Negara: Angola

  • Indonesia Jajaki Sederet Kerja Sama Ekonomi & Investasi di KTT G20 Afrika Selatan

    Indonesia Jajaki Sederet Kerja Sama Ekonomi & Investasi di KTT G20 Afrika Selatan

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menjajaki kerja sama ekonomi dan investasi dengan sejumlah mitra potensial di sela-sela gelaran KTT G20 Leaders Summit yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan, dan dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming.

    Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan di sela-sela KTT G20, Wapres Gibran menghadiri sejumlah pertemuan bilateral dan multilateral. Salah satunya, pertemuan MIKTA dengan Meksiko, Korea, Turki, dan Australia. 

    “Dalam kesempatan tersebut, Indonesia menyampaikan selamat dan terima kasih atas kepemimpinan Korea Selatan di MIKTA pada tahun ini dan tahun depan akan dipimpin oleh Australia,” jelasnya dalam konferensi pers, Minggu (23/11/2025). 

    Selanjutnya, Wapres mengisi pertemuan bilateral diadakan pertemuan pool aside dengan Perdana Menteri PM Etiopia Abiy Ahmed Ali, PM Vietnam Phạm Minh Chính, Presiden Angola sekaligus Chairman African Union João Manuel Gonçalves Lourenço, Presiden Finlandia sekaligus Dirjen World Trade Organization (WTO) Cai-Göran Alexander Stubb, dan Sekjen UNCTAD Rebeca Grynspan.

    Airlangga menjabarkan bahwa di Etiopia beberapa investor Indonesia sekitar 5-6 perusahaan. 

    “Tentunya mereka [Etiopia] juga membutuhkan support dari Indonesia terutama sektor agrikultur, dan sektor derivatif kelapa sawit,” paparnya.

    Selanjutnya, Airlangga menyebut Finlandia yang merupakan negara dengan teknologi tinggi berminat untuk masuk ke sektor data center dan sektor yang terkait dengan telekomunikasi. 

    “Kemarin ada MoU antara PT Dahana dan Rheinmetall untuk pendirian fasilitas bahan peledak. Teknisnya akan diteliti lebih lanjut,” imbuhnya. 

    Airlangga menambahkan Pertamina juga menjajaki peluang investasi dengan mitranya di sektor hulu migas dengan perkiraan investasi US$2,6 miliar. 

    Arrmanatha C. Nasir, Wakil Menteri Luar Negeri, menambahkan negara-negara global south dalam G20 tidak hanya menjadi penonton dalam tata kelola ekonomi global, tetapi juga menjadi co-drivers.

    Dia menyebut leaders declarations dalam KTT G20 kali ini memuat banyak sekali isu-isu yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang, seperti penanganan utang, adjustable reduction, hingga tantangan terhadap global financial system.

    Terkait dengan pertemuan bilateral yang digelar pemerintah Indonesia di sela-sela KTT G20 di Afrika Selatan, Arrmanatha mengatakan beberapa negara Afrika meminta bertemu karena ingin meningkatkan kerja sama ekonomi. 

    “Hal-hal yang menjadi perhatian mereka, seperti agriculture.  Angola ingin belajar sektor pertanian, terutama kopi, kakao. Ethiopia juga serupa.”

  • Menko Airlangga ungkap Angola dan Etiopia kunjungi Indonesia 2026

    Menko Airlangga ungkap Angola dan Etiopia kunjungi Indonesia 2026

    ANTARA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada saat konferensi pers, Minggu (23/11) mengungkapkan Angola dan Etiopia berkeinginan kunjungi Indonesia pada tahun 2026 mendatang. Kedatangan kedua negara tersebut untuk menjalin kerja sama berbagai sektor salah satunya pertanian. (Ryan Rahman/Denno Ramdha Asmara/Suwanti)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Airlangga: Presiden Angola-PM Ethiopia berkunjung ke Indonesia 2026

    Airlangga: Presiden Angola-PM Ethiopia berkunjung ke Indonesia 2026

    “Terkait dengan pertemuan bilateral, baik dari Angola maupun Ethiopia, itu menyatakan keinginan untuk berkunjung ke Indonesia. Dan tadi disampaikan mungkin pada kesempatan pertama di tahun depan mereka ingin berkunjung ke Indonesia,”

    Johannesburg, Afrika Selatan (ANTARA) – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan rencana kunjungan Presiden Angola, Joao Manuel Goncalves Lourenco dan Perdana Menteri (PM) Ethiopia Abiy Ahmed Ali untuk bertemu Presiden Prabowo Subianto pada 2026.

    Menko Airlangga mengatakan rencana kedua pemimpin untuk berkunjung ke Indonesia itu disampaikan saat Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menghadiri pertemuan bilateral “pull aside” meeting bersama sejumlah negara mitra, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu.

    “Terkait dengan pertemuan bilateral, baik dari Angola maupun Ethiopia, itu menyatakan keinginan untuk berkunjung ke Indonesia. Dan tadi disampaikan mungkin pada kesempatan pertama di tahun depan mereka ingin berkunjung ke Indonesia,” kata Airlangga dalam keterangan pers yang disampaikan di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu malam.

    Airlangga menjelaskan bahwa Angola dan Ethiopia menyatakan minat mereka untuk menjajaki kerja sama, terutama bidang pertanian.

    Sejumlah investor Indonesia pun sudah melakukan penetrasi pasar di Ethiopia. Sebaliknya, Airlangga merinci Ethiopia membutuhkan pasokan produk kelapa sawit dan turunannya dari Indonesia.

