Negara: Armenia

  • India-China Bangun Blok Baru Lawan Pengaruh Barat

    India-China Bangun Blok Baru Lawan Pengaruh Barat

    Jakarta

    Pertemuan antara Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Cina Xi Jinping menjadi pusat perhatian pada hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Shanghai Cooperation Organisation (SCO) di Tianjin, Cina.

    Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi Modi ke Cina sejak hubungan kedua negara memburuk akibat bentrokan mematikan antara pasukan di perbatasan Himalaya pada 2020. Dalam sambutan pembuka, Modi menegaskan bahwa hubungan India dan Cina kini bergerak ke arah yang lebih bermakna, dengan suasana perbatasan yang lebih damai.

    Xi, menurut siaran CCTV, mengatakan isu perbatasan tidak seharusnya mendefinisikan keseluruhan hubungan kedua negara. Ia menambahkan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya menjadi fokus utama.

    Modi menyatakan India berkomitmen memperkuat hubungan dengan Cina berdasarkan rasa saling menghormati, saling percaya, dan sensitivitas terhadap kepentingan masing-masing. Xi menegaskan kedua negara harus melihat hubungan dari perspektif strategis jangka panjang, terutama karena tahun ini menandai 75 tahun hubungan diplomatik. “India dan Cina adalah mitra, bukan pesaing. Keduanya mewakili peluang pembangunan, bukan ancaman,” kata Xi seperti dikutip Xinhua.

    Pertemuan berlangsung hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat memberlakukan tarif 50 persen terhadap produk India terkait pembelian minyak dari Rusia. Sejumlah analis menilai kebijakan itu justru bisa mendorong India semakin mendekat ke Cina.

    Di sela-sela KTT, Xi juga bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Media pemerintah Rusia menyiarkan video keduanya saling menyapa hangat. Putin dijadwalkan pula bertemu Modi, pada saat hubungan kedua negara mendapat sorotan global setelah tarif tinggi dari Washington mulai berlaku.

    Putin dan sejumlah pemimpin lain diperkirakan tetap berada di Beijing hingga 3 September untuk menghadiri parade militer memperingati berakhirnya Perang Dunia II. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un juga disebut akan hadir.

    KTT SCO didorong jadi penyeimbang pengaruh Barat

    Dalam jamuan makan malam resmi, Xi Jinping menekankan bahwa SCO kini memikul tanggung jawab lebih besar menjaga perdamaian dan stabilitas regional. “SCO pasti akan memainkan peran lebih besar, memperkuat persatuan antar anggota, menggalang kekuatan Global South, dan mendorong kemajuan peradaban manusia,” ujarnya.

    Xinhua menyebut pertemuan kali ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah organisasi. Forum ini beranggotakan 10 negara, Cina, India, Rusia, Pakistan, Iran, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Belarus, ditambah 16 negara lain berstatus mitra dialog atau pengamat.

    KTT berlangsung di tengah ketegangan perdagangan global setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif terhadap berbagai negara. Kebijakan itu mendorong banyak negara mencari mitra dagang baru di tengah ketidakpastian arah kebijakan ekonomi Washington.

    Sejak berdiri pada 2001, SCO berkembang menjadi forum kerja sama ekonomi dan keamanan. Cina memanfaatkan forum ini untuk memperluas pengaruh ekonominya, sementara Rusia menjadikannya sarana menjaga hubungan dengan Asia Tengah. Perang di Ukraina membuat Moskow semakin bergantung pada SCO.

    Bagi India, forum ini juga memberi panggung penting, terutama setelah hubungan dengan AS kembali tegang akibat kebijakan tarif. Kehadiran Modi di Tianjin menandai kunjungan pertamanya ke Cina dalam tujuh tahun terakhir.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang turut hadir menegaskan pentingnya multilateralisme, menyebut Cina sebagai pilar fundamental sistem internasional.

    Rangkaian Pertemuan Bilateral

    Hari pertama KTT juga diwarnai serangkaian pertemuan bilateral. Putin tiba di Tianjin dengan sambutan karpet merah dari pejabat senior Cina. Media pemerintah Cina menggambarkan kunjungan empat harinya sebagai simbol “hubungan terbaik sepanjang sejarah,” paling stabil, dewasa, dan signifikan secara strategis di antara negara besar. Dalam wawancara dengan Xinhua sebelum keberangkatan, ia menegaskan Rusia dan Cina sama-sama menolak sanksi Barat yang dianggap diskriminatif. Ekonomi Rusia sendiri kini berada di ambang resesi akibat perang di Ukraina dan tekanan sanksi internasional.

    Turki menekankan pentingnya investasi perusahaan Cina di negaranya serta membahas isu Gaza, perang di Ukraina, dan pembangunan kembali Suriah setelah jatuhnya Presiden Bashar Assad tahun lalu. Suriah kini tengah berusaha bangkit di bawah pemerintahan sementara yang dipimpin kelompok Islamis. Menurut Xinhua, Xi menegaskan bahwa Cina dan Turki sama-sama negara besar yang sedang tumbuh dengan semangat independen.

    Azerbaijan menegaskan komitmen memperkuat kemitraan strategis komprehensif dengan Beijing, termasuk penguatan jalur transportasi internasional Trans-Kaspia yang menghubungkan barang-barang Cina melalui Azerbaijan serta kerja sama energi dengan memanfaatkan cadangan gas alam. Beijing juga menegaskan dukungan terhadap rencana Azerbaijan bergabung sebagai anggota penuh SCO. Pada 2023, Azerbaijan merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh yang mayoritas penduduknya etnis Armenia, sementara Cina sebelumnya telah mengakui wilayah itu sebagai bagian dari Azerbaijan. Dukungan Baku terhadap prinsip Satu-Cina, termasuk pengakuan Taiwan sebagai bagian dari wilayah Cina, memperkuat kedekatan kedua pihak.

