Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

MTI: Infrastruktur Jalan dan Jembatan Timbang Jadi Tantangan Penerapan Zero ODOL   – Halaman all

MTI: Infrastruktur Jalan dan Jembatan Timbang Jadi Tantangan Penerapan Zero ODOL   – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, kebijakan Zero Over Dimension Overload (Zero ODOL) menjadi langkah penting untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi transportasi di Indonesia.

Namun, sejumlah permasalahan mendasar yang harus diselesaikan agar kebijakan ini bisa diterapkan dengan sukses.

“Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan kebijakan Zero ODOL adalah kondisi infrastruktur jalan dan jembatan timbang yang masih perlu pembenahan,” kata Agus Taufik Mulyono dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).

Dikatakan Agus, saat ini status dan fungsi jalan di Indonesia saat ini masih “karut marut” dan tidak jelas.

Ketika truk mengangkut barang dari pabrik ke tujuan, mereka sering kali melewati jalan yang statusnya berbeda-beda—mulai dari jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, hingga arteri nasional.

“Hal ini merupakan problem klasik yang belum diselesaikan hingga saat ini dan sisi lain, terminal handling yang berfungsi untuk mengumpulkan barang-barang kelebihan muatan juga belum ada, padahal keberadaannya sangat penting,” katanya.

Ketidakjelasan status dan fungsi jalan ini menyebabkan kerusakan jalan yang parah, khususnya di daerah kabupaten.

“Karut marut antara kelas fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan dan mengindikasikan  penerapan kelas jalan tidak sesuai dengan status jalannya, yang berujung pada masalah yang berkepanjangan,” katanya.

Agus juga mengkritik kurangnya keselarasan antara UU Jalan dengan UU Lalu Lintas.

“Kelas jalan dikaitkan dengan fungsi jalan, dikaitkan status jalan, tidak pernah ketemu. Jadi masalah ODOL ini tidak akan pernah bisa diselesaikan,” ungkapnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Ian Sudiana mengusulkan agar pemerintah menambah ruas jalan, meningkatkan jumlah jalan nasional, dan menaikkan kapasitas daya dukung jalan.

“Untuk itu perlu dibentuknya sebuah Badan setingkat Kementerian yang mengurus logistik dan membuat blueprint terkait kebijakan Zero ODOL ini,” sarannya.

Sementara itu, Bambang Haryo Soekartono, anggota Dewan Pakar Gerindra dan praktisi transportasi dan logistik, menyoroti perlunya pembenahan jembatan timbang.

“Jumlah SDM di jembatan timbang itu sangat kurang dan peralatannya banyak yang sudah rusak,” ujarnya.

Dari 141 jembatan timbang di seluruh Indonesia, hanya 25 yang beroperasi, dan itu pun hanya selama 8 jam sehari.

“Bisa dibilang ini sama saja dengan bohong jika mau secara serius menerapkan Zero ODOL,” tambahnya.

Dia juga menegaskan pentingnya memperbaiki daya dukung jalan, mengingat standar muatan sumbu terberat (MST) kelas 1 di Indonesia hanya 10 ton, sementara negara lain seperti China sudah mencapai 100 ton.

Agus dan Haryo sepakat bahwa penerapan kebijakan Zero ODOL harus melibatkan semua stakeholder.

“Hal ini bertujuan untuk mencari solusi bersama agar tidak ada pihak yang dirugikan saat kebijakan ini diterapkan,” kata Haryo.

Semua pihak perlu duduk bersama untuk mencari solusi yang dapat diterima secara luas.

Dalam hal ini, Kementerian Perhubungan diharapkan untuk membuat blueprint yang akan menjadi panduan dalam menerapkan Zero ODOL.

Selain itu, lembaga penelitian dan pengembangan seperti BRIN juga bisa dilibatkan untuk merencanakan langkah-langkah yang diperlukan.