    “Sudah ada minat mereka untuk sektor tertentu termasuk pertanian. Tadi saya sampaikan bahwa nanti menteri terkait kami akan sampaikan kepada Bapak Presiden untuk bisa berkunjung lebih dulu agar bisa memperdalam keinginan kerja sama berbagai negara,” kata Airlangga.

    Adapun di sela-sela KTT G20, Wapres Gibran menghelat pertemuan bilateral dengan enam pimpinan negara dan lembaga dunia, yakni Perdana Menteri Ethiopia, Perdana Menteri Vietnam, Presiden Angola yang juga Ketua Uni Afrika (African Union), Presiden Finlandia, Direktur Jenderal Ogranisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), serta Sekretaris Jenderal Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UN Trade and Development/UNCTAD).

    Airlangga menambahkan bahwa Finlandia juga berminat untuk menjajaki kerja sama di Indonesia dalam bentuk tata kelola data dan telekomunikasi.

    “Kita tahu, (Finlandia) negara dengan teknologi tinggi, mereka berminat untuk masuk di dalam data center dan juga untuk yang terkait dengan telekomunikasi,” kata Airlangga.

    Adapun kehadiran Wapres Gibran di KTT G20 merupakan penugasan langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang berhalangan hadir.

    Berdasarkan keterangan dari Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, keputusan tersebut diambil karena jadwal pertemuan tingkat tinggi dengan para pemimpin dunia itu bertepatan dengan sejumlah agenda penting Presiden di dalam negeri.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gibran hadiri pertemuan MIKTA dan bilateral negara mitra di sela G20

    Gibran hadiri pertemuan MIKTA dan bilateral negara mitra di sela G20

    “Di kesempatan ini juga, Indonesia menyampaikan selamat dan terima kasih atas kepemimpinan Korea Selatan di MIKTA tahun ini dan tahun depan akan dipimpin oleh Australia,”

    Johannesburg, Afrika Selatan (ANTARA) – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menghadiri pertemuan forum kerja sama lima negara berkekuatan menengah, MIKTA, hingga bilateral dengan sejumlah negara mitra di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu.

    Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan dalam pertemuan MIKTA yang beranggotakan Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia (MIKTA), pemerintah Indonesia menyampaikan apresiasi kepada Korea Selatan yang memegang keketuaan pada 2025.

    “Di kesempatan ini juga, Indonesia menyampaikan selamat dan terima kasih atas kepemimpinan Korea Selatan di MIKTA tahun ini dan tahun depan akan dipimpin oleh Australia,” kata Airlangga dalam keterangan pers yang disampaikan di salah satu hotel di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu malam.

    Airlangga menjelaskan bahwa Gibran yang melaksanakan penugasan dari Presiden Prabowo Subianto untuk menghadiri KTT G20, juga melakukan pertemuan bilateral “pull aside meeting”.

    Pertemuan bilateral itu dilaksanakan dengan Perdana Menteri Ethiopia, Perdana Menteri Vietnam, Presiden Angola yang juga Ketua Uni Afrika (African Union), Presiden Finlandia, Direktur Jenderal Ogranisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), serta Sekretaris Jenderal Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UN Trade and Development/UNCTAD).

    Dalam pertemuan bilateral itu, Airlangga mengatakan Ethiopia membutuhkan dukungan dari Indonesia dari sektor agrikultur, terutama kelapa sawit.

    Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Natsir menyampaikan bahwa dari total enam pertemuan bilateral yang dilakukan oleh Indonesia di sela-sela KTT G20, pertemuan-pertemuan tersebut secara umum membahas dorongan untuk meningkatkan kerja sama bilateral di bidang ekonomi.

    Wamenlu menyoroti keinginan dari Republik Angola kepada Indonesia untuk meningkatkan kerja sama di bidang pertanian, terutama untuk komoditas perkebunan, seperti kopi dan cokelat.

    Adapun KTT G20 di Afrika Selatan menjadi momen bersejarah karena merupakan kali pertama pertemuan tingkat tinggi itu diadakan di benua Afrika.

    KTT G20 yang mengambil tema besar “Solidaritas, Kesetaraan dan Keberlanjutan” ini menandai berakhirnya estafet kepemimpinan negara Global-South di G20 yang dimulai dari kepemimpinan Indonesia di tahun 2022, dilanjutkan oleh India, Brasil, dan Afrika Selatan.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Airlangga: Presiden Angola-PM Ethiopia berkunjung ke Indonesia 2026

    Angola dan Ethiopia tertarik perdalam kerja sama pertanian dengan RI

    Negara lain seperti Finlandia yang kita tahu negara dengan teknologi tinggi, mereka berminat untuk masuk (investasi) di dalam data center

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Angola dan Ethiopia menyatakan minat untuk memperdalam kerja sama di bidang pertanian dengan Indonesia.

    Hal itu disampaikan melalui rangkaian pertemuan bilateral di sela KTT G20 Afrika Selatan 2025. Menko mengatakan kedua negara benua Afrika itu berencana melakukan kunjungan resmi ke Indonesia pada tahun depan untuk menindaklanjuti ketertarikan tersebut.

    “Terkait dengan pertemuan bilateral tadi baik dari Angola maupun Ethiopia menyatakan keinginan untuk berkunjung ke Indonesia. Dan tadi disampaikan mungkin pada kesempatan pertama di tahun depan mereka ingin berkunjung ke Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers di salah satu hotel di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu (22/11) malam waktu setempat.

    Pemerintah Indonesia akan menyiapkan langkah teknis melalui kementerian terkait, termasuk melakukan pelaporan kepada Presiden guna membuka peluang pendalaman kerja sama.