    Armenia di sisi lain mengumumkan peningkatan status hubungan dengan Beijing menjadi kemitraan strategis. Perdana Menteri Nikol Pashinyan menyebut langkah ini akan membuka peluang kerja sama baru. Kedua pihak sepakat memperdalam kolaborasi Belt and Road, memperluas konektivitas, serta pertukaran di bidang pendidikan, teknologi, budaya, dan pariwisata. Yerevan menegaskan komitmennya pada prinsip satu-Cina, sedangkan Beijing menyatakan mendukung Armenia untuk memperluas peran di SCO. Taiwan sendiri tetap memerintah dengan pemerintahannya sendiri meski dianggap Beijing sebagai provinsi, dan Presiden Taiwan William Lai berulang kali menegaskan kedaulatan negaranya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Rahka Susanto

    Tonton juga video “Trump Ancam Naikkan Tarif Impor untuk India gegara Beli Minyak Rusia” di sini:

    (ita/ita)

  • Kemenbud Siap Gelar Konferensi Budaya Internasional ‘CHANDI 2025’ di Bali

    Kemenbud Siap Gelar Konferensi Budaya Internasional ‘CHANDI 2025’ di Bali

    Jakarta

    Kementerian Kebudayaan siap menggelar konferensi budaya internasional Culture, Heritage, Arts, Narratives, Diplomacy, and Innovations (CHANDI) 2025. Mengusung tema “Culture for The Future”, perhelatan ini akan berlangsung pada tanggal 2-5 September 2025 di Denpasar, Bali.

    Menteri Kebudayaan, Fadli Zon menyampaikan CHANDI 2025 bukan hanya sekedar forum pertemuan internasional semata, namun menjadi sebuah perhelatan yang membuka ruang promosi, diplomasi, dan kerja sama kebudayaan lintas negara.

    “Ini juga menjadi salah satu tonggak menjelang keberadaan Kementerian Kebudayaan yang sudah memasuki masa kerja satu tahun sekaligus menjadi rangkaian peringatan HUT RI ke-80. Kami berharap CHANDI 2025 dapat membawa budaya kita yang sangat kaya dan beragam ini dapat semakin visible dan dikenal oleh dunia,” ucap Fadli dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).

    Lebih lanjut, Fadli mengungkapkan perhelatan CHANDI 2025 menjadi sebuah highlight dari kekayaan budaya Indonesia. Ia berharap ajang ini dapat menjadi momentum memperkenalkan dan mempromosikan keragaman budaya Indonesia.

    “Ini adalah satu cara promosi budaya yang lebih sistematis melalui berbagai kegiatan, seperti performance, diskusi, dialog budaya, hingga sharing dengan sejumlah negara yang hadir yang melibatkan para Menteri dan Wakil Menteri Kebudayaan, serta perwakilan institusi budaya. Kita harapkan networking ini akan bisa mengakselerasi promosi, kerja sama dan diplomasi budaya dengan banyak negara sesuai amanat Undang Undang Dasar 1945 Pasal 32 dan Undang Undang Pemajuan Kebudayaan,” ucapnya.

    “Kita juga akan mengundang para ahli budaya dari berbagai negara, terutama mereka yang sudah mengkaji budaya Indonesia, seperti pengamat, penulis, pelaku, serta pecinta budaya Indonesia yang berasal dari berbagai negara,” jelasnya.

    Fadli menjelaskan ‘Culture for the Future’ menjadi tema utama dari penyelenggaraan CHANDI 2025. Tema ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa budaya menjadi perekat perbedaaan sekaligus soft power yang sudah dipraktikkan oleh berbagai negara, seperti Amerika dengan Hollywood, India dengan Bollywood, serta Korea Selatan dengan Korean Pop.

    “Kedepan, Kementerian Kebudayaan akan bekerja sama dengan berbagai instansi terkait dalam menghitung Gross Domestic Product atau GDP dalam menghitung seberapa jauh dampak kebudayaan bagi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja Indonesia,” ucap Bambang.

    Selama tiga hari pelaksanaan, CHANDI 2025 akan menghadirkan beragam agenda, antara lain dialog tingkat tinggi antara Menteri Kebudayaan RI dengan para pembuat kebijakan internasional; sesi pleno dan diskusi panel bersama tokoh budaya dunia; serta lokakarya interaktif seputar pembuatan keris dan batik. Ada pula pameran pertunjukan budaya yang menampilkan seni, musik, kuliner, dan kerajinan tradisional dari Indonesia dan negara sahabat.

    Gelaran CHANDI 2025 juga akan dihadiri oleh para pemimpin dunia, pembuat kebijakan, organisasi internasional, akademisi, seniman, hingga praktisi budaya dari berbagai negara yakni, Singapura, Libya, Jordan, Kamboja, Timor Leste, Zimbabwe, Palestina, Thailand, Georgia, Uzbekistan, India, Venezuela, Kenya. Kemudian, Bangladesh, Belgia, United Kingdom, Fiji, Oman, Prancis, Amerika Serikat, Iran, Cyprus, Arab Saudi, Mongolia, Irlandia, Armenia, Albania, Korea Selatan, Pakistan, dan Tanzania.

    Untuk informasi lengkap, publik dapat mengakses situs resmi https://www.chandisummit2025.org.

    Sebagai informasi tambahan, mendampingi Menteri Kebudayaan, taklimat media CHANDI 2025 turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, Endah T.D. Retnoastuti; Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra; Inspektur Jenderal, Fryda Lucyana; Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Industri Kebudayaan, Anindita Kusuma Listya; Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kebijakan Kebudayaan, Masyitoh Annisa Ramadhani; Staf Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Publik, M. Asrian Mirzal; Staf Khusus Menteri Bidang Protokoler dan Rumah Tangga, Rachmanda Primayuda; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis; dan jajaran pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Kebudayaan.

