Ini memperluas peluang munculnya lebih banyak calon pemimpin yang merepresentasikan berbagai kelompok masyarakat. Putusan MK ini juga efektif mengurangi polarisasi.
Ini karena ketentuan PT 20 persen sering sekali menghasilkan hanya dua pasangan calon, yang cenderung memicu tingginya polarisasi masyarakat. Dengan lebih banyak kandidat, diharapkan pilihan rakyat lebih beragam dan mengurangi ketegangan politik.
Dengan dibolehkannya semua partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon presiden, maka demokrasi Indonesia akan lebih substantif. Bagi Fahira Idris,
Keputusan ini memungkinkan rakyat Indonesia memiliki lebih banyak pilihan yang sesuai dengan aspirasi, sehingga pemilu menjadi lebih bermakna.
Dampak besar lainnya dari putusan ini adalah akan menumbuhkan lebih banyak calon pemimpin-pemimpin bangsa masa depan yang berkomitmen pada kepentingan rakyat. Kedepan di tiap gelaran pilpres, rakyat akan disuguhkan beragam kandidat sehingga mendorong debat publik yang lebih substansial.
Para kandidat akan berlomba menawarkan solusi konkret atas berbagai permasalahan bangsa.
“Putusan MK ini adalah tonggak penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia, sekaligus menegaskan bahwa suara rakyat adalah elemen utama dalam sistem demokrasi,” ujar Senator Jakarta ini.
Sebagai informasi, MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold dengan menyatakan Pasal 222 Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Putusan tersebut merupakan permohonan dari empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dengan nomor perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Empat mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. (Pram/fajar)