    Airlangga menuturkan, sebenarnya sejumlah perusahaan Indonesia telah beroperasi di Ethiopia. Namun, masih memerlukan adanya kerangka kerja sama baru di bidang pertanian guna memperdalam investasi kedua negara.

    “Kalau di Ethiopia, beberapa investor Indonesia sudah masuk di sana, lima sampai enam perusahaan (Indonesia) dan tentunya mereka juga membutuhkan support dari Indonesia terutama untuk di sektor agrikultur dan juga sektor-sektor yang mereka sangat butuhkan yaitu derivatif daripada kelapa sawit,” katanya menerangkan.

    Selain Angola dan Ethiopia, Airlangga menyebut sejumlah negara lain turut menyampaikan minat kerja sama dengan Indonesia di berbagai sektor.

    Finlandia, misalnya, disebut tertarik menanamkan investasi pada industri pusat data (data center).

    “Negara lain seperti Finlandia yang kita tahu negara dengan teknologi tinggi, mereka berminat untuk masuk (investasi) di dalam data center,” kata dia.

    Kerja sama lain yang disinggung yakni penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Dahana dan perusahaan pertahanan Jerman, Rheinmetall, mengenai rencana pembangunan fasilitas bahan peledak.

    Sementara di bidang energi, Menko Airlangga menyebut adanya rencana investasi di sektor hulu migas dengan nilai investasi sekitar 2,6 miliar dolar AS.

    “Kemudian juga ada di (sektor) hulu migas dengan perkiraan investasi sekitar 2,6 miliar (dolar AS), namun ini masih tahap lanjutan baik Pertamina dengan mitranya,” katanya.

    Adapun KTT G20 berfokus pada tiga sesi utama yang membahas berbagai tantangan global. Sesi pertama akan membahas isu ekonomi berkelanjutan, peran perdagangan dan keuangan dalam pembangunan, serta masalah utang di negara-negara berkembang.

    ‎Sesi kedua akan berfokus pada pembangunan dunia yang tangguh (resilient world), yang mencakup isu kebencanaan, perubahan iklim, transisi energi berkeadilan (just energy transition), serta sistem pangan.

    ‎Sementara sesi ketiga akan membahas isu pekerjaan layak (decent work) dan tata kelola kecerdasan buatan (artificial intelligence).

    ‎Sesi ketiga juga akan membahas mengenai mineral kritis yang menjadi usulan dan fokus kepentingan Indonesia pada pertemuan kali ini.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Fitri Supratiwi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Angola dan Ethiopia Berniat Kunjungi Indonesia, Fokus Kerja Sama Agrikultur dan Sawit

    Angola dan Ethiopia Berniat Kunjungi Indonesia, Fokus Kerja Sama Agrikultur dan Sawit

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan hasil pertemuan bilateral Indonesia dengan sejumlah negara seperti Angola dan Ethiopia dalam rangka KTT G20 Afrika Selatan 2025.

    Sejumlah negara seperti Angola dan Ethiopia disebut menyatakan minat untuk melakukan kunjungan resmi ke Indonesia pada tahun depan guna memperdalam kerja sama ekonomi.

    “Terkait dengan pertemuan bilateral tadi baik dari Angola maupun Ethiopia itu menyatakan keinginan untuk berkunjung ke Indonesia. Dan tadi disampaikan mungkin pada kesempatan pertama di tahun depan mereka ingin berkunjung ke Indonesia,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Minggu (23/11/2025).

    Menurutnya, minat kerja sama utamanya datang dari sektor pertanian dan industri hilir, khususnya dari Ethiopia yang sudah menjadi tujuan ekspansi perusahaan Indonesia.

    “Lima sampai enam perusahaan dan tentunya mereka juga membutuhkan support dari Indonesia terutama untuk di sektor agrikultur dan juga sektor-sektor yang mereka sangat butuhkan yaitu derivatif daripada kelapa sawit,” kata Airlangga.

     

  • Yuan Geser Dolar dalam Perdagangan China Meski Ada Tantangan

    Yuan Geser Dolar dalam Perdagangan China Meski Ada Tantangan

    Jakarta

    Upaya Cina untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat mulai terlihat selama krisis keuangan global 2008–2009.

    Bank Sentral Cina (PBOC) meluncurkan skema uji coba pada Juli 2009 untuk pertama kalinya menyelesaikan perdagangan lintas batas dalam yuan, atau renminbi. Ini adalah respons atas kebijakan pencetakan uang agresif Federal Reserve AS, yang mengancam nilai aset asing Beijing senilai USD1,9 triliun (sekitar Rp31,7 kuadriliun).

    Program percobaan tersebut memicu kampanye selama 16 tahun yang kini membuat yuan digunakan untuk membayar 30% dari perdagangan barang global Cina senilai USD6,2 triliun (sekitar Rp103,6 kuadriliun). Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur Bank Sentral Cina, Zhu Hexin, dalam sebuah konferensi ekonomi pada Juni.

    Jika menghitung semua pembayaran lintas batas, termasuk pembelian obligasi dan investasi asing, pangsa yuan melonjak menjadi 53%, melampaui perdagangan dolar Cina untuk pertama kalinya pada tahun 2023.

    Menurut SWIFT, jaringan pesan global yang digunakan bank untuk menyelesaikan pembayaran internasional, yuan sempat mengalahkan euro sebagai mata uang kedua paling banyak digunakan dalam pembiayaan perdagangan global pada tahun lalu. Meskipun pangsa pasarnya hanya 5,8%, jauh di bawah dominasi dolar AS yang mencapai 82%, ini merupakan pencapaian bagi mata uang yuan.