    (akn/ega)

  • Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Berlin

    Para pemimpin Eropa terlihat lega karena upaya intensif mereka untuk memastikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendapat tempat dalam pembicaraan masa depan Ukraina akhirnya membuahkan hasil. Hanya saja, tantangan diplomatik yang sesungguhnya justru baru akan dimulai.

    Pertanyaannya, di mana lokasi yang benar-benar bisa mempertemukan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin?

    “Di Eropa Ada Banyak Tempat Layak”

    Kepada DW, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa ada “banyak tempat layak di Eropa” untuk melakukan negosiasi. Berlin, kata dia, tidak berniat menjadi tuan rumah dan menyebut Swiss sebagai lokasi yang “selalu layak dari dulu”.

    Namun, menemukan “lokasi netral” dalam artian harfiah, antara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan mungkin negara-negara Eropa lainnya bukan hal mudah. Secara hukum, hal itu juga cukup rumit.

    Vladimir Putin saat ini menjadi buronan internasional. Dia didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) dalam kasus dugaan kejahatan perang, termasuk pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Rusia. Tuduhan ini, dibantah oleh Putin.

    Oleh karena itu, dakwaan ICC tersebut membuat perjalanan internasional Putin menjadi rumit. Secara teknis, 125 negara yang menjadi anggota ICC wajib menangkap siapa pun yang menjadi subjek surat perintah ICC jika memasuki wilayah mereka.

    Baik Rusia maupun AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga muncul perdebatan hukum soal kekebalan yang dimiliki Putin. Pada hari Rabu (20/08), Washington meningkatkan tekanan diplomatik terhadap ICC dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah hakim.

    Jerman dan Prancis Andalkan Swiss

    Menlu Swiss Ignazio Cassis mengatakan negaranya “lebih dari siap” untuk menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Pihak Prancis juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan Jenewa adalah lokasi ideal untuk negosiasi perdamaian.

    Meskipun Swiss adalah anggota ICC, tapi pemerintahnya mengatakan Putin akan diberikan “kekebalan” untuk pembicaraan.

    Hanya saja, dosen hukum pidana Internasional dari University of Amsterdam Mathhias Holvoet mengatakan bahwa hal tersebut cukup lemah dari kaca mata hukum. Kepada DW dia mengatakan, dalam sistem demokrasi liberal, pihak yudikatif yang independen nonpemerintah, harusnya mengambil keputusan soal penangkapan tersebut.

    “Pada kenyataannya, saya menduga akan ada semacam kesepakatan antara eksekutif dan yudikatif untuk tidak mengeksekusi surat perintah penangkapan ini,” papar Holvoet, sambil mencatat bahwa ada sedikit konsekuensi untuk mengabaikan aturan ICC.

    Swiss memiliki sejarah panjang dalam hal netralitas. Mereka menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga menjaga jarak dengan Uni Eropa dan aliansi militer NATO. Namun, Swiss telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

    Pemerintah Swiss mengatakan mereka telah terlibat dalam 30 proses perdamaian, termasuk pembicaraan tentang Armenia, Siprus, Mozambik, dan Sudan. Pada tahun 2021, Jenewa menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan mantan presiden AS Joe Biden.

    Wilayah Uni Eropa, di Luar NATO: Austria

    Kanselir Austria juga menawarkan ibu kota negaranya, Wina, sebagai calon tempat yang potensial. Austria adalah anggota Uni Eropa, tetapi telah netral secara militer sejak tahun 1950-an dan tetap berada di luar NATO.

    “Austria membayangkan dirinya sebagai jembatan antara timur dan barat,” kata Reinhard Heinisch, seorang profesor ilmu politik di University of Salzburg, kepada DW.

    Dia menyoroti rekam jejak Austria dalam hal diplomatik. Mulai dari pembicaraan AS-Rusia saat era Perang Dingin, hingga negosiasi tentang program nuklir Iran dalam dekade ini.

    Sebagai anggota ICC, Austria menghadapi dilema hukum yang sama dengan Swiss. Hanya saja, kata Heinisch, “Austria terkenal dengan komprominya,” dan menambahkan bahwa banyak hal dalam hukum Austria yang “masih bisa ditafsirkan.”

    Profesor hukum Holvoet menyebut penundaan surat perintah bisa dilakukan lewat kesepakatan dengan pihak Dewan Keamanan PBB. Hanya saja opsi itu, kata dia, secara politik tidak realistis.

    Kenangan Buruk di Budapest

    Pihak Paman SAM dikabarkan mempertimbangkan Hungaria sebagai lokasi. Negara Eropa Tengah tersebut mundur dari ICC awal 2025, setelah pengadilan mengeluarkan dakwaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang merupakan sekutu dekat pemimpin Hungaria Viktor Orban.

    Secara hukum internasional, opsi ini mungkin lebih mudah, tapi secara politik, Budapest tidak disukai banyak negara Eropa. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk bahkan mengingatkan bahwa Ukraina pernah mendapat jaminan keamanan yang gagal di Budapest pada 1994. Saat itu Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya, sebagai imbalannya Ukraina mendapat jaminan dari AS, Rusia, dan Inggris.

    “Mungkin saya agak percaya dengan takhayul, tapi kali ini saya akan mencari tempat lain,” tulis Tusk di akun X resminya.

    Hungaria, juga dikenal sebagai pihak bermasalah utama di Uni Eropa. Mereka sering kali memblokir atau meringankan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

    “Banyak pihak Uni Eropa melihat Orban sebagai semacam ‘kuda troya’ bagi kepentingan Rusia,” papar Heinisch. Namun, dia menambahkan, Eropa mungkin kesulitan menolak jika Trump dan Putin sepakat memilih Budapest, ibu lota Hungaria, sebagai lokasi pertemuan.

