Negara: Arab Saudi

  • Negara-negara Arab Kecam Usul Netanyahu Dirikan Negara Palestina di Saudi    
        Negara-negara Arab Kecam Usul Netanyahu Dirikan Negara Palestina di Saudi

    Negara-negara Arab Kecam Usul Netanyahu Dirikan Negara Palestina di Saudi Negara-negara Arab Kecam Usul Netanyahu Dirikan Negara Palestina di Saudi

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bicara agar warga Palestina mendirikan negara di wilayah Arab Saudi. Negara-negara Arab mengecam pernyataan Netanyahu.

    Dilansir Anadolu dan Reuters, Minggu (9/2/2025), beberapa negara seperti Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), Sudan, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menolak pernyataan Netanyahu tersebut. Mesir dan Yordania sama-sama mengecam usulan Israel tersebut.

    Mesir mengecam pernyataan Netanyahu dengan menyebutnya “tidak bertanggungjawab dan sepenuhnya ditolak”. Mesir dalam pernyataan yang disampaikan Kementerian Luar Negerinya menolak pernyataan Netanyahu tersebut karena mengancam keamanan dan kedaulatan Arab Saudi.

    “Sepenuhnya menolak pernyataan sembrono yang mengancam keamanan dan kedaulatan kerajaan,” ujar pernyataan Kemlu Mesir.

    “Stabilitas dan keamanan nasional Arab Saudi merupakan bagian integral dari keamanan dan stabilitas Mesir dan negara-negara Arab, suatu hal yang tidak dapat dikompromikan,” imbuh pernyataan tersebut.

    Selain Mesir, UEA dan Sudan menganggap pernyataan Israel itu melanggar hukum internasional dan piagam PBB. Mesir dan UEA juga menganggap kedaulatan Saudi sebagai ‘garis merah’.

    Menteri Luar Negeri UEA, Khalifa bin Shaheen Al-Marar, menegaskan dalam pernyataannya untuk kembali menolak usulan tersebut. Sebab hal itu merupakan pelanggaran atas hak rakyat Palestina.

    “Penolakan tegas UEA terhadap pelanggaran hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina dan segala upaya untuk menggusur mereka,” ujar Al-Marar.

    Al-Marar merujuk pada “posisi UEA yang bersejarah dan teguh mengenai perlindungan hak-hak Palestina dan perlunya menemukan cakrawala politik yang serius yang mengarah pada penyelesaian konflik dan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.”

    Ia menambahkan dengan tegas bahwa “tidak akan ada stabilitas di kawasan ini tanpa solusi dua negara.”

    Simak selengkapnya halaman selanjutnya.

    Kementerian Luar Negeri Sudan juga mengutuk pernyataan Netanyahu itu sebagai pernyataan yang tidak bertanggungjawab. Sudan menyebut pernyataan itu seraya mencatat bahwa pernyataan tersebut “mewakili eskalasi oleh Israel dalam melanggar hak-hak rakyat Palestina.”

    Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga mengatakan bahwa “pernyataan rasis ini merupakan bagian dari penolakan Israel yang berkelanjutan atas pendudukannya atas hak-hak historis, politik, dan hukum rakyat Palestina di tanah air mereka.”

    Negara OKI menegaskan kembali “penolakan dan kutukannya terhadap rencana dan upaya untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka, dengan menganggap pembersihan etnis ini sebagai kejahatan, dan pelanggaran berat hukum internasional.”

    Netanyahu Serukan Pembentukan Negara Palestina di Saudi

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengusulkan agar Palestina mendirikan negara di Arab Saudi, bukan di tanah air mereka. Pernyataan itu merupakan penolakan terbarunya terhadap hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

    “Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi, mereka memiliki banyak tanah di sana,” kata Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan Channel 14 Israel seperti dikutip dari Middle East Eye.

    Pernyataan itu muncul ketika Arab Saudi dan Israel tampaknya semakin jauh dari normalisasi hubungan, lebih dari setahun setelah pejabat di AS mengatakan kesepakatan sudah dekat.

    Arab Saudi berulang kali mengatakan selama tahun lalu bahwa hanya jalur yang jelas menuju negara Palestina yang akan membawanya untuk membangun hubungan formal dengan Israel, tetapi Netanyahu menolak gagasan itu secara langsung dan menyebutnya sebagai “ancaman keamanan bagi Israel”.

    “Terutama bukan negara Palestina,” kata Netanyahu.

    “Setelah 7 Oktober? Tahukah Anda apa itu? Ada negara Palestina, yang disebut Gaza. Gaza, yang dipimpin oleh Hamas, adalah negara Palestina dan lihat apa yang kita dapatkan,” tambahnya.

    Wawancara itu berlangsung saat Netanyahu sedang dalam kunjungan resmi ke Amerika Serikat. Hal ini menyusul konferensi pers bersama dengan Donald Trump, di mana presiden AS mengumumkan rencananya untuk mengusir warga Palestina dari Gaza guna menjadikan daerah kantong Palestina itu sebagai “Riviera Mediterania”, dengan AS mengambil alih wilayah tersebut.

