Muhammadiyah Tetap Optimistis Pemberantasan Korupsi di Tahun 2025
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Kasus korupsi kembali menjadi sorotan masyarakat Indonesia pada tahun 2024.
Di tengah perdebatan mengenai pernyataan Presiden
Prabowo
yang menyatakan akan memberikan pengampunan kepada koruptor, kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun juga menjadi perhatian publik.
Dalam kasus ini, terdakwa Harvey Moeis dijatuhi vonis penjara selama 6,5 tahun.
Kasus ini menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen, bahkan beberapa konten kreator menghitung potensi pendapatan per jam jika memiliki kekayaan sebesar Rp 300 triliun.
Menanggapi berbagai kasus korupsi yang terjadi, Ketua Umum PP Muhammadiyah,
Haedar Nashir
, menyatakan bahwa Muhammadiyah tetap optimis terhadap kepemimpinan Prabowo.
“Kalau Muhammadiyah enggak optimis, siapa lagi yang optimis?” ucap Haedar pada Senin (30/12/2024).
Haedar menekankan bahwa optimisme harus disertai dengan kesadaran mengenai tindakan yang diperbolehkan dan tidak.
“Mungkin nanti Pak Prabowo akan memberikan penjelasan sendiri. Apa maksudnya pengampunan untuk koruptor seperti apa,” lanjutnya.
Selain itu, Haedar mengingatkan pentingnya menjaga suara masyarakat.
Muhammadiyah berkomitmen untuk mendorong dan mengawasi lembaga yudikatif, termasuk pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
“Kami mendukung komitmen tinggi Presiden Prabowo untuk
pemberantasan korupsi
yang tuntas dan berani. Penting disertai political will dari seluruh pihak di jajaran pemerintahan, termasuk institusi Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, serta lembaga-lembaga lain seperti Kejaksaan, TNI, Polri, dan Pemda di seluruh Indonesia,” beber Haedar.
Haedar juga berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali pada khittahnya sebagai lembaga independen yang melakukan pemberantasan korupsi secara benar, adil, dan tanpa pengaruh dari pihak manapun.
Ia menegaskan bahwa KPK harus menegakkan fungsi pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih dan terhindar dari politisasi.
Haedar menekankan pentingnya partai politik dan para elite parpol untuk menjadi teladan dalam menerapkan prinsip good governance dan hidup tanpa korupsi.
“Lembaga legislatif dan yudikatif penting mempelopori praktik good governance dan clean government sehingga dapat menjadi penyangga yang kokoh dalam mendukung eksekutif yang bebas dari korupsi,” katanya.
Menurut Haedar, penegakan hukum harus menjadi langkah politik yang kuat dari seluruh institusi penegakan hukum, termasuk Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kejaksaan, dan Kepolisian.
“Tegakkan hukum dengan benar, adil, dan objektif tanpa pandang bulu dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pihak manapun,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.