    Turki: Anggota NATO, Tapi di Luar ICC

    Media Turki mulai berspekulasi soal pertemuan Zelenskyy dan Putin di negara tersebut. Hal itu menyusul komunikasi antara Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Putin pada Rabu (20/08).

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Putin berterima kasih atas “upaya Erdogan memfasilitasi pembicaraan Rusia-Ukraina di Istanbul.”

    Turki telah menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan tingkat rendah antara Kyiv dan Moskow tahun 2025 ini, termasuk pertukaran tahanan.

    Secara geografis, Turki berada di persimpangan Eropa dan Asia, dan seperti Rusia dan Ukraina, mereka memiliki garis pantai di Laut Hitam.

    Turki adalah anggota NATO, tapi bukan bagian dari Uni Eropa dan tidak menandatangani Statuta ICC. Meski telah memasok senjata ke Ukraina, Turki tetap menjaga hubungan baik dengan Moskow.

    Potensi Kawasan Teluk

    Kemungkinan pertemuan dilakukan di luar kawasan Eropa juga disebut-sebut, mulai dari Arab Saudi hingga Qatar. Keduanya memiliki rekam jejak sebagai mediator internasional dan bukan anggota ICC.

    Awal 2025, pejabat dari Ukraina, AS, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pertemuan itu berakhir dengan keputusan Washington untuk kembali berbagi informasi intelijen kepada Kyiv.

    Qatar, tetangga Saudi, juga telah memediasi pembicaraan yang menghasilkan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memulangkan sejumlah anak.

    Uni Eropa sebelumnya telah mendorong negara-negara Teluk agar lebih kritis terhadap Moskow, memperketat pengawasan terhadap pelanggaran sanksi, dan memberikan dukungan lebih besar kepada Ukraina.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (nvc/nvc)

  • Perang 2 Tetangga Asia Usai di Tangan Trump, Iran “Panas” Lakukan Ini

    Perang 2 Tetangga Asia Usai di Tangan Trump, Iran “Panas” Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Iran Masoud Pezeshkian melakukan kunjungan resmi ke Yerevan, Armenia, pada Senin (18/8/2025) untuk membahas proyek koridor transportasi Azerbaijan yang didukung Amerika Serikat (AS).

    Melansir Al Jazeera, langkah ini menegaskan penolakan Teheran terhadap rencana pembangunan jalur darat tersebut yang dinilai dapat mengancam kepentingan geopolitiknya.

    Koridor yang dikenal sebagai Rute Trump untuk Perdamaian dan Kemakmuran Internasional (TRIPP) merupakan bagian dari perjanjian damai antara Armenia dan Azerbaijan yang ditandatangani di Washington awal Agustus.

    Presiden AS Donald Trump bahkan menyebut kesepakatan itu memberi Washington hak eksklusif untuk mengembangkan jalur tersebut, sekaligus membuka kerja sama baru di bidang energi, perdagangan, dan teknologi.

    Namun, Teheran menilai kehadiran perusahaan maupun pasukan asing di kawasan akan mengganggu stabilitas. “Kami akan membahasnya dengan pejabat Armenia dan menyampaikan kekhawatiran kami,” kata Pezeshkian kepada televisi pemerintah sebelum keberangkatan ke Yerevan.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan koridor itu menyangkut isu geopolitik sensitif.

    “Kekhawatiran utama kami adalah rute ini bisa menyebabkan perubahan geopolitik di kawasan,” ujarnya kepada kantor berita IRNA.

    Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Akbar Velayati, bahkan menyebut proyek itu sebagai bentuk “hegemoni AS di Kaukasus.” Ia menegaskan Teheran akan memblokir inisiatif tersebut “dengan atau tanpa Rusia.”

    Koridor Zangezur, nama lain rute yang diusulkan, akan menghubungkan Azerbaijan dengan eksklave Nakhchivan melewati dekat perbatasan Iran. Teheran menilai proyek ini berpotensi memisahkan Iran dari Armenia dan Kaukasus, sekaligus menempatkan pasukan asing di wilayah sensitif.

    Sementara itu, Rusia menyambut hati-hati kesepakatan tersebut. Moskow menilai proyek itu bisa mendukung stabilitas, tetapi tetap memperingatkan terhadap intervensi asing.

    Armenia dan Azerbaijan memiliki sejarah panjang konflik, termasuk perebutan Nagorno-Karabakh sejak akhir 1980-an. Baku berhasil merebut wilayah itu lewat operasi militer pada 2023, memicu eksodus besar-besaran etnis Armenia. Tahun lalu, Armenia juga mengembalikan beberapa desa ke Azerbaijan, yang digambarkan Baku sebagai langkah “bersejarah.”

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • IEU-CEPA Bikin Produk RI Bebas Tarif ke Eropa, Ekspor Siap Melejit

    IEU-CEPA Bikin Produk RI Bebas Tarif ke Eropa, Ekspor Siap Melejit

    Bisnis.com, JAKARTA – Perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA) diklaim akan mengerek nilai ekspor Indonesia dengan Eropa ke depan.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan melalui perjanjian dagang ini, barang-barang Indonesia yang akan diekspor ke Eropa akan dikenakan bea masuk 0% alias bebas tarif.

    “Kita tahun depan masuk ke dalam IEU-CEPA, di mana IEU-CEPA itu barang Indonesia ke Eropa 0%,” kata Airlangga dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jumat (15/8/2025).

    Alhasil, kata Airlangga, adanya perjanjian dagang IEU-CEPA justru akan mendongkrak nilai ekspor Indonesia dengan Eropa.

