TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak tujuh personel Satreskrim Polrestabes Medan terlibat kasus penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42), warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), hingga tewas.
Kini ketujuh personel tersebut tak lagi dikurung atau penempatan khusus (patsus) Propam Polda Sumut.
Ipda Imanuel Dachi dan enam anggota lainnya sudah menghirup udara segar dan berdinas di Pelayanan Markas (Yanma) Polda Sumut.
Ketujuh personel itu diserahkan dari Propam Polda Sumut ke Yanma sejak Selasa (21/1/2025).
Kayanma Polda Sumut, AKBP Reza Fahlevi berujar, enam dari tujuh personel diberikan tugas baru sebagai tukang bersih-bersih halaman Polda Sumut.
Setiap hari mereka bangun pagi, membawa sapu, serta perkakas kebersihan lain dan mulai membersihkan halaman sekitar pukul 06.00 WIB.
“Kalau pagi kegiatannya nyapu halaman Polda Sumut. Jadi jam 6 pagi bawa sapu, dan alat bersih-bersih,” ucap Reza Fahlevi, Rabu (22/1/2025), dilansir Tribun Medan.
Sementara itu, sambung Reza, Ipda Imanuel Dachi diberikan tugas berbeda.
Ia ditugaskan untuk menjaga pos di Polda Sumut, bukan bersih-bersih seperti enam mantan anggotanya.
“Kalau itu (Ipda Imanuel Dachi) kita kenakan piket, jaga pos di Polda. Mereka ini ke Yanma, kalau nggak salah mulai kemarin diserahkan,” terangnya.
Kematian Budianto Sitepu
Sebelumnya, Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan kronologi kasus ini.
Gidion menuturkan, kasus ini berawal dari anggotanya yang melakukan tangkap tangan terhadap Budianto Sitepu di Jalan Horas, Kecamatan Sunggal, Deliserdang, Selasa (24/12/2024) malam.
Namun, ia tak menjelaskan secara detail kasus yang dilakukan korban sehingga anggota polisi melakukan penangkapan.
“Dalam proses penangkapan, kami menduga kekerasan terjadi pada proses penangkapan. Untuk kepastiannya nanti kami lakukan pendalaman pada proses penyidikan.”
“Awalnya sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, mereka ada minum-minum tuak di kedai yang bertetangga dengan mertua dari anggota saya (Ipda Imanuel Dachi),” ujarnya, Jumat (27/12/2024).
Gidion menyatakan, saat itu Ipda Imanuel Dachi mendatangi korban yang sedang berada di warung tuak. Ia lantas menangkap Budianto Sitepu dan dua orang lainnya.
“Minum-minum sampai dengan larut menjadi persoalan. Anggota saya, Ipda ID melaporkan ke anggota lain tim URC yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam natal semua anggota di luar,” ucap Gidion.
“Ada tim-tim yang memang menyebar, timsus. Timsus ini ditugaskan bergerak malam mengatasi 3C, saat itu mereka di Binjai dipanggil merapat ke lokasi Ipda ID.”
“Sehingga peristiwa itu terjadi, saudara BS bersama rekannya, ini proses yang harus kita klarifikasi apakah ada persoalan pribadi antara anggota saya dengan BS,” terangnya.
Tak Kantongi Surat Perintah
Kombes Pol Gidion Arif Setyawan juga mengatakan, Ipda Imanuel Dachi dan personelnya menangkap Budianto Sitepu tanpa mengantongi surat apa pun dan tidak ada dasar laporan polisi.
“Karena ini adalah dugaan awal proses tangkap tangan, memang waktu penangkapan belum ada surat perintah penyelidikan, surat perintah penangkapan, maupun administrasi penyidikan lainnya, pada saat melakukan upaya paksa karena dasarnya adalah tertangkap tangan,” kata Gidion, Jumat.
Ia juga mengungkapkan hasil pemeriksaan medis terhadap jenazah korban yang sempat ditahan di Polrestabes Medan dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara.
Dua hari di rumah sakit, korban yang merupakan anggota Pemuda Pancasila itu meninggal dunia, Kamis (26/12/2024).
“Lalu hasil autopsinya, ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala. Lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata, ini kemudian dalam visum tersebut terbukti mengalami kekerasan benda tumpul, ini kami dalami,” bebernya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: 7 Polisi yang Aniaya Budianto Sitepu Hingga Tewas, Kini Jadi Tukang Sapu dan Jaga Pos di Polda Sumut.
(Tribunnews.com/Deni)(Tribun-Medan.com/Fredy Santoso)