    Pangsa yuan dalam cadangan mata uang global juga mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pada kuartal kedua tahun ini sebesar 2,4%, kata Dana Moneter Internasional (IMF) pada Oktober.

    Peran yuan di kancah global semakin berkembang, tapi dengan batasan

    Di saat negara-negara BRICS di kawasan Global Selatan baru-baru ini menjajaki alternatif selain dolar AS, termasuk usulan mata uang bersama, Cina mengambil pendekatan yang lebih pragmatis. Cina secara bertahap memperkuat peran yuan dalam perdagangan global sambil terus mempertahankan kontrol atas pertukaran mata uang.

    Jika Beijing mengizinkan yuan digunakan di pasar keuangan global untuk aliran modal, investasi, dan instrumen keuangan, serta untuk perdagangan, Otero-Iglesias mengatakan hal itu akan mengurangi kendali Partai Komunis Cina atas sistem kredit domestiknya.

    “Beijing percaya bahwa keuangan harus menjadi pelayan, bukan tuan, dari ekonomi riil,” tambahnya.

    Berita utama sering menggambarkan kenaikan yuan baru-baru ini sebagai tantangan langsung terhadap dominasi dolar. Selama hampir 80 tahun, dolar menjadi mata uang cadangan global dan masih digunakan dalam lebih dari 58% transaksi internasional dan cadangan devisa.

    Namun, Dan Wang, Direktur Cina di konsultan risiko politik Eurasia Group, melihat kenyataan yang lebih realistis.

    “Beijing tidak pernah menyebutnya sebagai dedolarisasi,” kata Wang kepada DW.

    “Deskripsi yang lebih akurat tentang niat Cina adalah regionalisasi yuan (ke kawasan Global Selatan).”

    Selama tiga tahun terakhir, Cina telah memanfaatkan pengaruh ekonomi yang besar dan dampak geopolitik dari perang Ukraina untuk mendapatkan kesepakatan energi dan komoditas yang menguntungkan. Kesepakatan tersebut antara lain diskon besar dari Rusia dengan semakin banyak transaksi diselesaikan dalam yuan.

    “Seiring waktu, terutama ketika Cina memiliki kekuatan tawar-menawar, mereka dapat meminta rasio yang lebih tinggi (untuk perdagangan dalam yuan). Itulah yang sudah dilakukan oleh perusahaan milik Cina dengan pemasok komoditas asing,” kata Wang.

    Peran kunci yuan dalam pembiayaan utang

    Salah satu pilar utama upaya Beijing untuk meningkatkan penggunaan yuan adalah pinjaman luar negeri, yang mengintegrasikan mata uang Cina ke dalam struktur utang negara-negara berkembang.

    Cadangan devisa yuan bank-bank Cina, seperti pinjaman, simpanan, dan obligasi, telah meningkat empat kali lipat menjadi USD480 miliar (Rp8,03 kuadriliun) dalam lima tahun. Menurut Financial Times, ini menunjukkan porsi yang semakin besar dari total pinjaman luar negeri Cina sebesar sekitar USD1 triliun (Rp16,72 kuadriliun) melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).

    Dengan suku bunga yuan 200–300 basis poin di bawah tingkat dolar, harian bisnis tersebut mencatat bahwa Kenya, Angola, dan Ethiopia telah mengubah utang dolar lama mereka menjadi yuan tahun ini. Sementara itu, Indonesia, Slovenia, dan Kazakhstan kini menerbitkan obligasi dalam mata uang Cina.

    Di luar perdagangan dan pinjaman, Beijing telah membangun garis pertahanan ketiga, yaitu sistem keuangan terpisah yang dapat beroperasi secara independen dari sistem yang didominasi dolar. Pusatnya alah CIPS, sistem pembayaran antarbank lintas batas Cina, yang menawarkan alternatif bagi SWIFT dalam transaksi internasional.

    Di pusat keuangan utama seperti Singapura, London, dan Frankfurt, pusat kliring yuan telah dibuka. PBOC juga sedang menguji coba yuan digital, mata uang digital bank sentral (CBDC). Dengan akses yang diperluas ke lebih dari 20 negara, yuan digital siap untuk lebih mempermudah pembayaran lintas batas dan mengurangi ketergantungan pada bank-bank Barat.

    “Ini bisa menjadi sarana lain bagi Cina untuk menginternasionalkan mata uangnya dengan menjadi pionir di garis depan uang digital negara,” kata Otero-Iglesias kepada DW.

    Cina juga telah menandatangani perjanjian pertukaran mata uang dengan lebih dari 50 negara. Perjanjian ini memungkinkan bank sentral untuk menukar mata uang lokal mereka dengan yuan sesuai permintaan, memberikan perlindungan kritis bagi negara-negara seperti Rusia dan Iran terhadap sanksi AS yang telah memblokir akses ke dolar.

    Perjanjian ini juga menjadi berkah bagi negara-negara yang bergantung pada perdagangan dan investasi Cina, seperti Argentina, Pakistan, dan Turki.

    Beijing mempertahankan kendali ketat atas yuan

    Berbeda dengan mata uang Barat, yuan tetap dikelola secara ketat oleh Beijing dan tidak dapat ditukar secara bebas dengan mata uang lain tanpa pengawasan pemerintah.

    Sistem kredit domestik Cina masih didominasi oleh bank-bank milik negara yang berada di bawah pengawasan politik. Beijing khawatir jika membiarkan aliran uang masuk dan keluar negara tanpa batasan, dapat membuat mata uang Cina rentan terhadap serangan spekulatif dan pengaruh asing lainnya. Oleh karena itu, kemampuan konversi penuh tetap tidak mungkin.

