Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Ali Topan Akbar sendiri. Saat dikonfirmasi, suaranya terdengar tegas, namun ada nada lelah menahan kesal.
“Tidak benar. Jelas itu penipuan,” kata Ali Topan Akbar.
Ali menegaskan, dia tidak pernah meminta uang melalui pesan WhatsApp. Nomor pribadinya diretas, dan identitasnya dipakai untuk memuluskan skema kejahatan digital.
“Saya imbau masyarakat Kapuas Hulu agar jangan gampang percaya. Kalau ragu, silakan hubungi saya langsung atau kantor DPRD,” ujarnya.
Fenomena penipuan digital di Indonesia memang mengkhawatirkan. Modusnya kian kreatif, terutama dengan memanfaatkan figur publik. Hacker tahu, nama pejabat bisa menciptakan kesan kredibilitas.
Menurut data Kementerian Komunikasi tahun 2024, lebih dari 11.700 laporan penipuan berbasis WhatsApp diterima sepanjang tahun. Sebanyak 35 persen di antaranya menggunakan nama pejabat atau aparat sebagai umpan.
Pada kasus Kapuas Hulu, peretas memanfaatkan nama besar Ali Topan Akbar untuk memancing rasa percaya calon korban.
Mereka menyasar orang-orang yang mengenal reputasi sang pejabat namun tidak dekat secara personal, sehingga verifikasi jarang dilakukan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339571/original/020636200_1757063836-WhatsApp_Image_2025-09-05_at_16.15.12.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)