Nasabah Koperasi BLN Gunungkidul Murka, Dana Rp40 Miliar Tak Jelas Rimbanya

Nasabah Koperasi BLN Gunungkidul Murka, Dana Rp40 Miliar Tak Jelas Rimbanya

Liputan6.com, Gunungkidul – Puluhan Nasabah Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Cabang Gunungkidul, menggeruduk kediaman Ketua Cabang BLN Gunungkidul, Indarti, di Padukuhan Ngerboh 1, Kalurahan Piyaman. Mereka menuntut kejelasan atas investasi yang sudah ditanamkan senilai lebih dari Rp 40 miliar.

Nasabah menuntut pengembalian dana dari berbagai program, termasuk arisan, tabungan umrah, investasi emas, dana tur, hingga skema trading token dan pasar modal. Mereka menyoroti sistem tokenisasi yang dianggap tidak relevan dan menambah kebingungan alih-alih menyelesaikan masalah.

Ketua cabang Indarti diketahui berada di lokasi, namun lebih banyak diam karena mengaku sedang tidak sehat. Komunikasi langsung dengan nasabah diwakilkan oleh Sindari, pengurus cabang BLN Gunungkidul, dan sekretaris cabang.

Dalam mediasi, Sindari menjelaskan bahwa sebagian dana nasabah telah digunakan untuk membiayai sejumlah proyek pemerintah bernilai miliaran rupiah. Akan tetapi, karena sekarang banyak proyek tersebut mengalami efisiensi anggaran—atau bahkan dibatalkan—bagi hasil pun tidak bisa dibayarkan sesuai jadwal.

Sindari juga menyebut bahwa koperasi BLN Gunungkidul masih menunggu arahan dari kantor pusat di Kota Salatiga, Jawa Tengah, yang dipimpin oleh Nicolas Nyoto Noto Negoro. Menurutnya, BLN pusat dianggap masih beroperasi sehat, sehingga ada harapan dana bisa ditarik dari sana.

Di hadapan massa, BLN cabang bahkan berencana menjual aset berupa tanah dan bangunan untuk menyediakan dana pengembalian. Namun ketika ditanya soal tenggat waktu pasti, jawaban yang diberikan sangat umum: menunggu aset terjual. Ketidakjelasan ini membuat para nasabah semakin kecewa.

Sebagian nasabah langsung mengusulkan pembuatan surat pernyataan tertulis dari koperasi, yang menjamin waktu pengembalian dana. Namun, pihak BLN menolak menandatangani karena tidak berani memastikan jadwal pencairan.

Rendra Sujatmiko, seorang nasabah yang juga warga Giring, Kapanewon Paliyan, hadir langsung dalam aksi. Dia mengungkapkan bahwa investasinya lebih dari Rp 100 juta berasal dari dana pinjaman bank.

“Awalnya bagi hasil cair tiap bulan, 4,17 % dari pokok investasi. Tapi sejak Maret 2025, kosong sama sekali. Sekarang bank mulai menagih dan bisa disita asetnya,” kata Rendra.

Nasabah lain bercerita bahwa sebagian dari mereka memilih meminjam uang hingga miliaran rupiah dengan agunan sertifikat tanah atau BPKB mobil, tergiur janji manis investasi, namun kini terlilit utang.