugat norma sosial dan menghadirkan sesuatu yang revolusioner, yaitu pendidikan bagi kaum perempuan.

    Dewi Sartika tidak hanya membuka sekolah, dia membuka mata dan harapan. Dia menjadi simbol keberanian, pendidikan, dan emansipasi wanita di tanah jajahan. Di tengah tantangan kolonial dan tekanan adat, langkahnya menciptakan gelombang baru. Artikel ini mengupas biografi Raden Dewi Sartika, perjuangannya, warisannya, hingga jejaknya dalam sejarah.

    Biografi Raden Dewi Sartika

    Profil Raden Dewi Sartika

    Nama Lengkap: Raden Dewi Sartika
    Tempat & Tanggal Lahir: Bandung, 4 Desember 1884
    Tempat & Tanggal Wafat: Tasikmalaya, 11 September 1947
    Gelar: Pahlawan Nasional Indonesia (dianugerahkan tahun 1966)
    Pendidikan: Belajar secara informal melalui keluarga dan guru privat
    Ayah/Ibu: Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas
    Perjuangan Utama: Pendiri Sekolah Isteri, pelopor pendidikan perempuan
    Warisan Abadi: Nama jalan, gedung, dan sekolah diabadikan atas namanya

    Latar Belakang Keluarga

    Raden Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung, dari keluarga bangsawan Sunda. Ayahnya, Raden Somanagara, adalah seorang pejuang kemerdekaan dan penganut kuat pendidikan. Ibunya, Raden Ayu Rajapermas, juga berasal dari kalangan ningrat yang menjunjung nilai adat dan agama.

    Lingkungan keluarga ini memberikan fondasi intelektual dan spiritual bagi Dewi Sartika sejak dini. Namun, ayahnya wafat ketika ia masih kecil. Kepergian sosok ayah yang inspiratif menjadi titik balik bagi Dewi Sartika.

    Dia diasuh oleh pamannya di lingkungan Keraton, di mana ia mulai menyerap nilai-nilai budaya dan pendidikan. Di sinilah benih perjuangan mulai tumbuh, di tengah koridor istana yang menyimpan tradisi dan keterbatasan perempuan.

    Masa Kecil dan Pendidikan

    Meski hidup di zaman kolonial, Dewi Sartika menunjukkan kecerdasan luar biasa. Dewi Sartika belajar membaca dan menulis dari sang paman dan guru-guru privat. Di balik dinding istana, ia membaca buku-buku yang membuka wawasan. Dewi Sartika juga memperhatikan ketimpangan, laki-laki bebas belajar, sementara perempuan dibatasi.

    Ketika bermain dengan anak-anak abdi dalem, Dewi Sartika sering memerankan guru. Ia menggambar huruf di tanah, mengajarkan membaca kepada teman-temannya. Dari permainan kecil itu, terlahir visi besar. Ia yakin bahwa perempuan berhak untuk pintar, mandiri, dan setara. Keyakinan ini menjelma menjadi misi hidupnya.

    Perjuangan Dewi Sartika di Bidang Pendidikan

    Pendirian Sekolah Isteri

    Pada 16 Januari 1904, di usia 20 tahun, Dewi Sartika mendirikan “Sekolah Isteri” di halaman belakang rumah ibunya di Bandung. Sekolah ini adalah sekolah perempuan pertama di Hindia Belanda. Awalnya hanya menerima beberapa murid, namun dampaknya luar biasa. Ia mengajarkan membaca, menulis, berhitung, hingga keterampilan rumah tangga.

    Mengutip Arsip Nasional RI, sekolah ini menjadi inspirasi bagi perempuan di berbagai kota lain. Murid-muridnya berasal dari beragam latar belakang sosial. Mereka pulang dengan harapan baru dan semangat memberdayakan komunitasnya. Dewi Sartika tak hanya mengajar, ia menanamkan nilai bahwa perempuan bisa menjadi pusat perubahan.

    Tantangan dari Masyarakat dan Pemerintah Kolonial

    Tidak mudah mendirikan sekolah perempuan di tengah masyarakat patriarkal. Banyak yang menganggap Dewi Sartika merusak adat. Pemerintah kolonial pun mencurigainya. Namun, ia tak mundur. Ia berdialog, menjelaskan pentingnya pendidikan untuk membangun keluarga dan bangsa.

    Dewi Sartika berani berdiri di antara dua tekanan, budaya konservatif dan kekuasaan kolonial. Namun justru di titik ini karakternya diuji dan dibentuk. Ia tidak melawan dengan amarah, tapi dengan strategi cerdas dan komunikasi persuasif. Seiring waktu, sekolahnya justru mendapat dukungan luas.

    Visi dan Misi Pendidikan Perempuan

    Menurut Dewi Sartika, perempuan bukan hanya pelengkap laki-laki. Ia percaya perempuan adalah tiang negara. Melalui pendidikan, perempuan dapat menjadi ibu yang cerdas, guru pertama bagi anak-anaknya, serta penggerak kemajuan bangsa.