    Normalisasi dengan Arab Saudi dibahas antara kedua pemimpin dan, selain penolakan kerasnya terhadap syarat utama Saudi untuk mendirikan negara Palestina, Netanyahu menegaskan bahwa perdamaian antara Israel dan kerajaan itu adalah kenyataan yang akan datang.

    “Itu tidak hanya layak, saya pikir itu akan terjadi,” kata Netanyahu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Palestina Kecam Netanyahu Usul Dirikan Negara di Saudi: Anti-Perdamaian    
        Palestina Kecam Netanyahu Usul Dirikan Negara di Saudi: Anti-Perdamaian

    Palestina Kecam Netanyahu Usul Dirikan Negara di Saudi: Anti-Perdamaian Palestina Kecam Netanyahu Usul Dirikan Negara di Saudi: Anti-Perdamaian

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bicara agar warga Palestina mendirikan negara di wilayah Arab Saudi. Palestina menyebut usulan Netanyahu itu merupakan antiperdamaian dan rasis.

    Dilansir Anadolu Ajansi, Minggu (9/2/2025), Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut usulan Netanyahu itu “rasis dan anti-perdamaian”. Kemlu Palestina juga mengatakan rencana Netanyahu itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Arab Saudi.

    “Pelanggaran terhadap kedaulatan dan stabilitas Arab Saudi,” ujar Kemlu Palestina dalam pernyataannya.

    Pernyataan tersebut menyuarakan dukungan penuh dan solidaritas dengan Arab Saudi terhadap hasutan Israel dan mendesak masyarakat internasional untuk mengutuk pernyataan Netanyahu.

    Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hussein Al-Sheikh, mengatakan pernyataan Israel tersebut menargetkan kedaulatan Saudi. Al-Sheikh juga mengutuk pernyataan Netanyahu sebagai “pelanggaran hukum internasional dan konvensi internasional”

    “Negara Palestina hanya akan berdiri di atas tanah Palestina,” imbuhnya di akun X miliknya.

    Dia juga memuji sikap Saudi, “yang selalu menyerukan penerapan legitimasi dan hukum internasional serta berkomitmen pada solusi dua negara sebagai dasar keamanan, stabilitas, dan perdamaian di kawasan tersebut,”.

    Netanyahu Serukan Pembentukan Negara Palestina di Saudi

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengusulkan agar Palestina mendirikan negara di Arab Saudi, bukan di tanah air mereka. Pernyataan itu merupakan penolakan terbarunya terhadap hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

    “Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka memiliki banyak tanah di sana,” kata Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan Channel 14 Israel seperti dikutip dari Middle East Eye.

    Pernyataan itu muncul ketika Arab Saudi dan Israel tampaknya semakin jauh dari normalisasi hubungan, lebih dari setahun setelah pejabat di AS mengatakan kesepakatan sudah dekat.

    Respons Saudi, Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Sambil Bercanda, Netanyahu Sebut Negara Saudi Bukan Negara Palestina, Arab Langsung Ngamuk – Halaman all

    Sambil Bercanda, Netanyahu Sebut Negara Saudi Bukan Negara Palestina, Arab Langsung Ngamuk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Arab Saudi ‘ngamuk’ setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan ingin mengusir warga Palestina dari tanah mereka.

    Netanyahu tampak bercanda ketika ia menanggapi seorang pewawancara di Channel 14 yang pro-Netanyahu yang keliru mengatakan “negara Saudi” bukannya “negara Palestina”.

    Meski pernyataan Saudi menyebutkan nama Netanyahu, pernyataan itu tidak secara langsung merujuk pada komentar tentang pendirian negara Palestina di wilayah Saudi.

    Dikutip dari Reuters, Mesir dan Yordania juga mengecam Israel terkait pernyataan tersebut.

    Bahkan, Mesir menganggap gagasan tersebut sebagai “pelanggaran langsung terhadap kedaulatan Saudi”.

    Kerajaan itu mengatakan pihaknya menghargai penolakan negara-negara “persaudaraan” terhadap pernyataan Netanyahu.

    “Pola pikir ekstremis pendudukan ini tidak memahami apa arti wilayah Palestina bagi saudara-saudara Palestina dan hubungan sadar, historis, dan hukumnya dengan tanah itu,” katanya

    Diskusi tentang nasib warga Palestina di Gaza telah berubah drastis akibat usulan mengejutkan dari Presiden AS, Donald Trump tentang “mengambil alih Jalur Gaza” dari Israel.

    Trump mengatakan pada saat itu, ia akan menciptakan “Riviera Timur Tengah” setelah menempatkan warga Palestina di tempat lain.

    Negara-negara Arab secara terbuka mengutuk komentar Trump, yang muncul selama gencatan senjata di Gaza.

    Trump mengatakan Arab Saudi tidak menuntut negara Palestina sebagai syarat normalisasi hubungan dengan Israel.

    Namun Riyadh menepis pernyataannya, dengan mengatakan tidak akan menjalin hubungan dengan Israel tanpa pembentukan negara Palestina.

    Sementara itu, Mesir akan menjadi tuan rumah dalam pertemuan puncak darurat Arab pada 27 Februari 2025 mendatang.

    Pertemuan tersebut akan membahas tentang perkembangan “serius” bagi Palestina.