    “Beijing tidak akan mengambil pendekatan liberal,” kata Otero-Iglesias kepada DW. “Internasionalisasi yuan akan mengikuti logika komando dan kontrol Partai Komunis Cina.”

    Namun, tanpa kemampuan konversi penuh, yuan tidak mungkin menjadi mata uang keuangan dominan yang digunakan untuk investasi global dan sebagai cadangan. Memang, strategi hati-hati Beijing mungkin membatasi sejauh mana yuan dapat berkembang.

    Upaya untuk memperluas perdagangan berbasis yuan juga menghadapi hambatan dari ketidakseimbangan ekonomi Cina sendiri. Permintaan domestik melemah, dengan konsumen dan bisnis mengurangi pengeluaran, sebagian karena krisis properti yang semakin parah.

    Pabrik-pabrik Cina memproduksi lebih dari yang dibutuhkan negara, sehingga Beijing harus lebih bergantung pada ekspor untuk mendorong perekonomiannya. Tanpa permintaan asing yang konsisten, akibat perang tarif Presiden AS Donald Trump, pertumbuhan perdagangan yang menggunakan yuan dapat terhenti.

    “Pertumbuhan harus datang dari luar negeri,” kata Wang dari Eurasia Group. “Artinya, perdagangan global kini menjadi lebih penting bagi Cina.”

    Jika Cina menuntut agar lebih banyak transaksi diselesaikan dalam mata uangnya sendiri, mitra dagang harus bersedia menerimanya, yang menurut analis akan memerlukan kepercayaan yang lebih besar, lembaga yang transparan, dan ekonomi yang lebih kuat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Algadri Muhammad

    Editor: Melisa Lolindu

    Tonton juga Video Trump Ancam Tarif 150% ke BRICS: Mereka Coba Hancurkan Dolar AS!

    (ita/ita)

  • Eni & Petronas Bentuk JV Kelola 19 Blok Migas di RI dan Malaysia

    Eni & Petronas Bentuk JV Kelola 19 Blok Migas di RI dan Malaysia

    Bisnis.com, JAKARTA – Eni dan Petronas resmi menandatangani perjanjian mengikat terkait pembentukan joint venture, dengan kepemilikan sama besar, untuk mengelola aset hulu migas di Indonesia dan Malaysia.

    Penandatanganan disaksikan oleh CEO Eni Claudio Descalzi dan Presiden serta Group CEO Petronas Tengku Muhammad Taufik di gelaran Abu Dhabi International Petroleum Exhibition & Conference (ADIPEC) pada 3 November 2025.

    Perjanjian ini merupakan tindak lanjut dari framework agreement yang ditandatangani kedua perusahaan pada 17 Juni 2025. Entitas baru (NewCo) Eni dan Petronas tersebut akan mengelola 19 aset hulu migas, yang terdiri atas 14 aset di Indonesia dan 5 aset di Malaysia.

    Melalui NewCo, Eni dan Petronas akan menggabungkan portofolio yang saling melengkapi, kekuatan teknis, serta keahlian regional untuk menciptakan nilai jangka panjang, keunggulan operasional, dan kepemimpinan dalam transisi energi.

    “Perjanjian ini merupakan momen transformasional bagi Eni. Kami menggabungkan kekuatan dengan Petronas untuk mengelola aset di Indonesia dan Malaysia, menciptakan sinergi dalam aset, keahlian, dan kemampuan finansial,” ujar CEO Eni Claudio Descalzi melalui siaran pers, Senin (3/11/2025).

    NewCo akan beroperasi sebagai entitas yang mandiri secara finansial, dengan rencana investasi lebih dari US$15 miliar dalam 5 tahun ke depan.

    Investasi ini akan mendukung pengembangan sedikitnya delapan proyek baru serta pengeboran 15 sumur eksplorasi, dengan target mengembangkan sekitar 3 miliar barel setara minyak (boe) dari cadangan yang telah ditemukan. Selain itu, NewCo juga menargetkan untuk membuka potensi eksplorasi tambahan sekitar 10 miliar boe.

    Portofolio NewCo akan mencakup aset gas yang telah berproduksi dan aset pengembangan di Malaysia dan Indonesia, dengan kapasitas produksi awal lebih dari 300.000 barel setara minyak per hari (boe/d), serta rencana peningkatan hingga lebih dari 500.000 boe/d dalam jangka menengah secara berkelanjutan.

    “Dengan memanfaatkan aset produksi yang sudah ada dan mengembangkan inisiatif besar di Cekungan Kutai serta di Malaysia, kami memperkirakan dapat mencapai produksi lebih dari 500.000 barel setara minyak per hari dalam jangka menengah. Kesempatan ini akan menciptakan nilai luar biasa bagi Eni, Petronas, Indonesia, dan Malaysia—didukung oleh keahlian eksplorasi kami dan rekam jejak dalam menyelesaikan proyek secara disiplin dan cepat,” kata Descalzi.

    Pembentukan NewCo akan memungkinkan Eni untuk mempercepat siklus pengembangan proyek, mengoptimalkan alokasi modal, serta mencapai sinergi operasional dalam bidang eksplorasi, produksi, dan pengelolaan aset, sembari memanfaatkan peluang pertumbuhan dari lapangan yang sudah mature maupun area eksplorasi dengan potensi tinggi.

    Bisnis baru ini akan menjadi bagian dari strategi model satelit Eni, mengikuti kesuksesan inisiatif serupa seperti Var Energy di Norwegia, Azule di Angola, dan Ithaca di Inggris.

    Setelah penandatanganan ini, Eni dan Petronas akan bekerja untuk memperoleh seluruh persetujuan regulasi, pemerintah, dan mitra yang dibutuhkan di Malaysia dan Indonesia. Eni memperkirakan transaksi ini akan selesai pada 2026, setelah seluruh persetujuan diperoleh.