    Ia merancang kurikulum yang adaptif, ada pelajaran dasar, keterampilan hidup, hingga etika sosial. Sekolahnya tidak sekadar tempat belajar, tapi ruang untuk merdeka berpikir. Visi ini jauh melampaui zamannya, menjadi pondasi pemikiran pendidikan gender di Indonesia.

  • Simak, Sejarah dan Makna Berbagai Perlombaan 17 Agustus

    Simak, Sejarah dan Makna Berbagai Perlombaan 17 Agustus

    Jakarta: Hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus selalu disambut suka cita oleh seluruh rakyat Indonesia mulai dari pelosok desa hingga kota-kota besar.

    Selain semangat nasionalisme, HUT RI juga menjadi momen yang mempersatukan masyarakat di lingkungan sekitarnya karena selalu disemarakkan dengan berbagai perlombaan seperti makan kerupuk, balap karung, hingga panjat pinang. Perlombaan ini tidak hanya diikuti anak-anak, namun juga orang dewasa, hingga kaum ibu-ibu. 

    Tradisi perlombaan ini bukan sekadar ajang hiburan rakyat, tetapi juga simbol persatuan, semangat juang, dan refleksi dari nilai-nilai kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
     

    Beberapa jenis perlombaan bahkan selalu memeriahkan 17 Agustus dari generasi ke generasi. Berikut ini sejarah dan makna perlombaan 17 Agustusan:
     
    1. Panjat pinang

    Panjat pinang sudah menjadi menu wajib dalam rangkaian perlombaan 17 Agustus. Lomba ini tergolong memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi yang mana peserta dari lomba ini diwajibkan untuk memanjat sebatang pohon pinang yang cukup tinggi. Tidak hanya itu, terkadang tingkat kesulitan panjat pinang ditingkatkan dengan melumuri batang pohon dengan oli agar licin dan sulit untuk dipanjat.

    Dibalik perlombaan panjat pinang, ternyata lomba ini sudah sering diselenggarakan sejak Belanda masih menjajah Indonesia. Lomba panjat pinang diadakan oleh pihak penjajah untuk para pribumi dimana mereka dapat memenangkan hadiah seperti bahan makanan pokok, pakaian, dan lain- lain.

    Makna dari lomba ini yaitu menyadarkan kita seberapa panjang perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan dengan berbagai rintangan dan kesulitan.
     
    2. Makan Kerupuk

    Lomba makan kerupuk menantang pesertanya untuk adu kecepatan dan kegesitan dalam menghabiskan kerupuk. Selain itu, lambat laun perlombaan ini menambah tantangan dimana tangan peserta akan diikat di belakang.

    Makna dari perlombaan ini yaitu mengharapkan agar masyarakat dapat lebih menyadari dan merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari oleh para pendahulu di masa penjajahan.
     
    3. Balap Karung

    Lomba balap karung juga menjadi salah satu yang populer setiap 17 Agustus. Lomba ini selalu menghibur semua orang yang menyaksikannya. Secara teknis, peserta beradu cepat dari titik start menuju garis finis menggunakan karung yang menghambat pergerakan kaki. 

    Setiap peserta yang mencoba berlari justru akan kesulitan bahkan bisa tersungkur. Satu-satunya cara terbaik memenangkan lomba ini hanya dengan cara melompat menggunakan tempo cepat.

    Lomba balap karung juga memiliki makna sebagai pengingat pada zaman penjajahan Jepang, banyak dari masyarakat Indonesia yang tertindas terpaksa harus mengenakan karung sebagai pakaian.
    4. Tarik Tambang

    Tarik tambang juga merupakan perlombaan populer yang sering diadakan masyarakat setiap tanggal 17 Agustus. Perlombaan ini mencerminkan semangat nasionalisme untuk mendapatkan kemenangan atau kemerdekaan.

    Selain itu, lomba ini dimaksudkan agar masyarakat dapat merasakan dan mengalami penderitaan para pendahulu dimana pada zaman penjajahan pendahulu kita dipaksa bekerja.

    Jakarta: Hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus selalu disambut suka cita oleh seluruh rakyat Indonesia mulai dari pelosok desa hingga kota-kota besar.
     
    Selain semangat nasionalisme, HUT RI juga menjadi momen yang mempersatukan masyarakat di lingkungan sekitarnya karena selalu disemarakkan dengan berbagai perlombaan seperti makan kerupuk, balap karung, hingga panjat pinang. Perlombaan ini tidak hanya diikuti anak-anak, namun juga orang dewasa, hingga kaum ibu-ibu. 
     
