Modus Pejabat Pemkot Binjai Korupsi Dana Bagi Hasil Sawit Rp 14,9 Miliar

Modus Pejabat Pemkot Binjai Korupsi Dana Bagi Hasil Sawit Rp 14,9 Miliar

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai menahan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemerintah Kota Binjai berinisial RIP, dalam kasus korupsi pengelolaan dana bagi hasil (DBH) sawit untuk pemeliharaan berkala jalan tahun anggaran (TA) 2023 dan 2024.

Penahanan RIP yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No: Print-03.a/L.2.11/Fd.2/10/2025 tertanggal 6 Oktober 2025.

Selain RIP, jaksa penyidik juga telah menetapkan dua tersangka lain, yakni SFPZ selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan TSD dari unsur penyedia atau rekanan.

Kasus ini bermula dari alokasi DBH Sawit yang diterima Pemko Binjai dari pemerintah pusat pada TA 2023 dan 2024 dengan total senilai Rp 14.903.378.000. Dana tersebut seharusnya dikelola Dinas PUTR Binjai untuk proyek pemeliharaan berkala jalan.

“Penyidikan menemukan adanya perbuatan melawan hukum dan pekerjaan proyek yang tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata Kasi Intel Kejari Binjai Noprianto Sihombing, Selasa (7/10/2025).

Pada TA 2023, Pemko Binjai menerima DBH Sawit Rp 7.913.265.000 untuk 7 paket kegiatan, namun seluruhnya tidak dilaksanakan sesuai perencanaan.

Kemudian pada TA 2024, diterima lagi Rp 6.990.113.000 untuk 5 kegiatan. Seluruh 12 proyek tersebut baru dilaksanakan secara gabungan pada tahun 2024.

Dalam 2 proyek fiktif dan manipulasi data serah terima, penyidikan menemukan beberapa kejanggalan serius, yaitu ditemukan 2 kegiatan yang tidak pernah dikerjakan sama sekali, namun uang muka (DP) telah ditarik seluruhnya.

Kedua proyek tersebut adalah pemeliharaan berkala jalan pada Jalan Samanhudi dan Jalan Gunung Sinabung, Binjai Selatan, dengan total nilai kontrak sekitar Rp 4 miliar.

Lalu, keterlambatan dan manipulasi dokumen. Ada 10 proyek lainnya yang seharusnya selesai pada akhir tahun 2024, faktanya baru rampung sekitar Mei 2025.

Namun, dalam berita acara serah terima, pekerjaan tersebut dimanipulasi seolah-olah sudah selesai pada 24 Desember 2024, ditandatangani oleh PPK dan rekanan.

Kemudian kekurangan volume. Tim ahli yang diturunkan untuk mengecek mutu dan volume 10 proyek jalan menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan di lapangan.

“Dari hasil penghitungan tim ahli ditemukan bahwa pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kontrak karena adanya kekurangan volume yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2.656.709.053,” jelas Noprianto Sihombing.

Ketiga tersangka kini ditahan untuk dimintai keterangan dan tanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara ini.