    Terlebih, Airlangga mengungkap saat ini rata-rata tarif bea masuk yang dikenai Eropa terhadap barang-barang Indonesia berkisar di rentang 10–20%.

    Sayangnya, dia tidak mengungkap berapa besaran peningkatan ekspor yang bakal dikantongi Indonesia dengan adanya IEU-CEPA.

    “Maka tentu kenaikan daripada perdagangan dengan Eropa diperkirakan akan meningkat,” ujarnya.

    Selain IEU-CEPA, Airlangga membeberkan pemerintah juga telah menyelesaikan Indonesia-Canada CEPA (ICA-CEPA) hingga perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU), yang mencakup Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Armenia, dan Belarus.

    “Seluruhnya tahun ini [perjanjian dagang] diselesaikan maka pasar-pasar perebut ke depan juga bea masuk barang kita menjadi 0%,” tuturnya.

    Dengan begitu, lanjut dia, sejumlah perjanjian dagang ini diharapkan bisa meningkatkan ekspor Indonesia dengan diversifikasi pasar ekspor dan mendorong mitra dagang.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah meneken Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Peru (Indonesia-Peru CEPA/IP-CEPA) pada Senin (11/8/2025).

    Adapun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan perdagangan Indonesia dengan Peru bisa mencapai US$960 juta atau Rp15,65 triliun (asumsi kurs Rp16.309 per dolar AS) pada tahun pertama perjanjian ini berjalan. Nilainya naik dua kali lipat dari total perdagangan pada 2024.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa total perdagangan Indonesia dengan Peru mencapai US$480 juta pada 2024. Jika diperinci, total perdagangan Indonesia dengan Peru terdiri dari nilai ekspor yang mencapai US$331,2 juta dan nilai impor sebesar US$149,6 juta pada 2024.

    “Kan sekarang total trade-nya US$480 juta [perdagangan Indonesia dengan Peru pada 2024]. Ya, nanti setelah implementasi CEPA berjalan ya minimal 2 kali lipat total trade-nya. Setelah implementasi, tahun pertama minimal dua kali lipat total trade-nya,” kata Budi saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Budi menilai, dengan adanya IP-CEPA, maka akan semakin memudahkan kerja sama antara kedua negara. Bahkan, Budi menyebut tekstil dan alas kaki dalam negeri memiliki peluang besar untuk diekspor ke Peru.

    “Akses pakaian jadi tekstil kita ke Peru termasuk alas kaki itu besar. Kita dapat banyak kemudahan akses pasar untuk itu. Ini salah satu untuk mendorong akses pasar kita di luar negeri,” pungkasnya.

  • Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali masuk bursa calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Sejumlah pemimpin dunia resmi mengajukan atau menjanjikan nominasi bagi Trump atas perannya dalam memediasi berbagai konflik internasional.

    Terbaru, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengirim surat nominasi ke Komite Nobel Perdamaian Norwegia, mengakui “kenegarawanan luar biasa” Trump dalam menghentikan bentrokan perbatasan Thailand-Kamboja pada akhir Juli. Konflik lima hari itu menewaskan lebih dari 40 orang dan memaksa 300.000 warga mengungsi.

    “Intervensi tepat waktu ini, yang mencegah konflik berpotensi menghancurkan, sangat penting dalam mencegah jatuhnya banyak nyawa dan membuka jalan menuju pemulihan perdamaian antara kedua negara,” ujar Hun Manet, seperti dikutip Newsweek, Rabu (13/8/2025).

    “Upaya konsistennya untuk mencapai perdamaian melalui diplomasi sangat sejalan dengan visi Alfred Nobel,” tambahnya.

    Menurut Reuters, Trump menekan Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai dengan mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam negosiasi tarif perdagangan hingga konflik dihentikan. Gencatan senjata dicapai pada 28 Juli, disusul perjanjian damai rinci pada 7 Agustus.

    Dukungan bagi Trump juga datang dari Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev usai pertemuan puncak di Washington pada 8 Agustus yang menghasilkan kesepakatan bersejarah mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Kesepakatan ini mencakup pembukaan koridor transit “Trump Route for International Peace and Prosperity (TRIPP)” di Armenia.

    “Sebagai negara yang berperang selama lebih dari tiga dekade, memiliki tanda tangan bersejarah ini sungguh sangat berarti,” kata Aliyev. “Ini adalah hasil nyata dari kepemimpinan Presiden Trump, dan tak seorang pun dapat mencapainya.”

    Sementara Pashinyan menambahkan bahwa ia akan “mendukung penuh” nominasi Nobel untuk Trump.

    Dari Afrika, Brice Oligui Nguema, Presiden Gabon, dan Menteri Luar Negeri Rwanda Olivier Nduhungirehe juga tercatat memberi dukungan. Olivier memuji peran Trump dalam mendorong kesepakatan damai antara Rwanda dan Republik Demokratik Kongo.

    Di Timur Tengah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerahkan surat nominasi langsung ke Trump saat berkunjung ke Gedung Putih pada Juli. Sementara itu, pemerintah Pakistan secara resmi mengajukan nominasi atas “intervensi diplomatik tegas” Trump selama konflik empat hari dengan India, meski India membantah klaim tersebut.

    Gedung Putih mengeklaim Trump telah membantu mengakhiri atau meredakan sedikitnya enam konflik global lain, termasuk Israel-Iran, Serbia-Kosovo, dan Mesir-Etiopia.

    “Satu kesepakatan damai per bulan,” kata juru bicara Karoline Leavitt.

    Pengumuman pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dijadwalkan pada Oktober. Meski mendapat dukungan internasional, Trump menyatakan pesimistis.

    “Apapun yang saya lakukan, mereka tidak akan memberikannya,” ujarnya. “Saya tidak berpolitik untuk itu. Banyak orang yang berpolitik.”