    Dikutip dari Al Arabiya, pertemuan itu diadakan di tengah kecaman regional dan global atas usulan Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dari Israel.

    Netanyahu Ungkap Rencana Normalisasi dengan Arab

    Netanyahu mengatakan, normalisasi dengan Arab Saudi akan terjadi setelah Hamas dikalahkan dan poros Iran terputus.

    Komentarnya muncul setelah Riyadh membantah klaim yang dibuat oleh Trump bahwa tidak ada permintaan Saudi untuk pembentukan negara Palestina sebelum normalisasi dengan Israel dapat dilakukan.

    “Ketika kita menyelesaikan perubahan di Timur Tengah, ketika kita memangkas poros Iran lebih jauh dari yang sudah kita potong, ketika kita memastikan Iran tidak memiliki senjata nuklir, ketika kita menghancurkan Hamas, itu akan menjadi landasan bagi kesepakatan tambahan dengan Saudi dan pihak lain,” kata Netanyahu kepada Fox News.

    “Saya juga percaya pada dunia Muslim karena perdamaian dicapai melalui kekuatan,” lanjutnya.

    Netanyahu mengatakan tidak ada lagi keyakinan bahwa akan ada Negara Palestina setelah pembantaian 7 Oktober.

    “Mereka punya satu, namanya Gaza,” tegasnya.

    “Kami mendapatkan Perjanjian Abraham karena kami mengabaikan Palestina,” ungkapnya lagi.

    Netanyahu kembali menyatakan antusiasmenya terhadap rencana Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza sementara Jalur Gaza dibangun kembali.

    Ia mengatakan Israel akan menghancurkan Hamas, itu tugasnya sehingga tidak akan ada pasukan Amerika yang dibutuhkan atau uang pembayar pajak yang digunakan.

    “Saya pikir usulan tersebut merupakan ide segar pertama.”

    “Gaza pada dasarnya adalah wilayah kecil sejauh 25 mil dari Tel Aviv yang digunakan Hamas sebagai batu loncatan untuk serangan berkelanjutan terhadap Israel.”

    “Kemudian datanglah Presiden Trump dan berkata, ‘hei, biarkan mereka pergi, dan saya akan mencari tempat untuk relokasi sementara’.”

    “Bukan pengusiran paksa, bukan pembersihan etnis, mengeluarkan orang-orang dari apa yang disebut para dermawan ini sebagai penjara terbuka,” kata Netanyahu.

    Netanyahu mengatakan Mesir telah memblokir warga Gaza yang ingin meninggalkan Jalur Gaza untuk menyeberangi perbatasan.

    “Beberapa orang akan menyuap penjaga gerbang,” katanya.

    “Jadi, orang-orang yang sangat kaya bisa keluar tetapi mereka yang ingin pergi tidak bisa,” katanya seraya menambahkan bahwa mereka seharusnya diberi pilihan. (*)

  • Netanyahu Serukan Pembentukan Negara Palestina di Saudi, Picu Protes Keras!

    Netanyahu Serukan Pembentukan Negara Palestina di Saudi, Picu Protes Keras!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bicara agar warga Palestina mendirikan negara di wilayah Arab Saudi. Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengecam pernyataan Netanyahu.

    Dikutip Aljazeera, Minggu, (9/2/2025), Netanyahu bicara kepada wartawan dan menyarankan pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi. Saudi secara tegas menolak saran Netanyahu.

    Kemlu Saudi menolak pernyataan yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari kejahatan berkelanjutan yang dilakukan pendudukan Israel terhadap saudara-saudara Palestina di Gaza, termasuk pembersihan etnis yang mereka alami.

    “Kerajaan menegaskan bahwa rakyat Palestina memiliki hak atas tanah mereka, dan mereka bukanlah penyusup atau imigran yang dapat diusir kapan pun pendudukan brutal Israel menginginkannya,” katanya.

    Adapun kecaman terhadap Netanyahu datang dari negara-negara Dewan Kerja Sama Negara Teluk Arab (Gulf Cooperation Council). GCC menilai pernyataan Netanyahu tidak bertanggung jawab.

    “Pernyataan yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab ini menegaskan pendekatan pasukan pendudukan Israel dalam ketidakhormatan mereka terhadap hukum dan perjanjian internasional dan PBB serta kedaulatan negara,” kata Sekretaris Jenderal Jasem Mohamed Albudaiwi dalam keterangannya, dilansir Aljazeera, Minggu (9/2/2025).

    Albudaiwi menegaskan bahwa posisi Kerajaan dan negara-negara GCC, tegas dan kuat untuk mendukung rakyat Palestina dalam memperoleh hak-hak mereka yang sah. Dia memandang perlunya mencapai solusi dua negara dan mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur yang diduduki sebagai ibu kotanya.

    Lalu dia juga memperbarui seruannya kepada masyarakat internasional untuk bersikap serius dan tegas terhadap pernyataan agresif Netanyahu itu. Menurutnya pernyatan itu menimbulkan ancaman dan bahaya bagi keamanan dan stabilitas kawasan dan dunia secara keseluruhan.