    Tradisi perlombaan ini bukan sekadar ajang hiburan rakyat, tetapi juga simbol persatuan, semangat juang, dan refleksi dari nilai-nilai kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
     

    Beberapa jenis perlombaan bahkan selalu memeriahkan 17 Agustus dari generasi ke generasi. Berikut ini sejarah dan makna perlombaan 17 Agustusan:
     

    1. Panjat pinang

    Panjat pinang sudah menjadi menu wajib dalam rangkaian perlombaan 17 Agustus. Lomba ini tergolong memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi yang mana peserta dari lomba ini diwajibkan untuk memanjat sebatang pohon pinang yang cukup tinggi. Tidak hanya itu, terkadang tingkat kesulitan panjat pinang ditingkatkan dengan melumuri batang pohon dengan oli agar licin dan sulit untuk dipanjat.
     
    Dibalik perlombaan panjat pinang, ternyata lomba ini sudah sering diselenggarakan sejak Belanda masih menjajah Indonesia. Lomba panjat pinang diadakan oleh pihak penjajah untuk para pribumi dimana mereka dapat memenangkan hadiah seperti bahan makanan pokok, pakaian, dan lain- lain.
     
    Makna dari lomba ini yaitu menyadarkan kita seberapa panjang perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan dengan berbagai rintangan dan kesulitan.
     

    2. Makan Kerupuk

    Lomba makan kerupuk menantang pesertanya untuk adu kecepatan dan kegesitan dalam menghabiskan kerupuk. Selain itu, lambat laun perlombaan ini menambah tantangan dimana tangan peserta akan diikat di belakang.
     
    Makna dari perlombaan ini yaitu mengharapkan agar masyarakat dapat lebih menyadari dan merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari oleh para pendahulu di masa penjajahan.
     

    3. Balap Karung

    Lomba balap karung juga menjadi salah satu yang populer setiap 17 Agustus. Lomba ini selalu menghibur semua orang yang menyaksikannya. Secara teknis, peserta beradu cepat dari titik start menuju garis finis menggunakan karung yang menghambat pergerakan kaki. 
     
    Setiap peserta yang mencoba berlari justru akan kesulitan bahkan bisa tersungkur. Satu-satunya cara terbaik memenangkan lomba ini hanya dengan cara melompat menggunakan tempo cepat.
     
    Lomba balap karung juga memiliki makna sebagai pengingat pada zaman penjajahan Jepang, banyak dari masyarakat Indonesia yang tertindas terpaksa harus mengenakan karung sebagai pakaian.

    4. Tarik Tambang

    Tarik tambang juga merupakan perlombaan populer yang sering diadakan masyarakat setiap tanggal 17 Agustus. Perlombaan ini mencerminkan semangat nasionalisme untuk mendapatkan kemenangan atau kemerdekaan.
     
    Selain itu, lomba ini dimaksudkan agar masyarakat dapat merasakan dan mengalami penderitaan para pendahulu dimana pada zaman penjajahan pendahulu kita dipaksa bekerja.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • One For All, Diklaim Cuma Properti

    One For All, Diklaim Cuma Properti

    Jakarta

    Netizen mengkritik ada senjata api di trailer film Merah Putih: One For All. Pihak produsen film menyebut itu senjata bohongan. Ayo bandingkan dengan situs resmi yang menjual desain 3D gudang tersebut.

    Jika Anda jeli melihat trailer film animasi Merah Putih: One For All, ada adegan anak-anak tokoh utama dalam film ini berada di gudang dengan senjata api di sudut kiri bawah layar. Hal ini menjadi satu dari sekian banyak kritikan terhadap film yang akan tayang 14 Agustus 2025 tersebut.

    Kok bisa memasukkan senjata api dalam film animasi untuk anak-anak? Hal ini pun ditanyakan langsung kepada Eksekutif Produser dan Sutradara film animasi Merah Putih: One for All, Endiarto dalam acara detikPagi.

    “Itu properti untuk peringatan 17 Agustus. Bukan (senjata sungguhan-red), kan ada itu di trailer ada seorang pakai baju Belanda bawa senjata, nah itu properti yang ada di gudang itu. Jadi bukan senjata bener,” jawab Endiarto memberikan klarifikasi, Senin (11/8/2025).

    Gudang yang dipermasalahkan netizen karena ada senjata apinya, kata Endiarto adalah gudang balai desa tempat penyimpanan bendera. “Itu senjata mainanlah, properti untuk perayaan,” kilahnya.

    Endiarto membantah film ini dibuat dadakan. Post produksi dilakukan sejak Mei 2025, tapi keseluruhan proses pembuatan setahun.

    “Semua ide dan materi sudah setahun sebelumnya. Akhir Mei kita mulai post pro, tinggal finishing,” ujar Endiarto yang juga menjabat sebagai CEO Perfiki Kreasindo di bawah Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail.

    Gudang senjata yang dipermasalahkan netizen ini mirip dengan aset animasi 3D yang dijual di situ Daz3D.com. Tidak sulit mencari gudang senjata ini saat detikINET berkunjung ke situsnya.