    Sepanjang proses ini, Eni berkomitmen untuk melakukan keterlibatan yang transparan dengan seluruh pemangku kepentingan—termasuk karyawan, otoritas setempat, mitra usaha, dan komunitas lokal. Pendekatan ini mencerminkan ambisi bersama kedua perusahaan untuk meluncurkan entitas baru melalui proses yang bertanggung jawab, efisien, dan berorientasi nilai, sekaligus memperkuat fondasi kolaborasi jangka panjang dan pertumbuhan berkelanjutan di kawasan tersebut.

  • Eni & Petronas Bentuk JV Kelola 19 Blok Migas di RI dan Malaysia

    Eni & Petronas Bentuk JV Kelola 19 Blok Migas di RI dan Malaysia

    Bisnis.com, JAKARTA – Eni dan Petronas resmi menandatangani perjanjian mengikat terkait pembentukan joint venture, dengan kepemilikan sama besar, untuk mengelola aset hulu migas di Indonesia dan Malaysia.

    Penandatanganan disaksikan oleh CEO Eni Claudio Descalzi dan Presiden serta Group CEO Petronas Tengku Muhammad Taufik di gelaran Abu Dhabi International Petroleum Exhibition & Conference (ADIPEC) pada 3 November 2025.

    Perjanjian ini merupakan tindak lanjut dari framework agreement yang ditandatangani kedua perusahaan pada 17 Juni 2025. Entitas baru (NewCo) Eni dan Petronas tersebut akan mengelola 19 aset hulu migas, yang terdiri atas 14 aset di Indonesia dan 5 aset di Malaysia.

    Melalui NewCo, Eni dan Petronas akan menggabungkan portofolio yang saling melengkapi, kekuatan teknis, serta keahlian regional untuk menciptakan nilai jangka panjang, keunggulan operasional, dan kepemimpinan dalam transisi energi.

    “Perjanjian ini merupakan momen transformasional bagi Eni. Kami menggabungkan kekuatan dengan Petronas untuk mengelola aset di Indonesia dan Malaysia, menciptakan sinergi dalam aset, keahlian, dan kemampuan finansial,” ujar CEO Eni Claudio Descalzi melalui siaran pers, Senin (3/11/2025).

    NewCo akan beroperasi sebagai entitas yang mandiri secara finansial, dengan rencana investasi lebih dari US$15 miliar dalam 5 tahun ke depan.

    Investasi ini akan mendukung pengembangan sedikitnya delapan proyek baru serta pengeboran 15 sumur eksplorasi, dengan target mengembangkan sekitar 3 miliar barel setara minyak (boe) dari cadangan yang telah ditemukan. Selain itu, NewCo juga menargetkan untuk membuka potensi eksplorasi tambahan sekitar 10 miliar boe.

    Portofolio NewCo akan mencakup aset gas yang telah berproduksi dan aset pengembangan di Malaysia dan Indonesia, dengan kapasitas produksi awal lebih dari 300.000 barel setara minyak per hari (boe/d), serta rencana peningkatan hingga lebih dari 500.000 boe/d dalam jangka menengah secara berkelanjutan.

    “Dengan memanfaatkan aset produksi yang sudah ada dan mengembangkan inisiatif besar di Cekungan Kutai serta di Malaysia, kami memperkirakan dapat mencapai produksi lebih dari 500.000 barel setara minyak per hari dalam jangka menengah. Kesempatan ini akan menciptakan nilai luar biasa bagi Eni, Petronas, Indonesia, dan Malaysia—didukung oleh keahlian eksplorasi kami dan rekam jejak dalam menyelesaikan proyek secara disiplin dan cepat,” kata Descalzi.

    Pembentukan NewCo akan memungkinkan Eni untuk mempercepat siklus pengembangan proyek, mengoptimalkan alokasi modal, serta mencapai sinergi operasional dalam bidang eksplorasi, produksi, dan pengelolaan aset, sembari memanfaatkan peluang pertumbuhan dari lapangan yang sudah mature maupun area eksplorasi dengan potensi tinggi.

    Bisnis baru ini akan menjadi bagian dari strategi model satelit Eni, mengikuti kesuksesan inisiatif serupa seperti Var Energy di Norwegia, Azule di Angola, dan Ithaca di Inggris.

    Setelah penandatanganan ini, Eni dan Petronas akan bekerja untuk memperoleh seluruh persetujuan regulasi, pemerintah, dan mitra yang dibutuhkan di Malaysia dan Indonesia. Eni memperkirakan transaksi ini akan selesai pada 2026, setelah seluruh persetujuan diperoleh.

    Sepanjang proses ini, Eni berkomitmen untuk melakukan keterlibatan yang transparan dengan seluruh pemangku kepentingan—termasuk karyawan, otoritas setempat, mitra usaha, dan komunitas lokal. Pendekatan ini mencerminkan ambisi bersama kedua perusahaan untuk meluncurkan entitas baru melalui proses yang bertanggung jawab, efisien, dan berorientasi nilai, sekaligus memperkuat fondasi kolaborasi jangka panjang dan pertumbuhan berkelanjutan di kawasan tersebut.

  • Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan inflasi global masih belum merata, dan segelintir negara masih harus berjuang melawan pertumbuhan harga yang luar biasa tinggi yang didorong oleh pelemahan mata uang, tekanan fiskal, dan kerapuhan ekonomi struktural.