    Adapun masih ada sejumlah konflik yang justru memberikan sentimen negatif terkait potensi pemberian Nobel Perdamaian, yakni perang Rusia-Ukraina yang masih menyisakan tanda tanya apakah peran Trump akan mampu mengakhiri konflik atau memperburuknya.

    Sikap Trump atas konflik Gaza juga bisa menjadi ganjalan, mengingat sikap kerasnya mendukung Israel yang dinilai banyak negara melakukan genosida.

    Komite Nobel menerima ratusan nominasi setiap tahun dan tidak akan mengungkapkan daftar resmi nominasi hingga 50 tahun mendatang.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • RI Bakal Teken 3 Perjanjian Dagang Tahun Ini

    RI Bakal Teken 3 Perjanjian Dagang Tahun Ini

    Jakarta

    Pemerintah memastikan ada tiga perjanjian dagang yang akan ditandatangani tahun ini. Pertama, Perundingan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I-EAEU FTA), kedua

    Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership/ICA-CEPA, dan ketiga Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA).

    “Ini yang sudah selesai tapi belum ditandatangan, tapi akan ditandatangan tahun ini adalah Kanada, Eurasia atau EA-EU, Eurasian Economic Union, itu gabungan antara Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Armenia, kemudian ada Tunisia PTA dengan kawasan Afrika Utara. Nah ini tiga ini menunggu untuk ditandatangani,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono dalam konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Selasa (12/8/2025).

    Sementara untuk Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/I-EU CEPA), masih dalam proses penyelesaian.

    Perjanjian dagang itu dipastikan akan selesai tahun ini. Dia meyakini Presiden Prabowo Subianto telah melakukan kesepakatan politisi untuk menyelesaikan perjanjian dagang itu.

    “Nanti EU akan berikutnya, belum selesai, jadi kita akan coba selesaikan. Pak Presiden sudah mengumumkan ada kesepakatan politis untuk menyelesaikan segera di tahun ini,” terangnya.

    Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia dan kawasan Ekonomi Eurasia telah melakukan penyelesaian secara substantif Perundingan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I-EAEU FTA). Konklusi atau materi perjanjian dagang tersebut sudah disepakati kedua belah pihak.

    Penandatangan resmi perjanjian dagang ini bakal resmi diteken pada bulan Desember 2025 mendatang. Airlangga bilang peresmian perjanjian dagang ini akan dilakukan bersamaan dengan EAEU Summit 2025.

    “Perjanjian dengan Eurasia sudah selesai konklusinya, sudah selesai materinya. Tinggal nanti penandatanganannya direncanakan pada saat EUEA Summit di bulan Desember, di sini juga (Rusia),” beber Airlangga saat mendampingi Presiden Prabowo Subianto kunjungan resmi ke Rusia, ditulis Sabtu (21/6/2025).

    Sementara I-EU CEPA penandatanganan peresmian perjanjian dagang ini bakal dilakukan pada kuartal III tahun ini. Diharapkan dalam waktu dekat ekspor produk Indonesia ke Benua Biru tarifnya bisa sangat rendah hingga 0%, dengan begitu produk Indonesia bisa makin dilirik pasar karena makin murah dan mudah untuk diakses publik Eropa.

    “Berarti antara Indonesia dan EU itu akan produk kita bisa masuk ke Eropa dengan tarif nol,” sebut Airlangga.

    (kil/kil)

  • 148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 148 negara kini mengaku kedaulatan negara Palestina. Ini menjadi update terbaru, dari total 193 negara yang tergabung dalam PBB.

    Ke-148 negara itu merepresentasikan 75% dari total negara di dunia. Lalu apa saja negara itu?

    Berikut daftarnya dari yang terbaru mengakui hingga yang paling awal, dikutip dari beragam sumber seperti Al-Jazeera dan CNN International, Selasa (12/8/2025).