    (azh/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • UEA Ngamuk Netanyahu Provokasi Saudi Dirikan Palestina di Tanah Suci, Iran Gelar Rapat Darurat OKI – Halaman all

    UEA Ngamuk Netanyahu Provokasi Saudi Dirikan Palestina di Tanah Suci, Iran Gelar Rapat Darurat OKI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Uni Emirat Arab (UEA) mengutuk keras dan mengecam pernyataan provokatif yang dibuat oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai pembentukan negara Palestina di Kerajaan Arab Saudi.

    UEA menegaskan penolakan tegasnya terhadap pernyataan tidak dapat diterima ini, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Menteri Negara UEA, Khalifa Bin Shaheen Al Marar, menegaskan kembali solidaritas penuh UEA dengan Arab Saudi dan pendiriannya yang teguh terhadap segala ancaman terhadap keamanan, stabilitas, dan kedaulatan Kerajaan.

    Ia menekankan bahwa kedaulatan Arab Saudi adalah “garis merah” yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak boleh diganggu oleh negara mana pun.

    Ia juga menegaskan kembali penolakan tegas UEA terhadap segala pelanggaran hak-hak Palestina yang tidak dapat dicabut atau upaya pengusiran, dan menekankan perlunya menghentikan aktivitas permukiman yang mengancam stabilitas regional dan merusak prospek perdamaian dan hidup berdampingan.

    Lebih lanjut, dikutip dari Gulf News, Menteri tersebut mendesak masyarakat internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Dewan Keamanan PBB untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengakhiri praktik ilegal yang melanggar hukum internasional.

    Khalifa Bin Shaheen menegaskan kembali komitmen bersejarah dan teguh UEA untuk melindungi hak-hak Palestina dan menggarisbawahi pentingnya membangun kerangka politik yang serius untuk menyelesaikan konflik.

    Ia menyebut stabilitas regional hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara, yang memastikan terciptanya negara Palestina yang merdeka.

    Pertemuan Darurat

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dalam percakapan telepon dengan mitranya dari Mesir Badr Abdelatty pada Sabtu malam menyerukan pertemuan darurat segera Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengenai Gaza.

    Selama panggilan telepon tersebut, dua diplomat tinggi Iran dan Mesir membahas hubungan bilateral, dan perkembangan terkini di kawasan, khususnya situasi di Palestina dan Gaza, diberitakan MEHR News.

    Araghchi menunjuk pada posisi Mesir dalam mendukung hak-hak yang sah dan tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina dan menggambarkan rencana ilegal AS untuk secara paksa mengusir rakyat Palestina dari Jalur Gaza.

    Tindakan AS disebutnya sebagai bagian dari konspirasi untuk memusnahkan Palestina dengan cara kolonial dan sebagai ancaman serius terhadap stabilitas dan keamanan kawasan.

    Rencana ilegal Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait Gaza telah mendapat pertentangan keras dari berbagai negara di dunia, dan sangat penting sikap tegas harus diambil oleh negara-negara Islam untuk menghadapi konspirasi yang ditujukan terhadap nasib rakyat Palestina ini, menteri luar negeri Iran menegaskan.

    Diplomat tertinggi Iran menyerukan pertemuan darurat segera para menteri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membahas dan mengambil keputusan tentang masalah ini.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Mesir memaparkan posisi dan upaya diplomatik negaranya dalam mendukung hak-hak sah rakyat Palestina.

    Ia memastikan penerapan perjanjian gencatan senjata untuk meringankan penderitaan rakyat Palestina dan membangun kembali Gaza, serta menganggap upaya eksodus paksa warga Gaza untuk meninggalkan tanah air mereka “tidak dapat diterima”.

    Menyambut usulan Iran untuk mengadakan pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam, Badr Abdelatty menekankan perlunya konsultasi ekstensif di antara negara-negara Islam dalam hal ini.

    Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Iran dengan tegas mengutuk apa yang disebut “rencana” AS untuk memaksa warga Palestina keluar dari Jalur Gaza, dan menyebutnya sebagai perpanjangan dari skema rezim Israel yang lebih luas untuk menghapus identitas Palestina.

    “Rencana untuk membersihkan Gaza dan mengusir paksa warga Palestina [dari sana] merupakan perpanjangan dari agenda terencana Israel untuk memusnahkan bangsa Palestina,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmaeil Baghaei pada hari Rabu.

    Parlemen Arab Ngamuk

    Ketua Parlemen Arab, Mohammed bin Ahmed Al Yamahi, mengecam keras pernyataan tidak bertanggung jawab Israel yang menyerukan pembentukan negara Palestina di dalam Kerajaan Arab Saudi.

    Ia memperingatkan bahwa pernyataan tersebut menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas regional, meningkatkan konflik, dan membahayakan perdamaian dan keamanan global.

    Dalam sebuah pernyataan, Al Yamahi menegaskan penolakan tegas Parlemen Arab atas pernyataan tersebut, yang menurutnya melanggar kedaulatan, keamanan, dan stabilitas Kerajaan Arab Saudi.

    Ia menggambarkannya sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum dan legitimasi internasional, seraya menekankan bahwa keamanan dan stabilitas Arab Saudi merupakan bagian integral dari keamanan nasional Arab.