    Gudang di Film Merah Putih: One for All yang ada gambar senjata api Foto: YouTube/Perfiki.tvGambar 3D gudang senjata di Daz3D yang mirip dengan di film. Foto: Daz3D.com

    Tinggal ketik ‘military warehouse’ maka gudang yang mirip dengan trailer film animasi Merah Putih: One for All ada di pojok kiri atas sedang dijual dengan harga promosi diskon 50%, hanya USD 11,48 saja (Rp 187 ribu).

    Gudang senjata ini didesain oleh Fugazi1968 dan Ironman. Pembeli akan mendapatkan aset animasi berupa gudang senjata dengan segala isinya mulai dari lemari, meja, kardus, peti serta aneka senjata api seperti M16, M4 dan AK-47.

    Selain masalah senjata api, masyarakat mengkritik karakter tokoh yang diduga membeli aset animasi dari luar negeri yang dijual di Reallusion Content Store seharga sekitar USD 43,50 atau Rp 700 ribuan per item. Junaid Miran, desainer karakter 3D asal Pakistan menjual paket aset kartunnya di platform itu dengan nama 3D Stylized Toon Boys.

    Selain itu, kritikan juga ditujukan pada kualitas animasi, pengisi suara dan musik yang tampak ala kadarnya. Netizen geram karena biaya produksi disebut Rp 6,7 miliar, namun pihak Perfiki mengatakan bujet produksi adalah uang mereka sendiri.

    (fay/fyk)

  • Rano usul jembatan di DKI didesain buka tutup seperti di Belanda

    Rano usul jembatan di DKI didesain buka tutup seperti di Belanda

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno mengusulkan agar jembatan di wilayah Jakarta didesain dengan sistem buka tutup yang terinspirasi dari Negara Belanda untuk memudahkan proses pengerukan sungai yang menjadi salah satu upaya utama mengatasi banjir Jakarta.

    “Mungkin dianggap saya bercanda, coba didesain jembatan yang bisa buka tutup. Karena di Belanda ini jembatan itu fungsi buka tutup. Ini untuk apa? Misalnya kita ngeruk sini mau pindah, ini jembatan buka. Jadi istilah yang beko (excavator) itu bisa pindah ke sana,” ujar Rano saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Senin.

    Rano menjelaskan, pengerukan sungai merupakan program prioritas dirinya bersama Gubernur Jakarta Pramono Anung sejak dilantik.

    Namun, keterbatasan ruang di Jakarta kerap menjadi kendala, terutama karena alat berat sulit masuk ke lokasi pengerukan.

    Oleh karena itu, dengan adanya jembatan buka tutup, maka alat berat akan lebih dapat menjangkau lokasi-lokasi terpencil, sehingga proses pengerukan dapat berjalan dengan lebih efisien.

    “Artinya harusnya seluruh (pengerukan). Ada di wilayah-wilayah kecil, itu teknis alat angkut atau alat keruk kita masuk ke situ sulitnya luar biasa,” ujarnya.

    Terkait usulnya tersebut, Rano mengaku dirinya sudah menyampaikan kepada Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Ika Agustin.

    “Itu salah satu teknis yang memang saya tawarkan kepada Kadis SDA. Artinya begini, itu sudah program gubernur wakil gubernur. Pengerukan itu adalah wajib,” katanya.

    Dalam waktu dekat, Rano juga mengaku dirinya akan pergi ke Belanda dan akan mengajak Pemerintah Belanda untuk bekerja sama dalam membangun Jakarta.

    “Mudah-mudahan saya Oktober ini ke Belanda. Kita kan sudah Sister City dengan Rotterdam. Kita akan ajak kerja sama itu,” kata Rano.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Presiden Prabowo anugerahi Sjafrie, Herindra, dkk naik bintang empat

    Presiden Prabowo anugerahi Sjafrie, Herindra, dkk naik bintang empat

    Presiden Prabowo Subianto menyematkan tanda pangkat bintang empat Jenderal Kehormatan kepada lima purnawirawan TNI yaitu Sjafrie Sjamsoeddin, Alm. Ali Sadikin, Agus Sutomo, Muhammad Herindra, dan Muhammad Yunus Yosfiah saat Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus TNI Angkatan Darat, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025). ANTARA/HO-Puspen TNI.

    Presiden Prabowo anugerahi Sjafrie, Herindra, dkk naik bintang empat
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Minggu, 10 Agustus 2025 – 16:59 WIB

    Elshinta.com – Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahi kenaikan pangkat bintang empat menjadi Jenderal Kehormatan (HOR) kepada lima purnawirawan TNI, yaitu Sjafrie Sjamsoeddin, (Alm) Ali Sadikin, Agus Sutomo, Muhammad Herindra, dan Muhammad Yunus Yosfiah, karena dianggap memiliki jasa besar dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI.

    Prosesi penyematan tanda pangkat kehormatan itu berlangsung dalam rangkaian Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus TNI Angkatan Darat, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu.

    Presiden Prabowo mengawali penyerahan tanda pangkat Jenderal Kehormatan itu kepada Muhammad Yunus Yosfiah, yang diwakili oleh putranya.

