Temuan ini bukan sekadar upaya menciptakan ulang warna masa lalu. Tim berharap 12 varian Egyptian Blue yang direkonstruksi ini dapat digunakan dalam konservasi artefak kuno, memberikan hasil restorasi yang lebih akurat dan indah seperti aslinya.
Lebih dari itu, teknologi di balik pigmen ini membuka peluang besar dalam bidang forensik, keamanan, hingga pengembangan material futuristik. Pigmen ini juga memiliki sifat biologis, magnetik, dan optik yang unik.
Salah satunya, mampu memancarkan cahaya inframerah-dekat—tak terlihat oleh mata manusia, tapi sangat berharga untuk teknologi anti-pemalsuan, pelacakan sidik jari, hingga aplikasi di superkonduktor suhu tinggi.
Jadi, siapa sangka dari proyek “iseng” museum, lahir penemuan yang bisa menyatukan sejarah kuno dengan teknologi masa depan?
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5244709/original/048707000_1749210065-Misteri_Pigmen_Tertua_di_Dunia_Terpecahkan__Ilmuan_Berhasil_Kembalikan_Warna_Rahasia_Firaun__.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)