    Al Yamahi menegaskan kembali penolakan tegas Parlemen Arab terhadap pernyataan apa pun yang melanggar kedaulatan negara-negara Arab.

    Ia juga menekankan bahwa pernyataan tersebut melanggar hak sah dan tidak dapat dicabut rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka di seluruh wilayah nasional mereka, termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967.

    Lebih lanjut, ia menyampaikan solidaritas penuh Parlemen Arab dengan Arab Saudi dalam menjaga kedaulatan, keamanan, dan kesejahteraan rakyatnya.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • Kemenag Perketat Asuransi Travel Umrah untuk Jamin Layanan Kesehatan Jemaah – Page 3

    Kemenag Perketat Asuransi Travel Umrah untuk Jamin Layanan Kesehatan Jemaah – Page 3

    Sementara itu, PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) tengah menyiapkan Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta untuk melayani jemaah haji dan umrah. Sejalan dengan rencana besar dalam peningkatan ekosistem pelayanan kepada jamaah haji dan umrah.

    Adapun dalam agenda 100 hari kerja Kementerian BUMN pada Kabinet Merah Putih 2024-2029, progres revitalisasi Terminal 2F untuk melayani jemaah haji dan umrah ini sudah hampir 100 persen rampung, dan akan segera dioperasikan dalam waktu dekat.

    Direktur Utama InJourney Airports Faik Fahmi mengatakan, Terminal 2F disiapkan untuk memenuhi fasilitas atau kebutuhan yang sesuai dengan karakteristik penumpang umrah atau haji.

    Selain itu, juga mengurangi kepadatan di sisi darat Terminal 3. Mengingat penumpang umrah saat ini mencapai 10.000 penumpang per hari.

    “Perlu adanya traffic management yang lebih baik dalam melayani jemaah umrah yang jumlahnya sekitar 10.000 orang per hari di Bandara Soekarno-Hatta. Saat ini jamaah umrah berangkat melalui Terminal 3 yang belum mampu memberikan fasilitas lengkap bagi para jamaah. Di Terminal 2F, kami menyiapkan fasilitas lengkap bagi jemaah haji dan umrah,” ungkapnya, Kamis (23/1/2025).

    Terminal 2F didesain khusus dan dilengkapi fasilitas basic untuk mendukung perjalanan ibadah haji dan umrah. Fasilitas yang ada di Terminal 2F, antara lain, masjid dengan luas sekitar 3.000 meter persegi, lounge, area manasik, hingga food court.

    Selain itu, terdapat area pertemuan bagi para jemaah dengan keluarga, baik di area keberangkatan maupun kedatangan.

    “Terminal 2F kami desain khusus agar para jemaah haji dan umrah dapat merasakan nuansa yang lebih baik, lebih nyaman dan khusyuk dalam beribadah,” kata Faik Fahmi

    Sejalan dengan ini, maka operasional penerbangan langsung (direct flight) menuju Arab Saudi nantinya akan dilayani melalui Terminal 2F. Bagi jemaah umrah yang berangkat dengan penerbangan tidak langsung menuju Arab Saudi, proses keberangkatan pun akan dilakukan melalui Terminal 2F.

     

  • Dunia Menentang Ide Kontroversial Trump Ambil Alih Gaza

    Dunia Menentang Ide Kontroversial Trump Ambil Alih Gaza

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan ide kontroversial untuk mengambil alih dan memiliki jalur Gaza. Usulan itu ditentang keras dunia.

    Dirangkum detikcom, Minggu (9/2/2025), ide tersebut disampaikan Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Secara mengejutkan, Trump menyatakan bahwa AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di sana ke tempat-tempat lainnya.

    Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia sesumbar menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    Dia mengklaim hal itu akan “sangat dibanggakan” dan membawa stabilitas besar di kawasan Timur Tengah.

    Dalam pernyataan terbarunya, Trump menyebut Israel akan menyerahkan Jalur Gaza kepada AS setelah perang melawan Hamas berakhir.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran,” cetus Trump dalam pernyataan terbarunya via media sosial Truth Social, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/2/2025).

    Trump, dalam pernyataannya, juga menegaskan bahwa tentara AS tidak akan diperlukan di Jalur Gaza. Penegasan ini mengklarifikasi pernyataan sebelumnya ketika dia menolak untuk mengesampingkan pengerahan pasukan militer AS ke Jalur Gaza.

    Dunia bereaksi keras atas ide kontroversial Trump. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka.

    Ditegaskan juga Abbas bahwa Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, dengan salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    “Kami menganggapnya sebagai resep untuk menimbulkan kekacauan dan ketegangan di kawasan karena masyarakat Gaza tidak akan membiarkan rencana seperti itu terjadi,” sebutnya.

    Tak hanya Palestina dan Hamas, Arab Saudi juga tegas menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Dalam percakapan dengan Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammed Mustafa di Kairo, Abdelatty menekankan “pentingnya melanjutkan proyek pemulihan dini… dengan laju yang dipercepat… tanpa warga Palestina meninggalkan Jalur Gaza, terutama dengan komitmen mereka terhadap tanah mereka dan penolakan untuk meninggalkannya”.