    1.Meksiko: 20 Maret 2025

    2.Armenia: 21 Juni 2024

    3.Slovenia: 4 Juni 2024

    4.Irlandia: 22 Mei 2024

    5.Norwegia: 22 Mei 2024

    6.Spanyol: 22 Mei 2024

    7.Bahama: 8 Mei 2024

    8.Trinidad dan Tobago: 3 Mei 2024

    9.Jamaika: 24 April 2024

    10.Barbados: 20 April 2024

    11.Saint Kitts dan Nevis: 29 Juli 2019

    12.Kolombia: 3 Agustus 2018

    13.Saint Lucia: 14 September 2015

    14.Takhta Suci: 26 Juni 2015

    15.Swedia: 30 Oktober 2014

    16.Haiti: 27 September 2013

    17.Guatemala: 9 April 2013

    18.Thailand: 18 Januari 2012

    19.Islandia: 15 Desember 2011

    20.Brasil: 3 Desember 2011

    21.Grenada: 25 September 2011

    22.Antigua dan Barbuda: 22 September 2011

    23.Dominika: 19 September 2011

    24.Belize: 9 September 2011

    25.Saint Vincent dan Grenadines: 29 Agustus 2011

    26.Honduras: 26 Agustus 2011

    27.El Salvador: 25 Agustus 2011

    28.Suriah: 18 Juli 2011

    29.Sudan Selatan: 14 Juli 2011

    30.Liberia: 1 Juli 2011

    31.Lesotho: 3 Mei 2011

    32.Uruguay: 16 Maret 2011

    33.Paraguay: 29 Januari 2011

    34.Suriname: 26 Januari 2011

    35.Peru: 24 Januari 2011

    36.Guyana: 13 Januari 2011

    37.Chile: 7 Januari 2011

    38.Ekuador: 27 Desember 2010

    39.Bolivia: 17 Desember 2010

    40.Argentina: 6 Desember 2010

    41.Republik Dominika: 15 Juli 2009

    42.Venezuela: 27 April 2009

    43.Pantai Gading: 1 Desember 2008

    45.Lebanon: 30 November 2008

    46.Kosta Rika: 5 Februari 2008

    47.Montenegro: 24 Juli 2006

    48.Timor Leste: 1 Maret 2004

    49.Malawi: 23 Oktober 1998

    50.Kirgistan: 1 November 1995

    51.Afrika Selatan: 15 Februari 1995

    52.Papua Nugini: 13 Januari 1995

    53.Uzbekistan: 25 September 1994

    54.Tajikistan: 2 April 1994

    55.Bosnia dan Herzegovina: 27 Mei 1992

    56.Georgia: 25 April 1992

    57.Turkmenistan: 17 April 1992

    58.Azerbaijan: 15 April 1992

    59.Kazakstan: 6 April 1992

    60.Eswatini: 1 Juli 1991

    61.Filipina: 1 September 1989

    62.Vanuatu: 21 Agustus 1989

    63.Benin: 1 Mei 1989

    64.Guinea Khatulistiwa: 1 Mei 1989

    65.Kenya: 1 Mei 1989 Etiopia: 4 Februari 1989

    66.Rwanda: 2 Januari 1989

    67.Bhutan: 25 Desember 1988

    68.Afrika Tengah: 23 Desember 1988

    69.Burundi: 22 Desember 1988

    70.Botswana: 19 Desember 1988

    71.Nepal: 19 Desember 1988

    72.Kongo: 18 Desember 1988

    73.Polandia: 14 Desember 1988

    74.Oman: 13 Desember 1988

    75.Gabon: 12 Desember 1988

    76.Sao Tome dan Principe: 10 Desember, 1988

    77.Mozambik: 8 Desember 1988

    78.Angola: 6 Desember 1988

    79.Kongo: 5 Desember 1988

    80.Sierra Leone: 3 Desember 1988

    81.Uganda: 3 Desember 1988

    82.Laos: 2 Desember 1988

    83.Chad: 1 Desember 1988

    84.Ghana: 29 November 1988

    85.Togo: 29 November 1988

    86.Zimbabwe: 29 November 1988

    87.Maladewa: 28 November 1988

    88.Bulgaria: 25 November 1988

    89.Tanjung Verde: 24 November 1988

    90.Korea Utara: 24 November 1988

    91.Niger: 24 November 1988

    92.Rumania: 24 November 1988

    93.Tanzania: 24 November 1988

    94.Hongaria: 23 November 1988

    95.Mongolia: 22 November 1988

    96.Senegal: 22 November 1988

    97.Burkina Faso: 21 November 1988

    98.Kamboja: 21 November 1988

    99.Komoro: 21 November 1988

    100.Guinea: 21 November 1988

    101.Guinea-Bissau: 21 November 1988

    102.Mali: 21 November 1988

    103.China: 20 November 1988

    104.Belarus: 19 November 1988

    105.Namibia: 19 November 1988

    106.Rusia: 19 November 1988

    107.Ukraina: 19 November 1988

    108.Vietnam: 19 November 1988

    109.Siprus: 18 November 1988

    110.Republik Ceko: 18 November 1988

    111.Mesir: 18 November 1988

    112.Gambia: 18 November 1988

    113.India: 18 November 1988

    114.Nigeria: 18 November 1988

    115.Seychelles: 18 November 1988

    116.Slowakia: 18 November 1988

    117.Sri Lanka: 18 November 1988

    118.Albania: 17 November 1988

    119.Brunei Darussalam: 17 November 1988

    120.Djibouti: 17 November 1988

    121.Mauritius: 17 November 1988

    122.Sudan: 17 November 1988

    123.Afghanistan: 16 November 1988

    124.Bangladesh: 16 November 1988

    125.Kuba: 16 November 1988

    126.Yordania: 16 November 1988

    127.Madagaskar: 16 November 1988

    128.Nikaragua: 16 November 1988

    129.Pakistan: 16 November 1988

    130.Qatar: 16 November 1988

    131. Arab Saudi: 16 November 1988

    132.Serbia: 16 November 1988

    133.Uni Emirat Arab: 16 November 1988

    134.Zambia: 16 November 1988

    135.Aljazair: 15 November 1988

    136.Bahrain: 15 November 1988

    137.Indonesia: 15 November 1988

    138.Irak: 15 November 1988

    139.Kuwait: 15 November 1988

    140.Libya: 15 November 1988

    141.Malaysia: 15 November 1988

    142.Mauritania: 15 November 1988

    143.Maroko: 15 November 1988

    144.Somalia: 15 November 1988

    145.Tunisia: 15 November 1988

    146.Turki: 15 November 1988

    147.Yaman: 15 November 1988

    148.Iran: 4 Februari 1988

    Sementara beberapa negara akan mengakui di sidang PBB September nanti. Berikut antara lain:

    Australia

    Kanada

    Prancis

    Malta

    Portugal

    Inggris

    Lalu negara mana saja yang belum sama sekali mengakui?

    Amerika Serikat

    Panama

    Jerman

    Italia

    Austria

    Denmark

    Lithuania

    Moldova

    Kroasia

    Latvia

    Yunani

    Eritrea

    Kamerun

    Myanmar

    Korea Selatan

    Jepang

    Israel

    Selandia Baru (masih akan diputuskan melalui sidang parlemen bulan ini)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • NATO Sambut Baik Kesepakatan Damai Armenia-Azerbaijan yang Dimediasi AS

    NATO Sambut Baik Kesepakatan Damai Armenia-Azerbaijan yang Dimediasi AS

    Jakarta

    Armenia dan Azerbaijan menandatangani kesepakatan damai yang dimediasi oleh Amerika Serikat. NATO menyambut baik hal tersebut dan menilai hal tersebut sebagai langkah maju untuk keamanan regional.

