TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesian Business Council (IBC) mengusulkan, Pemerintah Indonesia perlu melakukan renegosiasi, dan memperluas perjanjian dagang dengan negara dan kawasan baru.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memitigasi dampak kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump,
CEO IBC Sofyan Djalil menyampaikan, langkah-langkah perlu dilakukan sebagai upaya mitigasi untuk menjaga dampak kebijakan tarif terhadap kinerja perekonomian dan perdagangan nasional.
“Lalu kami juga meminta pemerintah untuk melakukan renegosiasi tarif dan memperluas perjanjian dagang (FTA) dengan negara dan kawasan mitra baru,” ujar Sofyan saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (5/4/2025).
Sofyan berujar, IBC mendukung upaya pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dalam merespons kebijakan tarif dagang terbaru yang dikeluarkan oleh Pemerintah AS pekan ini, serta memitigasi dampaknya terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Secara rinci, IBC menyampaikan usulan empat langkah strategis yang dapat diambil pemerintah. Pertama, fokus pada upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memberikan dukungan kepada industri yang terdampak, termasuk di dalamnya kelompok UMKM yang merupakan bagian dari mata rantai industri ekspor.
Upaya ini perlu didukung dengan kebijakan yang kondusif, kepastian regulasi, dan reformasi struktural dalam kemudahan berbisnis.
“Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas nasional dan daya saing ekspor,” ujar Sofyan.
Kedua, IBC mengusulkan agar pemerintah mengambil langkah renegosiasi dengan pemerintah AS dan mengkaji kembali kerangka perjanjian dagang antara kedua negara, untuk mengupayakan penerapan tarif yang lebih adil dan berimbang.
Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan hubungan dagang yang telah berlangsung, tapi juga memperluas potensi penguatan perdagangan melalui penguatan diplomasi dagang yang aktif.
Ketiga, IBC meminta pemerintah untuk mengambil langkah negosiasi multilateral bersama negara-negara ASEAN untuk mendorong tatanan perdagangan internasional yang lebih adil dan setara.
ASEAN merupakan mitra dagang yang sangat besar dan penting, sehingga baik AS maupun ASEAN akan sama-sama diuntungkan melalui upaya negosiasi dan diplomasi dagang ketimbang penerapan kebijakan yang sepihak.
Keempat, IBC mendorong perluasan perjanjian kerjasama perdagangan bilateral dan multilateral serta mempercepat penyelesaian perundingan dagang (FTA) yang saat ini sedang berlangsung. Perjanjian kerjasama dengan negara-negara dan kawasan-kawasan akan memperluas akses pasar baru untuk Indonesia.
Ketua Dewan Pengawas IBC Arsjad Rasjid menyatakan, momen ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi investasi dan mitra dagang strategis di tengah pergeseran rantai pasok global.
“Kami melihat tantangan ini sebagai peluang untuk mempercepat reformasi struktural, mendorong diversifikasi pasar ekspor, serta mengembangkan industri bernilai tambah. Kemudahan berusaha juga perlu terus ditingkatkan agar Indonesia lebih kompetitif secara global,” tutur Arsjad.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump pekan ini mengumumkan daftar negara yang dikenai tarif resiprokal untuk produk-produk yang diekspor ke AS. Indonesia termasuk dalam daftar tersebut dengan nilai tarif dikenakan sebesar 32 persen.
Tarif baru ini memberi tekanan besar pada daya saing ekspor nasional, khususnya ke pasar AS yang menyumbang 38,7 miliar dolar AS ekspor Indonesia pada 2024.
Kebijakan tarif dari pemerintah AS berpotensi memperburuk tensi dagang global dan mengganggu stabilitas ekonomi lintas negara, termasuk Indonesia.