    Senada, Raja Yordania Abdullah II menolak “upaya apa pun” untuk mengambil alih wilayah Palestina dan mengusir warganya. Seperti diketahui, Trump kerap mengusulkan supaya warga Gaza direlokasi sejumlah negara seperti Mesir dan Yodarnia.

    Dalam pertemuan dengan Abbas, Raja Abdullah II mendesak upaya “untuk menghentikan kegiatan permukiman dan menolak setiap upaya untuk mencaplok tanah dan menggusur warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat, menekankan perlunya menempatkan warga Palestina di tanah mereka”.

    Negara-negara lainnya yang menentang ide kontroversial Trump antara lain Uni Emirat Arab, Turki, Indonesia, Malaysia. Kemudian Inggris, Prancis, Jerman, Liga Arab, China, Rusia, dan Brasil.

    (taa/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • bela Palestina, Parlemen Inggris Kecam Pernyataan Netanyahu Soal Pendirian Negara di Arab Saudi: Biadab

    bela Palestina, Parlemen Inggris Kecam Pernyataan Netanyahu Soal Pendirian Negara di Arab Saudi: Biadab

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris mengecam Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena menyarankan agar warga Palestina mendirikan negara di Arab Saudi, bukan di tanah air mereka.

    Selama setahun terakhir, Arab Saudi bersikeras bahwa jalur yang jelas menuju negara Palestina merupakan prasyarat untuk menjalin hubungan resmi dengan Israel, sebuah gagasan yang dicemooh Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan televisi.

    “Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka memiliki banyak tanah di sana,” kata Netanyahu, menepis desakan kerajaan untuk mendirikan negara Palestina.

    ‘Netanyahu Biadab’

    Anggota Parlemen Buruh Afzal Khan, wakil ketua UK’s All-Party Parliamentary Group on British Muslims, menyebut usulan Netanyahu biadab.

    “Warga Palestina tidak membutuhkan lebih banyak pengungsian. Mereka membutuhkan tanah air yang bebas,” katanya.

    “Usulan biadab Netanyahu adalah pemindahan paksa penduduk dan rencana untuk membersihkan Gaza secara etnis,” ia menambahkan.

    Partai Buruh saat ini berkuasa, dan Khan mengatakan pemerintah telah menyatakan penolakan tegas terhadap rencana apa pun untuk menggusur warga Palestina.

    “Kami tegas menentang pelanggaran hukum internasional yang mencolok tersebut,” ujarnya.

    Ia mendesak Netanyahu untuk terlibat dengan rencana yang diusulkan Arab Saudi untuk memastikan warga Palestina dapat kembali ke negara Palestina yang merdeka dan memungkinkan Israel yang aman.

    Anggota parlemen Partai Buruh lainnya, Kim Johnson, mengatakan bahwa komentar Netanyahu tidak masuk akal dan menghina.

    “Masa depan Palestina harus ditentukan oleh rakyat Palestina, bukan didikte oleh kekuatan eksternal,” katanya, mendesak pemerintah untuk segera mengakui negara Palestina.

    “Menteri luar negeri harus menolak usulan Netanyahu dengan tegas,” lanjutnya.

    Kantor luar negeri Inggris menolak mengomentari pernyataan Netanyahu, tetapi pernyataan Perdana Menteri Keir Starmer bahwa warga Palestina harus diizinkan untuk membangun kembali.

    “Dan kita harus bersama mereka dalam perjalanan menuju solusi dua negara,” tegasnya.

    ‘Perkataan Penjahat Perang’

    Anggota Parlemen Independen Adnan Hussain juga menyerang komentar Netanyahu.

    “Saya tidak berpikir perkataan penjahat perang dengan surat perintah penangkapan atas namanya harus diberi kredibilitas atau kepentingan yang terlalu tinggi,” katanya.

    “Mimpinya tentang pemindahan massal rakyat Palestina adalah pengakuannya atas keinginannya untuk melakukan kejahatan perang yang lebih mengerikan,” tambahnya.

    Perkembangan terbaru ini terjadi ketika Arab Saudi dan Israel tampaknya semakin menjauh dari normalisasi hubungan, lebih dari setahun setelah pejabat AS mengklaim kesepakatan sudah dekat.

    Chris Doyle, ketua Council for Arab-British Understanding, mengatakan bahwa perdana menteri Israel tampaknya menentang Saudi untuk menegaskan maksudnya.

    Hubungan Saudi-Israel

    Netanyahu menyampaikan pernyataan tersebut saat melakukan kunjungan resmi kenegaraan ke AS, beberapa hari setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencananya untuk mengusir warga Palestina dari Gaza guna menjadikan daerah kantong itu sebagai “Riviera Mediterania”, dan AS mengambil alih wilayah tersebut.

    Trump mengklaim bahwa Arab Saudi tidak bersikeras pada negara Palestina sebagai syarat normalisasi, yang mendorong kementerian luar negeri Saudi untuk mengeluarkan pernyataan pada yang menegaskan bahwa sikap kerajaan terhadap negara Palestina tegas dan tidak tergoyahkan.

