Natal Sederhana di Tengah Luka: Kesaksian Korban Banjir Bandang di Tapanuli Utara
Tim Redaksi
SALATIGA, KOMPAS.com
– Bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera masih menyisakan kepedihan mendalam.
Begitu juga dengan sanak keluarga yang hidup di perantauan dan mencari kabar kondisi keluarganya. Akhir tahun ini bagi Lasran Dryan (20) menjadi tahun terberat.
Pada Rabu (26/11/2025) pagi tersiar kabar mengenai banjir bandang dan longsor yang terjadi di tiga provinsi di Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Lasran yang sedang menempuh studi Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga cepat-cepat mencari informasi kondisi terkini kampung halamannya yang berada di Desa
Sibalanga
, Kecamatan Aden Koting, Kabupaten
Tapanuli Utara
, Provinsi Sumatra Utara, melalui media sosialnya.
“Saya buka Facebook dan lihat tetangga memposting video banjir bandang di Sibalanga, desa saya. Saya langsung menghubungi keluarga, termasuk ayah ibu, tapi tidak bisa dihubungi. Saat banjir bandang, jaringan masih ada sedikit sehingga tetangga bisa posting, tapi setelah itu lumpuh total,” ujarnya saat dihubungi kompas.com pada Selasa (23/12/2025).
Selama dua hari Lasran merasakan gusar karena tak kunjung mendapatkan kabar kondisi keluarganya, hingga pada hari Jumat (28/12/2025) sesaat masih menjalani perkuliahan, tiba-tiba bapaknya meneleponnya.
“Di sini semua keluarga aman, tapi ada korban jiwa. Stok makanan mulai habis. Doakan Bapak, Mamak, dan keluarga supaya kuat,” ujar bapak Lasran yang menelepon kurang dari dua menit.
Selanjutnya, pada Senin (5/12/2025) Lasran mendapatkan kabar bahwa di desanya mendapatkan bantuan internet Starlink sehingga mendapatkan kabar kondisi kampung halamannya secara bertahap.
“Dua hari pertama saya lemas banget, Mas. Tidak nafsu makan, sempat sakit. Saat itu ada ujian, tapi kurang semangat. Setelah dapat jaringan lagi sekitar 5 Desember, saya telepon Mama tanya kondisi. Mama suruh tanya Bapak. Bapak bilang, ‘Pulang saja, bisa bantu-bantu di sini.’ Akhirnya, tanggal 14 Desember saya naik pesawat dari Salatiga ke Jakarta, lalu ke sini tanggal 15 sore,” ujarnya.
Lasran menceritakan kondisi di Desa Sibalanga mendapatkan dampak yang lumayan parah dengan 21 korban dan lumpuhnya perekonomian masyarakat.
“Perekonomian masyarakat lumpuh total, karena kebanyakan petani karet, cabai, dan padi. Saat banjir dan longsor semua habis, Mas. Akses jalan utama terputus dan harus memutar berjam-jam, terutama dua hari pertama saat jaringan dan listrik lumpuh total—tidak ada yang bisa dihubungi,” ujarnya.
Lasran menyampaikan bahwa
Natal
tahun ini tidak dirayakan meriah seperti biasanya, sederhana dengan sisa-sisa harapan.
“Masyarakat di sini tidak begitu antusias lagi menyambut Natal. Bagaimana bisa bahagia, sedangkan banyak saudara rumahnya hancur, kehilangan keluarga? Natal di sini terganggu total. Tanggal 24-25 Desember, semua digabung jadi satu,” ujarnya.
Lasran berpesan kepada teman-temannya yang belum bisa pulang agar selalu yakin bahwa semua akan pulih.
“Untuk teman-teman yang belum bisa pulang, yakinlah orang tua kita selalu mendukung kita di mana pun. Mereka tak ingin kita terus sedih. Kita harus kuat, berusaha memulihkan keadaan. Percayalah Tuhan yang mengatur dan menguatkan—ini waktu terbaik-Nya,” jelasnya penuh harap.
Lasran mengonfirmasi bahwa pihak kampusnya juga memberikan bantuan berupa sejumlah uang dan penawaran beasiswa.
“Mungkin ke depan perekonomian keluarga akan terganggu satu tahun ke depan. Bapak saya yang sehari-hari bertani lumpuh total. Saya berdiskusi dengan orang tua soal penawaran UKSW bantu uang kuliah. Mereka bilang sangat perlu, karena pemasukan terbatas meski makanan cukup. Kami tak minta lunas, cukup dipertimbangkan kondisi kami,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Pdt Ferry Nahusona, Kepala Campus Ministry UKSW, menjelaskan semenjak tersiar kabar mengenai kabar bencana alam di Sumatra, kampus sudah melakukan berbagai tindakan untuk mendata mahasiswa yang terdampak.
“Saat peristiwa terjadi, Rektor memberikan nota dinas penugasan kepada dua unit, yaitu Campus Ministry—yang saya pimpin, dirangkap dengan Kemahasiswaan. Kami langsung koordinasi membentuk tim kecil dari dua unsur ini. Langkah pertama adalah pendataan bersama bagian
database
kampus. Kami membuat
flyer
untuk disebarkan, agar mahasiswa yang terdampak bisa registrasi,” ujar Ferry.
Dari informasi awal, tidak ada rumahnya yang hancur atau keluarga terdekat meninggal. Namun lahan kebun mereka hancur. Akibatnya orangtua kesulitan mata pencaharian, sehingga mahasiswa juga kesulitan membayar kuliah.
Setelah data jelas, pihaknya memberikan uang Rp 500 ribu per mahasiswa selama dua minggu pertama masa darurat.
“Awalnya mau memakai sistem kupon kantin khusus, tapi aspirasi mereka bilang kurang praktis karena harus datang dari kos. Jadi, kami setuju transfer langsung, biar mereka atur sendiri,” ujarnya.
Ferry menegaskan, kampus mendata 11 mahasiswa yang terkena dampak banjir bisa mengajukan keringanan biaya kuliah dengan mengonfirmasikan ke pihak kemahasiswaan agar dapat mengukur kebutuhannya.
“UKSW buka kebijakan khusus. Bentuknya beasiswa, sudah dibahas rektorat. Kami minta mereka daftar sendiri kebutuhannya. Semua bisa di-
cover
untuk semester berikutnya jika sampaikan,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Natal Sederhana di Tengah Luka: Kesaksian Korban Banjir Bandang di Tapanuli Utara Regional 25 Desember 2025
/data/photo/2025/12/25/694cc6e855115.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)