    “Kami menyambut baik kemajuan menuju perdamaian antara Armenia dan Azerbaijan dan berterima kasih kepada @POTUS (Presiden AS Donald Trump) atas investasinya dalam perdamaian,” tulis juru bicara NATO, Allison Hart, di X, dilansir Anadolu, Minggu (10/8/2025).

    Hart mengatakan penandatanganan deklarasi kesepakatan damai tersebut merupakan langkah maju yang signifikan bagi proses normalisasi dan keamanan regional secara lebih luas. NATO menyambut baik hal tersebut dan siap bekerja sama.

    “NATO akan terus bekerja sama dengan mitranya, Azerbaijan dan Armenia,” tambahnya.

    Sebelumnya, perseteruan panjang antara Armenia dan Azerbaijan berakhir dengan kesepakatan damai yang ditandatangani di Gedung Putih, Amerika Serikat pada Jumat (8/8) waktu setempat. Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menandatangani kesepakatan damai yang dimediasi AS tersebut.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa Armenia dan Azerbaijan telah berkomitmen untuk perdamaian abadi setelah konflik selama beberapa dekade. Kesepakatan damai ini disambut baik oleh Iran dan negara-negara Barat.

    Kedua bekas republik Uni Soviet tersebut “berkomitmen untuk menghentikan semua pertempuran selamanya, membuka perdagangan, perjalanan, dan hubungan diplomatik, serta saling menghormati kedaulatan dan integritas teritorial,” ujar Trump dalam acara penandatanganan di Gedung Putih.

    Tonton juga video “NATO Sebut Serangan AS ke Iran Tak Melanggar Hukum Internasional” di sini:

    (yld/idn)

  • Armenia-Azerbaijan Teken Kesepakatan Damai, Trump Dipuji-puji

    Armenia-Azerbaijan Teken Kesepakatan Damai, Trump Dipuji-puji

    Jakarta

    Perseteruan panjang antara Armenia dan Azerbaijan berakhir dengan kesepakatan damai yang ditandatangani di Gedung Putih, Amerika Serikat pada Jumat (8/8) waktu setempat. Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menandatangani kesepakatan damai yang dimediasi AS tersebut.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa Armenia dan Azerbaijan telah berkomitmen untuk perdamaian abadi setelah konflik selama beberapa dekade. Kesepakatan damai ini disambut baik oleh Iran dan negara-negara Barat.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (9/8/2025), Pashinyan dan Aliyev mengatakan bahwa mediasi Trump tersebut seharusnya memberinya Hadiah Nobel Perdamaian — sebuah penghargaan yang telah lama diincar oleh pemimpin AS tersebut.

    Kedua bekas republik Uni Soviet tersebut “berkomitmen untuk menghentikan semua pertempuran selamanya, membuka perdagangan, perjalanan, dan hubungan diplomatik, serta saling menghormati kedaulatan dan integritas teritorial,” ujar Trump dalam acara penandatanganan di Gedung Putih.

    Kedua pemimpin akan memiliki “hubungan yang hebat,” kata Trump.

    “Tetapi jika terjadi konflik… mereka akan menghubungi saya dan kami akan menyelesaikannya,” katanya.

    Para pemimpin Azerbaijan dan Armenia berjabat tangan di bawah tatapan puas Trump, sebelum ketiganya menandatangani dokumen yang disebut Gedung Putih sebagai “deklarasi bersama.”

    Aliyev memuji “tanda tangan bersejarah” antara dua “negara yang berperang selama lebih dari tiga dekade.”

    “Hari ini kita membangun perdamaian di Kaukasus,” ujarnya.

    Armenia yang mayoritas penduduknya Kristen dan Azerbaijan yang mayoritas penduduknya Muslim, telah berseteru selama beberapa dekade mengenai perbatasan mereka dan status enklave etnis di wilayah masing-masing.

    Mereka berperang dua kali memperebutkan wilayah Karabakh yang disengketakan, yang direbut kembali Azerbaijan dari pasukan Armenia dalam serangan kilat pada tahun 2023, yang memicu eksodus lebih dari 100.000 etnis Armenia.

    Aliyev menawarkan untuk mengirimkan permohonan bersama, bersama Pashinyan, kepada komite Nobel, yang merekomendasikan Trump untuk menerima Hadiah Perdamaian.

    “Siapa, kalau bukan Presiden Trump, yang pantas menerima Hadiah Nobel Perdamaian?” tanyanya.

    Aliyev juga berterima kasih kepada Trump atas pencabutan pembatasan kerja sama militer AS dengan Azerbaijan, yang diumumkan pada hari Jumat.

    Pashinyan mengatakan “perjanjian damai ini akan membuka jalan untuk mengakhiri konflik puluhan tahun antara negara kita dan membuka era baru.”

    Pemimpin Armenia tersebut mengatakan “terobosan” ini tidak akan mungkin terjadi tanpa Trump, sang “pembawa perdamaian”.

    “Hari ini, kita dapat mengatakan bahwa perdamaian telah tercapai,” ujar Pashinyan dalam konferensi pers setelah penandatanganan kesepakatan.

    Kesepakatan tersebut mencakup pembentukan koridor transit yang melewati Armenia untuk menghubungkan Azerbaijan dengan eksklavenya, Nakhchivan, sebuah tuntutan lama pemerintah Azerbaijan.

    Amerika Serikat akan memiliki hak pengembangan untuk koridor tersebut — yang dijuluki “Rute Trump untuk Perdamaian dan Kemakmuran Internasional” — di wilayah strategis dan kaya sumber daya tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Trump Nggak Mau Hubungannya dengan Elon Musk Makin Memanas”
    [Gambas:Video 20detik]
    (ita/ita)