    Kemudian Presiden Prabowo lanjut menyematkan tanda pangkat bintang empat kepada Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Muhammad Herindra, Direktur Utama Agrinas Palma Nusantara Agus Sutomo, yang juga mantan Komandan Jenderal Kopassus dan Komandan Paspampres.

    Dalam prosesi yang sama, Presiden Prabowo juga menyerahkan tanda pangkat kepada Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta tahun 1966–1977, yang juga Sesepuh Marinir (dulu KKO-AL) dan tokoh nasional. Tanda pangkat untuk Ali Sadikin diterima oleh putranya, Boy Sadikin.

    Jenderal Kehormatan (Purn) Muhammad Yunus Yosfiah merupakan tokoh militer Indonesia dan veteran Perang Seroja, yang merupakan Menteri Penerangan tahun 1998–1999 pada masa pemerintahan Presiden Ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie.

    Sepanjang mengabdikan diri sebagai prajurit TNI, M. Yunus Yosfiah menduduki sejumlah posisi strategis, di antaranya sebagai Kepala Staf Sosial Politik ABRI, Pangdam II/Sriwijaya, dan Ketua Fraksi ABRI di MPR. Yunus Yosfiah, yang lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 7 Agustus 1944, juga menjadi salah satu tokoh yang kemudian menghentikan penayangan film G30S/PKI pada 1998, setelah rutin ditayangkan tiap tahun sejak 1984.

    Sementara itu, Sjafrie Sjamsoeddin, yang saat ini menjabat menteri pertahanan Kabinet Merah Putih, dikenal sebagai orang dekat Presiden Prabowo, mengingat keduanya bersahabat sejak masa menjadi taruna di Akademi Militer Magelang.

    Sjafrie, yang dikenal sebagai tokoh militer dan birokrat, merupakan lulusan terbaik peraih Adhi Makayasa saat lulus dari Akademi Militer pada tahun 1974.

    Sepanjang mengabdi menjadi prajurit, Sjafrie terlibat berbagai operasi militer penting, termasuk Operasi Flamboyan di Timor-Timor pada tahun 1976, 1984, dan 1990, kemudian Operasi Nanggala XXI di Aceh pada tahun 1977, dan memimpin Tim Maleo di Irian Jaya pada tahun 1987.

    Sjafrie juga pernah menjadi Komandan Grup A Paspampres pada masa pemerintahan Presiden Ke-2 RI Soeharto.

    Menhan Sjafrie juga pernah menjabat sebagai Pangdam Jaya, Kepala Pusat Penerangan TNI, dan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan, dan Wakil Menteri Pertahanan.

    Kemudian, Jenderal Kehormatan M. Herindra, yang saat ini menjabat Kepala BIN, juga dikenal sebagai orang dekat Presiden Prabowo, terutama saat Presiden masih aktif sebagai prajurit TNI dan menjabat Danjen Kopassus. Herindra, sebagaimana Sjafrie, juga merupakan lulusan terbaik Akademi Militer Magelang pada tahun 1987.

    Sepanjang jalan pengabdiannya sebagai prajurit TNI, Herindra menduduki banyak posisi strategis, di antaranya Danjen Kopassus, Pangdam III/Siliwangi, Inspektur Jenderal TNI, Kepala Staf Umum TNI, dan terakhir Wakil Menteri Pertahanan.

    Terakhir, Jenderal Kehormatan (Purn) Ali Sadikin merupakan tokoh nasional yang merupakan Sesepuh Korps Marinir TNI AL (dulu KKO-AL), dan terlibat dalam perang-perang kemerdekaan, juga perang mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II.

    Di lingkungan TNI AL, Ali Sadikin menempati posisi strategis, di antaranya Wakil Panglima KKO AL, dan Deputi II Panglima Angkatan Laut.

    Kemudian, Bang Ali juga pernah menjadi Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja IV, Menteri Koordinator Kompartimen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan, dan Gubernur DKI Jakarta. Bang Ali, begitu nama populernya, wafat di Singapura pada 20 Mei 2008.

    Terakhir, Jenderal Kehormatan (Purn) Agus Sutomo merupakan purnawirawan TNI yang sepanjang mengabdi pernah mengisi jabatan-jabatan strategis seperti Danpaspampres, Danjen Kopassus, kemudian Pangdam Jaya, Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI Angkatan Darat, Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI, kemudian Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan.

    Sepanjang karier militernya, Agus juga banyak menempuh pendidikan di luar negeri, di antaranya Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Thailand.

    Agus Sutomo saat ini dipercaya sebagai Direktur Utama PT Agrinas Palma Nusantara.

    Sumber : Antara

  • Bupati Rudy Susmanto jemput bendera pusaka dari pendopo di ujung Bogor

    Bupati Rudy Susmanto jemput bendera pusaka dari pendopo di ujung Bogor

    Kabupaten Bogor (ANTARA) – Bupati Bogor Rudy Susmanto menjemput bendera pusaka dari Desa Malasari, wilayah paling barat Kabupaten Bogor, Jawa Barat, untuk dikibarkan pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

    Bendera yang dijemput Rudy dibawa menuju Pendopo Bupati di Cibinong dan akan dikibarkan pada upacara 17 Agustus 2025 di Lapangan Tegar Beriman.