    Dari Afrika hingga Amerika Selatan, inflasi telah mengikis daya beli dan menguji respons kebijakan, dengan beberapa negara masih mencatat tingkat inflasi dua bahkan tiga digit pada 2025.

    Venezuela, di Amerika Selatan, seharusnya berada di peringkat pertama dengan tingkat inflasi 172%, tetapi data terbaru yang tersedia hanya mencakup April 2025, sehingga tidak termasuk dalam daftar.

    Meskipun banyak negara maju telah mengalami penurunan inflasi, beberapa negara berkembang juga masih terjebak dalam siklus harga tinggi, mata uang yang tidak stabil, dan rantai pasokan yang rapuh.

    Mengutip Riset Nairametrics terhadap data terbaru yang tersedia, sebagian besar berasal dari kantor statistik masing-masing negara, menunjukkan bahwa negara-negara seperti Venezuela, Sudan Selatan, dan Sudan memimpin dunia dengan tingkat inflasi di atas 80%, yang menggarisbawahi ketidakseimbangan makroekonomi dan tantangan tata kelola yang terus berlanjut.

    Berikut adalah negara-negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia.

    10. Angola – 18,2% (September 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Angola mencapai 18,2% pada September 2025, mencerminkan moderasi yang stabil dari tingkat inflasi yang tinggi yang tercatat pada tahun 2024. 

    Menurut data dari Institut Statistik Nasional (INE) dan Bank of Angola, penurunan ini menandai kemajuan dalam upaya disinflasi negara tersebut, yang didukung oleh kebijakan moneter yang lebih ketat dan stabilitas nilai tukar yang relatif.

    Stabilitas kwanza (AOA) yang membaik sejak akhir 2024 juga telah memperlambat inflasi impor, terutama pada kategori makanan dan bahan bakar yang sebelumnya mendorong lonjakan harga.

    Namun, kerentanan struktural, seperti ketergantungan yang tinggi pada impor, produksi domestik yang terbatas, dan paparan terhadap fluktuasi harga minyak, terus memberikan tekanan mendasar pada harga.

    Untuk mendorong kemajuan, Angola mungkin perlu mempertahankan manajemen moneter yang bijak, memperkuat transparansi fiskal, dan berinvestasi dalam produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan impor. 

    Reformasi berkelanjutan juga diperlukan untuk membangun kepercayaan investor dan meningkatkan produktivitas pertanian dapat membantu melindungi perekonomian dari guncangan eksternal dan mempertahankan stabilitas harga dalam jangka menengah.

    9. Malawi – 28,7% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Malawi naik menjadi 28,7% pada September 2025, naik dari 28,2% pada Agustus, menurut Badan Pusat Statistik. Faktor pendorong utamanya adalah kenaikan harga pangan dan bahan bakar, depresiasi mata uang, dan gangguan rantai pasokan. Ketergantungan pada barang impor dan tingginya biaya transportasi terus memperkuat tekanan inflasi.

    Untuk menstabilkan kwacha Malawi (MWK) perlu manajemen moneter yang bijak, meningkatkan hasil pertanian, dan mengatasi hambatan struktural di sektor energi dan logistik dapat membantu. Disiplin fiskal yang ketat dan penargetan inflasi yang kredibel dapat memulihkan stabilitas secara bertahap.

    8. Argentina – 31,8% (September 2025, Amerika Selatan)

    Inflasi Argentina sedikit melambat menjadi 31,8% pada September 2025 dari sekitar 33,6% pada Agustus, menurut data Instituto Nacional de Estadística y Censos (INDEC). 

    Meskipun lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, inflasi tetap menjadi masalah kronis yang berakar pada ketidakseimbangan fiskal dan kredibilitas moneter yang lemah.

    Defisit pemerintah yang besar yang dibiayai melalui pinjaman bank sentral, peso Argentina yang terdepresiasi (ARS$), dan ekspektasi inflasi yang terus-menerus terus memicu kenaikan harga.

    Konsolidasi fiskal, rencana disinflasi yang kredibel, dan pemulihan otonomi bank sentral menjadi langkah penting. Manajemen nilai tukar yang konsisten dan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekspor dapat membantu mengendalikan ekspektasi dan menstabilkan peso.

    7. Haiti – 31,9% (September 2025, Amerika Utara)

    Inflasi Haiti mencapai 31,9% pada September 2025, di tengah ketidakstabilan politik, tantangan keamanan, dan rantai pasokan yang rapuh. 

    Depresiasi gourde Haiti (HTG) terhadap dolar AS dan tingginya biaya impor pangan serta bahan bakar telah menyebabkan harga konsumen terus naik. Kelemahan struktural, terbatasnya produksi lokal, infrastruktur yang buruk, dan seringnya gangguan perdagangan memperkuat inflasi impor.

    Lingkungan politik dan keamanan yang stabil menjadi syarat penting untuk perbaikan ekonomi Haiti. Memperkuat pengelolaan mata uang, meningkatkan produktivitas pertanian, dan berinvestasi dalam transportasi dan logistik pasar, semuanya dapat membantu menurunkan inflasi secara berkelanjutan. 

    6. Zimbabwe – 32,7% (Oktober 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Zimbabwe mencapai 32,7% pada Oktober 2025, menurut laporan yang mengutip Badan Statistik Nasional Zimbabwe (ZimStat). Zimbabwe mengalami perubahan inflasi tahunan (YoY) bulanan paling dramatis, turun tajam dari 82,7% pada September 2025 menjadi 32,7% pada Oktober 2025.