    Andreas Krieg, seorang profesor madya di Departemen Studi Pertahanan King’s College London,  mencatat bahwa pernyataan Netanyahu sama sekali tidak selaras dengan kebijakan sekitar 193 negara anggota PBB di luar AS dan Israel”, yang semuanya setuju bahwa Palestina memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dalam batas-batas historis Palestina.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Anggota Parlemen Inggris Kecam Seruan Biadab Netanyahu yang Sarankan Negara Palestina di Tanah Saudi – Halaman all

    Anggota Parlemen Inggris Kecam Seruan Biadab Netanyahu yang Sarankan Negara Palestina di Tanah Saudi – Halaman all

    Anggota Parlemen Inggris Kecam Seruan Netanyahu yang Sarankan Negara Palestina di Tanah Arab Saudi

    TRIBUNNEWS.COM- Anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris mengecam Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena menyarankan agar warga Palestina mendirikan negara di Arab Saudi dan bukan di tanah air mereka.

    Riyadh telah menegaskan selama setahun terakhir bahwa jalur yang jelas menuju negara Palestina merupakan prasyarat untuk menjalin hubungan resmi dengan Israel, sebuah gagasan yang dicemooh Netanyahu dalam wawancaranya dengan Channel 14 Israel pada hari Kamis.

    “Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka punya banyak tanah di sana,” kata Netanyahu, menepis desakan kerajaan itu untuk mendirikan negara Palestina.

    Dalam komentar yang disampaikan kepada Middle East Eye, Anggota Parlemen Partai Buruh Afzal Khan, wakil ketua Kelompok Parlemen Semua Partai Inggris untuk Muslim Inggris, menyebut usulan Netanyahu sebagai “biadab”.

    “Warga Palestina tidak membutuhkan lebih banyak pengungsian. Mereka membutuhkan tanah air yang bebas,” ungkapnya, seraya menambahkan, “Usulan biadab Netanyahu adalah pemindahan paksa penduduk dan rencana pembersihan etnis di Gaza.”

    Partai Buruh saat ini berkuasa, dan Khan mengumumkan bahwa pemerintah “telah menyatakan penolakan tegas terhadap rencana apa pun untuk menggusur warga Palestina. Kami berdiri teguh menentang pelanggaran hukum internasional yang mencolok tersebut”.

    Ia mendesak Netanyahu untuk “terlibat dengan rencana yang diusulkan Arab Saudi untuk memastikan warga Palestina dapat kembali ke negara Palestina yang merdeka dan memungkinkan terciptanya Israel yang aman”.

    Anggota parlemen Partai Buruh lainnya, Kim Johnson, mengatakan kepada MEE bahwa komentar Netanyahu “tidak masuk akal dan menghina”.

    “Masa depan Palestina harus ditentukan oleh rakyat Palestina, bukan ditentukan oleh kekuatan eksternal,” imbuhnya, seraya mendesak pemerintah untuk segera mengakui negara Palestina.

    “Menteri luar negeri harus menolak usulan Netanyahu dengan tegas.”

    Kantor luar negeri Inggris menolak mengomentari pernyataan Netanyahu, tetapi mengarahkan MEE pada pernyataan Perdana Menteri Keir Starmer pada hari Rabu bahwa Palestina “harus diizinkan untuk membangun kembali, dan kita harus bersama mereka dalam perjalanan menuju solusi dua negara”.

    Anggota parlemen independen Adnan Hussain juga menyerang komentar Netanyahu.

    “Saya tidak menganggap perkataan seorang penjahat perang yang surat perintah penangkapannya ditulis atas namanya harus diberi kredibilitas atau kepentingan yang tinggi,” katanya kepada MEE.

    “Mimpinya tentang pemindahan massal rakyat Palestina merupakan pengakuannya atas keinginannya untuk melakukan kejahatan perang yang lebih mengerikan,” lanjutnya, seraya menambahkan, “Inggris harus memainkan perannya dalam mengakui dan menegakkan hak dan prinsip yang ditetapkan dengan jelas dalam hukum internasional.”

    Perkembangan terkini ini terjadi saat Arab Saudi dan Israel tampaknya semakin menjauh dari normalisasi hubungan – lebih dari setahun setelah pejabat AS mengklaim kesepakatan sudah dekat.

    Chris Doyle, ketua Council for Arab-British Understanding, mengatakan kepada MEE bahwa perdana menteri Israel tampaknya “menentang Saudi untuk menyampaikan maksudnya”.

    “Ia mencoba menunjukkan sikap negosiasi bahwa ia tidak putus asa untuk mencapai kesepakatan dengan Arab Saudi,” kata Doyle, seraya menambahkan, “Namun ia menginginkan kesepakatan. Ia menginginkan perjanjian bersejarah yang akan memisahkan Arab Saudi dari perjuangan Palestina.”

    Netanyahu menyampaikan pernyataan tersebut saat melakukan kunjungan resmi kenegaraan ke AS, beberapa hari setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencananya pada hari Selasa untuk mengusir warga Palestina dari Gaza dan menjadikan daerah kantong itu sebagai “Riviera Mediterania”, dengan AS mengambil alih wilayah tersebut.