    Rudy menegaskan penjemputan bendera pusaka bukan sekadar seremoni tahunan. “Kain merah putih ini adalah kehormatan bangsa. Ini bukan hanya simbol, tetapi wujud perjuangan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pahlawan,” ujar Rudy di Bogor, Minggu.

    Prosesi dimulai dari rumah sejarah eks Pendopo Bupati Bogor pertama di Malasari, yang berbatasan langsung dengan Sukabumi dan Lebak, Banten. Bangunan ini menjadi pusat pemerintahan darurat pada masa Bupati Raden Ipik Gandamana tahun 1948–1950 ketika Agresi Militer Belanda II memaksa pemerintah daerah berpindah-pindah lokasi demi menghindari serangan.

    Desa Malasari menjadi pusat pemerintahan sipil Kabupaten Bogor selama sekitar lima bulan. Dari lokasi ini, Ipik Gandamana mengangkat lurah-lurah di 16 desa sejak 16 Februari 1949.

    Pada awal Maret 1949, Wakil Gubernur Jawa Barat Mr. Yusuf Adinata datang membawa instruksi pembentukan pamong praja di seluruh Kabupaten Bogor.

    Ia mengajak masyarakat meneladani persatuan para pendiri bangsa. “Hatta tidak pernah melawan Soekarno, Soekarno tidak pernah melawan Sudirman. Prinsip mereka jelas, benteng pertahanan terakhir bangsa adalah persatuan, dan musuh utamanya adalah perpecahan,” katanya.

    Rudy juga memanfaatkan momentum di Malasari untuk menyampaikan pesan pembangunan. Ia meminta jajaran Pemkab Bogor memperhatikan kualitas pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur jalan di wilayah tersebut agar tidak hanya dikenang saat peringatan kemerdekaan.

    “Pastikan sekolahnya baik, fasilitas kesehatan memadai, dan jalan yang layak. Jangan sampai tempat bersejarah ini hanya dikenang setahun sekali,” tegasnya.

    Ipik Gandamana, yang pernah memimpin dari pendopo ini, dikenal sebagai tokoh militer dan ulama. Selama menjabat Bupati Bogor, ia didampingi Batalyon O Tirtayasa Siliwangi di bawah komando Kapten Sholeh Iskandar.

    Dalam kariernya, ia juga pernah menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat merangkap Bupati Lebak, Gubernur Jawa Barat (1956–1959), dan Menteri Dalam Negeri (1959–1964).

    Bangunan pendopo di Malasari ditetapkan sebagai rumah sejarah dan cagar budaya berdasarkan keputusan Pemerintah Kabupaten Bogor pada 8 Oktober 1949. Lokasinya yang terlindungi perbukitan dianggap aman dari serangan, sehingga menjadi saksi sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

    Pewarta: M Fikri Setiawan
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menanti Debut Jordi Amat Bersama Persija Jakarta, Berikut Jadwal Super League Hari Ini

    Menanti Debut Jordi Amat Bersama Persija Jakarta, Berikut Jadwal Super League Hari Ini

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dua laga menarik akan tersaji dalam lanjutan Indonesia Super League (ISL) 2025, Minggu (10/8). Bali United dan Persija Jakarta akan menjadi tuan rumah di kandang masing-masing.

    Bali United akan menjamu Persik Kediri di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, pukul 15.30 WIB. Laga ini menjadi sorotan karena bakal menjadi debut Johnny Jansen sebagai pelatih Laskar Serdadu Tridatu.

    Musim lalu, kedua tim saling mengalahkan di kandang lawan. Bali United takluk 1-3 saat bermain di rumah sendiri, sementara Persik juga kalah 1-3 saat tampil di hadapan pendukungnya.

    Jansen akan menjadi pelatih Belanda ketiga yang menjalani debut musim ini, setelah Jean-Paul van Gastel dan Peter de Roo. Van Gastel memimpin PSIM mengalahkan Persebaya 1-0, sedangkan De Roo membawa Persis menang 2-1 atas Madura United.

    Sementara itu, Persija Jakarta akan menjamu Persita Tangerang di Stadion Jakarta Internasional pada pukul 19.00 WIB. Musim lalu, Macan Kemayoran menang 2-0 atas Persita melalui gol Rayhan Hannan dan Marko Simic.