    Meskipun ini menandai perbaikan dari episode hiperinflasi dalam beberapa tahun terakhir, inflasi tetap tinggi karena ketidakstabilan mata uang dan terbatasnya kepercayaan terhadap mata uang domestik, Zimbabwe Gold (ZWG) yang diperkenalkan pada April 2024 oleh Bank Sentral Zimbabwe (RBZ) untuk menggantikan dolar Zimbabwe (ZWL) yang sedang melemah.

    Ketergantungan yang terus-menerus pada impor, ketidakseimbangan moneter, dan kapasitas produksi yang lemah terus memicu volatilitas harga.

    Untuk memperkuat reformasi moneter, khususnya rasionalisasi mata uang, Zimbabwe perlu meningkatkan manufaktur domestik, dan memulihkan transparansi fiskal. Membangun kepercayaan investor dan memperluas investasi produktif juga dapat memoderasi inflasi jangka panjang.

    5. Turki – 33,29% (September 2025, Asia/Eropa)

    Inflasi Turki tetap tinggi di angka 33,29% per September 2025, naik dari 32,95% pada Agustus, mencerminkan pelemahan mata uang yang berkelanjutan dan kebijakan moneter yang tidak lazim sebelumnya yang mempertahankan suku bunga tetap rendah meskipun harga melonjak.

    Depresiasi lira Turki (TRY) telah meningkatkan biaya barang impor secara signifikan, terutama energi dan pangan. Permintaan domestik, yang didorong oleh dukungan fiskal dan ekspansi kredit, juga terus menekan harga.

    Komitmen yang kredibel terhadap pengetatan moneter, yang didukung oleh bank sentral independen, dapat membantu memulihkan kepercayaan dan memperkuat lira. Kehati-hatian fiskal, reformasi struktural, dan upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri juga penting untuk semakin menstabilkan lintasan inflasi.

    4. Burundi – 36,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Burundi mencapai 36,9% pada September 2025, sedikit meningkat dari 36,6% pada Agustus, yang sebagian besar didorong oleh biaya pangan dan transportasi, menurut kantor statistik nasional. 

    Tekanan tersebut mencerminkan depresiasi nilai tukar, tingginya harga impor, dan lemahnya produksi pangan domestik akibat cuaca yang tidak menentu dan terbatasnya infrastruktur. Seperti banyak negara berpenghasilan rendah, Burundi juga menghadapi kendala fiskal dan moneter yang membatasi kemampuannya untuk menahan lonjakan harga.

    Untuk memperkuat ekonominya, perlu meningkatkan produktivitas pertanian, memperbaiki infrastruktur transportasi, dan mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ketat. Memperkuat pengelolaan mata uang dan mengurangi ketergantungan impor, terutama untuk pangan dan bahan bakar, juga akan meredakan tekanan harga.

    3. Iran – 38,9% (Oktober 2025, Asia)

    Tingkat inflasi Iran mencapai 38,9% pada Oktober 2025, melonjak dari 37,5% pada September, menurut Pusat Statistik Iran. Tekanan inflasi berasal dari defisit fiskal, volatilitas mata uang, dan dampak sanksi internasional yang membatasi akses terhadap valuta asing. 

    Depresiasi Rial Iran (IRR) yang terus-menerus dan tingginya biaya impor terus mengikis daya beli rumah tangga. Otonomi bank sentral yang lemah dan monetisasi defisit telah membuat inflasi tetap tinggi.

    Memperkuat independensi bank sentral, membangun kembali penyangga valuta asing, dan konsolidasi fiskal secara bertahap akan menjadi langkah yang krusial. Terobosan yang meringankan sanksi eksternal atau memulihkan pendapatan ekspor minyak yang stabil juga dapat membantu menstabilkan rial dan meredam inflasi.

    2. Sudan – 83,47% (September 2025, Afrika)

    Inflasi di Sudan sudah turun menjadi 83,47% pada September 2025 dari sekitar 156,3% pada April 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Sudan Tribune, mengutip statistik resmi. 

    Meskipun mengalami penurunan, inflasi tetap sangat tinggi, didorong oleh pasokan uang yang ekspansif, depresiasi nilai tukar, dan distorsi struktural di pasar pangan dan energi. Konflik dan fragmentasi kebijakan selama bertahun-tahun juga telah melemahkan kapasitas produksi. Kekurangan pasokan dan implementasi kebijakan yang tidak menentu terus menghambat stabilitas.

    Membangun kembali kerangka moneter yang stabil, mengendalikan pertumbuhan pasokan uang, dan meningkatkan produksi serta logistik pangan domestik akan membantu menurunkan harga. Stabilisasi nilai tukar dan konsistensi kebijakan kelembagaan merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan investor.

    1. Sudan Selatan – 107,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Sudan Selatan masih termasuk yang tertinggi secara global, mencapai 107,9% pada September 2025, sedikit turun dari sekitar 112,6% tahun sebelumnya. 

    Perekonomiannya masih terus berjuang dengan nilai tukar yang fluktuatif, koordinasi kebijakan yang lemah, dan ketergantungan yang besar pada pendapatan minyak yang berfluktuasi seiring dengan harga global.

    Depresiasi tajam pound Sudan Selatan (£SSP) telah membuat biaya impor tetap tinggi, sementara gangguan pada jaringan transportasi dan pasokan mendorong kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Ketidakpastian politik dan defisit fiskal yang terus-menerus semakin mempersulit upaya untuk menstabilkan harga.

    Membangun disiplin fiskal yang lebih kuat di sekitar pendapatan minyak, meningkatkan infrastruktur dan logistik perbatasan, serta mengadopsi kebijakan nilai tukar yang lebih kredibel dapat membantu mengendalikan inflasi seiring waktu. Mendorong produksi dalam negeri juga dapat mengurangi tekanan dari sisi penawaran.