    Trump mengklaim bahwa Arab Saudi tidak memaksakan negara Palestina sebagai syarat normalisasi, sehingga mendorong Kementerian Luar Negeri Saudi mengeluarkan pernyataan pada pukul 4 pagi yang menegaskan bahwa sikap kerajaan terhadap negara Palestina adalah “tegas dan tidak tergoyahkan”.

    Doyle mengatakan Riyadh menyadari “mereka tidak mampu meninggalkan Palestina saat ini, di dalam negeri jika tidak ada alasan lain. Kemarahannya akan sangat ekstrem.”

    Andreas Krieg, seorang profesor madya di Departemen Studi Pertahanan King’s College London, setuju.

    “Saya kira Saudi tidak memandang normalisasi sebagai sesuatu yang realistis dengan adanya pemerintahan Israel saat ini,” katanya kepada MEE.

    “Ini adalah komentar politik yang dibuat oleh Netanyahu untuk menenangkan basisnya, yang khawatir bahwa Netanyahu harus membuat konsesi kepada Palestina untuk mendapatkan normalisasi dengan Arab Saudi,” tambahnya.

    “Seperti halnya Trump, ini adalah narasi politik populis yang dapat berubah jika Israel serius terlibat dengan Arab Saudi.”

    Krieg mencatat bahwa pernyataan Netanyahu “sama sekali tidak sejalan dengan kebijakan sekitar 193 negara anggota PBB di luar AS dan Israel”, yang semuanya setuju bahwa Palestina memiliki “hak untuk menentukan nasib sendiri dalam batas-batas historis Palestina”.

    SUMBER: IFPNEWS

  • Rencana Donald Trump Relokasi Warga Gaza Ditolak Mentah-Mentah

    Rencana Donald Trump Relokasi Warga Gaza Ditolak Mentah-Mentah

    PIKIRAN RAKYAT – Mesir, Aljazair, Irak, Libya, dan Hamas menolak usulan Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya. Sikap yang disampaikan pada tanggal 6 Februari 2025 ini menambah pihak yang menolak usulan tersebut.

    Sebelumnya, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, dan Oman, serta beberapa organisasi internasional, termasuk Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk GCC menyatakan sikap yang sama.

    Sebelumnya, pada Hari Selasa 4 Februari 2025, Donald Trump bersama Benjamin Netanyahu menyebut bahwa Amerika Serikat akan mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya.

    Dua hari setelahnya, yaitu pada Hari Kamis 6 Februari 2025, Donald Trump menjelaskan bahwa warga Gaza akan nyaman dan bahagia di tempat yang baru. Presiden Amerika Serikat ini pun menjanjikan akan membangun rumah yang indah, aman, nyaman, dan modern.

    Perumahan bagi warga Gaza yang disebut Riviera Timur Tengah ini jelas Trump, akan menjadi salah satu yang terhebat di dunia. Sebabnya, Amerika Serikat akan bekerja sama beberapa developer terbaik di dunia. Sebelumnya, muncul kabar bahwa Warga Gaza akan direlokasi ke negara-negara tetangga Palestina.

    Mesir, sebagai salah satu negara yang menolaknya, menegaskan menolak setiap usulan yang bertujuan melenyapkan perjuangan Palestina. Baik dengan mencabut hak warga Palestina maupun merelokasi secara sementara maupun permanen.

    Aljazair pun mengutarakan hal yang sama. Negara yang berada di tanduk Afrika ini mengecam rencana apa pun untuk mengusir warga Gaza. Irak dan Libya pun, selain mengutarakan hal yang sama, meminta komunitas internasional agar mengambil tindakan tegas.

    Sedangkan Hamas menyerukan pertemuan darurat negara-negara Arab untuk menolak rencana Trump tersebut. Organisasi garis keras Palestina ini pu mengecam pernyataan Donald Trump.

    Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut rencana tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional. Ia menegaskan bahwa Gaza menjadi bagian dari wilayah Palestina.

    Ia pun menegaskan menolak campur tangan pihak asing dalam menentukan nasib dan masa depan Palestina. Warga Gaza pun menolaknya. Mereka menyebut tak tunduk dengan rencana tersebut.

    Sikap Pemerintah Indonesia

    Di media sosial, Kementerian Luar Negeri RI merilis kecamatan terhadap rencana ambisius Trump tersebut. Tindakan ini dinilai melenceng dari cita-cita Solusi Dua Negara. Dalam solusi ini, Israel dan Palestina hidup berdampingan dengan damai dan tanpa perang.

    Sementara itu, Hidayat Nur Wahid selaku Wakil Ketua MPR RI menyebut rencana tersebut tak masuk akal. Bahkan, termasuk ke dal tindakan pembersihan etnis. Ia pun menyayangkan pernyataan kontroversial tersebut disebutkan oleh Donald Trump yang merupakan seorang pemimpin besar dunia.

    Agar keinginan tersebut tak terwujud, Nur Wahid mendukung komunitas Internasional bekerja sama menggagalkan pencaplokan wilayah Gaza dan relokasi warganya. “…mereka (komunitas internasional) perlu berkolaborasi agar dapat lebih efektif menggagalkan manuver Trump yang didukung Israel itu,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News