    Dua pertandingan ini menjadi pemanasan menarik sebelum memasuki pekan-pekan panas Super League musim 2025/2026, dengan sejumlah debut pemain baru termasuk Jordi Amat yang ditunggu-tunggu aksinya bersama timnya. (bs-zak/fajar)

  • Dari Bonjol ke Pengasingan: Kisah Pilu Tuanku Imam Bonjol Melawan Penjajah

    Dari Bonjol ke Pengasingan: Kisah Pilu Tuanku Imam Bonjol Melawan Penjajah

    Bisnis.com, JAKARTA – Tuanku Imam Bonjol adalah tokoh penting dalam sejarah perjuangan rakyat Minangkabau. Imam Bonjol melawan penjajahan Belanda pada awal abad ke-19. Lahir di Sumatra Barat dan dikenal sebagai pemimpin Perang Padri.

    Tuanku Imam Bonjol bukan hanya ulama karismatik, tetapi juga pejuang tangguh yang tak gentar melawan ketidakadilan kolonial. Dia berjuang untuk menegakkan nilai-nilai Islam yang murni dan menentang praktik adat yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama.

    Namun, di balik semangat jihad dan perlawanan, perjalanan hidupnya juga dipenuhi kisah pilu, pengkhianatan, hingga pengasingan yang mengantarkannya pada akhir hayat di tanah rantau.

    Biografi Imam Bonjol

    Tuanku Imam Bonjol adalah seorang ulama, pemimpin, dan pejuang yang lahir dengan nama Muhammad Shahab di Bonjol, Sumatera Barat, 1 Januari 1772. Sejak muda, ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, berani, dan sangat teguh dalam menegakkan ajaran Islam.

    Latar belakang keluarganya yang religius memberikan fondasi kuat bagi semangat perjuangan dan pengabdiannya kepada masyarakat. Sebagai tokoh utama dalam Perang Padri, Imam Bonjol tidak hanya menunjukkan keberanian dalam pertempuran, tetapi juga kepemimpinan visioner yang membentuk basis sosial dan militer di Bonjol.

    Imam Bonjol adalah tokoh yang menjembatani antara nilai-nilai keagamaan dan semangat perlawanan terhadap penjajahan, menciptakan sinergi antara spiritualitas dan patriotisme yang langka di zamannya.

    Gelar Pahlawan Nasional yang diberikan kepadanya pada tahun 1973 merupakan pengakuan atas jasa dan pengorbanannya dalam mempertahankan martabat bangsa.

    Perjuangannya tetap dikenang, tidak hanya sebagai episode sejarah, tetapi sebagai sumber inspirasi lintas generasi yang menunjukkan bahwa iman dan keberanian adalah fondasi perubahan sejati.

    Profil Tuanku Imam Bonjol

    Nama Lengkap: Muhammad Shahab (Tuanku Imam Bonjol)
    Tempat Lahir: Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat
    Tanggal Lahir: 1 Januari 1772
    Wafat: 6 November 1864, Minahasa, Sulawesi Utara
    Gelar Pahlawan Nasional: Ditetapkan pada tahun 1973 oleh Presiden Soeharto
    Julukan: Ulama Perang Padri, Mujahid Sumatra Barat

    Masa Muda dan Pendidikan Agama

    Tuanku Imam Bonjol lahir dengan nama Muhammad Shahab di Bonjol, sebuah daerah kecil di Pasaman, Sumatra Barat. Ia tumbuh dalam keluarga religius yang menghargai pendidikan agama. Sejak kecil, ia belajar membaca Al-Qur’an dan mempelajari ilmu-ilmu dasar Islam di surau-surau tradisional Minangkabau.

    Pendidikan agamanya tidak berhenti di kampung halaman. Imam Bonjol muda melanjutkan pendidikannya ke berbagai daerah untuk memperdalam ilmu fiqih, tauhid, hingga tasawuf.

    Salah satu guru yang berpengaruh adalah Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, yang mengajarkannya pentingnya menegakkan syariat Islam sebagai landasan hidup masyarakat.

    Awal Kepemimpinan dan Pendiri Bonjol

    Setelah kembali dari pengembaraan intelektualnya, Tuanku Imam Bonjol mulai dikenal sebagai ulama yang dihormati. Dia juga mendirikan nagari Bonjol, bukan sekadar sebagai permukiman, tetapi sebagai pusat dakwah dan perlawanan. Di sinilah ia menyebarkan ajaran Islam yang murni dan menyerukan reformasi sosial di tengah masyarakat Minangkabau.

    Bonjol menjadi basis utama gerakan Padri, tempat di mana strategi spiritual dan militer dirancang. Imam Bonjol memperlihatkan kemampuan memimpin tidak hanya sebagai ulama, tetapi juga sebagai panglima perang yang tegas dan adil. Dari sinilah konflik besar antara kaum Padri dan kaum Adat mulai membara.

    Sejarah Perang Padri

    Peran Bonjol dalam konflik Adat – Padri

    Perang Padri yang berlangsung antara tahun 1803 hingga 1837 awalnya merupakan konflik internal antara kelompok ulama (kaum Padri) dan kaum Adat. Tuanku Imam Bonjol berada di garda depan perjuangan kaum Padri yang ingin menyucikan praktik keagamaan dari pengaruh budaya lokal yang dianggap menyimpang.

    Namun, konflik ini berubah drastis menjadi perang besar ketika Belanda ikut campur tangan mendukung kaum Adat. Imam Bonjol melihat bahwa kolonialisme Belanda adalah musuh utama yang memperkeruh situasi dan mengeksploitasi perpecahan dalam masyarakat Minangkabau.

    Taktik gerilya

    Dalam menghadapi pasukan Belanda yang lebih modern dan persenjataan lengkap, Tuanku Imam Bonjol menerapkan strategi perang gerilya. Ia membangun sistem terowongan dan benteng-benteng pertahanan di Bonjol untuk menghadang serangan musuh. Strategi ini sempat merepotkan Belanda selama bertahun-tahun.

    Bonjol menjadi simbol ketangguhan. Pasukan Imam Bonjol menggunakan medan perbukitan dan hutan untuk menyergap musuh secara taktis. Meskipun kekuatan senjata terbatas, semangat juang dan kecintaan terhadap tanah air menjadi kekuatan utama perlawanan ini.

    Penangkapan dan Pengasingan

    Setelah berjuang selama lebih dari tiga dekade, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda pada tahun 1837 melalui tipu daya diplomasi. Ia diundang untuk berunding namun dijebak dan ditahan. Peristiwa ini menjadi salah satu pengkhianatan paling memilukan dalam sejarah perjuangan Indonesia.

    Setelah penangkapan, ia diasingkan ke berbagai tempat: mulai dari Cianjur, kemudian ke Ambon, dan akhirnya ke Minahasa, Sulawesi Utara. Di tempat terakhir inilah Imam Bonjol menjalani sisa hidupnya dalam pengawasan ketat hingga wafat pada 6 November 1864.

    Pengasingan ke Cianjur, Ambon, Manado

    Selama pengasingan, ia tetap menjadi figur yang disegani oleh rakyat. Bahkan dalam keterbatasan, ia terus berdakwah dan menjadi teladan kesabaran serta keikhlasan. Di Minahasa, masyarakat setempat menghormatinya sebagai orang suci. Makamnya kini menjadi situs ziarah dan simbol keteguhan jiwa seorang pejuang.

    Wafatnya Tuanku Imam Bonjol

    Tuanku Imam Bonjol wafat dalam usia tua, jauh dari tanah kelahirannya. Dia dimakamkan di Lota, Minahasa, dan hingga kini, makamnya masih sering diziarahi oleh para peziarah dan pelajar sejarah. Kepergiannya menutup satu bab penting dalam perlawanan rakyat Sumatera terhadap kolonialisme Belanda.

    Meski raganya terkubur jauh dari Bonjol, semangat perjuangannya tetap hidup. Ia dikenang sebagai simbol perjuangan yang bersih, penuh idealisme, dan teguh dalam keyakinan meski harus dibayar dengan pengasingan dan kesepian.

    Warisan dan Simbol Nasional Imam Bonjol

    Tuanku Imam Bonjol ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1973. Namanya diabadikan dalam berbagai bentuk: mulai dari nama jalan di berbagai kota, universitas, hingga uang kertas rupiah pecahan Rp5.000 yang menggambarkan wajahnya.

    Pemerintah juga membangun Taman Makam Pahlawan Imam Bonjol di Sumatera Barat sebagai penghormatan simbolik atas perjuangannya. Meski makam aslinya ada di Sulawesi, kampung halamannya tetap menjadi pusat penghormatan atas warisan nilai yang ditinggalkannya.

    Wajah di Uang Rp5.000 dan Nama Jalan

    Kemunculan wajahnya di uang kertas menjadi pengingat sehari-hari akan semangat juang yang tidak lekang oleh waktu. Nama “Bonjol” pun kini tidak hanya dikenang sebagai tempat, tetapi sebagai simbol keberanian dan keteguhan prinsip.

    Kontroversi Imam Bonjol

    Sebagai tokoh sejarah, Imam Bonjol juga tak luput dari kontroversi. Sejumlah sejarawan dan akademisi menyebut bahwa perjuangannya sempat membawa dampak kekerasan di wilayah-wilayah tertentu, terutama terhadap kelompok Batak di utara Sumatra.

    Namun, pandangan ini masih menjadi perdebatan akademis hingga kini. Beberapa menilai bahwa narasi sejarah tersebut dipengaruhi oleh propaganda Belanda. Yang pasti, sejarah selalu memiliki banyak sisi yang layak dikaji secara adil dan kontekstual.

    Tuduhan Kekerasan pada Batak dan Debat Akademis

    Beberapa literatur kolonial menyudutkan peran kaum Padri sebagai penyebab konflik berdarah. Namun, banyak pula akademisi Indonesia yang membela Imam Bonjol sebagai tokoh reformis yang memperjuangkan kebersihan agama dari praktik menyimpang, bukan penindasan.

    Disclaimer: Artikel ini dihasilkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan telah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi Bisnis.com untuk memastikan akurasi dan keterbacaan informasi.